Anda di halaman 1dari 27

DISLOKASI SENDI PANGGUL

3 .I. DEFINISI
Kata dislokasi merupakan gabungan dari kata dis dan lokasi
yang berarti kedudukan yang salah. Dislokasi sendi adalah keadaan dimana
terjadi pergeseran total permukaan tulang yang membentuk persendian.
Dislokasi sendi merupakan keadaan gawat darurat di bidang ortopedi yang
memerlukan penanganan segera.

Dislokasi adalah keadaan di mana tulang-tulang yang


membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara anatomis (tulang lepas dari
sendi). Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser
atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari
mangkuk sendi).

Dislokasi panggul adalah suatu keadaan dimana terjadi perpindahan


permukaan sentuh caput femoris terhadap acetabulum. Dislokasi terjadi ketika
caput femoris keluar dari acetabulum. Kondisi ini dapat kongenital atau didapat
(acquired).

3.2. EPIDEMIOLOGI
Dengan meningkatnya angka kecelakaan lalu lintas, dislokasi
panggul traumatik makin sering ditemukan. Dislokasi panggul ini dapat
terjadi pada semua kelompok usia. Dislokasi panggul posterior merupakan
dislokasi yang paling sering terjadi. Dislokasi panggul posterior terjadi
sebanyak 90% dari kasus, sedangkan dislokasi panggul anterior terjadi
sebanyak 10% dari seluruh kasus dislokasi panggul traumatik.

3.3 . ETIOLOGI
1. Cedera Olah raga
Olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki,
serta olahraga yang beresiko jatuh misalnya: terperosok akibat bermain ski,
senam, volley,. pemain basket dan pemain sepak bola sering mengalami
dislokasi pada tangan dan jari-jari secara tidak sengaja menangkap bola dari
pemain lain.

2. Trauma
Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi.

3. Terjatuh
Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin.
4. Patologis
Terjadi ‘tear’ ligament dan capsul articuler yang merupakan komponen vital penghubung
tulang.

3.4. KLASIFIKASI
Berdasarkan arah dislokasi, dislokasi panggul dibagi menjadi 3,
yaitu dislokasi posterior, dislokasi anterior, dan dislokasi pusat (central).
a. Dislokasi Posterior

1) Mekanisme Cedera
Caput femoris keluar dari acetabulum melalui suatu trauma
yang dihantarkan pada diaphisis femur dimana sendi panggul dalam
posisi flexi atau semiflexi. Trauma biasanya terjadi karena kecelakaan
lalu lintas dimana lutut penumpang dalam keadaan flexi dan
menabrak dengan keras benda yang ada di depan lutut. Mekanisme
khas untuk dislokasi posterior adalah perlambatan dimana lutut
penderita mengenai dashboard dengan menekuk lutut dan panggul.
Dislokasi posterior sendi panggul biasa disebabkan oleh trauma. Ini
terjadi pada axis longitudinal pada femur saat femur dalam keadaan
flexi 90 derajat dan sedikit adduksi.
Gambar 6. Mekanisme cedera pada dislokasi panggul posterior

2) Gambaran Klinis dan Pemeriksaan Fisik


Penderita biasanya datang setelah trauma yang hebat disertai nyeri
dan deformitas pada daerah sendi panggul juga tidak bisa
menggerakan anggota gerak bawah. Sendi panggul teraba menonjol ke
belakang dalam posisi adduksi, flexi, dan rotasi interna. Terdapat
pemendekan anggota gerak bawah dan teraba caput femur pada
panggul. rasa nyeri diakibatkan spasme otot disekitar panggul.

Caput femoris dapat berada di posisi yang tinggi (iliac)


atau rendah (ischiatic), tergantung dari posisi flexi paha ketika terjadi
dislokasi.

• Dislokasi tipe iliac:


- Panggul flexi, adduksi, endorotasi.
- Extremitas yang terkena tampak memendek.
- Trochanter major dan bokong di daerah yang mengalami dislokasi
terlihat menonjol.

- Lutut extremitas yang mengalami dislokasi tampak menumpang di


paha sebelahnya.

• Dislokasi tipe ischiatic:


- Panggul flexi.
- Panggul sangat beradduksi sehingga lutut di extremitas yang
mengalami dislokasi tampak menindih di paha sebelahnya.
- Extremitas bawah tampak dalam posisi endorotasi yang ekstrim.

- Trochanter major dan bokong di daerah yang mengalami dislocasi


terlihat menonjol.

Gambar 7. Posisi sendi pada dislokasi pinggul posterior

Jika salah satu tulang panjang mengalami fraktur (biasanya


femur), dislokasi panggul seringkali tidak terdiagnosis. Pedoman
yang baik adalah dengan pemeriksaan pelvis dengan pemeriksaan
radiologis. Tungkai bawah juga harus diperiksa untuk mencari apakah
terjadi cedera syaraf ischiadicus.

Cedera neurovaskular pada dislokasi panggul posterior dapat


memberikan gambaran sebagai berikut:

• Nyeri di panggul, bokong, dan tungkai bawah bagian posterior.


• Hilangnya sensasi di tungkai bawah dan kaki.
• Hilangnya kemampuan dorsoflexi (cabang peroneal) atau plantarflexi (cabang
tibial).

• Hilangnya deep tendon reflex di pergelangan kaki.


• Hematoma local

3) Klasifikasi
Epstein dan Thompson menganjurkan suatu klasifikasi yang
dapat membantu perencanaan tatalaksana. Klasifikasi ini dibuat
sebelum ditemukannya CT-scan.

Berikut ini adalah klasifikasi dislokasi panggul posterior menurut


Epstein dan Thompson:

• Tipe I : Dislokasi sederhana, dengan atau tanpa fragmen di dinding


posterior acetabulum.

• Tipe II : Dislokasi dengan fragmen besar di dinding posterior


acetabulum.

• TipeIII : Dislokasi dengan kominusi dinding posterior


acetabulum.

• Tipe IV : Dislokasi dengan fraktur dasar (lantai) acetabulum.

• Tipe V : Dislokasi dengan fraktur caput femoris, yang


diklasifikasikan menurut Pipkin


• Gambar 8. Klasifikasi FractureCaput Femoris Menurut Pipkin
• A) Tipe I: Garis fracture berada di bawah fovea, B) Fragmen fracture meliputi
fovea, C) Sama seperti tipe I dan II, namun disertai dengan fracture collum
femoris, D) Fracture caput femoris dan acetabulum dalam bentuk apapun.
Klasifikasi Steward dan Milford didasarkan pada stabilitas fungsi
panggul, yaitu:

• Type 1 No fracture or insignificant fracture


• Type 2 Associated with a single or comminuted posterior wall
fragment, but the hip remains stable through a functional range of
motion

• Type 3 Associated with gross instability of the hip joint secondary


to loss of structural support

• Type 4 Associated with femoral head fracture

4) Pemeriksaan Radiologi
Pada foto anteroposterior (AP), caput femoris terlihat
keluar dari acetabulum dan berada di atas acetabulum. Segmen atap
acetabulum atau caput femoris dapat ditemukan patah dan bergeser.
Foto oblik dapat digunakan untuk mengetahui ukuran fragmen. CT
scan adalah cara terbaik untuk melihat fraktur acetabulum atau setiap
fragmen tulang.
1. Pasien ditempatkan di atas meja
dalam posisi telungkup.
2. Tungkai yang mengalami dislokasi
digantungkan ke bawah dan lutut
difleksikan.
3. Seorang asisten memegang tungkai
yang sehat secara horizontal.
4. Operator memberi tekanan ke
bawah secara mantappada lutut
yang fleksi.
5. Posisi ini tetap dipertahankan
hingga otot-otot relaksasi dan
caput femoris turun ke
acetabulum.
Kadang-kadang dengan sedikit
mengayunkanpaha dapat mempercepat
reduksi.

Gambar 9. Gambaran radiologi dislokasi panggul posterior

b. Dislokasi Anterior
Dislokasi anterior jarang terjadi jika dibandingkan dengan
dislokasi posterior. Dislokasi ini terjadi sebanyak 10-12 % dari
keseluruhan kejadian dislokasi panggul traumatik. Penyebab yang lazim
adalah kecelakaan lalu lintas atau kecelakaan penerbangan. Caput
femoris didorong dengan paksa ke arah anteroinferior dan berpindah ke
foramen obturatorium atau pubis. a. Mekanisme Cedera

Dislokasi ini dapat terjadi dalam kecelakaan lalu lintas


ketika lutut terbentur dashboard ketika paha dalam posisi abduksi.
Dislokasi pada satu atau bahkan kedua panggul dapat terjadi jika
seseorang tertimpa benda berat pada punggungnya saat posisi kaki
merentang, lutut lurus dan punggung ke depan.

Caput femoris didorong dengan paksa ke arah


anteroinferior acetabuli dan berpindah ke foramen obturatorium atau
pubis.
b. Gambaran Klinis dan Pemeriksaan Fisik
Kaki berada dalam posisi exorotasi, abduksi, dan sedikit
flexi. Kaki tidak memendek karena perlekatan rektus femoris
mencegah caput femoris bergeser ke atas. Bila dilihat dari samping,
tonjolan anterior pada caput yang mengalami dislokasi tampak jelas.
Kadang-kadang kaki berabduksi hampir membentuk sudut siku-siku.
Caput yang menonjol mudah diraba. Gerakan panggul tidak dapat
dilakukan.
Gambar 10. Posisi sendi pada dislokasi panggul anterior

Cedera neurovaskular dapat terjadi. Berikut ini adalah


tanda-tanda terjadinya cedera neurovaskular pada dislokasi panggul
anterior:

• Paresis di extremitas bawah


• Rasa nyeri tumpul di extremitas bawah
• Refleks patella melemah atau hilang
• Extremitas bawah tampak pucat dan dingin
• Parestesia di extremitas bawah

Dislokasi panggul anterior dideskripsikan oleh klasifikasi Epstein:


Type I – Dislokasi superior (lokasi pubis dan subspinous)
a. Tidak ada fraktur yang terkait

b. Fraktur terkait atau impact caput femur


c. Fraktur terkait acetabuli

Type II – Dislokasi inferior (lokasi obturator dan perineal)


a. Tidak ada fraktur terkait

b. Fraktur terkait atau impact caput femur


c. Fraktur terkait acetabuli
c. Pemeriksaan Radiologi
Pada foto anteroposterior, dislokasi biasanya jelas, tetapi
kadang-kadang caput hampir berada di depan posisi normalnya
sehingga jika meragukan dapat dilakukan foto lateral.

Gambar 11. Gambaran radiologi dislokasi panggul anterior

c. Dislokasi Sentral (Pusat)


1) Mekanisme Cedera
Dislokasi Sentral terjadi apabila kaput femur terdorong ke
medial acetabulum pada rongga pangguk. Disini kapsul tetap utuh.
Fraktur acetabulum terjadi karena dorongan yang kuat dari lateral
atau jatuh dari ketinggian pada satu sisi atau suatu tekanan yang
mrlslui femur dimana panggul dalam kedaan abduksi.

2) Gambaran Klinis dan Pemeriksaan Fisik


Terdapat luka lecet atau memar pada paha, namun kaki
terletak pada posisi normal. Trochanter dan daerah panggul terasa
nyeri. Gerakan minimal masih dapat dilakukan. Pasien harus
diperiksa dengan cermat untuk mencari ada tidaknya cedera pelvis
dan abdomen.
3) Pemeriksaan Radiologi
Pada foto anteroposterior, caput femoris tampak bergeser ke
medial dan lantai acetabulum mengalami fraktur.

Gambar 12. dislokasi panggul central

4) Klasifikasi
Klasifikasi fraktur acetabulum dideskripsikan oleh Letournel dan
Judet. Mereka membagi fraktur acetabulum menjadi 2 kelompok dasar yaitu
fraktur sederhana dan fraktur kompleks. Fraktur sederhana adalah fraktur
terisolasi pada satu columna atau dinding bersamaan dengan fraktur
melintang, fraktur tipe ini meliputi fraktur dinding posterior, columna
posterior, dinding anterior, atau columna anterior dan fraktur melintang.
Fraktur kompleks memiliki geometri fraktur lebih kompleks dan meliputi
fraktur berbentuk T (T-shaped), kombinasi fraktur dinding dan columna
posterior, kombinasi fraktur melintang dan dinding posterior, fraktur
columna anterior dengan fraktur posterior hemitransverse, dan fraktur kedua
columna.
Gambar 13. Klasifikasi Letournel dan Judet
A) Fracture dinding posterior, B) Fracture columna posterior, C) Fracture dinding anterior, D)
Fracture columna anterior, E) Fracture melintang, F) Fracture columna dan dinding posterior, G)
Fracture melintang dan fracture dinding posterior, H) Fracture berbentuk T, I) Fracture columna anterior
dengan fracture posterior hemitransverse, J) Fracture komplit kedua columna.

3.5 . TATALAKSANA
a. Tatalaksana Dislokasi Posterior
Dislokasi harus direduksi secepat mungkin di bawah
anestesi umum. Reduksi harus dilakukan dalam waktu 12 jam sejak
terjadinya dislokasi. Pada sebagian besar kasus dilakukan reduksi
tertutup, namun jika reduksi tertutup gagal sebanyak 2 kali maka
harus dilakukan reduksi terbuka untuk mencegah kerusakan caput
femoris lebih lanjut. Sebelum melakukan reduksi, sebaiknya
dilakukan pemeriksaan neurovaskular.

 Indikasi reduksi tertutup:


• Dislokasi dengan atau tanpa defisit neurologis jika tidak ada
fraktur.

• Dislokasi yang disertai fraktur jika tidak terdapat defisit


neurologis.
 Kontraindikasi reduksi tertutup:
• Dislokasi panggul terbuka.
• Manuver Allis

Gambar 14. Manuver Allis


1. Pasien 2. Seorang 3. Operator 4. Lengan 5. Paha dalam 6.Setelah traksi
berbaring asisten memegang bawah operator posisi adduksi dipertahankan,
dalam posisi menekan spina tungkai yang diletakkan di dan endorotasi , caput femoris
supine. iliaca anterior mengalami bawah lutut, lalulalu difleksikan diungkit ke dalam
superior. dislokasi pada lakukan traksi 900. Tindakan iniacetabulum
pergelangan kakilongitudinal merelaksasikan dengan abduksi,
menggunakan sejajar ligamen rotasi eksternal,
satu tangan. deformitas. iliofemoral. dan ekstensi
pinggul.

Berikut ini adalah beberapa teknik yang dapat digunakan


untuk mereduksi dislokasi panggul posterior sederhana (tipe I
Epstein).

• Manuver Stimson
Menggunakan berat tungkai bawah dan gravitasi untuk mengurangi dislokasi

1. Pasien ditempatkan di atas meja dalam posisi telungkup.


2. Tungkai yang mengalami dislokasi digantungkan ke
bawah dan lutut difleksikan.
3. Seorang asisten memegang tungkai yang sehat secara
horizontal.
4. Operator memberi tekanan ke bawah secara mantap pada
lutut yang fleksi.
5. Posisi ini tetap dipertahankan hingga otot-otot relaksasi
dan caput femoris turun ke acetabulum.

Kadang-kadang dengan sedikit mengayunkan paha dapat


mempercepat reduksi Gambar 15. Manuver Stimson

• Maneuver Bigelow
Gambar 16. Manuver Bigelow

1. Pasien 2. Seorang 3. Angkat 4. Rotasikan 5. Buat traksi 6. Setelah


dibaringkan di asisten tungkai yang tungkai ke yang mantap traksi ke atas
lantai dalam menekan spina mengalami posisi netral. pada tungkai selesai,
posisi supine. iliaca anterior dislokasi dan bawah ke arah letakkan paha
superior. fleksikan sendi atas, angkat ke bawah
pinggul dan caput femoris ke dalam posisi
lutut. dalam ekstensi.
acetabulum.

• Teknik Whistler
Panggul yang mengalami dislokasi direlokasikan menggunakan
lengan operator untuk mengangkat dan memanuver tungkai yang
mengalami dislokasi ketika bahu operator diangkat. Tangan
operator bertumpu pada paha kontralateral. Seorang asisten atau
tangan lain operator melakukan kontratraksi pada tibia atau fibula.

Gambar 17. Teknik Whistler

• Traksi longitudinal
Pasien dibaringkan dalam posisi supine, kemudian seorang asisten
melakukan traksi lateral, sementara operator melakukan traksi
longitudinal. (Gambar dapat dilihat di halaman berikutnya)

Gambar 18. Traksi longitudinal

• Leg-crossing maneuver
Kadang-kadang dislokasi dapat direduksi dengan cara membujuk
pasien untuk perlahan-lahan menyilangkan tungkai yang mengalami
dislokasi ke arah tungkai sebelahnya (adduksi) dan kemudian
lakukan traksi lembut ketika asisten memandu caput femoris
kembali ke posisi semula dengan melakukan tekanan di sebelah
anterior.

• Teknik fulcrum
Pasien dibaringkan dalam posisi supine, lalu lutut operator
diletakkan di bawah lutut pasien di sisi yang mengalami dislokasi.
Lutut operator digunakan sebagai titik tumpu untuk mengungkit
caput femoris agar kembali masuk ke acetabulum.
Gambar 19. Teknik fulcrum

• Manuver East Baltimore Lift


Pasien dibaringkan dalam posisi supine. Operator berdiri di sisi
panggul yang mengalami dislokasi. Extremitas bawah pasien
diflexikan hingga panggul dan lutut membentuk sudut 900.

Kemudian operator menempatkan lengannya yang lebih dekat


dengan kepala pasien di bawah lutut pasien, menopang tungkai
pasien dengan cara menumpukan tangannya di bahu seorang asisten
yang berdiri di seberangnya, sedangkan tangan lain operator
memegang pergelangan kaki pasien.

Kemudian asisten meletakkan tangannya di bahu operator dengan


cara melewati bagian bawah lutut pasien (serupa dengan yang
dilakukan oleh operator). Operator dan asisten kemudian berdiri
dengan posisi lutut sedikit flexi dan secara bersama-sama berdiri
tegak tanpa merubah posisi bahu untuk memberikan traksi.
Operator merotasikan tungkai bawah pasien di bagian pergelangan kaki,
sedangkan asisten yang kedua menstabilkan pelvis.
Gambar 20. Manuver East Baltimore Lift

Pemeriksaan X-Ray sangat diperlukan untuk memastikan reduksi


dan untuk menyingkirkan fraktur. Bila terdapat sedikit kecurigaan
saja bahwa fragmen tulang telah terperangkap di dalam sendi, maka
diperlukan pemeriksaan CT-scan.

Reduksi biasanya stabil, panggul yang telah mengalami cedera


harus diistirahatkan. Cara yang paling sederhana untuk
mengistirahatkan panggul adalah dengan memasang traksi dan
mempertahankannya selama 3 minggu. Gerakan dan latihan dimulai
segera setelah nyeri mereda. Pada akhir minggu ketiga pasien
diperbolehkan berjalan dengan kruk penopang.

Jika pemeriksaan X-ray atau CT-scan pasca reduksi


memperlihatkan adanya fragmen intra-articular, fragmen itu harus
dibuang dan sendi dibilas melalui posterior approach. Hal ini
biasanya ditunda hingga keadaan pasien stabil.

Fraktur-dislokasi tipe II Epstein sering diterapi dengan reduksi


terbuka segera dan fiksasi anatomis pada fragmen yang terlepas.
Namun, jika keadaan umum pasien meragukan atau tidak tersedia
ahli bedah yang terampil di bidang ini, panggul direduksi tertutup
seperti diuraikan di atas. Jika sendi tidak stabil atau fragmen besar
tetap tidak tereduksi, maka reduksi terbuka dan fiksasi internal tetap
diperlukan. Pada kasus tipe II, traksi dipertahankan selama 6
minggu.

Fraktur-dislokasi tipe III diterapi secara tertutup, tetapi mungkin


terdapat fragmen yang bertahan dan fragmen-fragmen ini harus
dibuang dengan operasi terbuka. Traksi dipertahankan selama 6
minggu.

Fraktur-dislokasi tipe IV dan V pada awalnya diterapi dengan


reduksi tertutup. Fragmen caput femoris dapat secara otomatis
berada pada tempatnya, dan ini dapat dipastikan dengan CT-scan
pasca reduksi. Jika fragmen tetap tidak tereduksi, terapi operasi
diindikasikan: fragmen yang kecil dibuang, namun fragmen yang
besar harus diganti; sendi dibuka, caput femoris didislokasikan dan
fragmen diikat pada posisinya dengan countersunk screw. Pasca
operasi, traksi dipertahankan selama 4 minggu dan pembebanan
penuh ditunda selama 12 minggu.

Dislokasi Panggul yang Tidak Tereduksi


Kadang-kadang dislokasi panggul posterior tanpa fraktur
acetabulum atau caput femoris tidak dapat direduksi dengan metode
reduksi tertutup.

Pada dislokasi posterior, caput femoris keluar ke arah


posteroinferior dari kapsul dan dapat menembus otot-otot exorotasi.
Jaringan lunak yang mengelilingi collum femoris dapat mencegah
relokasi dari caput femoris.

Sebagai contoh, labrum acetabulum dapat terlepas dari


tempat melekatnya, dengan atau tanpa fragmen tulang, ketika reduksi,
labrum mungkin tertarik masuk ke dalam sendi di depan caput
femoris sehingga mencegah kembalinya posisi caput secara
konsentris ke dalam acetabulum.
Gambar 21. Robekan labrum acetabulum

Tata laksana untuk dislokasi yang tidak tereduksi ini adalah


dengan reduksi operatif (terbuka).

• Posterior approach sendi panggul (Kocher-Langenbeck)


Pasien dibaringkan dalam posis lateral.
• Mulai dengan insisi kulit pada daerah trochanter major dan
perluas ke arah proximal sepanjang 6 cm dari spina iliaca
posterior (Gambar 35A). Insisi dapat diperluas ke arah
distal sepanjang permukaan lateral paha sepanjang 10 cm
atau seperlunya.

• Pisahkan fasciae latae sejajar dengan insisi kulit dan


pisahkan gluteus maximus secara tumpul sejajar dengan
arah seratnya (Gambar 35B). Lindungi cabang dari nervus
gluteus inferior ke arah anterosuperior dari gluteus
maximus.

• Kenali dan lindungi nervus ischiadicus yang berada di atas


quadratus femoris ( Gambar 35C ).

• Pisahkan tendon M. Piriformis, gemellus, dan obturatorius


internus sejajar dengan insersinya pada trochanter major
dan kemudian otot-otot exorotasi tersebut ditarik ke arah
medial untuk melindungi nervus ischiadicus. M. qudratus
femoris tetap dibiarkan intak untuk melindungi cabang
arteri circumflexa femoris medialis (Gambar 35D). Tempat
melekatnya tendon M. gluteus maximus pada femur dapat
diinsisi untuk memperluas daerah paparan.

Gambar 22. Posterior Approach Sendi Panggul

• Identifikasi kapsul yang mengelilingi collum femoris dan


jika perlu perbesar robekan ke arah proximal dan distal
untuk membebaskan collum dan caput femoris.

• Reduksi:
- Traksi paha sepanjang aksis longitudinalnya.
- Panggul diflexikan 900 dan diadduksi.
- Dislokasikan caput femoris ke arah posterior dengan
mengendorotasikan paha.

- Buat traksi longitudinal pada femur dengan kuat.


- Cari gambaran cartilago labrum di dalam acetabulum.

- Tarik labrum keluar dari acetabulum dengan kait tumpul.


- Potong bagian yang tidak melekat dari labrum.
- Eratkan caput femoris dengan membuat traksi longitudinal pada
femur yang diflexikan dan diadduksi.

Setelah reduksi terbuka, dilakukan pemasangan skin


traction di tungkai bawah. Panggul dalam posisi extensi dan
extremitas sedikit abduksi.

Traksi dipertahankan selama 3 minggu. Beberapa hari


setelah reduksi, gerakan aktif dan pasif sendi panggul dapat dimulai.
Pada akhir minggu ketiga, pasien diperbolehkan jalan menggunakan
kruk penopang. Pasien diperbolehkan menopang berat badan pada
akhir minggu ke 12-14 dan diperbolehkan kembali beraktivitas seperti
biasa 6-10 bulan setelah operasi. Ikuti perkembangan pasien selama 2
tahun (setiap 3 bulan), setiap pemeriksaan rekam perkembangan
range of motion dari sendi panggul dan lakukan pemeriksaan X-ray
untuk mengetahui ada tidaknya nekrosis avaskular dari caput femoris.

b. Tatalaksana Dislokasi Anterior

Dislokasi harus direduksi secepat mungkin di bawah anestesi


umum. Reduksi harus dilakukan dalam waktu 12 jam sejak terjadinya
dislokasi. Sebelum melakukan reduksi, sebaiknya dilakukan pemeriksaan
neurovaskular.

Manuver yang digunakan hampir sama dengan yang


digunakan untuk mereduksi dislokasi posterior, kecuali bahwa ketika
paha yang berflexi ditarik ke atas, paha harus diadduksi. Tata laksana
berikutnya mirip dengan tata laksana pada dislokasi posterior.
Gambar 23. Manuver Reduksi Tertutup Dislocasi Panggul Anterior

Setelah reduksi, panggul diistirahatkan dengan pemasangan


skin traction selama tiga minggu. Beberapa hari setelah reduksi,
gerakan aktif dan pasif sendi panggul dapat dimulai. Pada akhir
minggu ketiga, pasien diperbolehkan jalan menggunakan kruk
penopang tanpa bertumpu pada sisi yang mengalami dislokasi.
Selama periode ini dapat dilakukan latihan aktif terkontrol untuk
mengembalikan fungsi sendi dan perkembangan tonus dan kekuatan
otot. Kerja ringan dapat dilanjutkan pada minggu ke 14-16 dan
aktivitas penuh dapat dilakukan 6-10 bulan setelah cedera.

Ikuti perkembangan pasien selama minimal 2 tahun, setiap


pemeriksaan rekam perkembangan range of motion dari sendi
panggul dan lakukan pemeriksaan X-ray setiap 4-6 bulan untuk
mengetahui ada tidaknya necrosis avaskular dari caput femoris. a)
Dislokasi Panggul yang Tidak Tereduksi

Pada kasus yang jarang, manuver reduksi tertutup dapat


gagal dalam mereduksi dislokasi panggul anterior. Jika hal ini
terjadi, maka reduksi tertutup tidak boleh dipaksakan dan hal ini
merupakan indikasi untuk dilakukannya reduksi terbuka.

Kegagalan reduksi tertutup ini dapat disebabkan oleh :


1) Penetrasi caput femoris ke dalam otot iliopsoas
2)Ekstrusi caput femoris ke dalam lubang (buttonhole) di kapsul
anterior.

b) Anterolateral approach sendi panggul (Smith-Petersen)


1. Buat insisi kulit sepanjang 1/3 anterior crista iliaca dan
sepanjang tepi anterior M. tensor fasciae latae, kemudian
insisi dibelokkan ke arah posterior melewati insersio otot
tersebut di region subtrochanterica (biasanya 8-10 cm di
bawah dasar trochanter major).

2. Insisi fasia sepanjang tepi anterior M. tensor fasciae latae.


Kenali dan lindungi nervus cutaneous femoris lateralis, yang
biasanya berada di bagian medial M. tensor fasciae latae dan
lateral dari M. sartorius.

3. Insisi perlekatan otot di aspek lateral ilium sepanjang crista


iliaca. Pisahkan perlekatan otot di antara spina iliaca anterior
superior dan acetabulum labrum, lalu tampak M. tensor
fasciae latae, M. gluteus minimus, dan bagian anterior
M.gluteus medius.

4. Insisi fasia kemudian dilanjutkan ke arah insersio M. tensor


fasciae latae ke ikatan iliotibial dan paparkan bagian lateral
M. rectus femoris dan bagian anterior M. vastus lateralis.

5. Mulai insisi kapsular di aspek inferior kapsul, lateral dari


acetabulum labrum; dari titik ini, perluas ke arah proximal,
paralel dengan acetabulum labrum dan belokkan ke arah
lateral.

6. Lakukan traksi longitudinal pada tungkai bawah. Ketika traksi


dipertahankan, tungkai di-endorotasi-kan dan berikan tekanan
pada caput femoris secara langsung untuk menimbulkan efek
reduksi.
Gambar 24. Smith-Petersen Approach

Setelah reduksi, panggul diistirahatkan dengan pemasangan


skin traction selama tiga minggu. Beberapa hari setelah reduksi,
gerakan aktif dan pasif sendi panggul dapat dimulai. Pada akhir
minggu ketiga, pasien diperbolehkan jalan menggunakan kruk
penopang tanpa bertumpu pada sisi yang mengalami dislokasi.
Selama periode ini dapat dilakukan latihan aktif terkontrol untuk
mengembalikan fungsi sendi dan perkembangan tonus dan
kekuatan otot. Kerja ringan dapat dilanjutkan pada minggu ke 14-
16 dan aktivitas penuh dapat dilakukan 6-10 bulan setelah cedera.

Ikuti perkembangan pasien selama minimal 2 tahun, setiap


pemeriksaan rekam perkembangan range of motion dari sendi
panggul dan lakukan pemeriksaan X-ray setiap 4-6 bulan untuk
mengetahui ada tidaknya necrosis avaskular dari caput femoris.
c. Tatalaksana Dislokasi Sentral
Pada kasus dislokasi panggul central tetap harus
diusahakan untuk melakukan reduksi dan memulihkan bentuk lazim
panggul. Meskipun osteoartritis sekunder tidak dapat dielakkan,
paling tidak anatomi yang normal akan memudahkan pembedahan
rekonstruktif.

Dislokasi central yang disertai dengan fraktur kominusi


pada lantai acetabulum kadang-kadang dapat direduksi dengan
manipulasi di bawah anestesi umum. Ahli bedah menarik paha
dengan kuat dan kemudian mencoba mengungkit keluar caput dengan
mengadduksi paha, menggunakan bantalan keras sebagai titik tumpu.
Jika cara ini berhasil, traksi longitudinal dipertahankan selama 4-6
minggu dengan pemeriksaan X-ray untuk memastikan bahwa caput
femoris tetap berada di bawah bagian acetabulum yang menahan
beban.

Jika manipulasi gagal, kombinasi traksi longitudinal dan


lateral dapat mereduksi dislokasi selama 2-3 minggu. Pada semua
metode ini, gerakan perlu dimulai secepat mungkin. Bila traksi
dilepas, pasien diperbolehkan bangun dengan kruk penopang.
Penahanan beban diperbolehkan setelah 8 minggu. Hasilnya terhadap
fungsi lebih baik daripada yang ditunjukkan pada penampilan X-ray,
tetapi semua gerakan kecuali flexi dan extensi tetap sangat terbatas,
dan pada akhirnya terjadi artritis degeneratif, kecuali jika pergeseran
hanya terjadi sedikit. a) Indikasi Operasi

• Fraktur acetabulum dengan pergeseran > 2 mm di dalam kubah


acetabulum.

• Fraktur dinding posterior dengan > 50% keterlibatan permukaan


artikulasi sendi pada dinding posterior.

• Ketidakstabilan klinis pada flexi 900.


• Fragmen yang terjebak di dalam acetabulum setelah reduksi tertutup.
Beberapa penulis menganjurkan operasi dilakukan 2-3
hari setelah cedera untuk menunggu kondisi pasien agar stabil.
Idealnya reduksi terbuka dan fiksasi internal fraktur acetabulum
seharusnya dilakukan dalam 5-7 hari setelah cedera. Reduksi
anatomis akan menjadi lebih sulit setelah melewati waktu tersebut
karena pembentukan hematoma, kontraktur jaringan lunak, dan
pembentukan callus awal

Setelah dilakukan reduksi terbuka, dilakukan pemasangan


skeletal traction. Pemasangan ini dilakukan dengan cara:

1. Masukkan threaded wire di bawah tibial tubercle.


2. Pasang bebat Thomas dengan Pearson attachment balanced
dari rangka di atas kepala. 3. Panggul dan lutut sedikit
diflexikan

4. Berikan beban seberat 20-25 lbs.

Gambar 25. Skeletal Traction


3.7. PROGNOSIS
Prognosis dari dislocasi sendi panggul tergantung dari adanya
kerusakan jaringan yang lain, manajemen awal dari dislocasi dan keparahan
dislocasi. Jika dislocasi tertutup tanpa adanya fracture maka 88% memiliki
prognosis yang baik sedangkan jika dengan kerusakan lain hanya 54% yang
memiliki prognosis yang baik.
Jika dislocasi sendi panggul diperbaiki dalam waktu 12 jam
akan meningkatkan prognosis yang signifikan. Pada keseluruhan dislocasi
anterior memiliki prognosis yang lebih baik daripada dislocasi posterior.
Penelitian menunjukan prognosis buruk terjadi pada 25% pasien dengan
dislocasi anterior dan 53% pada dislocasi posterior.

Untuk menentukan prognosis juga dapat dilihat dari klasifikasi


Stewart dan Milford. Pada grade I, komplikasi jangka panjang sering terjadi.
Avaskular Osteonecrosis terjadi sekitar 4% dari pasien dan osteoarthritis
sekunder juga dapat terjadi. Sementara grade III dan IV memiliki resiko
tinggi untuk terjadinya avascular osteonecrosis yang dapat menyebabkan
pengangkatan dari sendi panggul. Namun komplikasi yang paling sering
adalah osteoarthritis setalah 5 tahun terjadinya dislokasi.
Penanganan dislokasi

Untuk penanganan yang pertama yaitu melakukan pemeriksaan primary survey setelah itu dilanjutkan
secondery survey dengan melakukan pemeriksaan secara head to toe. Setelah itu,

Dislokasi harus direduksi secepat mungkin di bawah anestesi umum. Reduksi harus
dilakukan dalam waktu 12 jam sejak terjadinya dislokasi. Pada sebagian besar kasus
dilakukan reduksi tertutup, namun jika reduksi tertutup gagal sebanyak 2 kali maka harus
dilakukan reduksi terbuka untuk mencegah kerusakan caput femoris lebih lanjut. Sebelum
melakukan reduksi, sebaiknya dilakukan pemeriksaan neurovaskular.

1. Indikasi reduksi tertutup:

• Dislokasi dengan atau tanpa defisit neurologis jika tidak ada fraktur.
• Dislokasi yang disertai fraktur jika tidak terdapat defisit neurologis.
Kontraindikasi reduksi tertutup:
 Dislokasi panggul terbuka
2. Tata laksana untuk dislokasi yang tidak tereduksi ini adalah dengan reduksi operatif (terbuka).
Setelah dilakukan reduksi diperlukan perawatan lebih lanjut, dengan:
• 1. Jika reduksi stabil, pelaksanaan bergantung pada pergerakannya, apakah menimbulkan
sakit atau tidak. Jika tidak menimbulkan rasa sakit, maka tidak diperlukan traksi, karena
itu lakukan pergerakan aktif di tempat tdur dan setelah 10 hari penderita diberi tongkat
ketiak dengan menahan beban berat parsial. Jika pergerakan menimbulkan nyeri, lakukan
traksi ekstensi hingga nyeri hilang, lalu berdirikan dengan tongkat ketiak, dilanjutkan
dengan menahan beban berat parsial sampai penuh.
• 2. Jika reduksi tidak stabil, sehingga kaput femur keluar dari asetabulum, maka lakukan
pemeriksaan sinar-X. Jika hasilnya menunjukkan satu potongan tulang besar patah dari
pinggir asetabulum, maka rujuk untuk perbaikan. Sebaliknya, lakukan traksi ekstensi
dengan pen tibia. Jika reduksi dapat dikontrol, lanjutkan untuk menggunakan sekurang-
kurangnya 6 minggu.

Anda mungkin juga menyukai