Anda di halaman 1dari 19

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Ekstraksi

Kulit batang jarak merah (J. gossypifolia) sebanyak 3,00 kg diekstraksi secara

maserasi menggunakan pelarut metanol pada suhu kamar. Dari 3,00 kg serbuk kasar

sampel diperoleh ektrak metanol total sebanyak 300,00 g. Ekstrak metanol total diambil

sebanyak 15,00 g kemudian dipartisi dengan pelarut n-heksan dan etilasetat dengan

menggunakan corong pisah, yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Hasil partisi maserat metanol kulit batang jarak merah

No. Fraksi Berat (gram)


1 n-heksan 2,38
2 etilasetat 1,26
3 metanol 9,13
Ketiga fraksi hasil partisi yaitu fraksi n-heksan (A), etilasetat (B), metanol akhir

(C) dan ekstrak metanol total (T) kemudian dianalisis dengan KLT untuk menentukan

fraksi yang akan dikerjakan lebih lanjut. Jumlah noda pada plat KLT menunjukkan

senyawa yang terdapat pada masing-masing fraksi. Hasil analisis dengan KLT ketiga

fraksi dengan menggunakan eluen n-heksan:etilasetat=5:5 dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Kromatogram hasil partisi

25
Pada proses maserasi digunakan metanol karena metanol merupakan pelarut

universal sehingga dapat mengekstrak senyawa baik yang bersifat polar, semipolar

maupun nonpolar. Maserasi dilakukan sebanyak tiga kali dengan @ 24 jam agar

senyawa yang terkandung dalam sampel dapat terekstrak lebih banyak.

Maserat sebanyak 15,00 g dipartisi dengan pelarut n-heksan dan etilasetat, n-

heksan merupakan pelarut nonpolar sehingga senyawa yang bersifat nonpolar akan

terdistribusi ke n-heksan sedangkan etilasetat merupakan pelarut semipolar sehingga

senyawa yang bersifat semipolar akan terdistribusi ke etilasetat, dan senyawa-senyawa

yang bersifat polar akan terdistribusi pada metanol, masing-masing pelarut akan terpisah

berdasarkan berat jenisnya. Tiga fraksi dihasilkan dari proses partisi kemudian ketiga

fraksi masing-masing dipekatkan dengan menggunakan Vacuum Rotary Evaporator dan

ditimbang untuk menentukan berat masing-masing (Tabel 1). Dengan jumlah fraksi

metanol yang lebih banyak memungkinkan untuk dipisahkan dan dimurnikan lebih

lanjut.

B. Pemisahan dan Pemurnian

Pemisahan dan pemurnian selanjutnya dilakukan untuk mengisolasi senyawa

yang terdapat di dalam sampel yang biasa dilakukan dengan menggunakan kromatografi

lapis tipis maupun kromatografi kolom. Pemisahan senyawa pada fraksi metanol

dilakukan dengan menggunakan kromatografi kolom vakum (KKV) dengan komposisi

eluen n-heksan:etilasetat yang ditingkatkan kepolarannya. Peningkatan kepolaran eluen

dilakukan agar senyawa-senyawa yang terkandung dalam fraksi dapat terpisah dengan

baik sesuai dengan urutan kepolarannya.

26
Fraksi C (9,13 g) dimurnikan lebih lanjut dengan fraksinasi menggunakan

kromatografi kolom vakum (KKV). Fraksinasi dilakukan dengan eluen campuran n-

heksan:etilasetat dengan variasi perbandingan [6:4 (2 kali), 5:5 (6 kali), 4:6 (4 kali), 3:7

(2 kali), 0:10 (2 kali)] dan metanol (2 kali). Fraksinasi dengan KKV menghasilkan 18

fraksi. Fraksi-fraksi hasil KKV I dianalisis dengan KLT menggunakan eluen campuran

n-heksan:etilasetat (5:5). Hasil analisis KLT 18 fraksi KKV I dapat dilihat pada Gambar

5.

Gambar 5. Kromatogram 18 fraksi hasil KKV I

Pola kromatogram fraksi-fraksi hasil KKV I yang terlihat pada Gambar 5 memiliki pola

kromatogram yang hampir sama dan diperkirakan mengandung senyawa yang sama.

Kemudian dilakukan penggabungan sesuai hasil analisis kromatogram KLT dan

diperoleh tiga fraksi gabungan yaitu Fa, Fb dan Fc. Hasil penggabungan 18 fraksi KKV

I dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil gabungan fraksi KKV I


No Fraksi Hasil KKV I Fraksi Gabungan
1 1–8 Fa
2 9 – 11 Fb
3 12 – 18 Fc
Ketiga fraksi gabungan dianalisis dengan KLT untuk melihat pola kromatogram

senyawa yang akan diisolasi lebih lanjut dengan menggunakan eluen campuran n-

heksan:etilasetat (4:6). Hasil analisis KLT dapat dilihat pada Gambar 6.

27
Senyawa
Target

Gambar 6. Kromatogram gabungan fraksi KKV I

Berdasarkan pola kromatogram analisis KLT pada Gambar 6, fraksi c (1,62 g)

menunjukan pola kromatogram senyawa target yang akan difraksinasi lebih lanjut

menggunakan KKV. Fraksinasi dilakukan dengan menggunakan eluen campuran n-

heksan:etilasetat [4:6 (4 kali), 3:7 (4 kali), 2:8 (2 kali), 0:10 (2 kali)] dan metanol (2

kali). Fraksinasi menghasilkan 14 fraksi. Ke-14 fraksi dianalisis menggunakan KLT

dengan eluen campuran n-heksan:etilasetat (4:6). Hasil analisis KLT 14 fraksi KKV II

dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Kromatogram 14 fraksi hasil KKV II

Berdasarkan pola kromatogram pada Gambar 7, maka dari 14 fraksi yang memiliki pola

kromatogram yang hampir sama digabung sehingga diperoleh tiga fraksi yaitu C 1, C2

dan C3. Pada kromatogram fraksi 5, 6, 7, dan 8 menampakkan noda yang mulai tunggal

28
sehingga dilakukan penggabungan (fraksi C2). Hasil gabungan 14 fraksi KKV II dapat

dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil gabungan fraksi KKV II


No Fraksi Hasil KKV II Fraksi Gabungan
1 1–4 FC1
2 5– 8 FC2
3 9 – 14 FC3

Fraksi C2 (0,39 g) menampakkan kromatogram yang mulai tunggal dibanding

fraksi C1 dan C3. Fraksi C2 dikerjakan lebih lanjut dengan fraksinasi menggunakan KKV

dengan eluen campuran n-heksan:etilasetat [6:4 (2 kali), 5:5 (6 kali), 4:6 (4 kali), 3:7 (2

kali), 0:10 (2 kali)] dan metanol (2 kali). Fraksinasi menghasilkan 18 fraksi, fraksi-fraksi

tersebut kemudian dianalisis menggunakan KLT dengan eluen campuran n-

heksan:etilasetat (5:5) untuk melihat pemisahan senyawa. Hasil analisis KLT 18 fraksi

KKV III dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Kromatogram 18 fraksi hasil KKV III

Berdasarkan kromatogram pada Gambar 8, dilakukan penggabungan terhadap 18 fraksi

yang memiliki pola kromatogram yang sama dan diperoleh tiga fraksi yaitu C21, C22 dan

C23. Pada Gambar 8, terlihat kromatogram yang dihasilkan pada fraksi 10-15

mengandung senyawa target. Hasil gabungan 18 fraksi KKV III dapat dilihat pada Tabel

4.
29
Tabel 4. Hasil gabungan fraksi KKV III
No Fraksi Hasil KKV III Fraksi Gabungan
1 1–9 FC21
2 10 – 15 FC22
3 16 – 18 FC23

Fraksi C22 (0,24 g) yang mengandung senyawa target difraksinasi lebih lanjut.

Fraksinasi dilakukan dengan KKV dengan campuran eluen kloroform:metanol [9:1 (6

kali)] dan campuran eluen n-heksan:etilasetat [5:5 (4 kali), 3:7 (2 kali), 0:10 (2 kali)] dan

metanol (2 kali) menghasilkan 16 fraksi yang selanjutnya dianalisis menggunakan KLT.

Kromatogram hasil KKV IV disajikan dalam Gambar 9.

Gambar 9. Kromatogram 16 fraksi hasil KKV IV

Pada Gambar 9, kromatogram senyawa target fraksi 4-14 terlihat pola kromatogram

tunggal yang mengindikasikan senyawa telah murni. Hasil fraksinasi pada KKV IV yang

memiliki pola kromatogram yang sama digabung sehingga menghasilkan lima fraksi

yaitu B21, B22, B23, B24 dan B25. Hasil gabungan 16 fraksi KKV IV dapat dilihat

dalam Tabel 5.

Tabel 5. Hasil gabungan fraksi KKV IV


No Fraksi Hasil KKV IV Fraksi Gabungan
1 1– 3 FB21
2 4 FB22
3 5 – 12 FB23
4 13 – 14 FB24
5 15-16 FB25

30
Tiga fraksi yang diduga telah murni yaitu fraksi B22, fraksi B23 dan fraksi B24

selanjutnya dianalisis kemurniannya dengan menggunakan KLT dengan sistem eluen n-

heksan:etilasetat (5:5). Kromatogram hasil analisis KLT dapat dilihat dalam Gambar 10.

Gambar 10. Kromatogram fraksi B22, B23 dan B24

Kromatogram pada Gambar 10, terlihat fraksi B22 memperlihatkan kromatogram yang

tidak tunggal mengindikasikan bahwa senyawa tersebut belum murni. Berbeda dengan

kromatogram yang ditunjukkan fraksi B23 dan B24 yang memperlihatkan kromatogram

tunggal senyawa target pada KLT, sehingga fraksi B23 dan B24 dianalisis

kemurniaannya lebih lanjut menggunakan KLT dengan eluen yaitu

metanol:kloroform:etilasetat (1:7:2), n-heksan:etilasetat (5:5) dan metanol:kloroform

(1:9). Kromatogram analisis kemurnian senyawa target dengan berbagai sistem eluen

dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Kromatogram analisis kemurnian dengan berbagai sistem eluen

31
Berdasarkan hasil analisis KLT pada Gambar 1, dengan berbagai sistem eluen, fraksi

B22 dan B23 tetap menunjukkan kromatogram tunggal yang berarti isolat senyawa telah

murni. Kemudian kedua fraksi digabung, dipekatkan dan ditimbang beratnya. Isolat

dalam bentuk amorf berwarna hijau, diperoleh isolat seberat 0,12 g. Isolat yang telah

dimurnikan ini kemudian dianalisis menggunakan spektroskopi.

C. Identifikasi Senyawa

Jenis gugus fungsi pada senyawa isolat dapat ditentukan melalui analisis data

spektrofotometer inframerah. Spektrum FT-IR senyawa isolat disajikan dalam Gambar

12 di bawah ini.

Csp3-H

-OH Csp2-H
C=C aromatik C-O

Gambar 12. Spektrum FT-IR dari isolat

Spektrum FT-IR dari isolat di atas memperlihatkan serapan melebar pada

bilangan gelombang 3383 cm-1 sebagai vibrasi ulur O-H, dan vibrasi ulur C-O pada

daerah 1245 cm-1. Munculnya serapan pada daerah 1627 cm -1, 1522 cm-1 dan daerah

1469 cm-1 merupakan ciri khas untuk suatu sistem aromatik. Daerah 868 cm -1 untuk

daerah benzena tersubtitusi. Daerah 3252 cm-1 dan 2933 cm-1 merupakan serapan dari

32
Csp2–H dan Csp3–H. Sesuai data FT-IR tersebut maka dapat diketahui bahwa senyawa

isolat mempunyai gugus hidroksil (-OH), cincin aromatik, alkana (Csp3–H ) dan gugus

eter (C-O).

Keberadaan gugus fungsi di atas didukung oleh analisis spektroskopi NMR-1D

(1H dan 13
C-NMR teknik DEPT). Data sinyal NMR-1D senyawa isolat dapat dilihat

dalam Gambar 13, Gambar 14 dan Tabel 6 berikut.

Gambar 13. Sinyal 13C-NMR senyawa isolat teknik DEPT


13
Secara keseluruhan sinyal C-NMR (Tabel 6) menunjukkan adanya 14 sinyal

karbon yang mewakili 15 atom karbon karena terdapat dua karbon yang saling berimpit

yaitu pada sinyal dengan geseran kimia 146,3 ppm. Dengan teknik DEPT diketahui

sinyal-sinyal atom karbon tersebut terdiri dari tujuh karbon metin pada δC 120,1; 116,2;

115,3; 96,3; 95,6; 82,9 dan 68,9 ppm, satu karbon metilen pada δC 28,6 ppm serta tujuh

33
karbon kuartener pada δC 157,9; 157,7; 156,9; 146,3; 146,3; 132,3 dan 100,9 ppm. Tidak

adanya sinyal metil mengindikasikan senyawa isolat berbentuk siklik.

Gambar 14. Sinyal 1H-NMR senyawa isolat

Data sinyal 1H-NMR (Tabel 6) menunjukkan adanya sembilan sinyal proton yang

mewakili empat belas proton. Dua sinyal proton aromatik berkopling orto pada δH 6,76

dan δH 6,72 ppm, dan dua pasang sinyal proton aromatik berkopling meta (δH 6,84; 6,72;

5,93 dan 5,86 ppm). Berdasarkan data tersebut senyawa isolat memiliki rumus molekul
34
C15H14O6 dan DBE (Double Bond Equivalence) 9. Dua belas atom karbon aromatik

mengindikasikan dua cincin benzena (8 DBE), dan satu DBE berasal dari karbon siklik.

Tabel 6. Data sinyal 1H dan 13C-NMR senyawa isolat


No δc (ppm) Jenis C δH (ΣH, mult., J dalam Hz)
1 82,9 CH 4,57 (1H, d, 7,35)
2 68,9 CH 3,98 (1H, m)
3 28,6 CH2 2,51 (1H, q, 8,55, 16,5)
4 157,7 Cq 2,85 (1H, dd, 5,5, 16,5)
5 96,3 CH 5,93 (1H, d, 2,45)
6 157,9 Cq 5,86 (1H, d, 2,45)
7 95,6 CH 6,84 (1H, d, 1,85)
8 156,9 Cq 6,76 (1H, d, 8,55)
9 100,9 Cq 6,72 (1H, dd, 8,55, 1,85)
10 132,3 Cq
11 115,3 CH
12 146,3 Cq
13 146,3 Cq
14 116,2 CH
15 120,1 CH

Pembuktian lebih lanjut dilakukan dengan analisis data spektroskopi

menggunakan NMR-2D (HMQC, HMBC, dan H–H COSY). HMQC digunakan untuk

mengidentifikasi sinyal-sinyal karbon yang mengikat hidrogen. Data sinyal HMQC

senyawa isolat dapat dilihat pada Gambar 15 dan Tabel 7.

35
Gambar 15. Sinyal HMQC senyawa isolat

Tabel 7. Data sinyal HMQC senyawa isolat


No. C δC (ppm) δH (ΣH, mult, J dalam Hz)
2 82,9 4,57 (1H, d, 7,35)
3 68,9 3,98 (1H, m)
4 28,6 2,51 (1H, q, 8,55, 16,5); 2,85 (1H, dd, 5,5, 16,5)
5 157,7 -
6 96,3 5,93 (1H, d, 2,45)
7 157,9 -
8 95,6 5,86 (1H, d, 2,45)
9 156,9 -
10 100,9 -
1' 132,3 -
2' 115,3 6,84 (1H, d, 1,85)
3' 146,3 -
4' 146,3 -
5' 116,2 6,76 (1H, d, 8,55)
6' 120,1 6,72 (1H, dd, 8,55, 1,85)

B
A
36
Gambar 16. Struktur yang mungkin untuk senyawa isolat

Gambar 17. Sinyal HMBC senyawa isolat

Tabel 8. Data sinyal HMBC senyawa isolat

37
No. C δC (ppm) No. H δH (ΣH, mult., J dalam Hz) HMBC
2 82,9 2 4,57 (1H, d, 7,35) C-4, C-3, C-2', C-6', C-1',
C-9
3 68,9 3 3,98 (1H, m) -
4 28,6 4a 2,51 (1H, q, 8,55, 16,5) C-3, C-2, C-10, C-9, C-5
4b 2,85 (1H, dd, 5,5, 16,5) C-3, C-2, C-10, C-9, C-5
5 157,7 - - -
6 96,3 6 5,93 (1H, d, 2,45) C-6, C8, C-10, C-5, C-7
7 157,9 - - -
8 95,6 8 5,86 (1H, d, 2,45) C-6, C8, C-10, C-5, C-7
9 156,9 - - -
10 100,9 - - -
1' 132,3 - - -
2' 115,3 2' 6,84 (1H, d, 1,85) C-2, C-6', C-3', C-4'
3' 146,3 - - -
4' 146,3 - - -
5' 116,2 5' 6,76 (1H, d, 8,55) C-1', C-3', C-4'
6' 120,1 6' 6,72 (1H, dd, 8,55, 1,85) C-2, C-2', C-5', C-4'

Data spektrum HMBC (Tabel 8) menyatakan hubungan antarunit proton dengan

karbon tetangga, memperlihatkan korelasi jarak jauh (dua sampai tiga ikatan) antara

sinyal proton pada δH 4,57 ppm dengan sinyal karbon pada δC 28,6 ppm (C-4), 68,9 ppm

(C-3), 115,3 ppm (C-2'), 120,1 ppm (C-6'), 132,3 ppm (C-1'), 156,9 ppm (C-9). Korelasi

HMBC tersebut membuktikan bahwa posisi gugus metin-alkil (H-2) pada δH 4,57 diapit

satu unit 5,7-dihidroksifenil (cincin A) dan satu unit 3',4'-dihidroksifenil (cincin B) yang

tersubtitusi pada C-2. Identitas sinyal karbon δC 100,9 ppm (C-10) ditetapkan oleh

korelasi HMBC yang berasal dari sinyal proton δH 28,6 ppm (H-4a, H-4b), 96,3 ppm (C-

6) dan 95,6 ppm (C-8). Berdasarkan analisis spektrum HMBC tersebut, senyawa isolat

memiliki struktur molekul sebagaimana dinyatakan pada Gambar 16.

38
Gambar 18. HMBC pada senyawa isolat

Pembuktian selanjutnya dengan menggunakan data H–H COSY yang

menunjukkan hubungan konfigurasi relatif antarunit proton tetangga. Data sinyal H–H

COSY senyawa isolat dapat dilihat pada Gambar 19.

Gambar 19. Sinyal H–H COSY senyawa isolat

Data H–H COSY berupa interaksi antara H-2 dan H-3 yang saling bertetangga

dan memiliki pola ruang yang sama yaitu pada posisi cis dengan tetapan kopling H-2

39
7,35 Hz. Dengan demikian, secara struktural dapat disimpulkan senyawa isolat yang

diperoleh adalah catechin.

Gambar 20. H-H COSY pada senyawa isolat

Keterangan :
 Kuning (hidrogen)
 Merah (oksigen)
 Biru (karbon)

Gambar 21. Struktur 3-D senyawa isolat

Catechin sebelumnya telah berhasil diisolasi melalui beberapa penelitian

sehingga dilakukan perbandingan data 1H-NMR dan 13


C-NMR antara isolat dengan

catechin yang telah dilaporkan (Benavides et al., 2006) dan (Meulenbeld et al., 1999).

Data tersebut memperlihatkan kesesuaian yang tinggi pada parameter-parameter

spektrum NMR sehingga dapat dipastikan senyawa isolat adalah catechin.

40
Tabel 9. Data perbandingan NMR-1D senyawa isolat dan pustaka
No. δC (ppm) No. δH (ΣH, mult., J dalam Hz)
C 13 13a H 13 13b 13a
2 82,9 81,04 2 4,57 (1H, d, 7,35) 4,57 (d, 7,5) 4.58 (1H, d)
3 68,9 66,37 3 3,98 (1H, m) 3,99 (m) 3.92 (1H, m)
4 28,6 27,87 4a 2,51 (1H, q, 8,55, 16,5) 2,52 (dd, 8,1, 16,1) 2,45 (1H, dd)
4b 2,85 (1H, dd, 5,5, 16,5) 2,86 (dd, 5,3, 16,1) 2,75 (1H,dd)
5 157,7 156,23 - - - -
6 96,3 95,19 6 5,93 (1H, d, 2,45) 5,94 (bs) 5,98 (1H, d)
7 157,9 156,51 - - - -
8 95,6 93,93 8 5,86 (1H, d, 2,45) 5,87 (bs) 5,79 (1H, d)
9 156,9 155,42 - - - -
10 100,9 99,13 - - - -
1' 132,3 130,67 - - - -
2' 115,3 114,57 2' 6,84 (1H, d, 1,85) 6,85 (d, 2,0) 6,82 (1H, d)
3' 146,3 144,89 - - - -
4' 146,3 144,89 - - - -
5' 116,2 115,16 5' 6,76 (1H, d, 8,55) 6,77 (d, 8,0) 6,78 (1H, d)
6' 120,1 118,50 6' 6,72 (1H, dd, 8,55, 1,85) 6,73 (dd, 8,0, 2,0) 6,69 (1H, dd)
a
Meulenbeld et al., 1999, bBenavides, et al., 2006

D. Uji Aktivitas Terhadap Mikroba

Analisis aktivitas senyawa meliputi analisis terhadap beberapa bakteri, beberapa

jamur dan kapang. Berikut adalah gambar hasil uji aktivitas terhadap mikroba.

E. Coli Acetobacter

Keterangan :
Tidak terbentuk
daerah zona hambat

S.Aereus
Streptococcus

Gambar 22. Hasil uji aktivitas terhadap bakteri


41
Rhizopus

Daerah
Zona
hambat

Penicilium sp. Penicilium sp.


(putih) (abu-abu)

Gambar 23. Hasil uji aktivitas terhadap jamur

Keterangan :
A. niger Tidak terbentuk
daerah zona hambat

Gambar 24. Hasil uji aktivitas terhadap kapang

42
Hasil pengukuran daerah zona bening pada uji aktivitas terhadap mikroba dapat

dilihat dalam Tabel 10 berikut ini.

Tabel 10. Hasil pengujian aktivitas senyawa isolat terhadap mikroba


No Jenis Mikroba Diameter Kontrol Kontrol
Zona Hambat metanol Tetracyclin
(cm) (cm) (cm)
1. Streptococcus sp. 0 0 1,70
2. Acetobacter sp. 0 0 1,50
3. Eschericia coli 0 0 1,40
4. Staphylococcus aureus 0 0 1,90
5. Aspergillus niger 0 0 0
6. Penicillium sp.(putih) 0,33 0 0
7. Penicillium sp. (abu-abu) 0,33 0 0
8. Rhizopus sp. 0 0 0

Diameter kertas Whatman = 6 mm, [Senyawa] = 10000µg/mL


[Tetrasiklin] = 30 µg/disc

Dari hasil analisis terhadap mikroba di atas, terlihat bahwa senyawa catechin

tidak memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri, Streptococcus sp.

Acetobacter sp. Eschericia coli dan Staphylococcus aureus, jamur Rhizopus sp. dan

kapang Aspergillus niger, tetapi dapat menghambat pertumbuhan Penicillium sp. (putih)

dan Penicillium sp. (abu-abu) masing-masing dengan zona hambat sebesar 0,33 cm.

43

Anda mungkin juga menyukai