Anda di halaman 1dari 29

A.

KONSEP DASAR NIFAS


1. Definisi
Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah plasenta keluar
dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan semula (sebelum
hamil).Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Sulityawati, 2010).
Masa nifas atau masa puerperium adalah masa setelah persalinan selesai 6
minggu atau 42 hari. Selama masa nifas, organ reproduksi secara perlahan akan
mengalami perubahan seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan organ reproduksi
ini di sebut involusio (Maritalia, 2014).
2. Tujuan Asuhan Pada Masa Nifas
Menurut Maritalia (2014), tujuan asuhan pada masa nifas, yaitu
1. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologis.
2. Melaksanakan skrining secara komperhensif, deteksi dini, mengobati atau
merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayi.
3. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi,
KB, cara dan manfaat menyusui, pemberian imunisasi serta perawatan bayi
sehari-hari.
4. Memberikan pelayanan keluarga berencana (KB).
5. Mendapatkan kesehatan emosi.
3. Program Perencanaan Dan Pelaksanaan

Kunjun
Waktu Tujuan
gan
1 6-8 1. Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri
jam 2. Mendetaksi dan merawat penyebab lain perdarahan, Rujuk
post bila perdarahan berlanjut.
partu 3. Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota
m keluarga bagaimana mencegah perdarahan karena atonia
uteri.
4. Pemberian ASI awal
5. Membina hubungan antara ibu dan bayinya.
6. Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermia.
7. Jika petugas kesehatan menolong persalinan, ia harus tinggal
dengan ibu dan BBL untuk 2 jam pertama setelah kelahiran/
sampai ibu dan bayi dalam keadaan stabil
2 6 hari 1. Memastikan involusi uteri berjalan normal: uterus
post berkontraksi, fundus di bawah pusat, tak ada perdarahan
partu abnormal,  tak ada bau.
m 2. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan
abnormal.
3. Memastikan ibu mendapatkan makanan, cairan dan cukup
istirahat.
4. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak
memperlihatkan tanda-tanda penyulit.
5. Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan bayi, tali
pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-
hari.
3 2 Sama seperti di atas ( 6 hari post partum)
mingg
u post
partu
m
4 6 1. Menanyakan kepada ibu tentang penyulit-penyulit yang
mingg dialami pada ibu maupun pada bayinya.
u post 2. Menberikan konseling untuk KB
partu
m

4. Tahapan Masa Nifas


Menurut Maritalia (2014), Masa nifas dibagi menjadi tiga tahap, yaitu:
1. PuerperiumDini
Merupakan masa pemulihan awal dimana ibu diperbolehkan untuk berdiri dan
berjalan-jalan. Ibu yang melahirkan per vagina tanpa komplikasi dalam 6 jam
pertama setelah kala IV untuk melakukan mobilisasi segera.
2. Puerperium Intermedial
Suatu masa pemulihan dimana organ-organ reproduksi secara berangsur-angsur
akan kembali ke keadaan sebelum hamil. Masa ini berlangsung selama kurang
lebih enam minggu atau 42 hari.
3. Remote Puerperium
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat kembali dalam keadaan
sempurna terutama bila ibu selama hamil atau waktu persalinan mengalami
komplikasi.Rentang waktu remote peurpurium berbeda untuk setiap ibu,
tergantung dari berat ringannya komplikasi yang dialami selama hamil atau
persalinan.
5. Perubahan Masa Nifas

Selama menjalani masa nifas, ibu mengalami perubahan yang bersifat fisiologis
yang meliputi perubahan fisik dan psikologik, yaitu:
1. Perubahan fisik
a. Involusi
Involusi adalah perubahan yang merupakan proses kembalinya alat kandungan
atau uterus dan jalan lahir setelah bayi dilahirkan hingga mencapai keadaan
seperti sebelum hamil.
Proses involusi terjadi karena adanya:
1) Autolysis yaitu penghancuran jaringan otot-otot uterus yang tumbuh
karena  adanya hiperplasi, dan jaringan otot yang membesar menjadi
lebih panjang sepuluh kali dan menjadi lima kali lebih tebal dari sewaktu
masa hamil akan susut kembali mencapai keadaan semula. Penghancuran
jaringan tersebut akan diserap oleh darah kemudian dikeluarkan oleh
ginjal yang menyebabkan ibu mengalami beser kencing setelah
melahirkan.
2) Aktifitas otot-otot yaitu adanya kontrasi dan retraksi dari otot-otot setelah
anak lahir yang diperlukan untuk menjepit pembuluh darah yang pecah
karena adanya pelepasan plasenta dan berguna untuk mengeluarkan isi
uterus yang tidak berguna. Karena kontraksi dan retraksi menyebabkan
terganggunya peredaran darah uterus yang mengakibatkan jaringan otot
kurang zat yang diperlukan sehingga ukuran jaringan otot menjadi lebih
kecil.
3) Ischemia yaitu kekurangan darah pada uterus yang menyebabkan atropi
pada jaringan otot uterus.
Involusi pada alat kandungan meliputi: 
o Uterus
Setelah plasenta lahir uterus merupakan alat yang keras, karena
kontraksi   dan  retraksi otot-ototnya. Perubahan uterus setelah
melahirkan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel Perubahan Uterus Setelah melahirkan
Berat Diameter Bekas
Involusi TFU Keadaan Cervix
Uterus Melekat Plasenta
Setelah plasenta lahir Sepusat 1000 gr 12,5 Lembik

1 minggu Pertengahan pusat 500 gr 7,5 cm Dapat dilalui 2 jari


symphisis
2 minggu Tak teraba 350 gr 5 cm Dapat dimasuki 1
jari
6 minggu Sebesar hamil 2 50 gr 2,5 cm
minggu

8 minggu Normal 30 gr

o Involusi tempat plasenta


Pada permulaan nifas bekas plasenta mengandung banyak pembuluh darah
besar yang tersumbat oleh trombus. Luka bekas implantasi plasenta tidak
meninggalkan parut karena dilepaskan dari dasarnya dengan pertumbuhan
endometrium baru dibawah permukaan luka. Endometrium ini tumbuh dari
pinggir luka dan juga sisa-sisa kelenjar pada dasar luka.
o Perubahan pembuluh darah rahim
Dalam kehamilan, uterus mempunyai banyak pembuluh darah yang besar,
tetapi karena setelah persalinan tidak diperlukan lagi peredaran darah yang
banyak maka arteri harus mengecil lagi dalam masa nifas.
o Perubahan pada cervix dan vagina
Beberapa hari setelah persalinan ostium eksternum dapat dilalui oleh 2 jari,
pada akhir minggu pertama dapat dilalui oleh  1 jari saja. Karena hiperplasi
ini dan karena karena retraksi dari cervix, robekan cervix jadi sembuh.
Vagina yang  sangat diregang waktu persalinan, lambat laun mencapai
ukuran yang normal. Pada minggu ke 3 post partum ruggae mulai nampak
kembali.
b. After pains/ Rasa sakit (meriang atau mules-mules)
Disebabkan koktraksi rahim biasanya berlangsung 3-4 hari pasca persalinan. Perlu
diberikan pengertian pada ibu mengenai hal ini dan bila terlalu mengganggu
analgesik.
c. Lochia
Lochia adalah cairan yang dikeluarkan dari uterus melalui vagina dalam masa nifas.
Lochia bersifat alkalis, jumlahnya lebih banyak dari darah menstruasi. Lochia ini
berbau anyir dalam keadaan normal, tetapi tidak busuk. Pengeluaran lochia dapat
dibagi berdasarkan  jumlah dan warnanya yaitu lokia rubra berwarna merah dan
hitam terdiri dari sel desidua, verniks kaseosa, rambut lanugo, sisa mekonium, sisa
darah dan keluar mulai hari pertama sampai hari ketiga.
1) Lochea rubra (cruenta)           
Berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, vernik caseosa,
lanugo, mekonium. Selama 2 hari pasca persalinan.
2) Lochea sanguinolenta             
Berwarna merah kuning berisi darah dan lendir, hari 3–7 pasca persalinan.
3) Lochea serosa                         
Berwarna kuning cairan tidak berdarah lagi. Pada hari ke 2–4 pasca persalinan.
4) Lochea alba                            
Cairan putih setelah 2 minggu.
5) Lochea purulenta                      
Terjadi infeksi keluar cairan seperti nanah, berbau busuk.
6) Lacheostatis
Lochea tidak lancar keluarnya.
d. Dinding perut dan peritonium
Setelah persalinan dinding perut longgar karena diregang begitu lama, biasanya
akan pulih dalam 6 minggu. Ligamen fascia dan diafragma pelvis yang meregang
pada waktu partus setelah bayi lahir berangsur angsur mengecil dan pulih
kembali.Tidak jarang uterus jatuh ke belakang  menjadi retrofleksi karena
ligamentum rotundum jadi kendor. Untuk memulihkan kembali sebaiknya dengan
latihan-latihan pasca persalinan.
e. Sistim Kardiovasculer
Selama kehamilan secara normal volume darah  untuk mengakomodasi  
penambahan aliran darah yang diperlukan oleh placenta dan pembuluh darah uterus.
Penurunan dari estrogen mengakibatkan  diuresis yang menyebabkan  volume
plasma menurun secara cepat pada kondisi normal. Keadaan ini terjadi pada  24
sampai 48 jam pertama setelah kelahiran. Selama ini klien mengalami sering
kencing. Penurunan progesteron membantu  mengurangi retensi cairan sehubungan
dengan penambahan vaskularisasi jaringan selama kehamilan  
f. Ginjal
Aktifitas ginjal bertambah pada masa nifas karena reduksi dari volume darah dan
ekskresi produk sampah dari autolysis. Puncak dari aktifitas ini terjadi pada hari
pertama post partum.
g. Sistem Hormonal
1) Oxytoxin
Oxytoxin disekresi oleh kelenjar hipofise posterior dan bereaksi pada otot
uterus dan jaringan payudara. Selama kala tiga persalinan aksi oxytoxin
menyebabkan pelepasan plasenta. Setelah itu oxytoxin beraksi untuk kestabilan
kontraksi uterus, memperkecil bekas tempat perlekatan plasenta dan mencegah
perdarahan. Pada wanita yang memilih untuk menyusui bayinya, isapan bayi
menstimulasi ekskresi oxytoxin diamna keadaan ini membantu kelanjutan
involusi uterus dan pengeluaran susu. Setelah placenta lahir, sirkulasi HCG,
estrogen,  progesteron dan hormon laktogen placenta menurun cepat, keadaan
ini menyebabkan perubahan fisiologis pada ibu nifas.
2) Prolaktin
Penurunan estrogen menyebabkan prolaktin yang disekresi oleh glandula 
hipofise  anterior bereaksi pada alveolus payudara dan merangsang produksi
susu. Pada wanita yang menyusui kadar prolaktin terus tinggi dan pengeluaran
FSH di ovarium ditekan. Pada wanita yang tidak menyusui kadar prolaktin
turun pada hari ke 14 sampai 21 post partum dan penurunan ini mengakibatkan
FSH disekresi kelenjar hipofise anterior  untuk bereaksi pada ovarium yang
menyebabkan pengeluaran estrogen dan progesteron dalam kadar normal,
perkembangan normal folikel de graaf, ovulasi dan menstruasi.
3) Laktasi
Laktasi dapat diartikan dengan pembentukan dan pengeluaran air susu ibu. Air
susu ibu ini merupakan makanan pokok, makanan yang terbaik dan bersifat
alamiah bagi bayi yang disediakan oleh ibu yamg baru saja melahirkan bayi
akan tersedia makanan bagi bayinya dan ibunya sendiri. Selama kehamilan
hormon estrogen dan progestron merangsang pertumbuhan kelenjar susu
sedangkan progesteron merangsang pertumbuhan saluran kelenjar, kedua
hormon ini mengerem LTH. Setelah plasenta lahir maka LTH dengan bebas
dapat merangsang laktasi.
Lobus prosterior hypofise mengeluarkan oxtoxin yang merangsang
pengeluaran air susu. Pengeluaran air susu adalah reflek yang ditimbulkan oleh
rangsangan penghisapan puting susu oleh bayi. Rangsang ini  menuju ke
hypofise dan menghasilkan oxtocin yang menyebabkan buah dada
mengeluarkan air susunya. Pada hari ke 3 postpartum, buah dada menjadi
besar, keras dan nyeri. Ini menandai permulaan sekresi air susu, dan kalau
areola mammae dipijat, keluarlah cairan puting dari puting susu. Air susu ibu
kurang lebih mengandung Protein 1-2 %, lemak 3-5 %, gula 6,5-8 %, garam
0,1-0,2 %. Hal yang mempengaruhi susunan air susu adalah diit, gerak badan.
Benyaknya air susu sangat tergantung pada banyaknya cairan serta makanan
yang dikonsumsi ibu.
h. Tanda-tanda vital
Perubahan tanda-tanda vital pada massa nifas meliputi:  
Tabel perubahan tanda-tanda Vital
Parameter Penemuan normal Penemuan abnormal
Tanda-tanda Tekanan darah < 140 / 90 mmHg, Tekanan darah > 140 /
vital mungkin bisa naik dari tingkat 90 mmHg
disaat persalinan 1-3 hari post
partum.
Suhu > 380 C
Suhu tubuh < 38 0 C Nadi: > 100 X / menit
Denyut nadi: 60-100 X / menit

Vital Sign  sebelum kelahiran bayi :


o Suhu:
Saat partus lebih 37,20C
Sesudah partus naik + 0,50C
12 jam pertama suhu kembali normal
o Nadi:
60-80 x/mnt
Segera setelah partus bradikardi
o Tekanan darah:
TD meningkat karena upaya keletihan dan persalinan, hal ini akan normal
kembali dalam waktu 1 jam
Vital sign setelah kelahiran anak:
o Suhu:
Selama 24 jam pertama mungkin kenaikan menjadi 38 0C (100,40F) disebabkan 
oleh efek dehidrasi dari  persalinan. 
Kerja otot yang berlebihan selama kala II dan fluktuasi hormon setelah 24 jam
wanita keluar dari febris.
o Nadi :
Nadi panjang dengan stroke volume dan cardiacc output. Nadi naik pada jam
pertama. Dalam 8 – 10 minggu setelah kelahiran anak, harus turun ke rata-rata
sebelum hamil.
o Pernapasan :
Pernapasan akan jatuh ke keadaan normal wanita sebelum persalinan.
o Tekanan darah :
Tekanan darah berubah rendah semua, ortistatik hipotensi adalah indikasi  
merasa pusing atau pusing, tiba-tiba setelah terbangun, dapat terjadi 48 jam
pertama.
Penyimpangan dari kondisi dan penyebab masalah:
o Diagnosa sepsis puerpuralis adalah jika kenaikan pada maternal suhu menjadi
380C (100,4F0
o Kecepatan rata-rata nadi adalah satu yang bertambah mungkin indikasi
hipovolemik akibat perdarahan.
o Hipoventilasi mungkin mengikuti keadaan luar biasanya karena tingginya sub
arachnoid (spinal) blok.
o Tekanan darah rendah mungkin karena refleksi dari hipovolemik sekunder dari
perdarahan, bagaimana tanda
o Terlambat dan gejala lain dari perdarahan kadang-kadang merupakan sinyal
tenaga medis

6. Perubahan Fisiologis Masa Nifas


Menurut Maritalia (2014), pada masa nifas organ reproduksi interna dan
eksterna akan mengalami perubahan seperti keadaan sebelum hamil. Selain organ
reproduksi, beberapa perubahan fisiologis yang terjadi selama masa nifas, yaitu:
a. Tanda-Tanda Vital
Tanda-tanda vital yang berubah selama masa nifas adalah:
1. Suhu tubuh
Setelah proses persalinan, suhu tubuh dapat meningkat sekitar 0,5°C dari
keadaan normal (36°C- 37°C), namun tidak lebih dari 38° celciius. Ini
disebabkan karena meningkatnya metabolisme tubuh pada saat proses
persalinan. Setelah 12 jam postpartum, suhu tubuh yang meningkat tadi akan
kembali seperti keadaan normal atau semakin meningkat, maka perlu dicurigai
terhadap kemungkinan terjadinya infeksi.
2. Nadi
Denyut nadi normal berkisar antara 60-80 kali per menit. Pada saat proses
persalinan denyut nadi akan mengalami peningkatan. Setelah proses persalinan
selesai frekuensi denyut nadi dapat sedikit lebih lambat. Pada masa nifas
biasanya denyut nadi akan kembali normal.
3. Tekanan darah
Tekanan darah normal untuk sistole berkisar antara 110-140 mmHg dan untuk
diastole antara 60-80 mmHg. Setelah partus, tekanan darah dapat sedikit lebih
rendah dibandingkan pada saat hamil karena terjadinya perdarahan pada proses
persalinan. Bila tekanan darah mengalami peningkatan lebih dari 30 mmHg
pada systole atau lebih dari 15 mmHg pada diastole perlu dicurigai timbulnya
hipertensi atau pre eklamsia post partum.
4. Pernafasan
Frekuensi pernapasan normal berkisar antara 18-24 kali per menit. Pada saat
partus frekuensi pernafasan akan meningkat karena kebutuhan oksigen yang
tinggi untuk tenaga ibu meneran/mengejan dan mempertahankan agar
persediaan oksigen terpenuhi.
b. Hormon
Selama kehamilan terjadi peningkatan kadar hormone estrogen dan
progesterone. Hormon tersebut berfungsi untuk mempertahankan agar dinding
uterus tetap tumbuh dan berproliferasi sebagai media tempat tumbuh dan
berkembangnya hasil konsepsi. Sekitar 1-2 minggu sebelum partus dimulai,
kadarhormon estrogen dan progesterone akan menurun. Memasuki trimester kedua
kehamilan, mulai terjadi peningkatan kadar hormon prolaktin dan prostaglandin.
Hormon prolaktin akan merangsang pembentukan air susu pada kelenjar mammae
dan prostaglandin memicu sekresi oksitosin yang menyebabkan timbulnya
kontraksi uterus.
Pada wanita menyusui, kadar prolaktin tetap meningkat sampai sekitar enam
minggu setelah melahirkan. Kadar prolaktin dalam darah ibu dipengaruhi oleh
frekuensi menyusui, lama setiap kali menyusui dan nutrisi yang dikonsumsi ibu
selama menyusui. Hormon prolaktin ini akan menekan sekresi Folikel Stimulating
Hormon (FSH) sehingga mencegah terjadinya ovulasi. Oleh karena itu, memberikan
ASI pada bayi dapat menjadi alternatif metode KB yang yang dikenal dengan MAL
(metodde Amenorhea Laktasi).
c. Sistem Peredaran Darah (Cardio Vascular)
Perubahan hormone selama hamil dapat menyebabkan terjadinya hemodilusi
sehingga kadar Hemoglobin (Hb) wanita hamil biasanya sedikit lebih rendah
dibandingkan dengan wanita tidak hamil. Selain itu, terdapat hubungan antara
sirkulasi darah ibu dengan sirkulasi janin melalui plasenta. Setelah janin dilahirkan,
hubungan sirkulasi darah tersebut akan terputus sehingga volume darah ibu relatif
akan meningkat. Namun hal tersebut segera diatasi oleh system homeostatis tubuh
dengan mekanisme kompensasi berupa timbulnya homokonsentrasi sehingga
volume darah akan kembali normal. Biasanya ini terjadi sekitar 1 sampai 2 minggu
setelah melahirkan.
d. Sistem Pencernaan
Pada ibu yang melahirkan dengan cara operasi (section caesarea) biiasanya
membutuhkan waktu sekitar 1-3 hari agar fungsi cerna dan nafsu makan dapat
kembali normal. Ibu yang melahir secara spontan biasanya lebih cepat lapar karena
telah mengeluarkan energi yang begitu banyak pada saat proses melahirkan.
Buang air besar (BAB) biasanya mengalami perubahan pada 1-3 hari
pertama postpartum. Hal ini disebabkan terjadinya penurunan tonus otot selama
proses persalinan. Selain itu, enema sebelum melahirkan, kurang asupan nutrisi
dan dehidrasi serta dugaan ibu terhadap timbulnya rasa nyeri disekitar
anus/perineum setiap kali akanBAB juga mempengaruhi defekasi secara
spontan.Faktor-faktor tersebut sering menyebabkan timbulnya konstipasi pada ibu
nifas dalam minggu pertama.
e. Sistem Perkemihan
Perubahan hormonal pada masa hamil menyebabkan peningkatan fungsi
ginjal, sedangkan penurunan kadar hormon steroid setelah wanita melahirkan
sebagian menjelaskan sebab penurunan fungsi ginjal selama masa post partum.
Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita
melahirkan.Diperlukan waktu 2 sampai 8 minggu supaya hipotonia pada
kehamilan dan dilatasi uretra serta pelvis ginjal kembali ke keadaan sebelum
hamil.Pada sebagian kecil wanita, dilatasi traktus urinarius bisa menetap selama
tiga bulan.
Terdapatnya laktosa dalam urin (Laktosuria positif) pada ibu
menyusuimerupakan hal yang normal.BUN (Blood Urea Nitrogen)yang meningkat
selama postpartum.Merupakan akibat autolisis uterus yang mengalami
involusi.Pemecahan kelebihan protein di dalam sel otot uterus juga menyebabkan
proteinuria ringan (+1) selama satu sampai dua hari postpartum.Hal ini terjadi pada
sekitar 50% wanita.Asetonuria bisa terjadi pada wanita dengan persalinan normal
atau pada wanita dengan partus macet (partus lama) yang disertai dehidrasi.
Adanya trauma akibat kelahiran, peningkatan kapasitas kandung kemih
setelah bayi lahir, dan efek konduksi anastesi menyebabkan keinginan untuk
berkemih menurun.Selain itu, rasa nyeri pada panggul yang timbul akibat
dorongan saat melahirkan, laserasi vagina, atau episiotomy menurunkan atau
mengubah refleks berkemih.Penurunan berkemih, seiring dieresis postpartum, bisa
menyebabkan distensi kandung kemih.Distensi kandung kemih yang muncul
segera setelah wanita melahirkan dapat menyebabkan perdarahan berlebih karena
keadaan ini bisa menghambat uterus berkontraksi dengan baik.
Pada masa postpartum tahap lanjut, distensi yang berlebihan ini dapat
menyebabkan kandung kemih lebih peka terhadap infeksi sehingga mengganggu
proses berkemih normal. Apabila terjadi distensi berlebih pada kandung kemih
dapat mengalami kerusakan lebih lanjut (atoni). Dengan mengosongkan kandung
kemih secara adekuat, tonus kandung kemih biasanya akan pulih kembali dalam
lima sampai tujuh hari setelah bayi lahir.
f. Sistem Integumen
Perubahan kulit selama kehamilan berupa hiperpigmentasi pada wajah
(cloasma gravidarum), leher, mammae, dinding perut dan beberapa lipatan sendi
karena pengaruh hormone, akan menghilang selama masa nifas.
g. Sistem Muskuloskeletal
Setelah proses persalinan selesai, dinding perut akan menjadi longgar,
kendur dan melebar selama beberapa minggu atau bahkan sampai beberapa bulan
akibat peregangan yang begitu lama selama hamil. Ambulasi dini, mobilisasi dan
senam nifas sangat dianjurkan untuk mengatasi hal tersebut.Pada wanita asthenis
terjadi diastasis dari otot-otot rektus abdominalis sehingga seolah-olah sebagian
dari dinding perut di garis tengah hanya terdiri dari peritoneum, fascia tipis dan
kulit.Tempat yang lemah ini menonjol kalau berdiri atau mengejan.
7. Perubahan Psikologi Masa Nifas
Menurut Martalia (2014), terbagi atas 4, yaitu:
1) Adaptasi Psikologis Ibu Dalam Masa Nifas
Fase-fase yang akan dialami oleh ibu pada masa nifas antara lain adalah sebagai
berikut:
a) Fase Taking In
Merupakan fase ketergantungan yang berlangsung dari hari pertama
sampai hari ke dua setelah melahirkan.Ibu terfokus pada dirinya sendiri
sehingga cenderung pasif terhadap lingkungannya. Pada fase ini, kebutuhan
istirahat, asupan nutrisi dan komunikasi yang baik harus dapat terpenuhi..
b) Fase Taking Hold
Merupakan fase yang berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan.
Ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawab dalam
perawatan bayinya. Perasaan ibu lebih sensitif sehingga mudah
tersinggung.Hal yang perlu diperhatikan adalah komunikasi yang baik,
dukungan dan pemberian penyuluhan atau pendidikan kesehatn tentang
perawatan diri dan bayinnya.
c) Fase letting go
Fase ini merupakan fase mnerima tanggung jawab akan peran barunya
sebagai seorang ibu. Fase ini berlangsung selama 10 hari setelah
melahirkan.Ibu sudah dapat menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayi
dan siap menjadi pelindung bagi bayinya.Perawatn ibu terhadap diri dan
bayinya semakin meningkat. Rasa percaya diri ibu akan peran barunya mulai
tumbuh, lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan dirinya dan bayinya.
Dukungan suami dan keluarga dapat membantu ibu untuk lebih meningkatkan
rasa percaya diri dalam merawat bayinya.
8. Postpartum Blues (Baby Blues)
Postpartum blues merupakan perasaan sedih yang dialami oleh seorang ibu
berkaitan dengan bayinya. Biasanya muncul sekitar 2 hari sampai 2 minggu sejak
kelahiran bayi.Keadaan ini disebabkan oleh perubahan perasaan yang dialami ibu
saat hamil sehingga sulit menerima kehadiran bayinya.Perubahan hormon yang
sangat cepat anatara kehamilan dan setelah proses persalinan sangat berpengaruh
dalam hal bagaimana ibu bereaksi terhadap situasi yang berbeda.Perubahan ini
akanm kembali secara perlahan setelah ibu menyesuaikan diri dengan peran
barunya dan akan kehilangan sendirinya sekitar 10-14 hari setelah melahirkan.
Ibu yang mengalmi baby bluesakan mengalami perubahan perasaan, menangis,
cemas, kesepian, khawatir yang berlibahan mengenai sang bayi, penurunan gairah
sex, dan kurang percaya diri terhadap kemampuan menjadi seorang ibu. Jika hal ini
terjadi, ibu disarankan melakukan hal-hal berikut ini:
1) Minta suami atau keluarga memmbantu dalam merawta bayi atau melakukan
tugas-tugas rumah tangga sehingga ibu bisa cukup istirahat untuk
menghilangkan kelelahan.
2) Komunikasi dengan suami atau keluarga mengenai apa yang sedang ibu
rasakan, mintalah dukungan dan pertolngannya.
3) Buang rasa cemas dan kekhawatiran yang berlebihan akan kemampuan
merawat bayi.
4) Carilah hiburan dan luangkan ewaktu untuk istirahat dan menyenangkan diri
sendiri, misalnya dengan cara menonton, membaca, atau mendengar musik.
9. Depresi Post Partum
Kesedihan atau kemurungan yang dialami ibu pada masa nifas merupakan hal
yang normal. Keadaan ini disebabkan oleh perubahan yang terjadi dalam tubuh
seorang wanita selama kehamilan dan setelah bayi lahir. Seorang ibu primipara
lebih beresiko mengalami kesedihan atau kemurungan postpartum karena ia belum
mempunyai pengalaman dalam merawat dan menyusui bayinya. Kesedihan atau
kemurungan yang terjadi pada awal masaa nifas merupakan hal yang umum dan
akan hilang sendiri dalam dua minggu sesudah melahirkan setelah ibu melewati
proses adaptasi.
10. Respon Antara Ibu Dan Bayi Setelah Persalinan
1) Touch (Sentuhan)
Sentuhan yang dilakukan ibu pada bayi seperti membelai-belai kepala bayi
dengan lembut, mencium bayi, menyentuh wajah dan ekstermitas, memeluk dan
menggendong bayi, dapat membuat bayi merasa aman dan nyaman. Biasanya bayi
akan memberikan respon terhadap sentuhan ibu dengan cara menggenggam jari
ibu atau memegang seuntai rambut ibu.
2) Eye to eye contact (kontak mata)
Kontak mata mempunyai efek yang erat terhadap perkembangan
dimulainya hubungan dan rasa percaya sebagai faktor ynag penting sebagai
hubungan antara manusia pada umumnya. Bayi baru lahir dapat memusatkan
perhatian pada satu obyek, satu jam kelahiran pada jarak sekitar 20-25 cm, dan
dapat memusatkan pandangan sebaik orang dewasa pada usia sekitar 4 bulan.
Kontak mata antara ibu dan bayinya harus dilakukan segera mungkin setelah bayi
lahir. Kontak mata antara ibu dan bayi hendaknya dapat terus dipertahankan
setiap kali ibu berkomunikasi dengan bayinya.Hal ini bisa dilakukan ketika ibu
member ASI pada bayinya, memandikan bayi, mengganti popok atau melakukan
tindakan lainnya.
3) Odor (Bau Badan)
Begitu dilahirkan, indra penciuman bayi sudah berkembang dengan baik
dan sangat berperan dalam nalurinya untuk mempertahankan hidup. Oleh karena
itu, ketika dilakukan IMD (Inisiasi Menyusui Dini), kedua telapak tangan bayi
tidak boleh dibersihkan agar bau air ketuban yang ada di tangan tersebut tetap
terjaga dfan menjadi panduan bagi bayi untuk menemukan putting susu ibunya.
4) Body warm
Bayi baru lahir sangat mudah mengalami Hypotermi karena tidak ada lagi
air ketuban yang melindunginya dari perubahan suhu yang terjadi secara ekstrim
di luar uterus. Jika tidak ada komplikasi yang serius pada ibu dan bayi selama
proses persalinan, bayi dapat diletakkan diatas perut ibu segera setelah dilakukan
pemotongan tali pusat. Kontak antara ibu dan bayi yang dilakukan segera setelah
lahir ini dikenal dengan istilah Inisiasi Menyusui Dini memberikan banyak
manfaat (IMD).Inisiasi menyusui dini memberikan banyak manfaat baik bagi ibu
maupun bayi. Selain mencegah hipotermi, IMD juga dapat meningkatkan
bounding attachment antara ibu dan bayi, meng-explore bayi dalam menemukan
putting susu ibunya sebagai langkah awal kehidupan dalam mempertahankan diri,
merangsang pengeluaran oksitosin yang berfungsi untuk kontraksi uterus
sehingga dapat mengurangsi resiko perdarahan postpartum.
5) Voice (Suara)
Sistem pendengaran janin sudah mulai bergfungsi pada usia sekitar 30
minggu atau memasuki trimester ketiga kehamilan. Sejak dilahirkan, bayi dapat
mendengar suara-suara dan membedakan nada, meskipun suara-suara tersebut
terhalang selama beberapa hari oleh cairan amnion dari rahim yang melekat pada
telinga.
6) Entrainment (Gaya Bahasa)
Bayi baru lahir mulai membedakan dan menemukan perubahan struktur
bicara dan bahasa dari orang-orang yang berada di sekitarnya.Perubahan suara
nada ibu ketika berkomunikasi dengan bayinya seperti bercerita, mengajak
bercanda atau sedang memarahi bayi, secara perlahan mulai dapat dipahami dan
dipelajari bayi. Bayi akan berespon dengan mengeluarkan suara-suara tertentu
dari mulutnya ketika ibu sedang mengajaknya bercanda. Sebaliknya, bila ibu
memarahi atau mengeluarkansuara yang agak keras dan tegas terhadap tingkah
laku bayi yang tidak diinginkannya, bayi akan terdian atau bahkan menangis.
7) Biorhythmic (Irama Kehidupan)
Didalam rahim janin belajar menyesuaikan diri dengan irama alamiah ibunya,
seperti detak jantung.Selama lebih kurang 40 minggu di dalam rahim, janin
terbiasa mendengar suara detak jantung ibu.Dari suara detak jantung tersebut,
janin mencoba mengenali biorhythmic ibunya dan menyesuaikan dengan irama
dirinya sendiri. Setelah lahir, suara detak jantung ibu masih akan berpengaruh
terhadap bayi. Bayi yang sedang gelisah atau menangis akan merasa tenang dan
diam dalam pelukan ibunya. Selama berada dalam pelukan ibu, bayi mendengar
suara detak jantung ibu, biorhythmic yang sudah sangat dikenalnya selama masih
berada dalam rahim.
B. KOMPLIKASI

1. Perdarahan post pastum (keadaan kehilangan darah lebih dari 500 mL selama 24
jam pertama sesudah kelahiran bayi)
2. Infeksi
a. Endometritis (radang edometrium)
b. Miometritis atau metritis (radang otot-otot uterus)
c. Perimetritis (radang peritoneum disekitar uterus)
d. Caked breast / bendungan asi (payudara mengalami distensi, menjdi keras dan
berbenjol-benjol)
e.Mastitis (Mamae membesar dan nyeri dan pada suatu tempat, kulit merah,
membengkak sedikit, dan nyeri pada perabaan;  Jika tidak ada pengobatan bisa
terjadi abses)
f. Trombophlebitis (terbentuknya pembekuan darah dalam vena varicose superficial
yang menyebabkan stasis dan hiperkoagulasi pada kehamilan dan nifas, yang
ditandai dengan kemerahan atau nyeri.)
g. Luka perineum (Ditandai dengan: nyeri local, disuria, temperatur naik
38,3 °C, nadi < 100x/ menit, edema, peradangan dan kemerahan pada tepi, pus
atau nanah warna kehijauan, luka kecoklatan atau lembab, lukanya meluas)
3. Gangguan psikologis
a. Depresi post partum
b. Post partum Blues
c. Post partum Psikosa
4. Gangguan involusi uterus

C. PENATALAKSANAAN

Pada post partum normal dengan bayi normal tidak ada penatalaksanaan khusus.
Pemberian obat obatan hanya diberikan pada ibu yang melahirkan dengan penyulit,
terutama pada ibu anemia dan resiko infeksi dengan pemberian anti biotic dan obat-
obat roboransia seperti suplemen vitamin, demikian juga pada bayi obat-obatan
biasanya diberikan untuk tindakan profolatif, misalnya vit K untuk mencegah
perdarahan, anti biotic untuk mencegah infeksi.
Pemeriksaan Diagnostik Hasil:
o Kondisi uterus: palpasi fundus, o Kontraksi miometrium, tingkat involusi
kontraksi, TFU. uteri.
o Jumlah perdarahan: inspeksi
perineum, laserasi, hematoma. o Bentuk insisi, edema.
o Pengeluaran lochea.
o Kandung kemih: distensi bladder. o Rubra, serosa dan alba.
o Hematuri, proteinuria, acetonuria 24
o Tanda-tanda vital: Suhu 1 jam jam pertama  380C.
pertama setelah partus, TD dan Nadi o Kompensasi kardiovaskuler TD sistolik
terhadap penyimpangan menurun 20 mmHg, bradikardi: 50-70
cardiovaskuler. x/mnt.
D. KONSEP DASAR TEORI MIOMA UTERI
1. Pengertian
Mioma Uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot polos dinding
uterus, beberapa istilah untuk mioma uteri adalah fibromioma, miofibroma,
laiomioma, fibroleiomioma, atau uterin fibroid. Mioma merupakan tumor uterus
yang ditemukan pada 20-25% wanita diatas umur 35 tahun (Wim de Jong, dalam
Nurarif, 2015)
2. Berdasarkan letaknya mioma uteri dapat diklasifikasikan dibagi menjadi
1) Mioma Submukosum : dibawah endometrium dan menonjol dalam kavum
uteri.
2) Mioma intramural : berada di dinding uterus di antara serabut miometrium
3) Mioma Subserosum : mioma yang tumbuh kearah luar dan menonjol pada
permukaan uterus.

3. Etiologi
Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan diduga
merupakan  penyakit multifaktorial. Dipercayai bahwa mioma merupakan sebuah
tumor monoklonal yang dihasilkan dari mutasi somatik dari sebuah sel neoplastik
tunggal. Sel-sel tumor mempunyai abnormalitas kromosom, khususnya pada
kromosom lengan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor, di
samping faktor predisposisi genetik, adalah estrogen,  progesteron dan human growth
hormone.
1) Estrogen
Mioma uteri dijumpai setelah menarke. Seringkali terdapat pertumbuhan tumor
yang cepat selama kehamilan dan terapi estrogen eksogen. Mioma uteri akan
mengecil  pada saat menopause dan pengangkatan ovarium. Adanya hubungan
dengan kelainan lainnya yang tergantung estrogen seperti endometriosis (50%),
perubahan fibrosistik dari  payudara (14,8%), adenomyosis (16,5%) dan
hiperplasia endometrium (9,3%).Mioma uteri banyak ditemukan bersamaan
dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan sterilitas. 17B
hidroxydesidrogenase: enzim ini mengubah estradiol (sebuah estrogen kuat)
menjadi estron (estrogen lemah). Aktivitas enzim ini berkurang pada jaringan
miomatous, yang juga mempunyai jumlah reseptor estrogen yang lebih banyak
daripada miometrium normal.
2) Progesteron
Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen. Progesteron menghambat
pertumbuhan tumor dengan dua cara yaitu: mengaktifkan 17B
hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada tumor.
3) Hormon pertumbuhan
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon yang
mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa yaitu HPL, terlihat pada periode
ini, memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari leiomioma selama
kehamilan mingkin merupakan hasil dari aksi sinergistik antara HPL dan
Estrogen. Dalam Jeffcoates Principles of Gynecology, ada beberapa faktor yang
diduga kuat sebagai faktor predisposisi terjadinya mioma uteri, yaitu:
a. Umur : Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan
sekitar 10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling sering
memberikan gejala klinis antara 35
b. Paritas : Lebih sering terjadi pada nullipara atau pada wanirta yang relatif
infertil, tetapi sampai saat ini belum diketahui apakan infertilitas
menyebabkan mioma uteri atau sebaliknya mioma uteri yang menyebabkan
infertilitas, atau apakah kedua keadaan ini saling mempengaruhi.
c. Faktor ras dan genetik : Pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit
hitam, angka kejadian mioma uteri tinggi. Terlepas dari faktor ras, kejadian
tumor ini tinggi pada wanita dengan riwayat keluarga ada yang menderita
mioma.
d. Fungsi ovarium : Diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan
pertumbuhan mioma, dimana mioma uteri muncul setelah menarke,
berkembang setelah kehamilan dan mengalami regresi setelah menopause.
Pemberian agonis GnRH dalam waktu lama sehingga terjadi hipoestrogenik
dapat mengurangi ukuran mioma. Efek estrogen pada pertumbuhan mioma
mungkin berhubungan dengan respon mediasi oleh estrogen terhadap reseptor
dan faktor pertumbuhan lain. Terdapat bukti peningkatan produksi reseptor
progesteron, faktor pertumbuhan epidermal dan insulin-like growth factor
yang distimulasi oleh estrogen. Anderson dkk, telah mendemonstrasikan
munculnya gen yang distimulasi oleh estrogen lebih  banyak pada mioma
daripada miometrium normal dan mungkin penting pada  perkembangan
mioma. Namun bukti-bukti masih kurang meyakinkan karena tumor ini tidak
mengalami regresi yang bermakna setelah menopause sebagaimana yang
disangka. Lebih daripada itu tumor ini kadang-kadang berkembang setelah
menopause bahkan setelah ooforektomi bilateral pada usia dini.
4. Manifestasi Klinis
Gejala yang dikeluhkan tergantung letak mioma, besarnya, perubahan sekunder, dan
komplikasi. Tanda dan gejala tersebut dapat digolongkan sebagai berikut:
a. Perdaharahan abnormal seperti dismenore, menoragi, metroragi.
b. Rasa nyeri karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma yang disertai
nekrosis dan peradangan.
c. Gejala dan tanda penekanan seperti retensio urine, hidronefrosis, hidroureter,
poliuri.
d. Abortus spontan karena distorsi rongga uterus pada mioma submukosum.
e. Infertilitas bila sarang mioma menutup atau menekan pars interstitialis tuba
5. Patofisiologi
Mioma memiliki reseptor estrogen yang lebih banyak dibanding miometrium
normal. Teori cell nest  atau teori genitoblat membuktikan dengan pemberian
estrogen ternyata menimbulkan tumor fibromatosa yang berasal dari sel imatur.
Mioma uteri terdiri dari otot  polos dan jaringan yang tersusun seperti konde diliputi
pseudokapsul. Mioma uteri lebih sering ditemukan pada nulipara, faktor keturunan
juga berperan. Perubahan sekunder pada mioma uteri sebagian besar bersifaf
degeneratif karena berkurangnya aliran darah ke mioma uteri.
6. Komplikasi
 Pertumbuhan lemiosarkoma. Mioma dicurigai sebagai sarcoma bila selama
beberapa tahun tidak membesar, sekonyong - konyong menjadi besar apabila
kalauhal itu terjadi sesudah menopause
 Torsi (putaran tangkai ) Ada kalanya tangkai pada mioma uteri subserosum
mengalami putaran. Kalau proses ini terjadi mendadak, tumor akan
mengalami gangguan sirkulasi akut dengan nekrosis  jaringan dan akan
tampak gambaran klinik dari abdomenakut
 Nekrosis dan Infeksi Pada mioma subserosum yang menjadi polip, ujung
tumor, kadang-kadang dapat melalui kanalis servikalis dan dilahirkan bari
vagina, dalam hal ini kemungkinan gangguan situasi dengan akibat nekrosis
dan infeksi sekunder.
7. Pemeriksaan penunjang
a) Tes laboratorium Hitung darah lengkap dan asupan darah : leukositosis dapat
disebabkan oleh nekrosis akibat torsi atau degenerasi. Menurunnya kadar
hemoglobin dan hematokrit menunjukan adanya kehilangan darah yang kronik.
b) Tes kehamilan terhadap chorietic gonadotropin
c) Ultrasonografi Apabila keberadaan massa pelvis meragukan, sonografi dapat
membantu.
d) Pielogram intravena Dapat mebantu dalam evaluasi diagnostic.
e) Pap smear serviks Untuk menyingkap neoplasma serviks sebelum histerektomi
8. Penatalaksanaan
a. Terapi konservatif 
Umumnya pasien mioma uteri tidak membutuhkan pengobatan. Hal ini
terutama untuk  pasien yang tidak ada keluhan atau mendekati menopause.
Mioma uteri dengan ukuran tidak lebih dari usia kehamilan tiga bulan akan
mengecil sendii pada menopause, namun  perlu pengawasan yang ketat akan
terjadinya degenerasi benigna atau maligna. Tindakan konservatif terutama
dilakukan untuk wanita yang masih mempunyai anak dan ukuran mioma
masih kecil. Tindakan konservatif tidak dilakukan bila terdapat gejala-gejala
yang merupakan indikasi pembedahan atau radiasi seperti nyeri abdomen atau
pelvic distorsio abdomen karena tumor-tumor besar dan pertumbuhan tumor
yang cepat.
b. pengobatan penunjang
Khusus sebagai penunjang pengobatan bagi pasien dengan anemia karena
hiperminore dapat diberikan ferum, tranfusi darah, diet kaya protein, kalsium.
c. Pembedahan
 Pada pasien mioma uteri dapat dilakukan tindakan pembedahan antara lain
miomektomi dan histerektomi.
 Miomektomi
Yaitu operasi pengambilan sarang mioma saja tanpa pengnngkatan
uterus. Tindakan ini dapat dilakukan pada mioma submukosa yang
bertangkai atau jka fungsi uterus masih ingin dipertahankan karena
keinginan mempunyai anak, maka kemungkinan akan terjadi
kehamilan 30-50 % setelah dilakukan miomektomi untuk
menyelamatkan fetus. Miomektomi bisa kambuh lagi 15-30 % untuk
dilakukan miomektomi yang kedua.
 Histerektomi.
Sekitar 25-35 % pasien mioma uteri masih memerlukan histerektomi.
Histerektomi adalah operasi pengangkatan utyerus yang umumnya
merupakan tindakan terpilih. Histerektomi dapat dilakukan lewat
abdomen maupun vagina. Pada histerektomi lewat vagiona ini jarang
dilakukan Karena uterus harus lebih kecil dari telur angsa dan tidak
ada perlekatan dengan sekitar uterus. Macam-macam histerektomi
abdomen antara lain:
 Histerektomi subtotalis Operasi yang mengangkat rahim atau uterus
saja.
 Histerektomi totalis Operasi yang mengangkat
 Histerektomi totalis dengan salpingo oforektomi bilateral Operasi
yang mengangkat rahim, leher rahim, saluran telur, indung telur,
bagian hulu vagina, ligament, kelenjar getah bening dan jaringan
lemah dari dalam rongga pinggul. Histerektomi totalis biasanya
dilakukan dengan alas an mencegah timbulnya karsinoma servik uteri.
E. KONSEP DASAR SECTIO CAESARIA
1. Definisi
Sectio caesario adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui
suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat dalam
keadaan utuh serta berart janin diatas 500 gram.
2. Jenis-Jenis Sectio Caesario
a. Sectio caesario transperitonealis profunda
Dilakukan insisi di segmen bawah uterus, insisi pada bawah rahim bisa dengan
teknik melintang atau memanjang. Keunggulan pembedahan ini adalah:
 Pendarahan luka insisi tidak seberapa banyak
 Bahaya peritonitinis tidak besar
 Bagian uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri dikemudian
hari tidak besar karen pada nifas segmen bawah uterus tidak seberapa
banyak mengalami kontraksi seperti korpus uteri sehingga luka dapat
sembuh lebih sempurna.
b. Sectio caesario klasik atau sectio caesario kopural
Dibuat pada bagian korpus uteri. pembedahan ini yang agak mudah dilakukan
hanya diselenggarakan apabila ada halangan untuk melakukan sectio caesario
transperitonealis profunda.
c. Sectio caesario ekstra peritoneal
Dahulu dilakukan untuk mengurangi bahaya infeksi perporal akan tetapi dengan
kemajuan pengobatan terhadap infeksi pembedahan ini sekarang tidak banyak
lagi dilakukan
d. Sectio caesario hysteroetomi
Setelah sectio caesario dilakukan hysteroetomi dengan indikasi plasenta accrete,
mioma uteri, infeski uteri berat.
3. Etiologi
a. CPD (chepalo pelvik dispropotion)
Adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengnanukuran lingkar kepala
janin yang menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara normal.
b. PEB (Pre-eklamsi berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan
oleh kehamilan, sebab terjadinya belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi.
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian.
c. KPD (ketuban pecah dini)
Merupakan pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan ditunggu
satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil
aterm 37 minggu.
d. Bayi kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelaahiran
kembar meiliki resiko terjadinya komplikasi yang lebih tinggi dari pada kelahiran
satu bayi sebelum itu bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah
letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
e. Faktor hambatan jalan lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan laihr yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan adanya tumor dan kelainan bawaan pada
jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
f. Kelainan letak janin
 Kelainan pada letak kepala : letak kepala tengadah, presentasi muka,
presentasi hadi
 Letak sungsang
4. Komplikasi
a. Infeksi puperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas dibagi
menjadi:
 Ringan dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
 Sedang dengan suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehhidrasi
dan perut sedikit kembung
 Berat, peritonitis, sepsis
b. Perdarahan
c. Luka kandung kemih
d. Kurang kuatnya pada dinding uterus
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Elektroensefalogram (EEG) untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari
kejang
b. Pemindaian CT-scan
c. MRI
d. Pemindaian positron emission tomography
e. Uji laboratorium : fungsi lumbal, hitung darah lengkap, elektrolit, skrining toksik,
dai serum dan urin, AGD, kadar kalium darah
6. Pendidikan Kesehatan
a. Pembalutan dan perawatan awal
b. Diet
c. Mobilisasi
d. Menjaga kebersihan genitalia
F. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelmain, alamat, suku/bangsa, status
perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk.
b. Keluhan utama : nyeri
c. Riwayar penyakit sekarang : riwayat pada saat sebelum inpartu didapatkan
cairan ketuban yang keluar pervaginam secara apsontan kemudiantidak diikuti
taanda- tanda persalinan
d. Riwayat penyakit dahulu : penyakit kronis atau menular dan menurun seperti
jantung, TBC, DM, hipertensi, hepatitis, penyakit kelamin atau abortus
e. Riwayat kesehatan keluarga : adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti
jantung, TBC, DM, hipertensi, hepatitis
f. Pola-pola fungsi kesehatan
 Pola nutrisi dan metabolisme
Pada klien nifas biasanya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari
keinginan untuk menyusui bayinya
 Pola aktivitas
Pada pasien post partum klien dapat melaukan aktivitas seprti biasanya
terbatas pada aktivitas ringan tidak membutuhkan tenaga banyak, cepat
lelah pada klien nifas didapatkan keterbatasan aktivitas karena
mengalami kelemahan dan nyeri
 Pola eliminasi
Pada pasien post parrtum sering terjadi adanya perasaan/susah kencing
selama masa nifas yang ditimbulkan terjadinya udema dari trigona
 Istitahat dan tidur
Karena adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah proses
persalainan
 Pola hubungan dan peran
Peran pasien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga
dan orang lain
 Pola penanggulangan stres
Biasanya sering melawan dan merasa stres
 Pola sensori dan kognitif
Merasakan nyeri pada abdomen akibat luka jahitan dan nyeri diperut
akibat involusi uteri. pada pola kognitif klien nifas primipara terjadi
kurangnya pengetahuan merawat bayinya
g. Pemeriksaan fisik
 Kepala : bentuk kepala, kebersihan kepala, apakah ada benjolan
 Leher : apakah ada pembengkakan tiroid
 Mata : terkadang adanya pembengkakan kelopak mata dan konjungtiva,
kadang pucat karena proses persalinan yang mengalami perdarahan
 Telinga dan hidung : bentuknya dan kebersihannya
 Dada : terdapat pembesaran payudara
 Genitalia : pengeluarandarah bercampur lendir, pengeluaran air ketuban
 Anus : terkadang pada klien nifas ada luka pada anus karena ruptur
 Ekstremitas : pemeriksaan edema untuk melihat kelainan karena
pembesaran uterus
 TTV : apabila terjadi peradarahan pada post partum, tekanan darah
turun, nadi cepat, pernapasan meningkat, suhu tubuh turun
2. Diagnosa
a. Nyeri akut b.d agens cedera fisik (luka post operasi) ditandai dengan
mengekspresikan nyeri secara verbal, tampak gelisah, meringis, memegang area
nyeri
b. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum ditandai dengan merasa letih dan
lemah
c. Risiko infeksi b.d pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat (prosedur
invasif)
d. Risiko syok hipovolemik b.d pembedahan
3. Rencana Tindakan
a. Nyeri akut Nanda 2018-2020 hal 445
Defenisi : pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang muncul
akibat kerusakan jaringan actual atau potensial.
Batasan karakteristik;
 Bukti nyeri yang menggunakan standar periksa nyeri untuk pasien
yang tidak dapat mengungkapkannya.
 Diaforesis atau berkeringat
 Ekspresi wajah nyeri (misalnya mata kurang bercahaya, meringis,
gerakan mata terpencar atau tetap pada satu focus)
 Keluhan tentang karakteristik nyeri dengan menggunakan standar
Instrumen nyeri
 Mengekpresikan perilaku gelisah
 Ekspresi wajah nyeri
 Laporan tentang perilaku nyeri/perubahan aktifitas
Faktor yang berhubungan; Agens cedera fisik (luka post operasi)
NOC Hal 645; Kontrol nyeri ; tindakan pribadi untuk mengotrol nyeri
kriteria Hasil
 Mengenali kapan nyeri terjadi
 Menggambarkan faktor nyeri
 Menggunakan tindakan pencegahan
 Menggunakan tindakan pengurangan nyeri tanpa analgesic
 Menggunakan analgesic yang direkomendasikan
 Melaporkan nyeri yang terkontrol
NIC Hal 198 Manajemen Nyeri; pengurangan atau reduksi nyeri sampai pada tingkat
kenyamanan yang dapat diterima oleh pasien.
 Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi, lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi,kualitas dan faktor pencetus.
 Observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai ketidaknyamanan terutama pada
mereka yang tidak bisa berkomunikasi secara efektif.
 Pastikan perawatan analgetik pada pasien dilakukan dengan pemantauan ketat
 Gali pengetahuan pasien tentang nyeri
 Berikan informasi mengenai nyeri
 Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri
 Dorong pasien untuk memonitor nyeri dan menangani nyerinya dengan tepat

9. Evaluasi
Evaluasi terhadapat masalah nyeri akut secara umum dapat dinilai dari adanya
kemampuan dalam;
 Mampu megenali kapan terjadi nyeri
 Mampu mengontrol nyeri tanpa analgetik
 Pengetahuan pasien tentang manajemen nyeri semakin bertambah
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati dan Wulandari, (2009). Asuhan Kebidanan Nifas. Jogjakarta: Mitra Cendekia
Press.
Ari, Sulistyawati, Esty Nugraheny.2010. Asuhan Kebidanan pada Ibu Bersalin.
Jakata:Salemba Medika

Indriyani, D (2013). Aplikasi Konsep Dan Teori Perawatan Maternitas Postpartum Dengan
Kematian Janin. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media
Manuaba, dkk (2009). Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: Buku
Kedokteran.
Maritalia, Dewi (2014). Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
NANDA (2018-2020) Diagnosa Keperawatan Defenisi Dan Klasifikasi 2018-2020.Buku
Kedokteran:ECG
Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2015. Buku Ajar Ilmu Bedah,Edisi 11.Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai