Laporan Manajemen Ternak Potong Dan Kerj
Laporan Manajemen Ternak Potong Dan Kerj
PENDAHULUAN
Sapi bali (Bos Sondaicus) yang ada diNTB merupakan bangsa sapi potong asli dan
murni. Indonesia telah mendapat perhatian dari berbagai pihak mengingat sapi tersebut
memiliki sifat unggul yaitu tingkat reproduksinya tinggi, mudah beradaptasi dan selektif
terhadap pakan dibandingkan dengan sapi potong asli lainnya. Sapi bali sering disebut sapi
perintis meskipun disebut sapi perintis, masih ada persyaratan lingkungan yang harus
diperhatikan seperti di ketahui sapi bali merupakan sapi banteng liar yang pada saat ini masih
ditemukan dibeberapa lokasi dipulau jawa.
1
c. Mempelajari bagaimana cara sistem perkawinan pada ternak dan sapi yang
mengalami birahi serta pada saat ternak mengalami kebuntingan.
d. Mempelajari bagaimana cara mengukur bagian tubuh ternak seperti panjang
badan,lingkar dada,berat badan pita ukur.
1.2.2 Kegunaan praktikum
Adapun kegunaan dari praktikum ini adalah:
a. Jadi tau bagimana cara tatalaksana pemeliharaan sapi.
b. Jadi tau bagaimana cara tatalaksana pemberian pakan pada sapi
c. Jadi tau bagaimana cara sistem perkawinan pada ternak dan sapi yang
mengalami birahi serta pada saat mengalami kebuntingan.
d. Jadi tau bagai mana cara mengukur panjang badan ternak,lingkar dada,berat
badan dan berat pita ukur.
2
BAB II
LANDASAN TEORI
Sapi potong adalah sapi yang khusus dipelihara untuk digemukkan karena karakteristik yang
dimilikinya seperti tingkat pertumbuhannya cepat dan kualitas daging cukup baik. Sapi-sapi
inilah yang umumnya dijadikan sebagai sapi bakalan, yang dipelihara secara intensif selama
beberapa bulan, sehingga diperoleh pertambahan berat badan yang ideal untuk dipotong (Abidin,
2002).
Sapi Bali dikenal dengan namaBalinese cow yang kadang-kadang disebut juga dengan nama
Bibos javanicus. Berdasarkan hubungan silsilah famili Bovidae, kedudukan sapi Bali
diklasifikasikan ke dalam subgenus Bibovine tetapi masih termasuk genus bos. Sapi Bali ini
diduga berasal dari pulau Bali, pulau ini sekarang merupakan pusat penyebaran/distribusi sapi
untuk Indonesia, karena itu dinamakan sapi bali yang didomestikasi sejak zaman rasejarah 3500
SM (Payne dan Rollinson, 1973).
1. Perkandangan
Pembangunan kandang harus memberikan kemudahan perawatan sapi, mencegah
sapi supaya tidak berkeliaran, dan menjaga kebersihan lingkungan. Dengan adanya
kandang, pengamanan terhadap pencuri sapi akan lebih terjaga (Siregar, 2006).
2. Pemilihan Bibit
Pemilihan bibit akan menentukan majunya peternakan yang akan dikembangkan.
Bangsa-bangsa tertentu cocok apabila keadaan iklim dan pakan sesuai sehingga mampu
memberikan keuntungan tertentu dibandingakan bangsa lainnya. Pemilihan suatu bangsa
sapi tergantung pada kesukaan peternak, keadaan lingkungan, kemampuan adaptasi,
efisiensi reproduksi, kemauan memelihara dan menyusui anak, ukuran badan dan
pertambahan berat badan. (Blakely dan Blade, 1996)
3. Pakan
Menurut Murtidjo (1990) bahan pakan digolongkan menjadi 3 yaitu pakan
hijauan, pakan penguat dan pakan tambahan. 1). Pakan hijauan yaitu semua bahan pakan
3
yang berasal dari tanaman ataupun tumbuhan berupa daun-daunan. Yang termasuk
hijauan adalah rumput, leguminosa dan tumbuhan lain. Semuanya dapat diberikan untuk
ternak dengan 2 macam bentuk yaitu berupa hijauan segar dan kering. 2). Pakan penguat
yaitu pakan yang berkonsentrasi tinggi dengan kadar serat kasar relative rendah
dan mudah dicerna, meliputi bahan pakan yang berasal dari biji-bijian seperti jagung
giling, menir, hasil ikutan pertanian atau pabrik seperti dedak, bungkil kelapa, tetes. 3).
Pakan tambahan biasanya berupa vitamin, mineral, dan urea. Pakan tambahan dibutuhkan
oleh sapi yang dipelihara secara intensif yang hidupnya berada dalam kandang secara
terus-menerus. Pakan tambahan tersebut antara lain vitamin A dan D, mineral terutama
Ca dan P, urea. (Anonimous, 1983).
4. Penanganan Limbah
Limbah peternakan dapat mendatangkan keuntungan yang berpotensi apabila
dikelola dengan baik. Kotoran cair dan padat dari ternak pada umumnya digunakan
sebagai pupuk organik bagi tanaman pertanian ataupun lahan hiajuan makanan ternak
(Darmono, 1992).
5. Reproduksi
a. Pelaksanaan Perkawinan
Berdasarkan standart Departemen Pertanian (2006), sapi pejantan yang digunakan
sebagai pemacek harus memenuhi kriteria sebagai berikut: umur 3 – 4 tahun,
kesehatan organ reproduksi secara umum baik, libido tinggi, tidak cacat dan bobot
badan diatas 300 kg.
b. Pemeriksaan Kebuntingan
Salah satu cara untuk cara untuk memeriksa kebuntingan pada ternak yaitu
palpasi rektal. Palpasi rektal pada sapi dilakukan dengan meraba uterus melalui
rektum rectal untuk mengetahui perkembangan fetus bila terjadi kebutingan. Metode
ini dilakukan pada masa awal kebuntingan hasilnya, cukup akurat dan dapat diketahui
segera (Hafez, 1993).
c. Tahap-tahap Kelahiran
Kelahiran ternak terdiri dari tiga tahap yaitu : 1) adanya kontraksi aktif serabut-
serabut urat daging longitudinal, sirkuler pada dinding uterus dan dilatasi cervix. 2)
pemasukan fetus kedalam saluran kelahiran yang berdilatasi, rupture kantung
4
allantois, kontraksi abdominal atau perejanan dan pengeluaran fetus melalui vulva. 3)
pengeluaran selaput fetus dan involusi uterus, sesudah pengeluaran fetus uterus tetap
berkontraksi secara kuat selama 48 jam dan melemah (Gillitte dan Holm, 1963).
d. Penanganan Kelahiran
Menurut Kirk (2006) pedet yang baru lahir tidak memiliki antibodi untuk
memproteksi dirinya dari penyakit. Sesaat setelah dilahirkan induk memberikan
antibodi pasif melalui pemberian kolostrum, kolostrum mengandung antibodi dalam
bentuk immunoglobulin (Ig) yang dapat melindungi pedet dari serangan penyakit.
e. Recording dan Identifikasi Pada Pedet
Penandaan pada ternak, sangat penting untuk recording yang akurat untuk tiap
ternak, dalam program pemuliaan ternak adanya tanda pada ternak akan
mempermudah untuk mengetahui silsilah dari tiap ternak. Selain itu adanya tanda
pada ternak yang didukung oleh recording yang akurat dapat memberikan gambaran
produksi dari ternak tersebut (Ebert, 2006).
2.2 Usaha Ternak Potong
Gunardi (1998) dalam Tomatala (2008) mengemukakan bahwa usaha untuk mencapai
tujuan pengembangan ternak sapi dapat dilakukan dengan tiga pendekatan, yaitu (1)
pendekatan teknis dengan meningkatkan kelahiran ternak, menurunkan kematian,
mengontrol pemotongan ternak dan perbaikan genetic ternak; (2) pendekatan terpadu yang
merupakan teknologi produksi, manajemen ekonomi, pertimbagan social budaya yang
tercakup dalam sapta usaha peternakan serta pembentukan kelompok peternak yang
bekerjasama dengan instansi-ianstansi terkait dan (3) pendekatan agribisnis dengan tujuan
mempercepat pengembangan peternakan melalui integarsi dari keempat aspek (lahan,
pakan,plasma nutfah dan sumberdaya manusia), proses produksi,pengolahan hasil dan
pemasaran.
Pola pengembangan ternak sapi potong rakyat pada prinsipnya terdapat dua model, yakni
(1) pola swadaya dan (2) pola kemitraan. Pola swadaya merupakan pola pengembangan
peternakan rakyat yang mengandalkan swadaya dan swadana peternak baik secara individu
maupun kelompok. Sedangkan pola kemitraan (PIR-NAK) merupakan kerjasama antara
perusahaan inti dengan peternak rakyat sebagai plasma dimana dalam kerjasama atau
5
kemitraan ini, seluruh kegiatan pra-produksi, produksi hingga pasca produksi dilakukan
dengan kerjasama antara plasma dan inti (Daryanto,2007).
6
BAB III
METODE PENGAMATAN
7
kehalusan bulu, kondisi mata, pengukuran luas kandang dan pengukuran tempat makan
dan minum.
3. Tahap III : Pengamatan umur ternak melalui pengamatan berapa jumlah gigi seri yang
tumbuh.
4. Tahap IV : Melakukan pengukuran dan perhitungan pada ternak meliputi : lingkar dada
ternak, panjang ternak, dan bobot badan ternak menggunakan pita ukur dan tongkat
ukur, serta berdasarkan perhitungan menggunakan rumus.
5. Tahap V : Pembersihan tempat pakan kemudian penimbangan pakan yang diberikan, dan
sisa pakan selama 24 jam sebanyak 3 kali penimbangan sehingga akan mendapatkan
konsumsi sapi yang di amati.
6. Tahap VI : Pengamatan kesehatan ternak, dan analisa ekonomi usaha ternak.
7. Tahap VII : Pemberian hadiah pada peternak dan ucapan terima kasih kepada peternak.
3.4 Variabel Yang Diamati
Adapun variabel yang diamati dalam Praktikum Manajemen Ternak Potong dan Kerja ini
adalah :
1. Pendidikan peternak : pengetahuan tentang beternak, pengalaman beternak.
2. Manajemen pemeliharaan : sistem yang digunakan, teknik pemberian pakan dan
konsumsi pakan per hari, tatalaksana perkembangbiakan, penjualan, perkandangan dan
kesehatannya.
3. Struktur populasi : jumlah ternak yang dimiliki peternak, ternak di jual, ternak lahir,
ternak mati dan di afkir.
4. Produktifitas ternak : mengamati produksi dan reproduksi ternak.
5. Ukuran-ukuran tubuh ternak seperti lingkar dada, panjang badan, dan tinggi gumba,
berat badan berdasarkan pita ukur,dan rumus.
6. Analisa ekonomi peternak : menghitung pendapatan bersih dan pendapatan peternak.
3.5 Definisi Operasional
Adapun definisi operasional dalam praktikum Manajemen Ternak Potong dan Kerja ini
yaitu sebagai berikut :
1. Struktur Populasi adalah : Proporsi anak, muda dan dewasa pada masing-masing jenis
kelamin ternak yang ada saat pengamatan. Yakni; dengan mencatat jumlah sapi yang
8
dikatagorikan sebagai anak, muda dan dewasa yang dipelihara oleh responden
kemudian diidentifikasi menurut jenis kelamin.
2. Populasi Dasar adalah : Total populasi ternak yang ada pada tahun pengamatan
,yakni; total dari ternak yang dimiliki saat pengamatan, ternak mati, ternak keluar
(dijual, dipotong pengembalian kadasan, disumbangkan dll) dikurangi ternak yang
dibeli pada tahun tersebut.
3. Service per Conception (S/C) adalah : Jumlah perkawinan untuk satu
kebuntingan/berapa kali ternak dikawinkan alam/(IB) untuk menghasilkan
kebuntingan.
4. Angka Kelahiran (Calf Crop/Calving Rate) adalah : Jumlah anak yang lahir pertahun
dibagi dengan jumlah betina dewasa atau populasi dikali 100%.
5. Panen Pedet adalah : Dihitung dari jumlah anak yang lahir hidup dalam setahun
dibagi dengan jumlah betina dewasa atau populasi dikali 100%.
6. Umur Produktif adalah : Umur mulai digunakan dalam pembiakan sampai dijual atau
afkir.
7. Lama digunakan dalam Pembiakan adalah : Lama waktu sejak pertama kali
kawin(anak I) sampai di afkir Jumlah anak yang dapat dilahirkan selama hidup
dikurangi satu dikalikan jangka beranak dikurangi umur kawin I.
8. Angka Kemajiran adalah : Jumlah sapi jantan (kebiri) dan betina yang tidak mampu
menghasilkan keturunan.
9. Umur Afkir adalah : Dihitung berdasarkan jumlah anak yang dapat dilahirkan induk
selama hidup dikurangi satu dikalikan jangka beranak dan ditambah dengan umur
kawin I. Dapat juga diketahui berdasarkan rata-rata umur ternak dijual/ dipotong.
10. Angka Kematian adalah : Persentase ternak yang mati dalam satu tahun dari populasi
dan atau betina dewasa.
11. Pertumbuhan Alami / Natural Increase (NI) adalah : Selisih antara angka kelahiran
dengan angka kematian.
12. Net Replacement Rate (NRR) adalah : Jumlah anak betina yang lahir dan dapat hidup
sampai pada umur tertentu dibagi dengan jumlah kebutuhan ternak betina pengganti
setiap tahun dikalikan 100%.
9
13. Service Period ( Days Open/ Heat Period) adalah : Waktu yang dibutuhkan sejak
melahirkan sampai pada perkawinan kembali.
14. Non Return Rate adalah : Sapi betina yang dikawinkan kembali setelah perkawinan
pertama dan tidak bunting (dinamakan juga kawin ulang).
3.6 Analisis Data
Analisis data di yang di gunakan berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan
peternak Kelompok Tani Ternak Gunung Rejeng, Dusun Kumbi Desa Pakuan Kecamatan
Narmada yang meliputi jumlah pemberian pakan, tinggi badan, berat badan berdasarkan pita
ukur, dan hitungan serta kemudian data atau hasil di tabulasi menurut jenis perhitungannya.
10
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4. 1 Hasil Pengamatan
Tabel 1. Identitas Peternak
NILAI
N
VARIABEL SATUAN Rata- Standar Persentase
O Jumlah
rata Deviasi (%)
1 Jumlah -
Orang 9 - -
Responden
2 Umur Tahun 341 37,88 11,35 -
3 Pendidikan
Tidak Sekolah Orang - - - 25
SD Orang 2 - - 40
SMP Orang 6 - - 50
SMA Orang - - - -
Sarjana Orang - - - -
4 Pengalaman -
Tahun 24 2,55 1
Beternak
5 Kepemilikan
Pekarangan Are 12.25 1.53 0.68 -
Sawah Are - - - -
Kebun Are 1 1 0 -
6 Tanggungan 32 3.55 1.58 -
Orang
Keluarga
7 Pekerjaan Pokok
Peternak Orang 5 - - 55,55
Petani Orang 4 - - 44,44
Pekebun Orang - - - -
Pedagang Orang - - - -
8 Kursus
Ya Pernah Orang - - -
Tidak Pernah Orang 9 - - 100
11
NILAI
NO VARIABEL SATUAN Persentase
Jumlah
(%)
1 Anak
Jantan Ekor 3 15,78
Betina Ekor 1 5,26
2 Muda
Jantan Ekor 1 5,26
Betina Ekor 3 15,78
3 Dewasa
Jantan Ekor 2 10,52
Betina Ekor 9 47,36
JUMLAH 19 100
12
Betina 18 86 145 106 166.80 254.20
NILAI
NO VARIABEL SATUAN
Standar
Jumlah Rata-rata
Deviasi
1 Umur Pubertas I
Jantan Bulan - - -
Betina Bulan 168 14 0.8
2 Umur Beranak I Tahun 19.30 2.14 1.55
3 Birahi I setelah Bulan
15 1.66 0.60
melahirkan
4 Berapa kali Kali
kawin sampai 8 0.89 0.52
bunting
5 Usia Sapih Bulan - - 0
6 Jangka Beranak Bulan 57.80 - -
7 Umur Afkir Tahun - - 0
13
Kawin Buatan % 44,44% - -
(IB)
NILAI
N
VARIABEL SATUAN Standar
O Jumlah Rata-rata
Deviasi
1 Sistem Pemeliharaan
% 100 - -
Dikandangkan
2 Kandang Milik
Sendiri % 25 - -
Kelompok % 75 - -
3 Ukuran Kandang
Panjang
Meter 71 7.89 4.88
Lebar Meter 33 3.67 0.70
4 Pakan
Frekuensi Pakan Kali/hari 24 2.67 0,76
Jumlah Pakan Kg/hari 387 43 0,70
5 Tempat Pakan
Panjang Meter 10 1,11 0,22
Lebar Meter 6 0,67 0,18
6 Jumlah Tenaga Kerja
Anggota Keluarga Orang 17 1,89 0,33
Sendiri
7 Frekuensi Pemberian Kali/hari 9 1 0,33
Air Minum
8 Memandikan Ternak
` Ya Sewaktu-waktu % 0 - -
Tidak Pernah % 100 - -
9 Menyediakan Garam
untuk Ternak
Ya % 0 - -
Sewaktu-waktu % 100 - -
14
Variabel Unit Harga Jumlah
/vol satuan (Rp)
(satuan (Rp)
)
15
a. Penerimaan -
- Penjualan sapi 3 -
- Penjualan kotoran - -
- Sapi akhir -
perhitungan 2 -
- Sapi dipotong - -
- Pengembalian - -
sapi - -
Jumlah penerimaan Rp
19.000.000
b. Biaya variabel
- Bakalan/bibit -
- Pakan -
- Obat-obatan -
- Tenaga kerja - -
- Bunga biaya - -
variabel 9 450.000
- Perkawinan -
ternak -
- Pertolongan
beranak
- Lain-lainnya
Jumlah biaya - Rp 450.000
variabel
c. Gross margin (a- -
b) -
d. Biaya tetap 4 15.000.000
- Penyusunan
kandang -
- Penyusutan alat
- Lain-lain
16
Jumlah biaya tetap - Rp
15.000.00
e. Total biaya (b+d) - Rp
15.450.000
Pendapatan - Rp
bersih (a-e) 3.550.000
4.2 Pembahsan
4.2.1 Latar Belakang Peternak
Dalam pelaksanaan perktikum yang dilakukan pada hari kamis sampai dengan
hari sabtu yang bertempat di Desa Pakuan, Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok
Barat. Dilakukan wawancara peternak dari umur peternak, pendidikan terakhir,
tanggungan keluarga, pekerjaan pokok, pekerjaan sampingan, pemilikan lahan, kursus
beternak yang pernah diikuti, pengalaman beternak, serta kepemilikan ternak.
Kepemilikan ternak sebagian besar berasal dari bantuan pemerintah dan masih dalam
sekala kecil dari 1-3 ekor. Kepemilikan ini masih terbilang kurang dalam hal ternak dan
materi. Data identitas peternak dan kepemilikan ternak dapat dilihat pada tabel dibawah
ini.
17
Dari hasil pengamatan/praktikum yang kami lakukan bahwa petetrnak melakukan
pemeliharaan didalam kandang (intensif), serta pemberian pakan pun dilakukan didalam
kandang.
18
hijauan dan pakan konsentrat. Bahan pakan yang diberikan pada ternak sapi di kandang
ternak potong diantaranya harus tercukupi nutrisinya.
Pakan sapi potong merupakan salah satu unsur yang sangat penting untuk menunjang
produktivitas ternak. Bahan pakan ternak dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu
hijauan dan konsentrat.
Peternak responden memberikan pakan biasanya 2-3 kali dalam sehari. Karena tidak
memiliki lahan tempat menanam pakan, sehingga biasanya peternak membeli
rumput,sehingga pakan yang biasa diberikan adalah rumput liar, rumput lapangan.
Ternak tidak pernah digembalakan karena tidak ada lahan.
Air minum disediakan oleh peternak dalam jumlah yang terbatas, disediakan 1-2 kali
dalam sehari.Pemberian air minum di dalam kandang menggunakan ember,karena di
dalam kandang tidak memiliki tempat khusus sebagai tempat penampungan air minum.
Perkembang biakan ternak biasanya dilakukan oleh peternak yang dilihat dari
tanda-tanda/tingkah laku ternak pada saat birahi yaitu seperti sering mengembik-
ngembik tanpa sebab, menggosok-gosokkan badan pada dinding atau kayu, gelisah,
nafsu makan berkurang, ekor dikibas-kibaskan, sering berkemih, bibir kemaluan agak
membengkak, selaput bagian dalam agak kemerah-merahan, dan keluar lendir yang
jernih. Kemudian peternak sesegera mungkin megawinkan ternaknya, karena masa
birahi pada sapi berlangsung sekitar 8 sampai 12 jam. Jika ternak telat dikawinkan aka
peternak harus menungu datangnya masa birahi lagi selama 21 hari. Pada peternak
kelompok tani ternak gunung rejeng rata-rata peternak mengetahui tanda-tanda birahi
dan segera dilakukan perkawinan sehingga poses perkembang biakan ternak pada
kelompok ini pasti akan maju.
Produktifitas ternak merupakan salah satu faktor yang menunjukkan berhasil atau
tidaknya suatu usaha peternakan. Pada peternakan yang berbasis peternakan rakyat
terutama yang diterapkan oleh peternak responden, perkawinan ternak dilakukan dengan
cara kawin alam. Salah satu alasan menggunakan kawin alam karena tidak
membutuhkan biaya, pejantan yang digunakan telah disiapkan oleh kelompok tanpa
membayar biaya perkawinan. Perkawinan alam ini tidak membutuhkan keahlian khusus,
karena ternak langsung dikawinkan ketika birahi, dan peternak pada umumnya
(meskipun pendidikannya rendah) mengetahui gejala birahi ternaknya. Perkawinan
19
biasanya dilakukan di kandang, dengan mendatangkan pejantan ke kandang ternak
betina, perkawinan terjadi sepanjang tahun. Hal-hal inilah yang dirasa menguntungkan
peternak responden.
Berdasarkan teori, ketika ternak birahi maka dikawinkan 8 – 12 jam setelah
birahi, akan tetapi kenyataan dilapangan bahwa peternak segera mengawinkan ternaknya
ketika birahi berlangsung. Beberapa gejala birahi yang diketahui oleh peternak adalah
ternaknya gelisah dan dinaiki oleh pejantannya. Ternak biasanya birahi pertama ketika
berumur 3 bulan setelah beranak dan langsung dikawainkan kembali saat timbulnya
birahi tersebut. Hal ini yang membuat ternak beranak sepanjang tahun.
Umur ternak saat pertama kali kawin sekitar 28 bulan, sehingga lama digunakan
dalam pembiakan kurang lebih 10 tahun. Peternak biasanya mengawinkan ternaknya 1
kali dan langsung bunting. Ini menunjukkan ternak betina yang dimiliki memiliki
kesuburan yang cukup baik, selain itu perkawinan dengan tepat membuat perkawinan
cukup sekali dalam menimbulkan kebuntingan. Umur ternak saat beranak pertama kali
adalah 3,5 tahun dan diperkirakan akan diafkir antara umur 13,5 tahun karena pada saat
itu ternak betina sudah tidak produktif lagi.
Produktifitas ternak merupakan salah satu faktor yang menunjukkan berhasil atau
tidaknya suatu usaha peternakan baik pada penggemukan atau pembibitan.
Penggemukan sapi adalah usaha memacu pertumbuhan sapi untk mencapai peningkatan
bobot badan pada fase pertumbuhan yang tepat. Sistem penggemukan terdiri dari tiga
macam, yaitu dry lot fattening, pasture fattening, dan kombinasi antara
keduanya.Sedangkan arti pembibitan adalah suatu tindakan peternak untuk
menghasilkan ternak bibit, dimana yang dimaksud dengan temak bibit adalah ternak
yang memenuhi persyaratan dan karakter tertentu untuk dikembangbiakan dengan tujuan
standar produksi /kinerja yang ditentukan. Pada peternakan yang berbasis peternakan
rakyat terutama yang diterapkan oleh peternak responden biasanya secara sederhana.
Peternakan sebagian besar di masyarakat hususnya di lombok masih terbilang sederhana
dan trdisional yaitu sebagai pekerjaan sampingan dan pada pengamatan kami sebagian
20
besar peternak di pulau lombok melakukan usaha pembibitan/memperbanyak, jika
sewaktu-waktu dibutuhkan akan di jual dan bisa juga sebagai tabungan.
Salah satu hambatan yang dirasakan oleh peternak responden selama beternak yaitu
kekurangan pakan, penanganan penyakit, serta keamanan. Pakan merupakan faktor
terbesar yang dapat mempengaruhi perporma ternak, apabila kebutuhan pakan ternak
terpenuhi maka perporma ternak tersebut akan tinggi sehingga nilai jual ternak dapat
tinggi pula sehingga dapat menyongsong perekonomian para peternak. Kebutuhan akan
pakan ternak pada Kelompok Tani Ternak Gunung Rejeng ini sangat menjadi kendala
dikarenakan oleh tidak adanya lahan sebagai tempat menanam, membuat peternak harus
keliling mencari pakan di kebun-kebun dan perhutanan. Dan juga kurang terampilnya
para peternak dalam mengolah limbah-limbah perkebunan sehingga kebutuhan pakan
ternak belom terpenuhi secara maksimal.
Fakor kendala yang dihadapi peternak berikutnya adalah penanganan penyakit. Penykit
sangat mempengaruhi perporma ternak, apabila ternak mengalami sakit maka nafsu
makan, dan semangat untuk melakukan aktifitas untuk memenuhi kebutuhan hidunya
dan kebutuhan lainnya terganggu. Apabila ternak mengalami sakit maka secara otomatis
ternak tersebut akan mengalami penurunan harga sehingga perekonomian peternak
melemah.
Optimalisasi peran akademisi seperti mahasiswa dan dosen dalam hal ini sangat
dibutuhkan dalam rangka memberi penyuluhan kepada masyarakat terkait dengan
pemecahan masalah-masalah tersebut. Disamping itu, peran pemerintah juga sangat
dibutuhkan terutama Dinas Peternakan terkait yang senantiasa melakukan pelatihan-
pelatihan kepada peternak, mengingat hambatan terbesar dalam usaha peternakan rakyat
selama ini adalah pendidikan peternak yang masih minim.
21
dapat terganggu pada berbagai stadium sebelum dan sesudah
permulaan siklus reproduksi. Siklus ini dimulai dengan pubertas atau
dewasa kelamin yang ditandai Reproduksi dengan berfungsinya organ-
organ kelamin betina. Kemudian musim kawin yang ditandai dengan
siklus birahi, kopulasi, adanya kelahiran setelah kebuntingan dan anak
disapih. Maka ternak betina akan kembali ke masa siklus birahi dan
seterusnya.
Perkawinan pada ternak sapi yang di pelihara oleh kelompok ini
sebagian besar terjadi sepanjang tahun, dimana dapat dilakukan
dengan 2 (dua) cara, yaitu: Kawin Alam (KA) dan Inseminasi Buatan
(IB). Kawin alam biasanya menghasilkan keturunan yang kurang baik,
sedangkan dengan IB lebih menjanjikan menghasilkan keturunan yang
baik karena perkawinan dengan IB menggunakan sperma dari sapi
pejantan unggul Supaya terjadi kebuntingan, perkawinan harus
dilakukan pada saat sapi betina birahi (minta kawin). Apabila tidak
bunting dan tidak ada kelainan, sapi betina akan birahi setiap 18-21
hari (satu siklus).
Adapun dalam kelompok ini di lakukan perkawinan secara alam
dan di suntik, dan biasanya dilakukan di kandang dengan cara
membawa betina ketempat pejantan. Sedangkan untuk perkawinan
suntik yang membutuhkan biaya sebesar Rp. 50.000 . Adapun
kebuntingan dapat diamati 21 hari setelah perkawinan. Kalau tidak ada
tanda-tanda birahi, maka kebuntingan telah terjadi, namun apabila
tanda-tanda birahi muncul lagi, maka perkawinan perlu diulang. Cara
lain yang dapat dilakukan adalah dengan perabaan, yang hanya dapat
dilakukan oleh petugas yang terlatih dan berpengalaman. Setelah anak
sapi lahir, induk sapi dapat dikawinkan lagi 3 (tiga) bulan setelah
melahirkan. Sapi bunting harus dipisahkan dari sapi yang lain. Kondisi
ini dilakukan untuk menjaga kebuntingan. Pada umumnya gejala-
gejala berahi pada ternak adalah sebagai Kemaluan bagian luar (vulva)
22
ternak berwarna merah, bila dicermati kemaluan tersebut
membengkak, bila diraba kemaluan tersebut terasa hangat, dan dari
kemaluan keluar lendir bening dan transparan.Gelisah dan kurang
nafsu makan. Birahi ternyata bertepatan dengan perkembangan
maksimum folikel-folikel ovarium.
Tanda-tanda sapi birahi antara lain vulva nampak lebih merah
dari biasanya, bibir vulva nampak agak bengkak dan hangat, sapi
nampak gelisah, ekornya seringkali diangkat bila sapi ada di padang
rumput sapi yang sedang berahi tidak suka merumput. Kunci untuk
menentukan yang mana diantara sapi-sapi yang saling menaiki
tersebut berahi adalah sapi betina yang tetap tinggal diam saja apabila
dinaiki dan apabila di dalam kandang nafsu makannya jelas berkurang.
Siklus birahi pada sapi berlangsung selama 21 hari. Rata-rata
berahi berlangsung selama 18 jam dan ovulasi dimulai 11 jam
kemudian. Menurut pengamatan estrus merupakan salah satu faktor
penting dalam manajemen reproduksi sapi perah. Kegagalan dalam
deteksi estrus dapat menyebabkan kegagalan kebuntingan. Problem
utama deteksi estrus umumnya dijumpai sapi-sapi yang subestrus atau
silent heat, karena tidak semua peternak mampu mendeteksinya,
untuk itu diperlukan metode untuk mendeteksi berahi. Deteksi berahi
paling sedikit dilaksanakan dua kali dalam satu hari, pagi hari dan
sore/malam hari. Berahi pada ternak di sore hari hingga pagi hari
mencapai 60%, sedangkan pada pagi hari sampai sore hari mencapai
40% bahwa deteksi berahi umumnya dapat dilakukan dengan melihat
tingkah laku ternak dan keadaan vulva.
4.2.6.Pendapatan ternak
23
7000.0000 sehingga total penjualan ternak satu tahun terakhir
sebanayk Rp 19.000.000 ditambah dengan sisa sapi akhir perhitungan.
Adapun total dari jumlah biaya variabel Rp 450.000 dengan biayan
tetap dengan keperluan biaya penyusun kandang satu kali dalam
setahun sebesar Rp 15.000.00 sehingga total biaya produksi Rp. 15.
450.000 dan total pendapatan bersih ternak sebesar Rp. 3.550.000.
Hal tersebut menunjukkan penambahan penghasilan dari kelompok
ternak SINAR PAKUAN.Adapun Kendala Usaha beternak Sapi yang
dirasakan oleh peternak setempat adalah
Kendala utama yang di hadapi peternak adalah kekurangan air yang di mana jika
peternak ingin memandikan ternaknyaitu selalu kekurangn air. KELOMPOK TERNAK
SINAR PAKUAN. Bias mengoptimalkan air untuk diberikan kepada ternajnya. Selain itu
juga mnasalh yang di hadapi adalah penyakit yang menyerang ternak mereka seperti,
masalah pada lambungnya, mencret, penyakit flue. Di kelompok ternak ini hanya blum
tersentuh vaksinasi seara rutin pada ternaknya sehingga, penyakit - penyakit dapat mudah
menyerang.
BAB V
5.1 Kesimpuln
24
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari pelaksanaan praktikum Manajemen Ternak
Potong dan Kerja ini adalah :
5.2 Saran
1. Sebaiknya dalam praktikum ini dibutuhkan Co.asst untuk membimbing praktikan agar
praktikum yang telah dilaksanakn bisa berjalan dengan lancar.
2. Sebaiknya praktikan harus datang ke tempat praktikum tepat waktu agar praktikum bisa
berjalan efektif.
DAFTAR BACAAN
25
Abidin, Z dan H. Soeprapto. 2006. Cara Tepat penggemukan Sapi Potong. Agromedia
Pustaka : Jakarta
Anonymus. 1983. Hijauan Makanan Ternak Potong, Kerja dan Perah. Kanisius :
Yogyakarta
Blakely, J and Bade, D.H. 1998. Ilmu Peternakan. Edisi keempat. University Gadjah
Mada Press : Yogyakarta.
Daryanto 2007. Peningkatan Daya Saing Industri Peternakan. Permata Wacana Lestari:
Jakarta
LAMPIR
26
27