Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perubahan pola penyakit tanpa disadari telah memberi pengaruh terhadap
terjadinya transisi epidemiologi, dengan semakin meningkatnya kasus-kasus
penyakit tidak menular. Pola hidup masyarakat yang semakin komplek
berdampak pada penurunan derajat kesehatan masyarakat. Salah satu dampaknya
adalah meningkatkannya penyakit Gagal Ginjal Kronik (GGK), di mana penyakit
ini merupakan salah satu penyakit yang memiliki resiko morbiditas dan
mortalitas yang tinggi di dunia bahkan penyakit gagal ginjar kronik merupakan
salah satu penyakit kronik dengan prevalensi terbesar di dunia (Skorecki, et.al.,
2005).
Badan Kesehatan Dunia (WHO), secara global lebih dari 500 juta orang
mengalami penyakit gagal ginjal kronik atau sekitar 1,5 juta orang harus
menjalani hidup bergantung pada cuci darah. Di Indonesia sendiri berdasarkan
data dari Kementerian Kesehatan Indonesia (2013) prevalensi gagal ginjal kronik
mengalami peningkatan yakni 4,3 % dari angka nasional 2%. Sedangkan dari
survey yang di lakukan oleh Pernefri (Perhimpunan Nefrologi Indonesia) (2009,
yang di kutip dari Kemenkes RI, 2017) prevalensi gagal ginjal kronik di
indonesia (daerah Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, dan Bali) sekitar 12,5%, berarti
sekitar 18 juta orang dewasa di Indonesia menderita penyakit gagal ginjal kronik.
Pada tahun 2018 Bali berada di urutan ke 2 dengan jumbal pasien yang
didiagnosis Penyakit GGK di Indonesia yaitu sebesar 38% (Riskesdas Provinsi
Bali, 2013). Prevalensi penderita penyakit GGK di Tabanan yaitu sebesar 0,1%.
Prevalensi pasien gagal ginjal kronik di BRSU Tabanan pada tahun 2015 yaitu
sebanyak 197, pada tahun 2016 sebanyak 196 pasien, sedangkan pada tahun 2017
yaitu sebanyak 205 pasien ( Rekam Medik BRSU Tabanan 2017).
Gagal ginjal kronik sendiri merupakan gangguan fungsi renal yang
progresif dan irreversible mengakibatkan perubahan fisiologis yang tidak dapat
diatasi lagi dengan cara konservatif, sehingga membutuhkan terapi pengganti
ginjal. Terapi pengganti ginjal terdiri dari Hemodialisa (HD), peritoneal dialysis,
dan transplatasi gunjal (Tovazzi dan Mazzoni, 2012). Penderita GGK yang
menjalani HD harus mematuhi diet, minum obat, pembatasan aktivitas dan
pembatasan cairan. Salah satu masalah yang kerap dialami pasien CKD st. V
dengan hemodialisa yaitu terjadi kelebihan volume cairan yang ditandai dengan
adanya peningkatan berat badan, edema pada ekstremitas atau terjadi asites pada
abdomen dan terjadi peningkatan tekanan darah. Namun, membatasi cairan
selama hemodialisa juga dapat menimbulkan beberapa efek pada tubuh, salah
satunya timbul keluhan rasa haus dan mulut kering (xerostomia) akibat produksi
kelenjar ludah yang berkurang (Bots, et.al, 2008).
Salah satu intervensi keperawatan yang bias dianjurkan untuk
mengurangi rasa haus yang berlebih pada pasien yang menjalani hemodialisa
adalah mengulum es batu (Arfany, dkk., 2015). Hal ini penting dilakukan karena
gerakan mengulum es batu akan membuat otot-otot bibir, lidah, dan pipi
berkontraksi. Kontraksi tersebut akan merangsang kelenjar saliva di mulut untuk
menghasilkan saliva (Pratama, 2014). Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan Armiyanto, Khoiriyah, Mustofa (2019) yang mengatakan bahwa
mengulum es batu lebih lama menahan rasa haus pasien diabndingkan dengan
bekumur air matang. Karena mengulum es batu memberikan efek dingin serta
menyegarkan (Arfany et al ., 2014). Air yang terkandung didalam es batu
memberikan efek dingin yang dapat menyegarkan dan mengatasi haus pasien
yang sedang menjalani hemodialisa.
Dari permasalahan tersebut peneliti tertarik untuk membahas tentang
“Intervensi keperawatan kelebihan volume cairan dengan anjuran managemen
cairan dengan inovasi mengulum es batu terhadap pasien CKD st. V di ruang
Hemodialisa BRSU Tabanan.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran tentang pemberian intervensi
keperawatan pemberian VCO terhadap pasien dengan CKD st.V dengan
diagnosa keperawatan gangguan integritas kulit.

2. Tujuan Khusus
a. Untuk menganalisa pengkajian keperawatan gangguan integritas kulit
pada pasien dengan CKD st.V
b. Untuk menganalisa diagnosa keperawatan gangguan integritas kulit
pada pasien dengan CKD st.V
c. Untuk menganalisa intervensi keperawatan pemberian VCO pada
pasien dengan CKD st.V dengan diagnosa keperawatan gangguan
integritas kulit.
d. Untuk menganalisa implementasi keperawatan pemberian VCO pada
pasien dengan CKD st V dengan diagnosa keperawatan gangguan
integritas kulit.
e. Untuk menganalisa evaluasi keperawatan pemberian VCO pada pasien
dengan CKD st V dengan diagnosa keperawatan gangguan intergritas
kulit.

C. Manfaat
1. Praktis
Untuk meningkatkan kenyamanan saat mengalami gatal dan kulit kering.

2. Teoritis
Sebagai bahan masukan bagi mahasiswa agar mampu mengaplikasikan hasil dari
artikel hasil artikel, resouch, dan menambah wawasan tentang efektifitas
pemberian VCO pada pasien yang mengalami gangguan integritas kulit.

Anda mungkin juga menyukai