Anda di halaman 1dari 49

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pelatihan

2.1.1 Definisi

Menurut Widodo (2015:82), pelatihan merupakan

serangkaian aktivitas individu dalam meningkatkan keahlian dan

pengetahuan secara sistematis sehingga mampu memiliki kinerja

yang profesional di bidangnya. Pelatihan adalah proses pembelajaran

yang memungkinkan peserta melaksanakan pekerjaan yang sekarang

sesuai dengan standar.

Pelatihan dalam sumber daya manusia merupakan hal yang

penting bagi setiap organisasi maupun lembaga, karena penempatan

sumber daya manusia secara langsung tanpa adanya pelatihan dalam

pekerjaan tidak menjamin mereka akan berhasil. Sumber daya

manusia yang baru sering merasa tidak pasti tentang peranan dan

tanggung jawabnya dalam lembaga tempat mereka berproses. Oleh

karenanya, diperlukan adanya pembekalan berupa pelatihan yang

menjurus kepada bertambahnya kemampuan dan tanggung jawab

dalam melaksanakan tugas dan kewajiban yang mereka miliki

(Elfrianto, 2016).

Penggunaan istilah pelatihan menunjukkan bahwa pekerjaan

tersebut merupakan usaha-usaha berencana, yang diselenggarakan

untuk mencapai penguasaan skill, pengetahuan, dan sikap-sikap

seseorang (Elfrianto, 2016).

9
10

2.1.2 Tujuan

Tujuan pelatihan yang dilakukan adalah untuk meningkatkan

produktivitas, meningkatkan kualitas, mendukung perencanaan

SDM, meningkatkan moral anggota, memberikan kompensasi yang

tidak langsung, meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja,

mencegah kedaluarsa kemampuan dan pengetahuan personel,

meningkatkan perkembangan kemampuan dan keahlian personel.

Pelatihan bertujuan untuk meningkatkan penguasaan teori dan

keterampilan memutusakan terhadap persoalan-persoalan yang

menyangkut kegiatan mencapai tujuan (Widodo, 2015).

Pelatihan adalah hal yang sangat penting untuk diperhatikan

dalam manajemen sebuah organisasi, baik berupa institusi,

perusahaan, maupun lembaga atau perguruan (sekolah). Kegiatan

pelatihan sumber daya manusia memiliki tujuan yang direalisasikan

dalam rangkaian kegiatan terencana, terstruktur dan sistematis

(Elfrianto, 2016).

Program pelatihan sumber daya manusia termasuk proses

pendidikan dengan prosedur yang terstandarisasi dan sistematis

sehingga membawa manfaat dan nilai tambah bagi

organisasi/lembaga/perusahaan/ sekolah/perguruan, disamping

peserta pelatihan. Bahkan lebih spesifik lagi, program pelatihan

sumber daya manusia memiliki tujuan untuk meningkatkan keahlian,

ketrampilan atau skill untuk jangka panjang pada masa depan.

Sebagaimana dikemukakan terdahulu bahwa implementasi program


11

pelatihan berfungsi sebagai proses transformasi. Oleh karenanya

tujuan pelatihan dimaksud dapat dikemukakan, yaitu sebagai berikut

(Elfrianto, 2016):

1) Untuk meningkatkan keterampilan peserta sesuai dengan

perubahan teknologi.

2) Untuk meningkatkan produktivitas kerja

3) Untuk mengurangi waktu belajar bagi peserta baru agar

menjadi kompeten.

4) Untuk membantu masalah operasional.

5) Memberi wawasan kepada para peserta untuk lebih

mengenal organisasinya.

6) Meningkatkan kemampuan peserta latihan mengerjakan

tugasnya yang sekarang.

7) Kemampuan menumbuhkan sikap empati dan melihat

sesuatu dari “kacamata” orang lain.

8) Meningkatkan kemampuan menginterpretasikan data dan

daya nalar para karyawan.

9) Meningkatkan kemampuan dan keterampilan para

karyawan dalam menganalisis suatu permasalahan serta pengambilan

keputusan.

2.1.3 Langkah-langkah Pelatihan

Sebelum dilakukannya pelatihan maka perlu dianalisis dalam

hal kebutuhan akan pelatihan tersebut. Hal demikian disebut sebagai

langkah/tahapan penilaian dari proses pelatihan. Menurut Sjafri


12

(2003) yang dikutip dalam Adi (2013) setelah dilakukan tahap

analisis kebutuhan, maka harus melakukan beberapa tahapan

berikutnya, yaitu sebagai berikut:

1. Penilaian kebutuhan pelatihan.

2. Perumusan tujuan antara pelatihan yang diberikan dengan

input, output, outcome, dan impact

3. Menganut Prinsip-prinsip pelatihan, yaitu Partisipasi,

pendalaman, relevansi, pengalihan, umpan balik,

suasanya yang nyaman dalam mendapatkan pelatihan,

memiliki kriteria. .

4. Merancang dan menyeleksi prosedur pelatihan, meliputi

pelatihan instruksi pekerjaan, perputaran pekerjaan,

magang dan pelatihan, pemberian materi dan presentasi,

permainan peran dan permodelan perilaku, studi kasus,

studi mandiri dan pembelajaran program.

2.1.4 Metode

Menurut Endah (2018) jenis-jenis metode pelatihan antara

lain: metode ceramah/diskusi, demonstrasi, latihan/praktek,

instruksi kerja, studi kasus, bermain peran, dan online learning.

Dan metode-metode tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Kuliah/ceramah.

suatu pembicaraan oleh satu orang tanpa ada orang lain atau

sedikit sekali orang yang terlibat. Metode pelatihan jenis ini


13

merupakan metode pelatihan yang dilakukan di dalam ruang kelas.

Kekuatannya adalah jumlah pesertanya besar, materi yang

disampaikan berdasarkan konsep/teori, dan tujuannya memberikan

pengetahuan pada tingkat tertentu. Sedangkan kelemahan peserta

menjadi bosan, kuliah/materi dapat hilang bila tidak dimengerti,

dan pengajar harus memberikan contoh yang relevan. Pertukaran

pengetahuan, ide dan pendapat mengenai suatu pokok tertentu

dengan bebas di antara peserta dan pengajar. Kelebihan yaitu

peserta mudah berubah pendirian, ingin memperkaya ide/wawasan,

ingin memanfaatkan pengetahuan dan pengalaman orang lain,

pengajar ingin mendapat umpan balik, dan jumlah peserta tidak

banyak. Sementara kelemahan adalah pembicaraan dapat

menyimpang, perdebatan peserta, peserta pasif/dominan, sehingga

pengajar harus bertindak sebagai penengah.

2. Demonstrasi

Memberikan demonstrasi/peragaan tentang cara kerja

sesuatu. Kelebihan metode pelatihan ini adalah jika peserta sulit

untuk memahami suatu teori/konsep tanpa melihat sendiri, dengan

kelemahan pengajar perlu memberikan penjelasan yang cukup.

3. Latihan/praktek

Dalam metode ini peserta diminta untuk melaksanakan suatu

tugas tertentu menurut cara yang ditentukan oleh pengajar dan

jawaban/hasil yang diperoleh sudah ditentukan. Kelebihan dari


14

metode ini adalah kita dapat mempraktikkan atau memeriksa

pengetahuan yang telah diberikan sebelumnya, dan ingin melatih

suatu keterampilan. Kelemahan metode ini peserta frustasi kalau

bentuknya sulit, latihan harus realistis dan hasilnya dapat Dicapai

Secara wajar, pengajar harus memberikan petunjuk dan bimbingan

yang cukup, dan peserta/pengajar harus dapat menyediakan sarana

yang diperlukan.

4. Latihan Instruksi Kerja

Pada metode ini peserta diminta untuk melaksanakan suatu

tugas tertentu yang menyangkut alat/proses menurut cara

yang ditentukan oleh pengajar. Kelebihan dari metode ini ingin

melatih keterampilan tertentu dalam waktu singkat. Sedangkan

kelemahannnya adalah peserta mungkin akan mencoba-coba sendiri,

sehingga dapat menimbulkan risiko, pengajar harus memberikan

petunjuk yang terinci, pengajar harus melakukan pemantauan secara

tetap, dan jangan dilakukan untuk tugas-tugas yang berisiko besar

bila terjadi kesalahan.

5. Studi Kasus

Pada metode ini peserta diminta untuk melakukan analisis

dari informasi yang disediakan untuk menetapkan sebab dari

masalah tertentu dan mengambil keputusan mengenai masalah

yang diberikan. Pelatihan yang digunakan dalam kelas ini, dimana

peserta dituntut untuk menemukan prinsip-prinsip dasar dengan


15

menganalisa masalah yang ada. Kelebihan metode ini ingin melatih

keterampilan menganalisis masalah, dan ingin menerapkan

pengetahuan yang diperoleh dalam situasi yang mendekati nyata.

Sementara kelemahannya yaitu peserta kadang-kadang tidak dapat

melihat hubungan-hubungan antara informasi yang ada, dan

pengajar perlu memberikan petunjuk yang cukup mengenai arah

analisis.

6. Bermain Peran (Role Playing)

Peserta diminta untuk memainkan peran tertentu dalam

menghadapi suatu situasi. Misalnya peserta dikondisikan pada

suatu permasalahan tertentu, selanjutnya peserta harus dapat

menyelesaikan permasalahan dimana peserta seolah-olah terlibat

langsung. Kekuatan metode bermain peran yaitu ingin memberikan

gambaran tentang tingkah laku manusia, dan ingin melatih

kemampuan yang berhubungan dengan tingkah laku manusia.

Kelemahan metode ini yaitu peserta dapat menjadi malu, dan

peserta menghadapinya dengan tidak serius.

7. Online Learning.

Pada metode Online learning merupakan metode

pembelajaran dengan memanfaatkan teknologi, internet, atau

intranet, dengan kekuatan tidak terkendala waktu dan lokasi,

metode pengajaran kreatif, dan lebih bersifat trainee-centered.


16

Kelemahannya keterbatasan akses, penguasaan komputer dan

teknologi, serta minim hands-on learning

2.2 Perilaku

2.2.1 Definisi Perilaku

Perilaku adalah suatu kegiatan yang berasal dari proses

belajar dari pengalaman sebelumnya kemudian dipelajari melalui

proses penguatan dan pengkondisian. Perilaku adalah reaksi

seseorang akibat kegiatan kognitif, afektif, dan psikomotorik

dimana ketiga aspek ini saling berhubungan. Jika salah satu aspek

mengalami hambatan, maka aspek perilaku lainnya akan terhambat

(Adliyani ZON, 2015).

Beberapa hal dapat menyebabkan timbulnya perilaku,

diantaranya karena adanya hubungan timbal balik antara stimulus

dan respon yang lebih dikenal dengan rangsangan tanggapan.

Hubungan antar stimulus dan respon tersebut dapat membentuk

pola-pola perilaku baru. Selain itu, hubungan stimulus dan responn

merupakan suatu mekanisme dari proses belajar dari lingkungan

luar akan mempengaruhi perilaku seseorang.

Perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor

internal dan faktor eksternal. Faktor internal berkaitan dengan

karakteristik orang yang bersangkutan, contohnya: tingkat

pendidikan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.

Sedangkan faktor eksternal meliputi lingkungan, baik lingkungan

fisik, sosial, budaya, dan ekonomi. (Priyanto A, 2018).


17

2.2.2 Bentuk Perilaku

Perilaku dapat diberi batasan sebagai suatu tanggapan

individu terhadaprangsangan yang berasal dari dalam maupun luar

individu tersebut. Secara garisbesar bentuk perilaku ada dua

macam yaitu (Notoatmodjo, 2014) :

a. Perilaku Pasif (Respon Internal)

Perilaku pasif adalah perilaku yang sifatnya masih

tertutup, terjadi dalam diri individu dan tidak dapatdiamati

secara langsung. Perilaku ini sebatas sikap dimana belum ada

tindakan yangnyata.

b. Perilaku Aktif (Respon Eksternal)

Perilaku aktif adalah perilaku yang sifatnya terbuka.

Perilaku ini dapat diamatisecara langsung karena berupa

tindakan yang nyata.

Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus, perilaku dapat

dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Perilaku tertutup (covert behaviour)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk

terselubung atau tertutup (covert). Respons atau reaksi

terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi

pengetahuan/ kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang

yang menerima stimulus tersebut, dan belum diamati secara

jelas oleh orang lain.


18

2. Perilaku terbuka (overt behaviour)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk

tindakan nyata atau terbuka. Respons terhadap stimulus

tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik

(practice), yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh

orang lain.

2.2.3 Faktor Predisposisi yang Mempengaruhi Perilaku

Perilaku berhubungan dengan dimensi kultural yang berupa

sistem nilai dan norma. Sistem nilai adalah acuan tentang hal-hal

yang dianggap baik serta yang dianggap buruk. Sedangkan norma

meliputi norma sosial berupa aturan yang tidak tertulis dan norma

hukum berupa aturan tertulis. Selain itu, perilaku juga berkaitan

dengan dimensi ekonomi dan hal-hal lain yang mendukung

perilaku. Perilaku seseorang, selain dipengaruhi oleh pengetahuan

dan sikapnya, memiliki acuan kepada sistem nilai dan norma yang

dianutnya. Dengan kata lain, sistem nilai dan norma merupakan

rambu-rambu bagi seseorang untuk melakukan atau tidak

melakukan sesuatu. Sistem nilai dan norma dibuat oleh masyarakat

di suatu tatanan untuk dianut oleh anggota masyarakat tatanan

tersebut. Inilah yang juga disebut sebagai faktor-faktor predisposisi

(predisposing factors).

Namun sistem nilai dan norma, sebagai sistem sosial, adalah

sesuatu yang dinamis. Artinya, sistem nilai dan norma suatu

masyarakat akan berubah mengikuti perubahan-perubahan


19

lingkungan dari masyarakat yang bersangkutan. Jadi, antara sistem

nilai dan norma di satu pihak dengan individu-individu masyarakat

di pihak lain, terdapat hubungan timbal-balik, sistem nilai dan

norma mempengaruhi perilaku individu, perilaku individu yang

berubah akan dapat mengubah sistem nilai dan norma (Permenkes

PHBS, 2011).

Gambar 2.1 Faktor-faktor Predisposisi Yang Mempengaruhi Perilaku

2.2.4 Perilaku Kesehatan

Menurut Notoatmodjo (2014), perilaku kesehatan adalah

sesuatu respon (organisme) terhadap stimulus atau obyek yang

berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan,

makanan dan minuman, serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku

pemeliharaan kesehatan ini terjadi dari 3 aspek:

1. Perilaku pencegahan penyakit dan penyembuhan penyakit bila

sakit, serta pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari

sakit.

2. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam

keadaan sehat. Hal tersebut berkaitan dengan gaya hidup. Gaya

hidup berkaitan erat dengan kesehatan, dimana jika seseorang

mengikuti gaya hidup sehat maka akan meningkatkan

kesehatan dirinya. Tujuan meningkatkan kualitas gaya hidup

untuk mengajakan seseorang memodifikasi gaya hidup mereka

agar lebih terkontrol dan sesuai dengan kesehatan sehingga

dapat menikmati kehidupannya. Promosi perilaku hidup sehat


20

terdiri dari 6 dimensi termasuk pertumbuhan spiritual, percaya

pada Allah untuk menjaga kesehatan mental, menyeimbangkan

kehidupan individu dan sosial, hubungan interpersonal,

manajemen stres dan aktivitas fisik (Moghaddam et al, 2017)

3. Perilaku gizi (makanan) dan minuman.

2.3 Konsep Pengetahuan

2.3.1 Definisi

Pengetahuan merupakan familiaritas, kesadaran, atau

pemahaman mengenai seseorang atau sesuatu, contohnya fakta,

informasi, deskripsi, atau keterampilan, yang didapatkan melalui

pengalaman atau pendidikan dengan mempersepsikan, menemukan,

atau belajar. Selain itu, pengetahuan bisa merujuk pada pemahaman

teoritis atau praktis dari suatu subjek. Hal tersebut bisa didapatkan

secara implisit melalui keterampilan, keahlian praktis atau eksplisit,

dengan pemahaman teori terhadap suatu subjek dan disesuaikan

keformalan atau sistematisnya (Oxford dictionary, 2018).

Sumber lain mengatakan bahwa pengertian lain dari

pengetahuan yaitu sesuatu yang diketahui oleh orang atau responden

yang berkaitan dengan sehat dan sakit atau kesehatan, seperti

penyakit (penyebab, cara penularan, cara pencegahan), gizi, sanitasi,

pelayanan kesehatan, kesehatan lingkungan, keluarga berencana, dan

lainnya (Notoadmodjo, 2014).


21

2.3.2 Tingkatan Pengetahuan

Ada beberapa tingkatan pengetahuan menurut Notoadmodjo tahun

2014 yaitu (Notoadmodjo, 2014):

a. Tahu (know)

Mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya,

mengingat kembali suatu hal yang spesifik dari seluruh materi

yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima dengan cara

menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, dan lain sebagainya.

b. Memahami (Comprehension)

Suatu kemampuan dalam menerangkan secara benar

tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan

materi tersebut secara benar.

c. Aplikasi (Application)

Kemampuan dalam menggunakan materi yang telah

dipelajari sebelumnya pada situasi sebenarnya. Seperti

penggunaan hukum, rumus, metode, dan prinsip.

d. Analisis (Analysis)

Kemampuan untuk menjabarkan suatu materi ke dalam

komponen – komponen, tetapi masih di dalam struktur

organisasi tersebut yang masih ada kaitannya antara satu dengan

yang lain dapat ditunjukan dengan menggambarkan,

membedakan, mengelompokkan, dan sebagainya.

e. Sintesis (Synthesis)
22

Suatu kemampuan dalam meletakkan atau menghubungkan

bagian – bagian dalam keseluruhan bentuk baru dengan dapat

menyusun formulasi baru.

f. Evaluasi (Evaluation)

Kemampuan dalam melakukan penilaian terhadap materi

penelitian berdasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan

sendiri atau kriteria yang sudah ada. Pengetahuan diukur dengan

wawancara atau angket tentang materi yang akan diukur dari

objek penelitian .

2.3.3 Metode Evaluasi Pengetahuan

Metode evaluasi pengetahuan digunakan untuk mengukur

efek dari pengetahuan terhadap kinerja organisasi. Metode ini

dibagi menjadi dua yaitu (Jana, 2016) :

 Metode keuangan

Contoh metode ini seperti menggunakan harga saham,

profitabilitas dan laba investasi untuk mengevaluasi manfaat

manajemen pengetahuan.

 Metode non-keuangan

Mengevaluasi manfaat pengetahuan terhadap kinerja

organisasi berdasarkan jawaban responden pada wawancara

atau melalui survei kuesioner dan sebagian besar bergantung

pada persepsi responden tentang pengetahuan.


23

2.4 Sikap

2.4.1. Definisi Sikap

Sikap yaitu reaksi atau respon seseorang yang masih

tertutup pada suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak

dapat dilihat langsung, tetapi dapat ditafsirkan terlebih dahulu

dari perilaku yang tertutup. Sikap merupakan kesepian atau

kesediaan bertindak dan menjadi prediposisi tindakan suatu

prilaku, bukan pelaksanaan motif tertentu. Sikap juga merupakan

kesiapan bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu debagai

suatu penghayatan pada objek tersebut. Tiga komponen pokok

dari sikap, yaitu (Mabruroh, 2018):

1) Kepercayaan, ide dan konsep pada suatu objek.

2) Kehidupan emosional atau evaluasi emosional pada suatu


objek.

3) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)

Ketiga komponen diatas bersamaan membentuk sikap yang

utuh (total attitude). Pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi

berperan penting dalam sikap yang utuh ini. Sikap juga terdiri

dari beberapa tingkatan yaitu:

a. Menerima (receiving)

Menerima berarti mau dan memperhatikan

stimulus yang telah di berikan (objek).

b. Merespons (responding).

Memberikan jawaban bila ditanya,


24

mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang

telah diberikan adalah salah satu indikasi dari

sikap

c. Menghargai (valuing) Mengajak orang lain untuk


mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.

d. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas sesuatu yang sudah

dipilih dengan segala resikonya, hal ini

merupakan sikap yang tertinggi.

e. Praktik atau tindakan (practice)

Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu

perbuatan nyata, perlu faktor pendukung atau

suatu kondisi yang memungkinkan, seperti

fasilitas dan dukungan

2.4.2. Sikap terhadap Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Sikap adalah suatu reaksi atau respon seseorang yang masih

tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek, sikap itu

merupakan kesiapan atau ketersediaan untuk bertindak dan

bukanmerupakan pelaksana motif tertentu. Sikap adalah penilaian (bisa

berupa pendapat) seseorang terhadap stimulus atau obyek (dalam hal ini

adalah masalah kesehatan, termasuk penyakit) (Sukma, 2015).

Untuk sikap terhadap PHBS dapat diberikan intervensi dengan metode

Model promosi kesehatan (Health Promotion Model), yang merupakan

suatu konsep dalam menggambarkan interaksi manusia dengan lingkungan


25

fisik serta interpersonalnya dalam berbagai dimensi. HPM atau model

promosi kesehatan ini pertama kalinya dikembangkan oleh Nola J. Pender

pada tahun 1987. HPM diciptakan dari penelitian tentang 7 faktor persepsi

kognitif dan 5 faktor modifikasi tingkah laku, dimana faktor ini

mempengaruhi dan meramalkan tentang perilaku kesehatan.

Dalam model ini digabungkan dua teori yaitu dari teori Nilai

Penghargaan (expectancy-value) serta teori Pembelajaran social (social

cognitive theory) dalam perspektif keperawatan manusia dilihat sebagai

fungsi yang bersifat holistic.

Adapun secara singkat elemen-elemen dari teori ini yaitu:


26

Gambar 2.1 Revisi Model Promosi Kesehatan ( Pender, 2006 dalam


Mabruroh,2018)

Penjelasan tentang variabel dari HPM (Health

Promotion Model) dapat diuraikan sebagai berikut

(Alligood & tomey, 2006 dalam Mabruroh, 2018):

1. Karakteristik individu dan pengalaman individu

Manusia memiliki karakteristik yang unik dan pengalaman yang

dapat mempengaruhi tindakannya. Karakteristik yang bersifat individu

atau aspek pengalaman masa lalu lebih fleksibel sebagai variabel karena

lebih relevan terhadap perilaku kesehatan utama atau sasaran populasi

utama

1) Perilaku sebelumnya

Perilaku sebelumnya atau perilaku masa lalu mempunyai efek

baik secara langsung maupuntidak langsung pada perilaku promosi

kesehatan yang dipilih, membentuk suatu efek langsung yang akhirnya

menjadi kebiasaan perilaku yang terefleksikan dahulu, sehingga

predisposisi dari perilakuya dipilih dengan sedikit memperhatikan

pilihannya itu. Kebiasaan muncul pada setiap perilaku dan menjadi suatu

pengulangan perilaku. Sesuai dengan teori sosial kognitif, perilaku masa

lalu mempunyai pengaruh tidak langsung pada perilaku promosi

kesehatan melalui persepsi terhadap self efficacy, keuntungan, rintangan

dan pengaruh aktivitas.

(2) Faktor Personal

(1) Biologi - status pubertas, status menopause,


27

kapasitas aerobic, kekuatan, ketangkasan atau

keseimbangan, usia, indeks massa tubuh,

(2) Psikologi - motivasi diri dan status kesehatan, self esteem,

(3) Sosiokultur - pendidikan dan status sosio

ekonomi, suku, etnis, akulturasi,

2. Kognitif behavior spesifik dan sikap.

Kognitif behavior spesifik (spesific behaviour cognitif) dan sikap terdiri

dari beberapa dimensi yaitu

1). Manfaat tindakan

Manfaat tindakan secara langsung dapat memberikan

motivasi perilaku. Sedangkan secara tidak langsung memberikan

determin rencana kegiatan untuk mencapai manfaat sebagai hasil.

Manfaat ini kemudian menjadi gambaran terhadap mental positif atau

reinforcement positif bagi perilaku. Menurut teori nilai ekspetasi

motivasi sangat penting untuk mewujudkan hasil seseorang melalui

pengalaman dahulu berupa pelajaran yang bersifat observasi dari

orang lain dalam menginterprestasikan perilaku. Individu memiliki

kecenderungan untuk menghabiskan waktu dan materinya dalam

beraktivitas demi mendapat hasil yang bagus/positif. Keuntungan

dari penampilan perilaku ini bisa bersifat intrinsik atau ekstrinsik.

Intrinsik-bertambah kesadaran, berkurang rasa kelelahan.

2) Hambatan tindakan

Contoh Hambatan tindakan: tidak cukup, mahal,

ketidaksetiaan, sukar atau waktu yang terpakai dari suatu kegiatan


28

utama terlalu besar. Rintangan-rintangan ini sering di pandang sebagai

blok dan menjadi semacam biaya yang di pakai. kepuasan yang hilang

dari perilaku tidak sehat seperti makan tinggi lemak dan merokok juga

dapat disebut rintangan. Selanjutnya muncullah motif-motif yang

dihindari/dibatasi dalam hubungan dengan perilaku yang diambil.

3) Self efficacy

Kemampuan seseorang dalam mengorganisasi dan

melaksanakan tindakan utama bukan hanya skill yang dimiliki

seseorang tetapi keputusan yang diambil seseorang dari skill yang

dia miliki keputusan efficacy seseorang diketahui dari hasil yang

diharapkan yaitu kemampuan seseorang menyelesaikan suatu

pekerjaan tertentu dimana hasil yang diharapkan adalah suatu

keputusan dengan konsekuensi keuntungan biaya misalnya: perilaku

yang dihasilkan. Skill dan kompetensi memotivasi individu untuk

melakukan tindakan secara unggul. Perasaan manjur dan ahli dalam

perbuatan seseorang mendorong seseorang untuk melaksanakan

perilaku yang diinginkan lebih sering daripada rasa tidak layak atau

tidak trampil. Pengetahuan seseorang tentang efficacy diri

didasarkan pada 4 tipe info:

(1) Feed back eksternal yang diberi orang lain. Pencapaian hasil dari

perilaku dan evaluasi yang sesuai dengan standar diri (self

efficacy).

(2) Pengalaman orang lain dan evaluasi diri dan feed backdari
mereka.

(3) Ajakan orang lain.


29

(4) Status psikologis: kecemasan, ketakutan, ketenangan diri orang

lain yang menilai kompetensi mereka.

Self efficacy dipengaruhi oleh aktivitas yang berhubungan

dengan: pengaruh positif, persepsi efficacy lebih besar.

Kenyataannya hubungan ini berlawanan dengan persepsi

efficacy terbesar, bertambahnya pengaruh positif. Efficacy diri

memengaruhi rintangan bertindak, efficacy tinggi- persepsi

barier yang rendah. Efficacy diri memotivasi perilaku promosi

kesehatan secara langsung oleh harapan efficacy dan tidak

langsung oleh hambatan dan ditentukan level komitmen dan

rencana kegiatan.

4) Sikap yang berhubungan dengan aktivitas

(1) Emosi yang timbul pada kegiatan itu

(2) Tindakan diri

(3) Lingkungan di mana kegiatan itu berlangsung

Pengaruh terhadap perilaku menunjukan suatu reaksi

emosional langsung dapat positif atau negatif, lucu, menyenangkan,

menjijikan, tidak menyenangkan. Perilaku yang memberi pengaruh

positif sering diulangi dan perilaku yang berpengaruh negatif

dibatasi atau dikurangi. Berdasarkan teori kognitif sosial ada

hubungan antara efficacy diri dan pengaruh aktivitas. Mc avley dan

courney menemukan bahwa respon afek positif selama latihan

signifikasi menjadi prediksi dan efficacy pasca latihan. Respons

emosional dan status fisiologi selama perilaku sebagai sumber dari


30

informasi efficacy. Sikap pengaruh akitvitas diajukan sebagai

mempengaruhi perilaku kesehatan secara langsung atau tidak

langsung melalui efficacy diri dan komitmen pada rencana kegiatan.

5) Pengaruh interpersonal.

Pengaruh interpersonal adalah kognisi tentang perilaku, kepercayaan

atau sikap orang lain. Sumber utama interpersonal adalah keluarga

(family at sibling peer) kelompok dan pemberi pengaruh pelayanan

kesehatan. Pengaruh interpersonal terdiri atas norma (harapan orang

lain), dukungan sosial (instrumental dan dorongan emosional) dan

model belajar dari pengalaman orang lain. Norma sosial menjadi

standar untuk performance individu. Model yang digambarkan

menjadi strategi penting untuk perubahan perilaku dalam teori

kognitif sosial misalnya adanya tekanan sosial atau desakan untuk

komitmen pada rencana kegiatan. Individu sensitifitas pada harapan

contoh dan pujian orang lain. Motivasi yang cukup menjadi cara

yang konsisten yang memengaruhi seperti orang yang dipuji dan

dikuatkan secara sosial.

6) Pengaruh situasional

Pengaruh personal dan kognisi dari situasi dapat

memfasilitasi atau menghalang perilaku misalnya pilihan yang

tersedia, karakteristik demam dan ciri-ciri lingkungan estetika

seperti situasi atau lingkungan yang cocok, aman, tentram daripada

yang tidak aman dan terancam. Situasi dapat mempengaruhi

perilaku dengan mengubah lingkungan misalnya “no smoking”.


31

Pengaruh situasional dapat menjadi kunci untuk pengembangan

strategi efektif yang baru untuk memfasilitasi dan mempertahankan

perilaku promosi kesehatan dalam populasi.

2.5 Pondok Pesantren

2.5.1. Definisi Pondok Pesantren

Pondok pesantren adalah sebuah tempat di mana siswa dan

guru agama islam / kyai atau sejenisnya belajar secara formal, non-

formal, dan informal baik itu dilakukan pada pagi hari, siang hari,

atau malam hari (Abdurrahman, 2016).

2.4.2 Jumlah Pondok Pesantren

Jumlah pondok pesantren di Indonesia menurut data statistik

pondok pesantren oleh Kementerian Agama tahun 2019 sebesar

26.965 buah dengan jumlah pondok pesantren terbesar terletak di

daerah Jawa Barat yaitu sebesar 8.343 buah. Sedangkan, pada daerah

Jawa Timur berjumlah 1.533 buah dengan jumlah terbesar terletak di

daerah Jember sebesar 611 buah dan daerah dengan jumlah terkecil

terletak di daerah Pacitan. Jumlah pondok pesantren di Kediri

sebesar 250 buah (Kemenag, 2019).

2.4.3 Karakteristik Pendidikan Pesantren

Karakteristik pendidikan pesantren terdiri dari 8 hal yaitu

(Ikhwan, 2017) :

a. Sistem pendidikan tradisional

b. Siswamemiliki kebebasan penuh selama pembelajaran terhadap

waktu, tempat, biaya dan syarat


32

c. Terjadi hubungan interaktif antara kyai dan santri

d. Menonjolkan semangat demokrasi dalam memecahkan masalah

internal non-kurikuler

e. Santri tidak berorientasi mencari ijazah dan gelar

f. Kultur pendidikan diarahkan untuk membangun dan membekali

para santri agar hidup sederhana, memiliki idealisme,

persaudaraan, persamaan, percaya diri, kebersamaan dan

memiliki keberanian untuk siap hidup di masa depan

g. Alumninya tidak bercita-cita memiliki jabatan dipemerintahan

karena itu sulit dikuasai pemerintah

h. Metode pembelajarannya menggunakan wetonan, sorogan dan

halaqoh.

2.4.4 Unsur-Unsur Pondok Pesantren

Pondok pesantren memiliki beberapa unsur di dalamnya yang

meliputi (Permenkes, 2013) :

a. Kyai, ustad/ustazah atau sebutan lain yang sejenisnya

b. Santri

c. Pondok atau asrama

d. Masjid atau musala

e. Penyelenggaraan pengajian kitab kuning.

2.4.5 Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren)

2.4.5.1 Definisi

Salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumber Masyarakat

(UKBM) di lingkungan pondok pesantren, sesuai prinsip dari, oleh


33

dan warga pondok pesantren, dengan mengutamakan pelayanan

promotif (peningkatan), preventif (pencegahan) tanpa mengabaikan

aspek kuratif (pengobatan) dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan),

dengan adanya binaan dari puskesmas setempat (Permenkes, 2013).

Pemerintah membuat programuntuk memperbaiki kondisi

kesehatan di sekolah pesantren yang disebut Poskestren (Pos

Kesehatan Pesantren) atau Pos Kesehatan Pesantren. Namun,

perilaku kebersihan dan kesehatan para siswa sangat sulit untuk

diubah karena kurangnya pengetahuan dan cara untuk menemukan

literasi kesehatan (Samsuni, 2019).

Pemerintah membuat program untuk memperbaiki kondisi

kesehatan di sekolah pesantren yang disebut Poskestren (Pos

Kesehatan Pesantren) atau Pos Kesehatan Pesantren. Namun,

perilaku kebersihan dan kesehatan para siswa sangat sulit untuk

diubah karena kurangnya pengetahuan dan cara untuk menemukan

literasi kesehatan (Samsuni Samsunia, 2019).

2.4.5.2 Ruang Lingkup Kegiatan

Ruang lingkup kegiatan Poskestren meliputi (Permenkes, 2013) :

1. Pelayanan kesehatan dasar yang mengutamakan upaya promotif

dan preventif tanpa meninggalkan upaya kuratif dan rehabilitatif

dalam batas kewenangan Poskestren. Selain itu, Poskestren juga

melakukan upaya pemberdayaan warga pondok pesantren dan

masyarakat sekitar dalam bidang kesehatan serta peningkatan


34

lingkungan yang sehat di pondok pesantren dan wilayah

sekitarnya.

2. Pemberdayaan santri sebagai kader kesehatan (santri husada) dan

kader siaga bencana (santri siaga bencana).

2.4.5.3 Manfaat

Manfaat pembentukan poskestren meliputi (Permenkes, 2013) :

1. Bagi pondok pesantren

a. Tersedianya layanan dan akses kesehatan dasar

b. Penyebaran informasi kesehatan

c. Pengembangan dan perluasan kerja sama pondok pesantren

dengan instansi terkait.

d. Terpeliharanya sarana sanitasi lingkungan

2. Bagi Warga Pondok Pesantren dan Masyarakat Sekitarnya

a. Memperoleh kemudahan untuk mendapatkan informasi,

pengetahuan dan pelayanan kesehatan dasar

b. Memperoleh bantuan secara profesional dalam pemecahan

masalah kesehatan

c. Mendapat infomasi awal tentang kesehatan

d. Dapat mewujudkan kondisi kesehatan yang lebih baik bagi

warga pondok pesantren dan masyarakat sekitarnya.

3. Bagi Kader Poskestren

a. Mendapatkan informasi lebih awal tentang kesehatan

b. Dapat mewujudkan aktualisasi dirinya untuk membantu

warga pondok pesantren dan masyarakat sekitarnya dalam


35

menyelesaikan masalah kesehatan yang ada di

lingkungannya.

4. Bagi Puskesmas

a. Dapat mengoptimalkan fungsi puskesmas sebagai pusat

penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat

pemberdayaan masyarakat, pusat pelayanan kesehatan

strata pertama

b. Dapat memfasilitasi warga pondok pesantren dan

masyarakat sekitarnya dalam pemecahan masalah

kesehatan sesuai kondisi setempat

c. Meningkatkan efisiensi waktu, tenaga dan dana melalui

pemberian pelayanan kesehatan secara terpadu.

5. Bagi Sektor Lain

a. Dapat memfasilitasi warga pondok pesantren dan

masyarakat sekitarnya dalam pemecahan masalah sektor

terkait

b. Meningkatkan efisiensi melalui pemberian pelayanan secara

terpadu sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-

masing sektor.

2.4.5.4 Struktur Organisasi Pengelola Poskestren

Struktur pengelola Poskestren ditetapkan melalui

musyawarah warga pondok pesantren saat pembentukan

Poskestren. Struktur organisasi tersebut bersifat fleksibel, sehingga

dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan, kondisi,


36

permasalahan dan kemampuan sumber daya yang ada (Permenkes,

2013).

Struktur organisasi minimal terdiri dari (Permenkes, 2013):

a. Ketua

b. Sekretaris

c. Bendahara

d. Kader Poskestren yang merangkap sebagai anggota.

Kriteria pengelola Pos Kesehatan Pesantren(Poskestren)

antara lain sebagai berikut (Permenkes, 2013) :

1. Diutamakan berasal dari warga pondok pesantren dan tokoh

masyarakat setempat

2. Memiliki semangat pengabdian berinisiatif tinggi dan mampu

memotifasi masyarakat; dan

3. Bersedia bekerja secara sukarela bersama masyarakat.

2.4.5.5 Kader Poskestren (Santri Husada)

Kader Poskestren (santri husada) dipilih oleh pengurus

Poskestren dan santri pondok pesantren yang bersedia secara

sukarela, mampu dan memiliki waktu untuk menyelenggarakan

kegiatan Poskestren (Permenkes, 2013).

Kriteria kader Poskestren antara lain sebagai berikut

(Permenkes, 2013) :

a. Berasal dari santri atau alumni pondok pesantren

b. Mempunyai jiwa pelopor, pembaharu dan penggerak

masyarakat
37

c. Bersedia bekerja secara sukarela

d. Telah mengikuti pelatihan/orientasi kader tentang kesehatan.

Selain sebagai pelaksana, kader Poskestren diharapkan dapat

berfungsi sebagai penggerak masyarakat, pemberi semangat,

pengagas kegiatan, maupun suri teladan. Jumlah kader untuk setiap

Poskestren minimal 3 % dari jumlah santri atau disesuaikan dengan

kebutuhan dan kegiatan yang akan dikembangkan (Permenkes,

2013).

Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan oleh kader Poskestren yaitu

(Permenkes, 2013) :

a. Melaksanakan kegiatan penyuluhan kesehatan

b. Melakukan inspeksi sanitasi (pemeriksaan kesehatan

lingkungan)

c. Melakukan kunjungan tatap muka ke tokoh masyarakat

d. Menghadiri pertemuan rutin kelompok masyarakat atau

organisasi keagamaan

e. Mengukur berat dan tinggi badan

f. Memeriksa tajam penglihatan

g. Mendeteksi dini masalah kesehatan jiwa dan NAPZA

h. Memberikan pelayanan kesehatan sesuai kewenangannya,

misalnya memberikan vitamin,pemberian tablet zat besi

(Fe) dan oralit serta menolong santri yang sakit

i. Melakukan pencatatan pada buku catatan Poskestren

j. Mengadakan pemutakhiran data sasaran Poskestren.


38

Pembentukan kader kesehatan di sekolah-sekolah dasar atau

dalam lingkungan pesantren adalah pembentukan santri husada juga

dapat memiliki kontribusi untuk peningkatan praktik kebersihan dan

sanitasi di komunitasnya saat ini. Ada sudut sanitasi dan kader

kesehatan di sekolah. Para kader sedang memeriksa kebersihan

pribadi siswa, dan ketika mereka mengamati kebersihan pribadi yang

buruk, siswa dibawa ke sudut sanitasi sehingga ia dapat mencuci

wajahnya dan mendapatkan pendidikan tentang kebersihan pribadi.

Pendekatan ini mungkin telah berkontribusi untuk peningkatan

kebersihan dan sanitasi saat ini situasi di komunitasnya (Beselam,

2017).

2.4.5.6 Indikator Keberhasilan

Keberhasilan Poskestren dapat diukur melalui indikator

masukan, proses dan luaran, sebagai berikut (Permenkes, 2013) :

A. Indikator Masukan meliputi :

1. Adanya kader

2. Adanya sarana Poskestren

3. Adanya dukungan pendanaan

4. Adanya data dasar personal hygine

5. Adanya media informasi kesehatan

6. Adanya kebijakan yang mendukung kegiatan Poskestren.

B. Indikator Proses meliputi :

1. Terlaksananya SMD

2. Terlaksanannya musyawarah masyarakat pondok pesantren


39

3. Terlaksananya pelayanan kesehatan dasar

4. Terlaksananya peningkatan kapasitas kader dan pengelola

5. Terlaksananya penyuluhan yang dilaksanakan

6. Terlaksananya pembinaan dari petugas.

C. Indikator Luaran meliputi :

1. Jumlah kader yang terlatih

2. Adanya dana sehat

3. Adanya peningkatan personal hygiene

4. Adanya peningkatan kesehatan lingkungan

5. Adanya peningkatan pengetahuan tentang kesehatan

6. Adanya peningkatan gerakan hidup bersih dan sehat warga

pondok pesantren

D. Indikator Dampak meliputi :

1. Peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat

2. Angka kesakitan santri menurun.

2.5 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

2.5.1. Definisi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Kata kebersihan adalah penerapan dalam menjaga diri

sendiri dan lingkungan sekitar tetap bersih, terutama untuk

mencegah penyakit atau penyebaran penyakit. Penerapan

kebersihan sangat penting untuk kesehatan dan kesejahteraan

seseorang terutama dalam pencegahan penyakit menular.

Memahami apa arti kebersihan dalam pikiran orang sangat penting

untuk membawa perubahan yang diinginkan. Karena itu, semua


40

masalah kebersihan merupakan kombinasi dari pengetahuan, sikap,

dan praktik yang tepatsehingga orang dapat memiliki pengetahuan

tentang sesuatu, diyakinkan dan dapat diterapkan (Getachew DG

and Dessalew BA, 2018)

Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah usaha dalam

mengubah perilaku masyarakat untuk mendukung perbaikan status

kesehatan yang dilakukan melalui pembinaan program PHBS

(Erwin, et al., 2018). Program ini telah diselenggarakan oleh

Kementrian Kesehatan sejak tahun 1996. Menurut Gisely et al

(2017), pengertian dari Perilaku Hidup Bersih dan Sehat ialah

sebuah manifestasi dari relitas kehidupan manusia dengan

menerapkan prinsip - prinsip proses pembelajaran, sehingga

perilaku hidup sehat ini akan terjadi karna proses pembelajaran

yang setiap hari mereka dapatkan baik dari sekolah, lingkungan

hidup, keluarga dan masyarakat.

Lingkungan hidup masa remaja mempengaruhi

kesehatannya. Remaja yang tinggal di lingkungan keluarga yang

lebih terstruktur dan terorganisir lebih cenderung memiliki

kebiasaan yang lebih sehat termasuk diet yang lebih baik, aktivitas

fisik teratur, dan tingkat penggunaan narkoba yang lebih rendah.

Demikian pula, struktur keluarga pada masa remaja dikaitkan

dengan tingkat tekanan emosi yang lebih rendah di kemudian hari

(Agmon M, et al, 2015).


41

Pemerintah telah melakukan upaya untuk merubah perilaku

masyarakat, termasuk anak-anak usia sekolah dan meningkatkan

kesehatan melalui program PHBS. Program PHBS yang telah

dilakukan termasuk manajemen PHBS, membuat buku panduan

program PHBS, dan kampanye atau sosialisasi PHBS. Namun,

keberhasilan PHBS di Indonesia masyarakat masih belum optimal

untuk target nasional. Oleh karena itu, perlu dirancang suatu

metode yang lebih efektif untuk meningkatkan PHBS (Lita HK,

Etty R, Poppy F, 2019).

2.5.2 Bidang Kerja PHBS

Menurut Permenkes (2011) mengenai Perilaku Hidup

Bersih dan Sehat, terdapat beberapa bidang kerja yang dapat

diterapkan dengan PHBS:

1. Bidang pencegahan dan penanggulangan penyakit serta

penyehatan lingkungan harus menyelenggarakan praktik

mencuci tangan menggunakan sabun, pengelolaan mengenai

air minum dan makanan yang sesuai standar dalam rumah

tangga, penggunaan air bersih, penggunaan jambat sehat,

pengelolaan limbah rumah tangga yang sesuai standar,

membuat area bebas rokok, dan lain-lain.

2. Bidang Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana

dimana perserta saat hendak persalinan harus meminta bantuan

dari tenaga kesehatan yang terjamin, pengukuran berat badan


42

balita setiap bulan, melakukan imunisasi lengkap pada bayi,

menjadi penerima program keluarga berencana, dan lain-lain.

3. Bidang Gizi dan Farmasi dimana peserta harus mempraktikan

makan dengan kebutuhan gizi seimbang (4 sehat, 5 sempurna),

mengkonsumsi tablet penambah darah selama kehamilan,

melaksanakan ASI eksklusif minimal 6 bulan, penggunaan

garam beryodium dalam masakan rumah tangga sehari-hari,

dan lain lain (Permenkes, 2011).

4. Bidang Pemeliharaan Kesehatan dimana peserta harus ikut serta

dalam jaminan pemeliharaan kesehatan, aktif dalam mengurus

Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM),

menggunakan Unit Pelayanan Terpadu (PUSKESMAS) dan

fasilitas pelayanan kesehatan yang lainnya (Permenkes, 2011).

2.5.3 PHBS di Berbagai Tatanan

Menurut Permenkes (2011), PHBS meliputi semua perilaku

yang harus dipraktikkan di bidang pencegahan dan penanggulangan

penyakit, kesehatan lingkungan, kesehatan ibu dan anak (KIA),

keluarga berencana, bidang gizi, bidang farmasi, dan pemeliharaan

kesehatan. Perilaku tersebut harus dapat dilaksanakan dimanapun

pelaku tersebut berada salah satunya seperti dalam Rumah Tangga,

Pendidikan, Lingkungan, dan lain lain.

A. PHBS di Rumah Tangga

Dalam Rumah Tangga, sasaran primer harus

mempraktikkan perilaku yang dapat menciptakan Rumah


43

Tangga Ber-PHBS, yang meliputi persalinan dibantu oleh

tenaga kesehatan, menyelenggarakan pemberian ASI Eksklusif

selama 6 bulan, mengukur berat badan balita setiap bulan,

penggunaan air bersih, mencuci tangan dengan sabun,

pengelolaan air minum dan makan yang memenuhi standar

dalam rumah tangga, penggunaan jamban sehat (menghindari

terjadinya BABS), pengelolaan limbah dalam rumah tangga,

pemberantasan jentik nyamuk, dan lain lain.

B. PHBS di Institusi Pendidikan

Institusi Pendidikan yang dimaksud ialah termasuk

kampus, sekolah, pesantren, seminari, padepokan, dan lain lain.

Dalam hal ini, peserta harus mampu menyelenggarakan institusi

pendidikan ber-PHBS yang meliputi mencuci tangan

menggunakan sabun dan air bersih, mengonsumsi makanan dan

minuman yang sehat, penggunaan jamban sehat, membuang

sampah di tempat sampah yang benar, menciptakan area bebas

merokok, menciptakan lingkungan tanpa napza, pemberantasan

jentik nyamuk dan lain-lain. Program PHBS di sekolah sendiri

mengarah pada pengurangan reduksi paparan pathogen di

sekolah dan kebiasaan perilaku kebersihan yang dapat

dipraktikkan di sekolah dan di rumah, yang pada gilirannya

menyebabkan berkurangnya penyakit dan dengan demikian

mengurangi ketidakhadiran di sekolah, sehingga meningkatkan

kualitas pendidikan siswa (Chard, 2019).


44

C. PHBS di Tempat Kerja

Tempat kerja yang dimaksud ialah kantor, pabrik, ruko,

pertokoan, dan lain lain. Dimana dalam hal ini peserta dapat

melaksanakan perilaku yang dapat menciptakan tempat kerja

ber-PHBS, dimana kegiatan meliputi mencuci tangan

menggunakan sabun dan air bersih, mengonsumsi makanan dan

minuman yang sehat, penggunaan jamban sehat, membuang

sampah di tempat sampah yang benar, menciptakan area bebas

merokok, menciptakan lingkungan tanpa napza, pemberantasan

jentik nyamuk dan lain-lain.

D. PHBS di Tempat Umum

Tempat umum yang dimaksud dalam hal ini ialah tempat

ibadah, pasar, pertokoan, terminal, dan lain lain. Dalam hal ini

perilaku sebaiknya dapat menciptakan tempat umum ber-PHBS

yang meliputi mencuci tangan menggunakan sabun dan air

bersih, mengonsumsi makanan dan minuman yang sehat,

penggunaan jamban sehat, membuang sampah di tempat sampah

yang benar, menciptakan area bebas merokok, menciptakan

lingkungan tanpa napza, pemberantasan jentik nyamuk dan lain-

lain.

E. PHBS di Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Fasilitas pelayanan kesehatan meliputi klinik, puskesmas,

rumah sakit, dan lain-lain, sasaran utama harus dapat

menyelenggarakan Fasilitas Pelayanan Kesehatan ber-PHBS


45

yang meliputi mencuci tangan menggunakan sabun dan air

bersih, mengonsumsi makanan dan minuman yang sehat,

penggunaan jamban sehat, membuang sampah di tempat sampah

yang benar, menciptakan area bebas merokok, menciptakan

lingkungan tanpa napza, pemberantasan jentik nyamuk dan lain-

lain (Permenkes, 2011).

2.5.4 Indikator PHBS Pondok Pesantren

Tabel 2.1 Indikator PHBS Pondok Pesantren

No Indikator Definisi Operasional

.
1. Kebersihan perseorangan - Rambut tersisir rapi

- Telinga bersih

- Kuku pendek dan bersih

- Pakaian bersih
2. Penggunaan air bersih -Minum, mandi dan wudhu

menggunakan air yang tidak berwarna,

berbau dan berasa


3. Kebersihan tempat wudhu - Tempat wudhu terlihat sering

dibersihkan

-lantai tidak licin

- air mengalir
4. Menggunakan jamban - ada jamban yang digunakan

- terlihat bersih dan tidak berbau


5. Kebersihan asrama - Ruang tidur bersih/tidak ada sampah

berserakan

- tidak ada pakaian yang menggantung


46

- ada ventilasi cukup

- ada penerangan yang cukup

- ada alas untuk tidur


6. Kepadatan penghuni asrama Penghitungan 1 orang 1,2 m2
7. Kebersihan ruang belajar - Tidak ada sampah berserakan

- ada ventilasi cukup

- ada penerangan yang cukup


8. Kebersihan halaman - Tidak ada sampah berserakan

- ada tempat sampah

- tidak berdebu

- bila ada tanaman, teratur rapi


9. Kader/santri husada Jumlah santri yang terdaftar sebagai

kader minimal 10 % dari jumlah santri


10. Kader terlatih Ada santri yang pernah mengikuti

pelatihan tentang kesehatan minimal 10

jam
11. Kegiatan kader Kader/santri merencanakan kegiatan

kebersihan, gerakan kebersihan, dll di

lingkungan pesantren.
12. Bak air bebas jentik Tidak ada satupun bak air yang ada

jentiknya
13. Garam beryodium Garam yodium yang digunakan

mengandung 30-80 ppm


14. Makanan gizi seimbang Semua santri makan 3x sehari &

minum 1x makan dengan sayur, lauk

dan nasi (menu seimbang)


15. Pemanfaatan sarana yankes Bila sakit santri dibawa ke sarana

yankes atau petugas kesehatan


16. Tidak merokok - Tidak ada santri yang merokok

- Tidak ada putung rokok


47

- Ruangan tidak berbau rokok


17. Sadar AIDS - Bisa menjawab pertanyaan-

pertanyaan sederhana tentang

HIV/AIDS, tanyakan pada +- 5 santri


18. Menjadi peserta dana sehat - Ada pembukuan tentang dana sehat

- Ada contoh kartu peserta dana sehat


Sumber: UPTD Puskesmas Kota Wilayah Selatan, 2019

Dari indikator yang telah disebutkan, tidak membuang sampah

sembarangan termasuk dalam PHBS di pondok pesantren. Seperti yang

telah disebutkan dalam penelitian bahwa larangan membuang sampah

sembarangan dengan menggunakan tulisan papan larangan ini tidak

memberikan hasil yang terlalu signifikan. Karena adanya kesenjangan

hierarki di lingkungan pondok pesantren. Sehingga, sanksi atau takzir lebih

dapat diterapkan untuk menegaskan larangan membuang sampah

sembarangan (Chandra, 2019).

Dalam melaksanakan kebersihan di lingkungan pesantren, Pesantren

dapat membagikan nilainya dan pengetahuannya sebagaimana juga

mengembangkan dan meningkatkannya menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Ini telah melakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat melalui pendidikan

Eco-Pesantren sebagai dasar pembentukan karakter moral dengan rasa

lingkungan. Kegiatan yang dilakukan dapat berupa Pembentukan Bank

Sampah Pesantren (3R, daur ulang-pakai-daur ulang), Instalasi Air Limbah

Sederhana (Sanitasi dan Air Bersih), Pesantren Hijau (Herdiansyah, 2016).

2.6 Pengaruh Pelatihan terhadap Pengetahuan Mengenai PHBS

Pendidikan harus disediakan untuk meningkatkan tingkat pengetahuan.

Institusi pendidikan diakui sebagai tempat penting untuk mengembangkan


48

promosi kesehatan dan mempengaruhi perilaku yang berhubungan dengan

kesehatan, termasuk perilaku yang berhubungan dengan kebersihan (Ghanim,

et al, 2016). Pengetahuan dan penggunaanperilaku hidup bersih yang layak

dan penerapan pengendalian infeksi merupakan langkah-langkah yang

penting dalam melindungi kesehatan anak-anak (Michelle, 2019). Intervensi

berbasis sekolah memiliki potensi untuk meningkatkan kesehatan dan

kesejahteraan siswa dan komunitas mereka terutama dengan berfokus pada

penentu kesehatan individu dan lingkungan (Mukamana, 2016).

Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan

pengetahuan tentang PHBS yaitu salah satunya dengan metode pemberian

materi dengan media Video. Dan dalam penelitian yang telah dilakukan

bahwa, pada video yang menggunaan gambar yang sederhana, tanpa alur

cerita narasi yang menyertainya, telah lama dikenal sebagai cara yang efektif

untuk meningkatkan perhatian, dan mengingat, pendidikan kesehatan.

Sehingga dampak yang didapatan dari pelaksanaan yang tepat dari gambar

video yang diberikan, secara positif dapat mempengaruhi respon responden

untuk memberikan instruksi kesehatan dan meningkatkan perilaku kesehatan

mereka (Adam, 2019).

Program intervensi yang dilakukan dalam hal pengetahuan untuk PHBS

salah satunya adalah dengan metode FGD. Dan menurut penelitian bahwa

metode ini berguna untuk mengembangkan pengetahuan yang berkaitan

dengan konsep penyakit, gaya hidup dan faktor-faktor risikonya, untuk

berinteraksi secara pribadi dengan seseorang yang memiliki pengetahuan,

baik secara pribadi atau sebaliknya, dari kasus yang berkaitan, dan untuk
49

memungkinkan peserta mengidentifikasi faktor risiko pribadi yang ada dalam

kehidupan mereka sendiri (Franzt, 2015).

Perkembangan perilaku kesehatan siswa dimungkinkan didapatkan dari

pengetahuan meliputi pendidikan, dalam situasi seperti itu, sekolah di

samping keluarga dapat mencegah masalah perilaku anak-anak dan remaja

dan meningkatkan kemampuan social (Zareipour, 2017).

Adapun metode pelatihan untuk PHBS yaitu peran psikoedukasi, dalam

penelitian ini sangat penting untuk menstimulasi dan melatih perilaku

seseorang untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku dalam hal

perilaku hidup bersih dan sehat. Sebuah studi oleh Aldcroft et al menemukan

bahwa intervensi menggunakan psikoedukasi mampu menghasilkan dampak

positif yang signifikan pada tingkat aktivitas fisik, misalnya, kebiasaan diet

atau pilihan diet sehat, dan proses berhenti merokok. Psikedukasi berkaitan

dengan manajemen perencanaan, penyelesaian masalah, pemantauan diri, dan

persepsi serta sikap individu yang dapat dipandang sebagai contoh (Nurul,

2017).

Ada hubungan yang kuat antara pendidikan kesehatan dan sadar tentang

hidup sehat Sekolah berkualitas pendidikan kesehatan mencakup promosi

tentang kesehatan. Sehingga dapat mempengaruhi pengetahuan dan sikap

mereka tentang PHBS (Videto, 2019). Pengetahuan dan penggunaan perilaku

hidup bersih yang layak dan penerapan pengendalian infeksi langkah-langkah

juga penting dalam melindungi kesehatan anak-anak (Michelle Moffa, 2019).


50

2.7 Pengaruh Pelatihan terhadap Sikap dan Peilaku Mengenai PHBS

Upaya promotif dan preventif dapat dilakukan melalui pendidikan

kesehatan interaktif yang melibatkan anak-anak usia sekolah. Perubahan

sikap setelah intervensi merupakan dampak positif dari peningkatan

pengetahuan. Peningkatan keterampilan dipengaruhi oleh peningkatan

pengetahuan dan sikap anak usia sekolah. Seseorang yang memiliki sikap

yang baik, memiliki keterampilan yang baik pula. Pendidikan kesehatan

adalah salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan seseorang dan

membuat keputusan yang tepat sehubungan dengan perilaku kesehatan

berdasarkan pengalaman yang diperoleh. Berdasarkan teori HPM, perilaku

perilaku sehat dipengaruhi oleh proses biopsikososial dan pengalaman

individu melalui proses yang telah dilalui sebelumnya.sehat dipengaruhi oleh

proses biopsikososial dan pengalaman individu melalui proses yang telah

dilalui sebelumnya (Lita HK, Etty R, Poppy F, 2019).

Partisipasi siswa dalam promosi kesehatan sekolah memiliki banyak

efek positif diantaranya adalah meningkatnya kepuasan dan motivasi, sikap

positif, pengembangan pribadi, kompetensi dan pengetahuan, efek yang

berhubungan dengan kesehatan, peningkatan interaksi dan hubungan sosial

(Albert, 2019). Paradigma baru yang memberikan dasar bagi pendekatan

promosi kesehatan di sekolah, termasuk pendidikan kesehatan dan dipandang

sebagai kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan dan / atau melindungi

kesehatan dan kesejahteraan semua pengguna sekolah (Turunen, 2017).

Gaya hidup berkaitan erat dengan kesehatan, dimana jika seseorang

mengikuti gaya hidup sehat maka akan meningkatkan kesehatan dirinya.


51

Tujuan meningkatkan kualitas gaya hidup untuk mengajakan seseorang

memodifikasi gaya hidup mereka agar lebih terkontrol dan sesuai dengan

kesehatan sehingga dapat menikmati kehidupannya. Promosi perilaku hidup

sehat terdiri dari 6 dimensi termasuk pertumbuhan spiritual, percaya pada

Allah untuk menjaga kesehatan mental, menyeimbangkan kehidupan individu

dan sosial, hubungan interpersonal, manajemen stres dan aktivitas fisik

(Moghaddam, 2017).

Upaya untuk mengembangkan sikap dapat dilihat dalam berbagai

adegan untuk cuci tangan menggunakan sabun, makan makanan yang sehat,

membawa makanan yang sehat,menggunakan air bersih dan mencegah

defekasi sembarangan di sungai (Kusumawardani, 2018). Dalam indikator

PHBS yang lain, yaitu dalam mempromosikan kebersihan toilet adalah

komponen penting dari intervensi Perilaku PHBS disekolah. Intervensi yang

menggunakan toilet flush juga harus memprioritaskan ketersediaan air, yang

diperlukan untuk membersihkan dan memelihara lingkungan toilet yang

bersih (Chard and Freeman, 2018).Ketidakpatuhan terhadap PHBS mungkin

menjadi salah satu alasan terjadinya penyakit diare dan infeksi cacing yang

ditularkan melalui tanah menjadi meningkat dilingkungan sekolah (Garn,

2016).

Adapun Penelitian yang menunjukkan bahwa Pesantren memerlukan

program promosi kesehatan sekolah yang sesuai dengan standar spesifik

budaya, dan agama sebagai latar belakang untuk mengubah sikap siswa dalam

mencapai delapan indikator PHBS. Karena, penelitian ini menemukan bahwa

tidak ada perbedaan antara sikap terhadap PHBS dan pendidikan kesehatan di
52

berbagai tingkatan kelas. Hal ini dapat dijelaskan oleh fakta bahwa masalah

terkait dengan kehidupan siswa di Pesantren sangat beragam karena

heterogenitas kehidupan di sekolah berasrama mempengaruhi kejadian

penyakit di lingkungan sekolah. Sehingga, hal ini menunjukkan pentingnya

strategi promosi kesehatan untuk mencegah sikap tidak sehat siswa terhadap

PHBS (Susanto, 2016).

Indikator PHBS dipondok pesantren salah satunya adalah makan

makanan bergizi seimbang, pada penelitian yang telah dilakukan, salah satu

hambatan untuk memahami perilaku diet terletak pada penggunaan beragam

kata "diet," yang dapat mencerminkan berbagai perilaku intermiten atau

berkelanjutan seperti modifikasi perilaku sehat (misalnya, peningkatan

konsumsi makanan bergizi), pembatasan diet ekstrem (misalnya , puasa), dan

segala sesuatu di antaranya (misalnya, membatasi asupan karbohidrat)

(Ambwani, 2019). Selain pemberian pengetahuan tentang diet sehat, sarapan,

soft drink, dan tingkat konsumsi zat bergizi tampaknya mendukung bahwa

intervensi berbasis sekolah yang dilakukan dalam pelatihan PHBS, memiliki

dampak pada perilaku kesehatan dan dapat efektif untuk mempromosikan gizi

yang seimbang di lingkungan sekolah (Sevil, 2019). Ketidakseimbangan diet

di asrama atau di pondok pesantren, menyebabkan dampak negatif yang

berefek pada kesehatan siswa (yaitu, berkurangnya asupan protein,

peningkatan konsumsi karbohidrat, dan peningkatan risiko anemia), yang

dapat menimbulkan masalah lain (Qihui Chen, 2018).

Dalam intervensi PHBS di lingkungan pesantren ada saat-saat penting

yang harus diperhatikan yaitu saat sebelum makan dan setelah keluar dari
53

toilet. Dan pada pelatihan yang diberikan adalah dengan memberikan

pelatihan dengan mencuci tangan sebelum makan dan sesudah keluar dari

toilet (Musoke, 2018). Potensi kuat jika mencuci tangan atau mandi adalah

mencegah penyakit/kontaminasi, mencegah bau tidak enak, dan bisa diterima

oleh orang lain (Ginja, 2019). Karena, Kebersihan tangan adalah hal yang

murah namun efektif dalam upaya mencegah penyakit. Di kalangan anak

sekolah, pencegahan penyakit adalah hal yang penting karena manfaat

kesehatan dapat berdampak langsung, seperti dari pencegahan terhadap diare

dan infeksi saluran pernapasan sehingga siswa dapat hadir absensi dikelas

tanpa izin sakit dan juga dapat mempengaruhi kualitas pendidikan siswa

tersebut (Wichiadit, 2019).

Kebersihan pribadi memainkan peran penting dalam mencegah

penyakit menular terutama pada anak-anak. Kebersihan pribadi yang buruk

secara langsung dikaitkan dengan infestasi cacing, diare, penyakit mulut, dan

sebagainya. Ini dapat mengakibatkan kekurangan gizi yang secara tidak

langsung mempengaruhi kehadiran dan kinerja akademik anak-anak. Saat ini,

pendidikan kesehatan merupakan bagian dari kurikulum pengajaran standar di

bidang studi. Namun, metode pengajaran konvensional mungkin tidak dapat

mempengaruhi perilaku untuk menghasilkan perubahan yang diinginkan

(Taware, 2018).

Selain menuci tangan, intervensi PHBS yang dapat dilakukan juga

adalah dengan mempromosikan kebersihan toilet seperti intervensi yang

menggunakan toilet flush juga harus memprioritaskan ketersediaan air, yang

diperlukan untuk membersihkan dan memelihara lingkungan toilet yang


54

bersih (Chard and Freeman, 2018). Dan intervensi ini memberikan bukti kuat

tentang keberhasilan program berbasis sekolah untuk pencegahan penyakit

diare dan infeksi cacing yang ditularkan melalui tanah (Gram, 2016). Selain

infeksi parasit ditangan, Malnutrisi dan infeksi parasite usus adalah beban

utama pada kesehatan anak-anak secara global dan khususnya di negara

berkembang karena PHBS yang buruk (Erismann S, et al, 2016). Dalam hal

sanitasi, Pasokan air yang memadai di sekolah-sekolah, terutama untuk

minum dan untuk mencuci tangan, juga memainkan peran utama

meningkatkan kesehatan dan pendidikan siswa. Sehingga, dapat juga

meningkatkan perilaku dan sikap hidup sehat dilingkungan sekolah (Prince

Antwi-Agyei, 2017).

Upaya untuk mengembangkan sikap dapat dilihat dlam berbagai adegan

untuk cuci tangan menggunakan sabun, makan makanan yang sehat,

membawa makanan yang sehat,menggunakan air bersih dan mencegah

defekasi sembarangan di sungai (Micha R, 2018).

Dalam intervensi berbasis sekolah untuk PHBS, dapat juga berupa

Infrastruktur air dan sanitasi di sekolah, dengan intervensi berupa pengamatan

jumlah keran fungsional yang lebih tinggi (yang memasok air bersih)

sebanding dengan jumlah siswa dan jumlah toilet fungsional yang lebih

tinggi. Sehingga dapat meningkatkan outputterhadap PHBS yangdilakukan

(Vally, 2019). Kebersihan lingkungan meningkat setelah intervensi (Buxton,

2016).
55

Pentingnya air dan sanitasi untuk hasil pembangunan mendapat

perhatian dan fokus yang lebih besar dalam Tujuan Pembangunan

Berkelanjutan yang baru, khususnya Tujuan 6 “Air Bersih dan Sanitasi”, yang

menggarisbawahi kebutuhan untuk mengakhiri buang air besar sembarangan

dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam meningkatkan sanitasi dan

manajemen kebersihan. Bukti menunjukkan bahwa intervensi promosi

kesehatan lebih mungkin efektif jika didasarkan pada teori ilmu sosial dan

perilaku, untuk membantu menghubungkannya jalur menuju hasil yang

diinginkan (Erin Hetherington, 2017).

Dan ada juga penelitian yang lain menyebutkan bahwa, Promosi

mencuci tangan di fasilitas penitipan anak atau sekolah mencegah sekitar

sepertiga dari episode diare dalam negara maju (bukti kualitas tinggi). Ini

mungkin mencegah proporsi yang serupa tetapi hanya dua uji coba dari kota

Mesir dan Kenya telah mengevaluasi ini (bukti kualitas rendah). Promosi

mencuci tangan di antara masyarakat mungkin mencegah sekitar seperempat

dari episode diare (bukti kualitas sedang). Efek intervensi pada perilaku

terkait kebersihan tangan hasil di semua pengaturan menunjukkan

peningkatan proporsi mencuci tangan atau mematuhi kebersihan tangan

(sebelum makan / memasak dan setelah mengunjungi toilet atau

membersihkan toilet) (Ejemot-Nwadiaro, 2015).

Teori program PHBS di sekolah berpendapat bahwa akses PHBS

mengarah pada pengurangan reduksi paparan pathogen di sekolah dan

kebiasaan perilaku kebersihan yang dapat dipraktikkan di sekolah dan di

rumah, yang pada gilirannya menyebabkan berkurangnya penyakit dan


56

dengan demikian mengurangi ketidakhadiran di sekolah (Chard AN, 2019).

Sekolah yang erat kaitannya dengan agama (secara lokal dikenal sebagai

pesantren) cukup unik dan popular di Indonesia. Sementara air bersih

sebagian besar tersedia di pesantren, santri dari sekolah sering berasal dari

asrama yang terlalu penuh dan terdapat penyakit kulit diantara santri.

Sehingga, pelatihan PHBS kepada santri sangat dibutuhkan (Rihadmaja R,

2019). Pada penelitin ditemukan bahwa intervensi PHBS di sekolah lebih

efektif untuk meningkatkan status gizi anak daripada intervensi tunggal. Ini

dapat dibenarkan bahwa paparan pathogen tinja-oral melalui air minum,

sanitasi atau kebersihan yang merupakan jalur mediasi ke PHBS dan nutrisi

itu kompleks (Gizaw Z, 2019).

Di pondok pesantren, penghuni terbanyak adalah remaja, sehingga

lingkungan hidup masa remaja mempengaruhi kesehatannya. Remaja yang

tinggal di lingkungan keluarga yang lebih terstruktur dan terorganisir lebih

cenderung memiliki kebiasaan yang lebih sehat termasuk diet yang lebih baik,

aktivitas fisik teratur, dan tingkat penggunaan narkoba yang lebih rendah.

Demikian pula, struktur keluarga pada masa remaja dikaitkan dengan tingkat

tekanan emosi yang lebih rendah di kemudian hari (Agmon, 2015).

Desain intervensi pendidikan kesehatan yang tepat untuk lingkungan

sekolah, dapat diberikan dengan pemilihan model perilaku yang tepat,

penyampaian pesan dan keterampilan untuk promosi kesehatan,

pengembangan materi tentang promosi kesehatan dan dengan pelatihan

modul. Sehingga, mungkin desain intervensi ini daptjuga diberlakukan untuk

pelatihan pada pondok pesantren (Tamiru, 2017). Serta Pendekatan partisipasi


57

pada masyarakat, dengan kepemimpinan siswa, sebagai metode untuk

mengubah perilaku siswa terhadap konsumsi makanan sehat dengan jumlah

serta upaya aktivitas fisik (Hoelscher, et.al., 2017). Meningkatkan perilaku

hidup bersih dan sehat adalah intervensi kunci untuk meningkatkan prospek

anak-anak untuk perkembangan yang sehat. Ini berkontribusi pada

lingkungan belajar yang aman dan sehat dan merupakan prasyarat bagi guru

dan siswa untuk mengembangkan dan mempraktikkan kebiasaan kebersihan

yang positif (Denise, 2017).

Anda mungkin juga menyukai