Anda di halaman 1dari 18

PENGUKURAN KUALITAS JASA

MAKALAH

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH

Manajemen Bisnis Jasa

Yang dibina oleh bapak Mohammad Hari

Di susun oleh :

Kelompok 5

Silvia dwi vebianti (180411619618)

Titin santia oktavianti (180411619568)

Tiwi putri lestari (180411619521)

Ulul ilmiyah (180411619532)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

PENDIDIKAN BISNIS MANAJEMEN

FEBRUARI 2020
DAFTAR ISI

SAMPUL………...……………...……………………………………………………………..

DAFTAR ISI…..……………………………………………………………………………... i

BAB I.……………..……………………………………………………..…..………………. 3

PENDAHULUAN…………………………………………………..……………..……….... 3

1.1 Latar Belakang…………………............................................................................ 3

1.2 Rumusan Masalah…..…………..…………………………........………………... 4

1.3 Tujuan Masalah..………………………………………….……...………………. 4

BAB II…………………………………………………………………………………...…… 5

PEMBAHASAN ………………………………………………………………….......…....... 5

2.1 Dimensi Kualitas Jasa ……………………………………………...……………. 5

2.2 Atribut dan Dimensi Model Serverqual ………………………………………..... 6

2.3 Pengukuran Kualitas Jasa ………………………………………………………... 7

2.4 Metode Pengukuran Kualitas Jasa ……………………………………………….. 8


BAB III……………………………………………………………………………………….. 17

PENUTUP……………………………………………………………..…............................... 17

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………....... 18
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Goestsch dan Davis (dalam Tjiptono dan Anastasia, 2003) kualitas merupakan suatu
kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang
memenuhi atau melebihi harapan. Dalam dunia bisnis, kualitas dapat dikatakan sebagai alat yang
sangat ampuh dalam usaha mempertahankan bisnis suatu perusahaan. Pada dasarnya, kualitas
dapat berguna untuk memenangkan persaingan. Namun, dengan adanya kesamaan kualitas dalam
beberapa perusahaan, terlebih perusahaan jasa, kualitas bukan lagi menjadi satu-satunya andalan
dalam persaingan. Untuk dapat memenangkan persaingan tersebut, perusahaan perlu
memperhatikan aspek kepuasan pelanggan dengan baik

Jika dilihat lebih lanjut, persoalan kualitas jasa dan kepuasan pelanggan menjadi hal yang
sangat penting bagi perusahaan jasa. Oleh karena itu perusahaan jasa perlu memperhatikan
beberapa hal seperti bagaimana membangun kualitas jasa, mengidentifikasi kesenjangan-
kesenjangan yang mungkin terjadi, serta pengaruhnya bagi kepuasan konsumen, dan perilaku
konsumen setelah menggunakan jasa.

Sejalan dengan kemajuan teknologi, dapat diketahui bahwa konsumen menghadapi lebih
banyak alternatif produk, dengan harga dan pemasok yang berbeda. Hal ini menjadi sebuah
persoalan yang harus diperhatikan perusahaan, terutama dalam hal penentuan pilihan produk
yang akan dibeli konsumen.

Setiap perusahaan menyadari bahwa persoalan tersebut mengindikasikan adanya


pertimbangan konsumen mengenai produk atau jasa dari segi besarnya nilai lebih yang diberikan
perusahaan kepada pelanggan. Hal ini dikarenakan pelanggan selalu mencari nilai yang dianggap
paling tinggi dari beberapa produk atau jasa yang ada (Kotler, 1997 dalam Lupiyoadi, 2001).
Mereka membentuk harapan tentang nilai yang akan diperoleh (value expectation). Dari nilai
tersebut, dapat diukur besarnya tingkat kepuasan yang dimiliki pelanggan (Lupiyoadi, 2001).

Jasa adalah suatu aktivitas, yang bersifat tidak nyata (tidak dapat dilihat), bertujuan untuk
memuaskan keinginan, dan tidak menghasilkan kepemilikan terhadap sesuatu. Produksinya dapat
berkaitan atau tidak berkaitan dengan suatu produk fisik tertentu. Karena kebanyakan jasa
bersifat tidak nyata, maka sulit bagi produsen untuk mengukur kualitas jasa tersebut.
Oleh karena itu, pada makalah akan dijelaskan bagaimana pengukuran kualitas jasa, melalui
rumus dan dimensi. Sehingga mengetahui bagaimana kualitas tersebut sesuai dengan dimensi-
dimensi yang dibutuhkan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Dimensi atau atribut apa saja yang menentukan kualitas jasa?
2. Bagaimana sebaiknya cara mengukur kualitas jasa?
3. Bagaimana metode pengukuran kualitas jasa?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui dimensi atau atribut yang menentukan kualitas jasa
2. Mengetahui cara mengukur kualitas jasa
3. Menjelaskan metode pengukuran kualitas jasa
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Dimensi Kualitas Jasa

Pengukuran kualitas jasa dalam model Servequal di dasarkan pada skala multi-item yang
dirancang untuk mengukur harapan dan persepsi pelanggan, serta gap diantara keduanya dalam
dimensi-dimensi utama kualitas jasa. Terdapat lima dimensi utama sesuai urutan derajat
kepentingan relatifnya:

1. Reliabilitas (Reliability), yakni kemampuan memberikan layanan yang dijanjikan dengan


segera, akurat, dan memuaskan.
2. Daya tanggap (Responsiveness), yaitu keinginan para stafuntuk membantu para
pelanggan dan memberikan layanan dengan tanggap.
3. Jaminan (Assurance), mencangkup pengetahuan, kompetensi, kesopanan, dan sifat dapat
dipercaya yang dimiliki para staf; bebas dari bahaya, resiko atau keragu-raguan.
4. Empati (Empathy), meliputi kemudahan yang menjalin relasi, komukiasi yang baik,
perhatian pribadi dan pemahaman atas kebutuhan individu para pelanggan.
5. Bukti fisik (Tnanggible), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan pegawai dan sarana
komunikasi.

Parasuraman,et al pada penelitian awalnya mengidentifkasi sepuluh dimensi pokok, yakni


reliabilitas, daya tanggap, kompetensi, akses, kesopanan, komunikasi, kredibilitas, keamanan,
kemampuan memahami pelanggan, dan bukti fisik.

No Dimensi Contoh Pertanyaan Spesifik yang Diajukan


Pelanggan
1 Bukti Fisik: penampilan fasilitas  Apakah fasilitas bank XYZ atraktif?
fisik, peralatan, personil, dan bahan-  Apakah pialang RST berbusana rapi?
bahan komunikasi.
2 Reliabilitas: kemampuan  Bila staf bagian kredit menjanjikan untuk
memberikan jasa yang dijanjikan menelepon balik dalam 15 menit, apakah
secara akurat dan andal benar-benar melakukannya?
 Apakah laporan kartu kredit saya terbebas
dari kekeliruan?
3 Daya Tanggap: kesediaan untuk  Bila ada masalah dengan laporan bank
membantu para pelanggan dan saya, apakah bank XYZ menyelesaikan
menyampaikan jasa secara tepat masalah tersebut dengan cepat?
 Apakah pialang RST bersedia menjawab
pertanyaan-pertanyaan saya?
4 Kompetensi: penguasaan  Apakah teller bank XYZ mampu meproses
keterapilan dan pengetahuan yang transaksi saya tanpa kesulitan?
dibutuhkan agar dapatmemberikan  Apakah staf reparasi LMN kelihatan
jasa yang dibutuhkan pelanggan. mengerti apa yang ia lakukan?
5 Kesopanan: sikap santun, respect,  Apakah teller bank XYZ bersikap sopan?
perhatian dan keramahan para staf  Apakah pialang RS bersikap ramah bila
lini depan. saya mengajukan pertanyaan?
6 Kredibilitas: sifat jujur dan dapat  Apakah bank XYZ mempunyai reputasi
dipercaya. baik?
 Apakah perusahaan reparasi LMN
menggaransi jasanya?
7 Keamanan: bebas dari bahaya,  Apakah kartu kredit saya aman dari
resiko, keragu-raguan. penyalahgunaan?
 Apakah aman bagi saya untuk memakai
mesin ATM bank XYZ di malam hari?
8 Akses: kemudahan untuk dihubungi  Mudahkah menghubungi pialang RST
dan ditemui. melalui telepon?
 Apakah fasilitas jasa reparasi bertempat di
lokasi yang sama?
9 Komunikasi : memberikan  Apakah staf bagian kredit bisa
informasi kepada para pelanggan menerangkan dengan jelas berbagai biaya
dalam bahasa yang mereka pahami, berkaitan dengan kredit-kredit tertentu?
serta selalu mendengarkan saran dan  Apakah pialang saya menghindari
keluhan mereka. pengguunaan istilah-istilah teknis yang
sulit dipahami?
10 Kemampuan Memahami  Apakah pialang RST berusaha
Pelanggan: berupaya memahami mengidentifikasi tujuan finansial spesifik
pelanggan dan kebutuhan mereka. saya?
 Apakah perusahaan reparasi LMN bersedia
lebih fleksibel untuk mengakomodasi
jadwal saya?

2.2 Atribut dan Dimensi Model SERVEQUAL

No Atribut Dimensi
1 Peralatan mutakhir/terbaru BUKTI FISIK
2 Fasilitas fisik yang berdaya tarik BUKTI FISIK
3 Karyawan yang berpenampilan rapi BUKTI FISIK
4 Fasilitas fisik sesuai dengan jenis jasa yang ditawarkan BUKTI FISIK
5 Bila menjanjikan akan melakukan sesuatu pada waktu yang telah RELIABILITAS
ditentukan pasti akan direalisasikan
6 Bersikap simpatik dan sanggup menenangkan pelanggan setiap ada RELIABILITAS
masalah
7 Jasa disampaikan dengan benar semenjak pertama kali RELIABILITAS
8 Jasa disampaikan sesuai waktu yang telah dijanjikan RELIABILITAS
9 System pencatatan yang akurat dan bebas kesalahan RELIABILITAS
10 Kepastian waktu penyampaian jasa diinformasikan dengan jelas DAYA
kepada para pelanggan TANGGAP
11 Layanan yang segera/ cepat dari karyawan perusahaan DAYA
TANGGAP
12 Karyawan yang selalu bersedia membantu pelanggan DAYA
TANGGAP
13 Karyawan yang tidak terlampau sibuk, sehingga sanggup menanggapi DAYA
permintaan pelanggan dengan cepat TANGGAP
14 Karyawan yang terpercaya JAMINAN
15 Perasaan aman sewaktu melakukan transaksi dengan karyawan JAMINAN
penyedia jasa
16 Karyawan yang selalu bersikap sopan terhadap para pelanggan JAMINAN
17 Karyawan yang berpengetahuan luas sehingg dapat menjawab JAMINAN
pertanyaan pelanggan
18 Perhatian individual dari perusahaan EMPATI
19 Waktu beroperasi yang cocok/nyaman bagi pelanggan EMPATI
20 Karyawan yang memberikan perhatian personal EMPATI
21 Perusahaan yang sungguh-sungguh memperhatikan kepentingn setiap EMPATI
pelanggan
22 Karyawan yang memahami kebutuhan spesifik para pelanggan EMPATI

2.3 Pengukuran Kualitas Jasa


Pengukuran Kualitas Jasa Dalam rangka menghasilkan pelayanan yang berkualitas dan
sesuai dengan kebutuhan pelanggan, seorang pelaku bisnis diharapkan dapat mengukur kualitas
jasa pelayanan yang telah diberikan kepada pelanggannya. Mengukur 75 kualitas jasa berarti
mengevaluasi atau membandingkan kinerja suatu jasa dengan seperangkat standar yang telah
ditetapkan terlebih dahulu (Tjiptono, 1996). Pendekatan yang digunakan untuk mengukur
kualitas jasa HAWAII INTERNET CAFÉ dalam penelitian ini adalah model SERVQUAL yang
dikemukakan oleh PZB. Model SERVQUAL adalah skala pengukuran yang disebut dengan
multiple-item scale untuk mengukur dan mengendalikan kualitas jasa (Parasuraman, 1995).
Skala SERVQUAL ini didasarkan pada konsep diskonfirmasi PZB, yang menyatakan bahwa
persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa dihasilkan dari perbedaan antara harapan pelanggan
terhadap pelayanan suatu penyedia jasa dan penilaian mereka terhadap pelayanan yang telah
diterima.

Kualitas jasa dipengaruhi dua variabel, menurut Rangkuti (2002: 21) kedua variabel
tersebut yaitu jasa yang dirasakan (perceived service) dan jasa yang diharapkan (expected
service). Pengukuran kualitas jasa lebih sulit dibandingkan dengan mengukur kualitas produk
nyata, sebab atribut yang melekat pada jasa tidak mudah untuk diidentifikasi. Menurut Tjiptono
(2000: 97) langkah-langkah yang harus diambil dalam mengukur kualitas jasa adalah:

1. Spesifikasi determinan kualitas jasa. Langkah ini menyangkut variabel yang digunakan
untuk mengukur kualitas jasa.
2. Perangkat standar kualitas jasa yang bisa diukur. Kualitas jasa yang dimaksud adalah
menyangkut tentang standar atau instrument kualitas jasa yang bisa digunakan untuk
mengukur variabel.

2.4 Metode Pengukuran Kualitas Jasa

Metode I (SERVQUAL)
Pengukuran kualitas jasa tidak terlepas dari pengertian kualitas jasa itu sendiri. Menurut Lewis
and Booms, 1983 (Parasuraman, Zeithaml, dan Berry, 1985):
"Service quality (kualitas layanan) adalah ukuran seberapa baik suatu layanan menemui
kecocokan dengan harapan pelanggan. Penyelenggaraan kualitas layanan berarti melakukan
kompromi dengan harapan pelanggan dengan tata cara yang konsisten."
Dalam memandang permasalahan di bidang jasa, ada 3 (tiga) aspek yang perlu
diidentifikasi untuk mendapatkan gambaran kondisi aktual pelayanan sebagai berikut :
a. Proses pelayanan, yang berkaitan dengan gambaran dari seri aktivitas (series of activity),
keberadaan standar, dan implementasi dari standar.
b. Sumber daya pelayanan, yang terdiri dari fasilitas/perlengakapan (physical evidence) dan
manusia sebagai pelaku dalam penyampaian pelayanan. Hal yang diamati menyangkut
kuantitas dan kualitas sumber daya yang dipergunakan dalam proses pelayanan.
c. Ekspektasi dan persepsi konsumen, berupa harapan dan penilaian konsumen akan
pelayanan yang diterima.
Ketiga aspek tersebut dilihat dalam konteks jasa sebagai sebuah paket (service package)
yang terdiri dari implicit service, explicit service, facilitating goods dan supporting facilities.
Kondisi aktual ketiga aspek di atas menjadi acuan yang menentukan dalam melakukan
analisa dan perbaikan (adjusment and improving) proses pelayanan.
Model servqual Q = P – E. Persepsi (P) didefinisikan sebagai keyakinan pelanggan berkenaan
dengan layanan yang di terima atau di alami, sedangkan Harapan atau Ekspektasi” (E)
dirumuskan sebagai “hasrat atau keinginan konsumen, yaitu apa yang mereka rasakan harus (dan
bukan bakal) ditawarkan penyedia layanan.”Parasuraman et al. (1988) menekankan bahwa istilah
“harapan dan ekspetasi” digunakan secara berbeda dalam literatur kualitas layanan dan literatur
kepuasan pelanggan, dimana ekspetasi layanan (E) tidak menunjukkan prediksi tentang apa yang
“bakal” (would) ditawarkan penyedia layanan, namun justru lebih dari pada yang harus
(should)ditawarkan.

Berdasarkan resolusi di atas, maka Parasuraman, Zeithaml, dan Berry, membuat Model Kualitas
Layanan (Parasuraman, Zeithaml, dan Berry, 1985). Model ini mengatakan ada 5 celah yaitu:
Gap 1: perbedaan antara persepsi manajemen dengan harapan konsumen
Gap 2: perbedaan antara persepsi manajemen dengan spesifikasi kualitas jasa yang tersedia
Gap 3: perbedaan antara spesifikasi kualitas jasa dengan pelayanan yang diterima
Gap 4: perbedaan antara pelayanan yang diterima dengan komunikasi eksternal
Gap 5: perbedaan antara pelayanan yang diterima dengan yang diharapkan
Kemudian Parasuraman, Zeithaml, dan Berry, membuat kesimpulan dalam bentuk pernyataan-
pernyataan (propositions) sebagai berikut:
Proposisi 1: Kesenjangan antara ekspektasi konsumen dan persepsi manajemen terhadap
ekspektasi tersebut akan berdampak pada evaluasi konsumen terhadap kualitas layanan.
Proposisi 2 '. Kesenjangan antara persepsi manajemen tentang harapan konsumen dan spesifikasi
kualitas layanan perusahaan akan mempengaruhi kualitas layanan dari sudut pandang konsumen.
Proposisi 3: Kesenjangan antara spesifikasi kualitas layanan dan pengiriman layanan aktual akan
mempengaruhi kualitas layanan dari sudut pandang konsumen,
Proposisi 4 '. Kesenjangan antara pemberian layanan aktual dan eksternal komunikasi tentang
layanan akan memengaruhi kualitas layanan dari sudut pandang konsumen.
Proposisi 5: Kualitas yang dirasakan konsumen dalam suatu layanan adalah fungsi dari besarnya
dan arah kesenjangan antara layanan yang tidak diharapkan dan seruan yang dirasakan.
Proposisi 6: 5 = f (GAP 1, GAP 2, GAp 3, GAp 4)
Proposisi 7: konsumen biasanya mengandalkan properti pengalaman ketika mengevaluasi
kualitas layanan.
Proposisi 8. Jika gap positif (persepsi > harapan ) maka layanan dikatakan “surprise” dan
memuaskan. Jika gap nol (persepsi = harapan) maka layanan dikatakan berkualitas dan
memuaskan. Jika gap negatif (persepsi < harapan ) maka layanan dikatakan tidak berkualitas dan
tidak memuaskan.
Dalam tulisannya, Parasuraman, Zeithaml, dan Berry, hanya menjelaskan bagaimana cara
mengukur GAP 5, namun tidak menjelaskan bagaimana cara mengukur GAP 1 sampai dengan
GAp 4.
Dalam model analisis di atas, tampak bahwa Expected Service (Pelayanan yang Diharapkan)
bergantung pada WOM (Word of Mouth), Personal Needs dan Past Experience. Berita dari
mulut ke mulut, kebutuhan pribadi, serta pengalaman masa lampau merupakan tiga variabel
bebas yang memicu muncul pelayanan yang diharapkan (expected service). Di sisi lain,
Perceived Service (pelayanan yang diterima) bergantung pada variabel penentu kualitas
pelayanan (determinants of service quality). Variabel ini diukur lewat 10 indikator. Perbandingan
antara pelayanan yand diharapkan dengan pelayanan yang diterima memunculkan kualitas
pelayanan yang diterima (Perceived Service Quality). Kualitas pelayanan yang diteririma inilah
yang kerap disebut sebagai alat ukur kualitas pelayanan serta kepuasan pelanggan.
Dalam menerapkan model SERVQUAL untuk suatu bentuk pelayanan, terlebih dahulu
harus diidentifikasi variabel-variabel yang sesuai dengan bentuk pelayanan tersebut, yakni
faktor-faktor apa saja yang diduga mengidentifikasikan tingkat kepuasan pelanggan, dengan
mengacu dan menguraikan lima dimensi kualitas jasa. Kuesioner yang dibuat meliputi dua hal
yaitu ekspektasi dan persepsi dan menggunakan skala Likert dengan range nilai jenjang yang
dipilih sesuai keinginan peneliti. Tiap-tiap nilai dari skala Likert diberi arti dengan harapan agar
dapat mengeliminir terjadinya bias atau kemenduaan (ambiguity) yang dirasakan pelanggan
ketika memberi penilaian. Untuk range nilai jenjang 7 (1,2,3,4,5,6,7) skala penilaian yang
digunakan adalah sebagai berikut :
Ekspektasi :
No Arti Penjelasan
1 Sangat Jika makna pertanyaan tersebut sama sekali tidak penting pengaruhnya pada
tidak setuju kepuasaan responden (pelanggan)
2 Tidak Jika makna pertanyaan tersebut tidak penting pengaruhnya pada kepuasaan
setuju responden (pelanggan)
3 Agak tidak Jika makna pertanyaan tersebut agak tidak penting pengaruhnya pada kepuasaan
setuju responden (pelanggan)
4 Biasa saja Jika makna pertanyaan tersebut biasa saja tidak penting pengaruhnya pada
(netral) kepuasaan responden (pelanggan)
5 Agak setuju Jika makna pertanyaan tersebut agak penting pengaruhnya pada kepuasaan
responden (pelanggan)
6 Setuju Jika makna pertanyaan tersebut penting pengaruhnya pada kepuasaan responden
(pelanggan)
7 Sangat Jika makna pertanyaan tersebut sangat penting pengaruhnya pada kepuasaan
setuju responden (pelanggan)
Persepsi :
No Arti Penjelasan
1 Sangat Jika makna pertanyaan tersebut sangat tidak benar menurut perasaan responden
tidak setuju (pelanggan)
2 Tidak Jika makna pertanyaan tersebut tidak benar menurut perasaan responden
setuju (pelanggan)
3 Agak tidak Jika makna pertanyaan tersebut agak tidak benar menurut perasaan responden
setuju (pelanggan)
4 Biasa saja Jika makna pertanyaan tersebut biasa saja menurut perasaan responden
(netral) (pelanggan)
5 Agak setuju Jika makna pertanyaan tersebut agak benar menurut perasaan responden
(pelanggan)
6 Setuju Jika makna pertanyaan tersebut benar menurut perasaan responden (pelanggan)
7 Sangat Jika makna pertanyaan tersebut sangat benar menurut perasaan responden
setuju (pelanggan)

Penilaian akan lebih akurat jika masing-masing dimensi yang ada dibuat bobot nilainya.
Pembobotan tersebut harus dilakukan mengingat masing-masing dimensi memiliki kontribusi
yang berbeda-beda bobot pengaruhnya terhadap tingkat kepuasan konsumen (meliputi keduanya,
ekspektasi dan persepsi). Pengembangan kriteria (dalam hal ini dimensi pelayanan) dan
pembobotan kriteria dapat dilakukan dengan berbagai metoda, misalnya Analitycal Hierachy
Process yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang pakar matematika dari University of
Pitsburgh, Amerika Serikat atau menggunakan metode lain yaitu Analisis Faktor.
Untuk variabel/faktor/kriteria yang dianggap memiliki bobot sama, nilai servqual
dihitung sebagai berikut :
a. Tentukan nilai servqual (Si) bagi setiap pernyataan untuk setiap responden/ pelanggan,
dengan menggunakan persamaan :
Si = Pi –Ei,dimanaI=1,2,3,…, n
Pi : nilai persepsi responden/pelanggan untuk pernyataan ke-I
Ei : nilai ekspektasi responden/pelanggan untuk pernyataan ke-i
b. Jumlahkan nilai servqual yang didapat untuk setiap kriteria untuk setiap
responden/pelanggan, dan bagi jumlahnya dengan banyaknya pernyataan yang mewakili
kriteria tersebut dengan persamaan:
Ski = ( Si/n),dimanaI=1,2,3,…,n
Dimana Ski adalah nilai rata-rata servqual untuk setiap kriteria
c. Jumlahkan nilai Ski tersebut untuk mendapatkan nilai total servqual (TSQ) bagi setiap
responden
TSQ = Ski
d. Jika terdapat N responden/ pelanggan, maka bagi TSQ dengan N untuk mendapatkan
rata-rata nilai total servqual (TSQr). Persamaannya:
TSQr = (TSQ/N)
Jika masing-masing kriteria diberi bobot tertentu, nilai servqual dihitung dengan
memperhitungkan bobotnya. Langkahnya sama dengan di atas (a, dan b) kemudian dilanjutkan
dengan langkah berikut :
1. kalikan nilai Ski dengan bobot (wi) yang dialokasikan untuk kriteria tersebut, sehingga
didapat nilai sevqual terbobot (Sqi) untuk kriteria tersebut bagi setiap
responden/pelanggan, dengan persamaan :
Sqi = * wi ,I=1,2,3,…,n
2. Jumlahkan nilai Ski tersebut untuk mendapatkan nilai total servqual (TSQ) bagi setiap
responden
TSQ = Ski
3. Jika terdapat N responden/pelanggan, maka bagi TSQ dengan N untuk mendapatkan rata-
rata nilai total servqual (TSQr). Persamaannya
TSQr = (TSQ/N)

Metode Servqual dapat dimanfaatkan oleh pihak penyedia jasa untuk melakukan
penilaian khususnya untuk mengetahui sampai sejauh mana pihak manajemen mempersepsikan
ekspektasi pelanggannya. Penilaian ini dilakukan dengan menggunakan variabel yang sama
dengan penilaian oleh konsumen, hanya yang melakukan penilaian adalah penyedia jasa
(supplier assesment). Penilaian dilakukan dengan menilai tingkat kepentingan variabel-variabel
pelayanan tersebut, redaksinya sama dengan ekspektasi pada kuesioner pelanggan. Langkah
berikutnya adalah membandingkan antara jawaban manajemen dengan ekspektasi konsumen.
Jika nilai ekspektasi konsumen lebih rendah dari jawaban manajemen, berarti manajemen salah
mengartikan atau kurang tepat dalam mempersepsikan ekspektasi konsumen, terutama faktor-
faktor yang memiliki nilai negatif.

Metode II (SERVPERF)
Service performance (SERVPERF) adalah kinerja dari pelayanan yang diterima oleh
konsumen itu sendiri dan menilai kualitas dari pelayanan yang benar-benar mereka rasakan
(Cronin dan Taylor, 1994). Service performance lebih bisa menjawab permasalahan yang
muncul dalam menentukan kualitas jasa karena bagaimanapun konsumen hanya akan bisa
menilai kualitas yang mereka terima dari suatu produsen tertentu bukan pada persepsi mereka
atas kualitas jasa pada umumnya (Bolton dan Drew, 1991; Cronin dan Taylor, 1992, 1994; Teas
1993; Gotlieb, Grewal dan Brown,1994).
Dari beberapa teori diatas dapat disimpulkan bahwa service performance adalah penilaian
menyeluruh konsumen terhadap hasil pelayanan yang dirasakan saat menerima pelayanan dari
penyedia jasa, sehingga kualitas jasa/pelayanan lebih tepat dan spesifik menggunakan model
SERVPERF.
Beberapa peneliti lain mengatakan bahwa Metode I di atas memiliki kelemahan, dan
mereka mendukung pendapat bahwa "keseluruhan kualitas jasa ditentukan hanya berdasarkan
persepsi konsumen terhadap masing-masing dimensi kualitas jasa tersebut" (Metode II).
Haksik Lee, Yongki Lee, dan Dongkeun yoo (Lee, Lee, dan yoo, 2000) membandingkan
hasil pengukuran kualitas jasa menggunakan kedua model tersebut di atas menggunakan regresi
berganda, dan hasilnya adalah R² lebih tinggi untuk SERVPERF dibandingkan SERVQUAL.
Jadi, peneliti di atas mendukung Metode II untuk digunakan sebagai pengukur kualitas jasa.
Berikut adalah langkah-langkah untuk mengukur kualitas jasa menggunakan metode
SERVPERF:
1. Menentukkan objek penelitian
2. Pengumpulan data penelitian dengan instrumen kuesioner. Dimensi kualitas pelayanan
yang dinilai mengacu pada konsep Servperf yaitu reliability, assurance, tangibles,
empathy, dan responsiveness. Kuesioner menggunakan Skala Likert yang menunjukan
pernyataan sikap seseorang. Penggunaan skala Likert berkisar antara 1 sampai dengan 5,
dengan kriteria tidak setuju, kurang setuju, biasa saja, setuju, dan sangat setuju.
3. Data yang terkumpul dihitung secara deskriptif berdasarkan mean (nilai ratarata) untuk
melihat tingkat kepentingan dan tingkat kinerja setiap dimensi kualitas pelayanan.
Setelah itu, peneliti melakukan analisis kuadran.
4. Menentukan keunggulan dan kelemahan layanan dengan analisis kwadran, meliputi
menghitung jumlah kuesioner yang masuk, menguji keandalan, kesahihan butir dan
kesesuaian responden, menetukan skor rata-rata tingkat kepuasan dan kepentingan,
menjabarkan unsur tersebut ke dalam empat bagian diagram kartesius sesuai konsep
Servperf.

Penjelasan
untuk masing-
masing
kuadran sebagai berikut (Brandt, 2000, dalam Rudi Setiawan, 2005; Sumaedi dan Napitupulu,
2010):

 Kuadran Pertama, “Pertahankan Kinerja” (high importance & high performance).


Faktor-faktor yang terletak pada kuadran ini dianggap sebagai faktor penunjang bagi
kepuasan konsumen sehingga pihak manajemen berkewajiban memastikan bahwa kinerja
institusi yang dikelolanya dapat terus mempertahankan prestasi yang telah dicapai.
 Kuadran Kedua, “Tingkatkan Kinerja” (high importance & low performance).
Faktor-faktor yang terletak pada kuadran ini dianggap sebagai faktor yang sangat penting
oleh konsumen namun kondisi pada saat ini belum memuaskan sehingga pihak
manajemen berkewajiban mengalokasikan sumber daya yang memadai untuk
meningkatkan kinerja berbagai faktor tersebut. Faktor-faktor yang terletak pada kuadran
ini merupakan prioritas untuk ditingkatkan.
 Kuadran Ketiga, “Prioritas Rendah” (low importance & low performance).
Faktor-faktor yang terletak pada kuadran ini mempunyai tingkat kepuasan yang rendah
dan sekaligus dianggap tidak terlalu penting bagi konsumen, sehingga pihak manajemen
tidak perlu memprioritaskan atau terlalu memberikan perhatian pada faktor –faktor
tersebut.
 Kuadran Keempat, “Cenderung Berlebihan” (low importance & high performance).
Faktor-faktor yang terletak pada kuadran ini dianggap tidak terlalu penting sehingga
pihak manajemen perlu mengalokasikan sumber daya yang terkait dengan faktor-faktor
tersebut kepada faktor-faktor lain yang mempunyai prioritas penanganan lebih tinggi
yang masih membutuhkan peningkatan, semisal dikuadran kedua.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Kualitas jasa dapat diukur menggunakan:
1) Metode SERVQUAL yaitu gap antara Expected Service dengan Perceive Service,
atau;
2) Metode SERVPERF yaitu pengukuran terhadap Perceive Service. Berdasarkan hasil
pembahasan, Metode Servperf menghasilkan R² yang lebih tinggi, dibandingkan Metode
Servqual
2. Kualitas jasa dipengaruhi dua variabel, menurut Rangkuti (2002: 21) kedua variabel
tersebut yaitu jasa yang dirasakan (perceived service) dan jasa yang diharapkan (expected
service).
3. langkah-langkah yang harus diambil dalam mengukur kualitas jasa adalah:
a. Spesifikasi determinan kualitas jasa. Langkah ini menyangkut variabel yang
digunakan untuk mengukur kualitas jasa.
b. Perangkat standar kualitas jasa yang bisa diukur. Kualitas jasa yang dimaksud
adalah menyangkut tentang standar atau instrument kualitas jasa yang bisa
digunakan untuk mengukur variabel.
DAFTAR PUSTAKA

Catur H, Wiwik, dan M. Khamim. 2015. Pengendalian Kualitas: Aplikasi pada Industri Jasa
dan Manufaktur dengan Lean, Six Sigma dan Servqual. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Haksik Lee, Yongki Lee, Dongkeun Yoo (2000), Determinants of perceived Service Quality and
its Relationship with Satisfaction, Journal of Service Marketing, Volume 14, lssue 3, 2000, ISSN
0887-6045.

Lupiyoadi Rambat. 2013. Manajemen Bisnis Jasa: Berbasis Kompetensi. Jakarta: Penerbit
Salemba.

Sumaedi, S dan Napitupulu, B.D. (2010), ‘Analisa Kepuasan Pelanggan Berbasis IPA: Studi
Kasus Peserta Pelatihan di Sebuah Institusi Riset’ , Warta Papiptek Vol. 8 No. 1, Hal 61-77.

Tjiptono Fandy. 2014. Pemasaran Jasa. Yogyakarta: CV Andi Offset.

Anda mungkin juga menyukai