Pedoman Ppi
Pedoman Ppi
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
Tujuan Umum :
Menyiapkan agar Puskesmas Ambunten dengan sumber daya terbatas dapat
menerapkan pencegahan dan pengendalian infeksi, sehingga dapat melindungi tenaga
kesehatan dan masyarakat dari penularan penyakit menular ( Emerging Infectious
Diseases ) yang mungkin timbul, khususnya dalam menghadapi kemungkinan
pandemic influenza.
Tujuan Khusus :
C. Ruang Lingkup
Pedoman ini memberi panduan bagi petugas kesehatan di Puskesmas Ambunten dalam
melaksanakan pencegahan dan pengendalian infeksi pada pelayanan terhadap pasien
yang menderita penyakit menular melalui udara, kontak droplet atau penyakit menular
melalui udara, kontak, droplet atau penyakit infeksi lainnya.
BAB II
KEBIJAKAN PELAYANAN
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
DI PUSKESMAS AMBUNTEN
A. VISI
Menjadikan Pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi yang bermutu menuju
puskesmas rujukan spesialistik yang terbaik untuk wilayah Kecamatan Ambunten.
B. MISI
1. Melaksanakan program pencegahan dan pengendalian infeksi disemua bagian/
instalasi yang terkait.
2. Memberikan Pelayanan sesuai pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi
kepada pasien, petugas kesehatan, dan pengunjung puskesmas.
3. Melindungi pasien, petugas kesehatan dan pengunjung dari infeksi puskesmas.
4. Tersedianya pelatihan dan pendidikan pencegahan dan pengendalian infeksi
D. Dasar Hukum
1. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 270/MenKes/2007, tentang Pedoman
Manajerial PPI di Puskesmas dan Fasilitas pelayanan Kesehatan lainnya.
2. Surat keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 382/MenKes/SK/III/ 2007 : Tentang
Pedoman PPI di Puskesmas dan Fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
3. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 129/MenKes/SK/II/2008, tentang
standar Pelayanan Minimal Puskesmas.
4. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 1165.A/MenKes/SK/X/2004, tentang
Komisi Akreditasi Rumah Sakit
5. Surat Edaran Dirjen Bina Pelayanan Medis nomor :HK.03.01/III/3744//2008,
tentang pembentukan Komite PPI RS dan Tim PPI RS
6. Surat Keputusan Direktur Puskesmas Parang Nomor : 821/4954/TU/07/2008,
tentang Pembentukan Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (KPPI ) dan
Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (TPPI ) pada Puskesmas Ambunten.
WADIR PELAYANAN
2. Rantai Penularan
Agen
Tempat Tempat
masuk keluar
Metode
penularan
1. INFLUENZA
1.1. Influenza musiman dan influenza A (H5NI)
a. Pengertian
Influenza adalah penyakit virus acute yang menyerang saluran pernapasan,
ditandai demam, sakit kepala, mialgia, coryza, lesu, dan batuk.
b. Penyebab
Virus influenza A, B, C, Tipe A terdiri dari banyak subtipe yang berpotensi
terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) atau endemi/ pandemi. Subtipe virus
influenza A dapat menyerang unggas dan mamalia, bila terjadi pencampuran
antara 2 subtipe dapat terjadi subtipe baru yang sangat virulen dan mudah
menular serta berpotensi menyebabkan pandemi.
c. Epidemiologi
Influenza dapat ditemukan diseluruh dunia terutama pada musim penghujan
di wilayah 2 musim dan pada musim dingin di wilayah empat musim. Biasa
terjadi epidemi tahunan berulang yang disebabkan oleh virus yang
mengalami ”antigenic drift”, namun dapat terjadi pandemi global akibat
virus yang mengalami ”antigenic drift”.
d. Cara Penularan
Melalui udara atau kontak langsung dengan bahan yang terkontraminasi.
Masa inkubasi biasanya 1-3 hari.
e. Gejala Klinis
Gejala Influenza yang umum adalah demam, nyeri otot dan malaise.
Biasanya influenza akan sembuh sendiri dalam beberapa hari.
f. Masa Penularan
mungkin dapat berlangsung selama 3-5 hari sejak timbulnya gejala kliniks,
pada anak muda sampai 7 hari
h. Cara Pencegahan
Menjaga kebersihan perorangan terutama melalui pencegahan
penularan melalui batuk, bersin, dan kontak tidak langsung melalui
tangan dan selaput lendir saluran pernapasan.
Vaksinasi menggunakan virus inaktif dapat memberikan 70-80%
perlindungan pada orang dewasa muda apabila antigen dalam vaksin sama atau mirip
dengan strain virus yang sedang beredar ( musim), pada orang usia lanjut vaksinasi dapat
mengurangi beratnya penyakit, kejadian komplikasi dan kematian.
Obat anti virus (penghambat neuraminidase seperti aseltamivir dan
penghantar M2 channel rimantadin, amatadin) dapat
dipertimbangkan terutama pada mereka yang beresiko mengalami
komplikasi ( orang tua, orang dengan penyakit jantung/ paru
menahun). Akhir-akhir ini dilaporkan terjadinya resistensi terhadap
amantadin, rimantadin yang semakin meningkat.
Isolasi umumnya tidak dilakukan karena tidak praktis. Pada saat
epidemi isolasi dilakukan terhadap pasien dengan cara
menempatkan mereka secara kohort.
Catatan :
Bila menemukan kasus demam ( suhu tubuh≥38o C ) ditambah 1
atau lebih gejala dan tanda diatas patut dicurigai sebagai kasus flu
burung ; terutama bila dalam anamnesa diperoleh keterangan salah
satu atau lebih dibawah ini :
Dalam 7 hari sebelum timbul gejala, pernah kontak dengan
penderita influenza A/ H5N1 yang tealah di konfirmasi
Dalam 7 hari sebelum timbul gejala, pernah kontak dengan
unggas, termasuk ayam mati karena penyakit
Dalam 7 hari sebelum timbul gejala, pernah bekerja
memproses sample dari orang atau hewan yang diduga
mengalami infeksi virus flu burung patogen tinggi ( High
Patogenic Avian Influenza / HPAI).
Tinggal diwilayah / dekat dengan kasus HPAI yang
dicurigai atau telah dikonfirmasi.
i. Pencegahan
Khusus dalam kasus wabah flu burung perlu;
Menghindari kontak dengan burung terinfeksi atau
benda terkontraminasi
Menghindari peternakan unggas
Hati-hati ketika menangani unggas
Memasak unggas dengan baik ( 60o selama 30 menit
atau 80o selama 1 menit ).
Menerapkan tindakan untuk menjaga kebersihan tangan
:
o Setelah memegang unggas
o Setelah memegang daging unggas
o Setelah memasak
o Sebelum makan
j. pengobatan anti virus untuk influenza
obat anti virus bekerja menghambat replikasi virus,
sehingga dapat mengurangi gejala dan komplikasi orang
yang terinfeksi. Obat anti virus influenza tersebut yaitu :
Amantadine
Rimantadine
Oseltamivir ( Tamiflu)
Zanamivir ( Relenza )
k. Penularan di Puskesmas
Virus mungkin masuk ke puskesmas melalui cairan
tubuh ( terutama dari pernapasan ) pasien yang
sudah didiagnosis menderita flu burung atau masih
suspek maupun probable.
Semua tenaga kesehatan, laboratorium, radiologi,
petugas kebersihan, atau pasien lain dan pengunjung
puskesmas beresiko terpajan flu burung.
Penularan lewat udara, droplet dan kontak.
l. Penatalaksanaan
Identifikasi dan isolasi pasien
Semua pasien yang datang kepuskesmas dengan
demam, dan gejala infeksi pernapasan harus
ditangani sesuai dengan tindakan hygiene saluran
pernapasan seperti yang dibahas dalam buku ini.
Pasien dengan riwayat perjalanan kedaerah yang
terjangkit flu burung dalam waktu 10 hari terakhir,
dirawat inap dengan infeksi saluran pernapasan berat
atau berada dalam pengamatan untuk flu burung,
harus ditangani dengan menggunakan kewaspadaan
standar dan kewaspadaan penularan lewat kontak,
droplet dan udara seperti pada pasien SARS.
Kewaspadaan ini harus dilakukan selama 7 hari
setelah turun demam pada orang dewasa, 21 hari
sejak onset penyakit pada anak-anak dibawah 12
tahun, sampai diagnosis alternatif ditegakkan atau
hasil uji diagnostik menunjukkan bahwa pasien tidak
terinfeksi oleh virus influenza A.
Langkah penting pencegahan dan pengendalian
infeksi
Pencegahan dan pengendalian penyebaran flu
burung di Puskesmas Parang :
- penempatan pasien diruang isolasi khusus flu
burung dengan tekanan negatif.
- Pengawasan terhadap implementasi
kewaspadaan standard dan kewaspadaan
penularan lewat udara, droplet dan kontak
2. HIV – AIDS
a. Pengertian
AIDS ( Acquaired Immuno Deficiency Syndrome ) merupakan kumpulan gejala penyakit
yang disebabkan oleh penurunan kekebalan tubuh akibat terserang virus Human
Immunodeficiency Virus (HIV)
b. Penyebab
Human Immunodeficiency Virus (HIV), termasuk retrovirus yang terdiri atas 2 tipe : tipe 1
(HIV-1) dan tipe 2 (HIV-2)
c.Cara Penularan
Penularan HIV dri orang ke orang melalui kontak seksual yang tidak dilindungi, baik homo
maupun heteroseksual, pemakaian jarum suntik yang terkontraminasi, kontak kulit yang lecet
dengan bahan infeksius, transfusi darah atau komponenjnya yang terinfeksi, transplantasi
organ dan jaringan. Sekitar 15-35% bayi yang lahir dari ibu yang HIV (+) terinfeksi,
transplantasi organ dan jaringan. Sekitar 15-35% bayi yang lahir dari ibu yang HIV (+)
terinfeksi melalui placenta dan hampir 20% bayi yang disusui oleh ibu HIV (+) dapat tertular.
Penularan dapat juga terjadi pada petugas kesehatan yang tertusuk jarum suntik yang
mengandung darah yang terinfeksi.
d. Masa Inkubasi
Bervariasi tergantung usia dan pengobatan antivirus. Waktu antara terinfeksidan
terdeteksinya antibody sekitar 1-3 bulan namun untuk terjadinya AIDS sekitar<1tahun hingga
>15 tahun. Tanpa pengobatan efektif, 50% orang dewasayang terinfeksi akan menjadi AIDS
dalam waktu 10 tahun.
e. Gejala Klinis
Biasanya tidak ada gejala klinis yang khusus pada orang yang terinfeksi HIV dalam waktu 5
sampai 10 tahun. Setelah terjadi penurunan sel CD4 secara bermakna baru AIDS mulai
berkembang dan menunjukkan gejala-gejala seperti :
Penurunan berat badan secara drastis
Diare yang berkelanjutan
Pembesaran kelenjar leher dan atau ketiak
Batuk terus menerus
Gejala klinis lainnya tergantung pada stadium klinis dan jenis infeksi
oportunistikyang terjadi.
f. Pengobatan
Pemberian anti virus (Highly Active Anti Retroviral Therapy, HAART ) dengan 3 obat atau
lebih dapat meningkatkan prognosis dan harapan hidup pasien HIV. Angka kematian di
negara maju menurun 80% sejak digunakannya kombinasi obat antivirus.
g. Masa Penularan
Tidak diketahui pasti, diperkirakan mulai sejak terinfeksi dan berlangsung seumur hidup.
i. Cara Pencegahan
Menghindari perilaku risiko tinggi seperti seks bebas tanpa perlindungan, menghindari
penggunaan alat suntik bergantian, melakukan praktek transfusi dan donor organ yang aman
serta praktek medis dan prosedur laboratorium yang memenuhi standar.
3. ANTRAKS
a. Pengertian
Antraks adalah penyakit bakteri akut yang biasanya mengenai kulit, saluran pernapasan
atau saluran pencernaan.
b. Epidemiologi
Penyakit antraks pada manusia terdapat diseluruh dunia. Umumnya didaerah pertanian
dan industri. Mereka yang berisiko terkena antraks adalah :
Orang yang kontak dengan binatang yang sakit
Digigit serangga tercemar antraks
Orang yang mengkonsumsi daging binatang terinfeksi
Orang yang kontak dengan kulit, bulu, tulang binatang yang mengandung spora
antraks.
a. Penyebab
Bacillus anthracis, bakteri gram positif berbentuk batang, berspora.
b. Cara Penularan
Penularan melalui kontak dengan jaringan, bulu binatang yang sakit dan mati atau
tanah yang terkontraminasi (antraks kulit). Infeksi juga dapat melalui inhalasi spora
(antraks paru) atau memakan daging tercemar yang tidak dimasak dengan baik
(antraks saluran pencernaan). Jarang terjadi penularan dari orang ke orang.
c. Masa Inkubasi
Antara 1-7 hari, bisa sampai 60 hari
d. Gejala klinis
Gejala klinis antraks sangat tergantung patogenesis dan organ yang terkena (kulit,
paru, saluran pencernaan, meningitis). Di Indonesia terbanyak ditemukan antraks
kulit.
Gejala antraks kulit : 3-5 hari setelah endospora masuk kedalam kulit timbul
makula kecil warna merah yang berkembang menjadi papel gatal dan tidak
nyeri. Dalam 1-2 terjadi vesikel, ulkus dan ulcerasi yang dapat sembuh
spontan dalam 2-3 minggu. Dengan antibiotika mortalitas antraks kulit kurang
dari 1%.
Gejala antraks saluran pencernaan : mual, demam, nafsu makan menurun,
abdomen akut, hematemesis, melena. Bila tidak segera diobati dapat
mengakibatkan kematian.
Gejala antraks saluran pernapasan meliputi :
o Antraks pada daerah orofaring akan menimbulkan demam, sukar
menelan, limfadenopati regional.
o Antraks pada paru ada 2 tahap. Tahap pertama ringan berlangsung 3
hari pertama muncul gejala flu, nyeri tenggorok, demam ringan, batuk
non produktif, nyeri otot, mual, muntah, tidak terdapat coryza. Tahap
kedua ditandai gagal napas, stridor, penurunan kesadaran dan sepsis
sampai syok sering berakhir dengan kematian. Meningitis antraks
terjadi pada 50% kasus antraks paru.
g. Masa Penularan
Tanah dan bahan yang tercemar spora dapat infeksius sampai puluhan
tahun
i. Cara Pencegahan
Pencegahan penyakit antraks dengan :
Pencegahan pada manusia dengan menjaga kebersihan tangan,
memasak daging yang matang.
Memberikan vaksinasi kepada kelompok risiko tinggi
Pemberian antibiotika profilaksis paksa pajanan selama 60 hari
tanpa waksin atau selama 30 hari ditambah 3 kali dosis vaksin,
dapat dimulai sampai 24 jam paska pajanan.
Pemberian antibiotika jangka panjang diperlukan untuk mengatasi
spora yang menetap lama dijaringan paru dan kelenjar getah
bening. Antibiotika yang dipakai adalah siprofloksasin 500mg dua
kali sehari atau doksisiklin 100mg dua kali sehari.
Kewaspadaan standar terutama terhadap penyebaran melalui
inhalasi dengan :
o Peralatan bedah harus segera di sterilkan setelah digunakan
o Petugas kesehatan menggunakan APD, dan segera mandi
menggunakan sabun dan air mengalir yang cukup banyak
o Petugas tidak perlu diberikan vaksinasi dan profilaksis
antibiotika
o APD bekas pakai dimasukkan kedalam kantong plastik dan
dibuang kesampah medis untuk dimasukkan ke incinerator/
dibakar
o Jenazah pasien antraks dibungkus dengan kantong plastik,
dimasukkan kedalam peti mati yang ditutup rapat dan
disegel. Bila memungkinkan dibakar.
o Tempat tidur dan alat yang terkontraminasi harus
o
dibersihkan dan disterilkan dengan autoklaf 120 c selama
30 menit
o Limbah padat, cair dan limbah laboratorium diolah dengan
semestinya.
5. TUBERKULOSIS
a. Penyebab
Tuberkulosis (TB) disebabkan oleh kuman atau basil tahan asam (BTA) yakni
mycobacterium tuberculosis. Kuman ini cepat mati bila terkena sinar matahari
langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jenis mycobacterium dapat
menyebabkan penyakit pada manusia dan menyerang semua organ tubuh bakteri ini
seperti kulit, kelenjar, otak, ginjal, tulang, dan yang paling sering paru.
b. Epidemiologi
penyakit tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan masyarakat baik di
Indonesia maupun di dunia. Indonesia menduduki peringkat ke 3 dunia dalam hal
jumlah pasien TB setelah India dan Cina. Sekitar 9 juta kasus baru terjadi setiap tahun
diseluruh dunia. Sepertiga penduduk dunia terinfeksi TB secara laten. Sekitar 95%
pasien TB berada di negara sedang berkembang, dengan angka kematian mencapai 3
juta orang pertahun. Di Indonesia diperkirakan terdapat 583.000 kasus baru dengan
140.000 kematian tiap tahun. Umumnya sekitar 75-85% pasien TB berasal dari
kelompok usia produktif.
Faktor risikonya yaitu penderita HIV/AIDS, Diabetes, gizi kurang dan kebiasaan
merokok.
c. Cara Penularan
Penularan penyakit TB paru melalui percikan dahak ( droplet) dari orang keorang,
sekali batuk terdapat 3000 percikan dahak (droplets) yang mengandung kuman TB dan
dapat menulari orang sekitarnya.
d. Masa Inkubasi
Sejak masuknya kuman hingga timbul gejala adanya lesi primer atau reaksi test
tuberkolosis positif memerlukan waktu 2-10 minggu. Risiko menjadi TB paru
(breakdown) dan TB ekstrapulmoner progresif setelah infeksi primer umumnya terjadi
pada tahun pertama dan kedua. Infeksi laten bisa berlangsung seumur hidup. Pada
pasien dengan imun defisiensi seperti HIV, masa inkubasi bisa lebih pendek.
e. Masa Penularan
Pasien TB berpotensi menular selama penyakitnya masih aktif dan dahaknya
mengandung BTA. Penularan berkurang apabila pasien yang tidak diobati atau diobati
tidak adekuat dan pasien dengan ”persistent AFB positive” dapat menjadi sumber
penularan dalam waktu lama. Tingkat penularan tergantung pada jumlah basil yang
dikeluarkan, virulensi kuman, terjadinya aerosolisasi waktu batuk atau bersin dan
tindakan medis berisiko tinggi seperti intubasi, bronhoskopi.
f. Gejala Klinis
Gejala klinis penyakit TB paru yang utama adalah batuk terus menerus disertai dahak
selama 3 minggu atau lebih, batuk darah, sesak napas, nyeri dada, badan lemah, sering
demam, nafsu makan menurun dan penurunan berat badan.
g. Pengobatan
Pengobatan spesifik dengan kombinasi anti tuberkulosis (OAT), dengan metode
DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse), pengobatan dengan regimen
jangka pendek dibawah pengawasan langsung Pengawas Minum Obat (PMO).
Untuk pasien baru TB BTA (+),WHO menganjurkan pemberian 4 macam obat
setiap hari selama 2 bulan terdiri dari Rifampisisn, INH, PZA dan ethambutol
diikuti INH dan rifampisisn 3 kali seminggu selama 4 bulan.
h. Cara Pencegahan
Penemuan dan pengobatan pasien merupakan salah satu cara pencegahan
dengan menghilangkan sember penularan.
Imunisasi BCG sedini mungkin
Perbaikan lingkungan, status gizi dan kondisi sosial ekonomi
Setiap pasien TB paru BTA positif ditempatkan dalam ruangan bertekanan
negatif.. setiap orang yang kontak diharuskan memakai pelindung pernapasan
yang dapat menyaring partikel yang berukuran submikron.
BAB IV
PELAKSANAAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
DI PUSKESMAS PARANG KABUPATEN KARAWANG
Pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi di Puskesmas Parang meliputi :
A. Kewaspadaan Standar
1. Kebersihan tangan
2. Penggunaan Alat pelindung diri
3. Pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen
4. Pengelolaan Limbah
5. Pengendalian Lingkungan Puskesmas
6. Kesehatan karyawan/ perlindungan petugas kesehatan
7. Penempatan Pasien
8. Hygiene respirasi/ etika Batuk
9. Praktek menyuntik yang aman
10. Praktek untuk lumbal punksi
1. Kebersihan Tangan
a. Definisi
Kebersihan tangan dari sudut pandang pencegahan dan pengendalian infeksi,
adalah praktek membersihkan tangan untuk mencegah infeksi yang ditularkan
melalui tangan.
Mencuci tangan : proses yang secara mekanik melepaskan kotoran dan debris dari
kulit tangan dengan menggunakan sabun biasa dan air
Flora transien dan flora residen pada kulit : Flora transien pada tangan diperolah
melalui kontak dengan pasien, petugas kesehatan lain dan permukaan lingkungan
( misalnya meja periksa, lantai, atau toilet ). Organisme ini tinggal dilapisan luar
kulit dan terangkat dengan mencuci tangan menggunakan sabun biasa dan air
mengalir. Flora Residen tinggal dilapisan kulityang lebih dalam serta didalam
folikel rambut, dan tidak dapat dihilangkan seluruhnya, walaupun dengan
pencucian dan pembilasan dengan sabun dan air bersih.
Air bersih : air yang secara alami atau kimiawi dibersihkan dan disaring sehingga
aman untuk diminum, serta untuk pemakaian lainnya dan memenuhi standar
kesehatan yang telah ditetapkan. Pada keadaan normal minimal air bersih harus
bebas dari mikroorganisme dan memiliki turbiditas rendah ( jernih, tidak berkabut
).
Sabun : produk-produk pembersih/ sabun cair yang menurunkan tegangan
permukaan sehingga membantu melepaskan kotoran, debris dan mikroorganisme
yang menempel sementara pada tangan, sabun niasa memerlukan gosokan untuk
melepas mikroorganisme secara mekanik, sementara sabun antiseptik
( antimikroba) selain melepas juga membunuh atau menghambat pertumbuhan
dari sebagian besar mikroorganisme.
Agen anti septik atau anti mikroba : bahan kimia yang digunakan untuk mencuci
tangan dengan menghambat atau membunuh mikroorganisme, sehingga
mengurangi jumlah bakteri.
Emollient : cairan organik seperti gliserol, propilen delikol, atau sorbitol yang
ditambahkan pada handrub dan losion. Kegunaannya untuk melunakkan kulit dan
membantu mencegah kerusakan kulit ( keretakan, kekeringan iritasi dan dermatitis
) akibat pencucian tangan.
Perhatian :
Lama penggosokan untuk pembersihan tangan dengan air dan sabun minimal selama 15 detik,
sedangkan untuk pembersihan tangan dengan larutan berbahan dasar alcohol minimal selama
10 detik.
1) Sarung Tangan
Definisi
Alat yang digunakan untuk melindungi tangan dari bahan yang dapat
menularkan penyakit dan melindungi pasien dari mikroorganisme yang
berada di tangan petugas kesehata. Sarung tangan merupakan
penghalang (barier) fisik paling penting untuk mencegah penyebaran
infeksi. Sarung tangan harus diganti antara setiap kontak dengan satu
pasien ke pasien lainnya, untuk menghindari kontraminasi silang.
Ingat : Memakai sarung tangan tidak dapat menggantikan tindakan mencuci tangan atau
pemakaian antiseptic yang digosokkan pada tangan.
Tujuannya :
a). Untuk menciptakan barier protektif dan mencegah kontaminasi yang berat.
Misalnya untuk menyentuh darah, cairan tubuh, sekresi, ekresi, mukus
membran, kulit yang tidak utuh.
b). Menghindari transmisi mikroba dari petugas nkepada pasien saat melakukan
tindakan pada kulit pasien yang tidak utuh.
c). Mencegah transmisi mikroba dari pasien ke pasien lain melalui tangan petugas.
Penggunaan sarung tangan oleh petugas pada keadaan :
a). Kontak tangan dengan darah, cairan tubuh, membran atau kulit yang tidak utuh
b). Melakukan tindakan invasif
c). Menangani bahan-bahan bekas pakai yang terkontraminasi atau menyentuh
bahan tercemar.
d). Menerapkan kewaspadaan berdasarkan penularan melalui kontak
Jenis-jenis tangan :
a. sarung tangan bersih
b. sarung tangan steril
c. sarung tangan rumah tangga
Ya
Ya
Gambar 3 : Bagan alur pemilihan jenis sarung tangan
6. Apron
Definisi
Adalah alat yang terbuat dari karet atau plastik sebagai pelindung bagi petugas
kesehatan dan tahan air.
Digunakan pada saat :
Merawat pasien langsung
Membersihkan pasien
Melakukan prosedur dimana ada resiko tumpahan darah, cairan tubuh atau
sekresi.
7. Pelindung Kaki
Digunakan untuk melindungi kaki dari cedera akibat benda tajam atau benda
berat yang mungkin jatuh secara tidak sengaja keatas kaki.
Jenis – jenis pelindung kaki :
Sepatu Boot Karet
Sepatu Kulit Tertutup
STERILISASI
(Peralatan Kritis )
Masuk dalam pembuluh DISINFEKSI
Darah / Jaringan tubuh
Direbus Kimiawi
Definisi
Pengelolaan Linen adalah penanganan linen di puskesmas meliputi proses
pengimpanan, pendistribusian, pemisahan linen kotor, dan pencucian.
Tujuan
Mencegah terjadinya penularan melalui linen yang terkontraminasi dari pasien
kepetugas maupun kepasien lain dan lingkungan sekitarnya.
Prinsip Umum :
Semua linen yang sudah digunakan harus dimasukkan kedalam kantong/ wadah
yang tidak rusak saat diangkut.
Pengantongan ganda tidak diperlukan untuk linen yang sudah digunakan.
4.1. Pengertian
Limbah puskesmas adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan puskesmas
dalam bentuk padat, cair dan gas.
4.2. Tujuan Pengelolaan Limbah
Melindungi petugas pembuangan limbah dari perlukaan
Melindungi penyebaran infeksi terhadap para petugas kesehatan
Mencegah penularan infeksi pada masyarakat sekitarnya
Membuang bahan-bahan berbahaya ( bahan Toksik dan radioaktif) dengan
aman.
4.3. Jenis-jenis Limbah
a. Limbah padat puskesmas adalah semua limbah puskesmas yang berbentuk padat
sebagai akibat kegiatan puskesmas yang terdiri dari :
Limbah medis padat adalah : limbah padat yang terdiri dari limbah
infeksius, limbah patologi, limah benda tajam, limbah farmasi, limbah
sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan,
dan limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi
Limbah pada non medis adalah : limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan
puskesmas diluar medis yang berasal dari dapur perkantoran, taman, dan
halaman yang dapat dimanfaatkan kembali apabila ada teknologinya.
b. Limbah cair adalah semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan
puskesmas yang kemungkinan mengandung mikroorganisme, bahan kimia
beracun, dan radioaktif yang berbahaya bagi kesehatan.
c. Limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas yang berasal dari kegiatan
pembakaran dipuskesmas seperti insinerator, dapur, perlengkapan generator,
anastesi, dan pembuatan obat sitotoksis.
d. Limbah infeksius adalah limbah yang terkontraminasi dengan darah, cairan tubuh
pasien, eksresi, sekresi yang dapat menularkan kepada orang lain.
e. Limbah Sitotoksis adalah limbah dari bahan yang terkontaminasi dari persiapan
dan pemberian obat sitotoksis untuk kemoterapi kanker yang mempunyai
kemampuan untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan sel hidup.
g. Pengangkutan
Mengangkut limbah harus menggunakan kereta dorong khusus
Kereta dorong harus kuat, mudah dibersihkan, tertutup
Tidak boleh ada yang tercecer
Sebaliknya jalan pengangkut limbah berbeda dengan jalan pasien
Gunakan alat pelindung diri ketika menangani limbah.
h. Treatment
Limbah infeksius dimasukkan dalam incenerator
Limbah non infeksius dibawa ketempat pembuangan limbah umum
Limbah benda tajam dimasukkan dalam incenerator
Limbah cair dalam westafell diruang spoelhok
Limbah Feces, urine kedalam WC
4.5. Penanganan Limbah Benda Tajam
Jangan menekuk atau mematahkan benda tajam
Jangan meletakkan limbah benda tajam sembarang tempat
Segera buang limbah benda tajam ke kontainer yang tersedia tahan tusuk
dan tahan air dan tidak bisa dibuka lagi
Selalu buang sendiri oleh si pemakai
Tidak menyarungkan kembali jarum suntik habis pakai
Kontainer benda tajam diletakkan dekat lokasi tindakan
5.1. Pengertian
Pembersihan lingkungan adalah proses membuang semua atau
sebagian besar patogen dari permukaan dan benda yang
terkontraminasi.
Pembersihan permukaan dilingkungan pasien sangat penting karena
agen infeksius yang dapat menyebabkan ISPA dapat bertahan
dilingkungan selama beberapa jam atau bahkan beberapa hari.
Pembersihan dapat dilakukan dengan air dan detergen netral
5.2. Tujuan
Tujuan pengendalian lingkungan puskesmas atau fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya adalah untuk menciptakan lingkungan
yang bersih aman dan nyaman sehingga dapat menimilkan atau
mencegah terjadinya transmisi mikroorganisme dari lingkungan
kepada pasien, petugas, pengunjung, dan mayarakat disekitar
puskesmas dan fasilitas kesehatan sehingga infeksi nosokomial dan
kecelakaan kerja dapat di cegah.
5.3. Prinsip dasar pembersihan lingkungan
Semua permukaan horizontal ditempat dimana pelayanan
yang disediakan untuk pasien harus dibersihkan setiap hari dan
terlihat kotor. Permukaan tersebut juga harus dibersihkan bila
pasien sudah keluar dan sebelum pasien baru masuk.
Bila permukaan tersebut, meja pemerikasaan atau peralatan
lainnya pernah bersentuhan langsung dengan pasien, permukaan
tersebut harus dibersihkan dan disinfeksi diantara pasien-pasien
yang berbeda
Semua kain lap yang digunakan harus dibasahi sebelum
digunakan.membersihkan debu dengan kain kering atau dengan
sapu dapat menimbulkan aerosolisasi dan harus dihindari.
Larutan, kain lap dan kain pel harus diganti secara berkala
sesuai dengan peraturan setempat.
Semua peralatan pembersih harus dibersihkan dan
dikeringkan setelah digunakan
Kain lap pel yang dapat digunakan kembali harus dicuci dan
dikeringkan setelah digunakan
Tempat-tempat disekitar pasien harus bersih dari peralatan
serta perlengkapan yang tidak perlu sehingga memudahkan
pembersihan menyeluruh setiap hari.
Meja pemeriksaan dan peralatan disekitarnya yang telah
digunakan pasien yang diketahui atau suspek terinfeksi ISPA
yang dapat menimbulkan kekhawatiran harus dibersihkan dengan
disinfektan segera setelah dugunakan.
b. Langit-Langit
Langit-langit harus kuat, berwarna terang, dan mudah
dibersihkan, tingginya minimal 2,70 meter dari lantai,
kerangka langit-langit harus kuat dan bila terbuat dari kayu
harus anti rayap.
c. Lantai
Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, halus, kedap air,
tidak licin, warna terang, permukaan rata, tidak
bergelombang sehingga mudah dibersihkan secara rutin,3
kali sehari atau kalu perlu. Lantai yang selalu kontak
dengan air harus mempunyai kemiringan yang cukup
kearah saluran pembuangan air limbah. Pertemuan lantau
dengan dinding harus berbentuk lengkung agar mudah
dibersihkan.
d. Atap
Atap harus kuat, tidak bocor dan tidak menjadi tempat
perindukan serangga, tikus dan binatang penggangu
lainnya.
e. Pintu
Pintu harus kuat, cukup tinggi, cukup lebar, dan dapat
mencegah masuknya serangga, tikus, dan binatang
pengganggu lainnya.
f. Jaringan Instalasi
Pemasangan jaringan instalasi air minum, air bersih, air
limbah, gas, listrik, sistem penghawaan, sarana komunikasi
dan lain-lainnya harus memenuhi persyaratan teknis
kesehatan agar nyaman dan aman, mudah dibersihkan dari
tumpukan debu. Pemasangan pipa air minum tidak boleh
bersilang dengan pipa air limbah dan tidak boleh
bertekanan negatif untuk menghindari pencemaran air
minum.
g. Furniture
Dibersihkan secara rutin setiap hari, khusus tempat tidur
pasien gunakan cairan disinfektan, tidak menggunakan
bahan yang dapat menyerap debu, sebaiknya bahan yang
mudah dibersihkan dari debu maupun darah atau cairan
tubuh lainnya.
i. Gorden
Bahan terbuat yang mudah dibersihkan, tidak
bergelombang, warna terang, dicuci secara periodik 1-3
bulan sekali dan tidak menyentuh lantai disain ruangan
sedapat mungkin diciptakan dengan memfasilitasi
kewaspadaan standar. Alkohol handrub perlu disediakan
ditempat yang mudah diraih saat tangan tidak tampak kotor.
Wastafel perlu diadakan 1 buah tiap 6 tempat tidur pasien,
sedang diruang high care 1 wastafel tiap 1 tempat tidur.
Jarak antar tempat tidur diupayakan cukup agar perawat
tidak menyentuh 2 tempat tidur diupayakn cukup agar
perawat tidak menyentuh 2tempat tidur dalam waktu yang
sama, nila mungkin / ideal 2,5m. Penurunan jarak antar
tempat tidur menjadi 1,9m menyebabkan peningkatan
transfer MRSA 3,15 kali.
Permukaan sekitar :
RS merupakan tempat yang mutlak harus bersih.
Lingkungan jarang merupakan sumber infeksi. Masih
kontradiksi tentang disinfeksi ruangan rutin ? tidak
ada perbedaan HAIs yang bermakna antara ruangan
dibersihkan dengan disinfeksi dan detergen.
Tujuan :
Untuk mempertahankan kualitas udara dalam ruangan
yang baik, aman untuk keperluan pernapasan.
Ventilasi yang memadai dan aliran satu arah yang
terkontrol harus diupayakan di puskesmas.
Untuk mengurangi penularan patogen yang ditularkan
dengan penularan obligat atau preferensial melalui
airborne.
Ventilasi ruangan untuk infeksi pernapasan
Ruang ventilasi memadai adalah ruangan dengan
pertukaran udara > 12x /jam tapi aliran udaranya tidak
ditentukan diperlukan bila ada kemungkinan penularan
droplet nuklei. Direkomendasikan ventilasi ruangan ACH
≥12 dan aliran udara yang diharapkan, dapat dicapai
dengan ventilasi alami atau mekanik.
Kondisi Ruangan ACH
( Pertukaran udara per jam )
Jendela dan pintu dibuka 29,3-93,2
Penuh
Jendela dibuka penuh, 15,1-31,4
Pintu ditutup
Jendela dibuka separuh, 10,5-24
Pintu ditutup
Jendela ditutup 8,8
Pilihan tempat isolasi dan penempatan pasien didalam ruang isolasi harus direncanakan
dengan teliti dan dirancang untuk lebih mengurangi resiko infeksi bagi orang-orang
disekitarnya. Saat merancang suatu Puskesmas, sebaiknya tempat isolasi terletak jauh dari
bagian-bagian puskesmas yang lain dan dibangun ditempat yang diperkirakan mempunyai
karakteristik angin yang baik sepanjang tahun. Udara harus diarahkan dari tempat
perawatan pasien ditempat terbuka diluar gedung yang jarang digunakan dilalui orang
didalam ruang pencegahan infeksi melalui airbone, pasien harus ditempatkan dekat dinding
luar dekatjendela terbuka, bukan dekat dinding dalam.
Pertimbangan lain berkaitan dengan penggunaan ventilasi alami adalah pajanan pasien
terhadap vektor artopoda (misalnya nyamuk) didaerah endemi. Penggunaan kelambu dan
langkah pencegahan vektor lainnya dapat membantu mengurangi resiko penularan melalui
vektor.
Tujuan utama : membantu meningkatkan ACH sampai tingkat yang diharapkan dan
menghasilkan tekanan negatif.
Perancangan dan perencanaan yang teliti exhaust fan dalam jumlah yang memadai
diperlukan untuk mendapatkan hasil seperti :
Tabel 3 : Tabel. Tingkat ventilasi ( ACH) dikamar berventilasi alami yang tercatat dalam
sebuah eksperimen di Cina, DAK Hongkong, dalam kondisi eksperimen yang berbeda.
Ruangan isolasi yang digunakan untuk pencegahan transmisi infeksi melalui airbone yang
berventilasi mekanis harus menggunakan sistem kontrol untuk menghasilkan tingkat
ventilasi yang memadai dan aliran udara terkontrol.
b. Air
Air yang dianjurkan untuk Puskesmas :
Pertahankan temperatur air, panas 51 ºC, dingin 20ºC
Pertahankan resirkulasi tetap panas air didistribusikan ke unit perawatan
Anjurkan pasien, keluarga, pengunjung menggunakan air dari keran
Uji kualitas mutu air minimal 6 bulan sekali
c. Permukaan Lingkungan
Permukaan lingkungan meliputi permukaan lingkungan di area perawatan, lantai,
dinding, permukaan yang sering disentuh (pegangan pintu, bed rails, light switch),
blinds dan jendela tirai perawatan pasien, kamar operasi serta carpet. Tehnik
pembersihan permukaan lingkungan meliputi :
1. Area perawatan
Disamping pembersihan secara seksama disinfeksi bagi peralatan tempat
tidur dan permukaan perlu dilakukan, seperti dorongan tempat tidur, meja
disamping tempat tidur, kereta dorong, lemari baju, tombol pintu, keran,
tombol lampu, bel panggilan, telepon, TV, temote kontrol.
Virus dapat dinonaktifkan oleh alkohol 70% dan klorin 0,5%
Dianjurkan untuk melakukan pembersihan permukaan lingkungan dengan
detergen yang netral dilanjutkan dengan larutan disinfektan.
Bersihkan dan disinfeksi permukaan lingkungan di area perawatan
Lakukan pembersihan dua kali sehari atau bila kotor
Pilih disinfeksi yang terdaftar dan digunakan sesuai petunjuk pabrik
Jangan menggunakan high level disinfektan/ cairan chemikal untuk
peralatan non kritikal dan permukaan lingkungan
Ikuti petunjuk pabrik untuk pembersihan dan pemeliharaan peralatan non
kritikal.
Pembersihan dari pabrik ikuti petunjuk dari pabrik dan bila tidak ada
petunjuk pembersihan dari pabrik ikuti prosedur yang telah ditentukan.
Jangan melakukan disinfeksi fogging di area keperawatan
Hindari metode pembersihan permukaan yang luas yang menghasilkan mist
atau aerosol.
4. Kamar Operasi
Bersihkan kamar operasi setelah selesai operasi terakhir setiap hari, bersihkan
ruangan dengan wet vacum atau mop
Bersihkan lantai dan dinding dengan menggunakan cairan disinfektan yang
terdaftar dengan label
Jangan gunakan mats dipintu masuk ruang operasi
Gunakan metode pembersihan debu yang tepat untuk pasien yang
immonocompromised
Tutup pintu pasien immonocompromised saat membersihkan lantai. Segera
bersihkan dan dekontaminasi tumpahan darah atau material lain yang potensial
infeksi
5. Carpet diarea umum fasilitas pelayanan sarana kesehatan dan area umum
Vacum carpet diarea umum fasilitas pelayanan sarana kesehatan dan area
umum pasien secara regular
Secara periodik pembersihan sampai kedalam carpet
Hindari penggunaan carpet didaerah keramaian di ruang perawatan pasien
Hindari tumpahan darah seperti unit terapi, ruang operasi, laboratorium,
intensive care
6. Perawatan Bunga
Bunga dan tanaman pot tidak dianjurkan diarea pelayanan pasien
Perawatan dan pemeliharaan bunga dan tanaman pot dilakukan oleh petugas
khusus (bukan yang merawat pasien). Namun jika tidak ada petugas khusus
maka petugas memakai sarung tangan dan cuci tangan setelah melepas sarung
tangan
Tidak mengizinkan bunga segar atau kering atau tanaman pot di area perawatan
Lakukan pest control secara rutin.
d. Linen Pasien
Kebersihan linen adalah tanggung jawab petugas
Petugas harus mengganti pakaiannya yang terkontaminasi darah atau material
lain yang terkontaminasi infeksius dan mencucinya kebagian laundry
Fasilitas dan peralatan loundry
o Pertahankan tekanan negatif pada ruangan kotor dibanding dengan
ruangan bersih
o Pastikan bahwa area laundry mempunyai sarana cuci tangan dan
tersedia APD
Pakai dan pelihara peralatan laundry sesuai dengan intruksi pabrik
Jangan biarkan pakaian direndam dimesin sepanjang malam
Tangani pakaian kontaminasi dengan tidak mengibaskan untuk menghindari
kode warna
Jangan diberikan penutup pada pakaian terkontaminasi di ruangan pasien tetapi
harus diganti
Proses pencucian : Panas 71ºC, selama 25 menit.
Pilih zat kimia yang sesuai
Simpan pakaian agar terhindar dari debu
Transportasi linen yang kotor, harus dibungkus sehingga tidak kena debu
Jangan laukan pemeriksaan kultur rutin untuk pakaian bersih
Lakukan pemeriksaan kultur selama outbreak jika ada epidemiologi evidence
Gunakan linen steril, surgical drapes dan gaun untuk kondisi yang memerlukan
steril
Gunakan pakaian bersih pada perawatan neonatus
Jaga kasur tetep kering, lapisi dengan plastik kedap air
Bersihkan dan disinfeksi tutup kasur dan bantal dengan menggunakan
disinfektan
Bersihkan dan disinfeksi kasur dan bantal antar pasien
e. Binatang
Anjurkan pasien menghindari dari kotoran, air liur, urine binatang
Jangan membiarkan binatang anjing kucing berkeliaran disekitar puskesmas
Bersihkan lengkungan puskesmas dari kotoran binatang.
f. Pembuangan sampah
Semua sampah yang dihasilkan dalam ruangan atau area isolasi harus dibuang
dalam wadah atau kantong yang sesuai :
Untuk sampah infeksius gunakan kantong plastik kuning atau bila tidak
tersedia dapat menggunakan kantong plastik warna lain yang tebal atau lapis
dua (kantong ganda). Kemudian diikat dengan tali warna kuning atau di beri
tanda ”infeksius”. Semua sampah dari suatu ruangan/ area yang merawat
pasien dengan penyakit menular melalui udara (airborne) harus ditangani
sebagai sampah infeksius.
Untuk sampah non-infeksius/ tidak menular gunakan kantong plastik hitam.
Untuk sampah benda tajam atau jarum ditaruh dalam wadah tahan tusukan.
Kantong sampah apabila sudah. Bagian penuh harus segera diikat dengan tali dan
tidak boleh dibuka kembali.
Petugas yang bertanggung jawab atas pembuangan sampah dari bangsal/ area isolasi
harus menggunakan APD lengkap ketika membuang sampah.
Satu lapis kantong kuning sampah biasanya mamadai, bila sampah dapat dibuang
kedalam kantong tanpa mengotori bagian luar kantong. Jika hal tersebut tidak
mungkin dibutuhkan dua lapis kantong (kantong ganda).
Kantong pembuangan sampah perlu diberi label biohazard yang sesuai dan
ditangani dan dibuang sesuai dengan kebijakan puskesmas dan peraturan nasional
mengenai sampah puskesmas.
Limbah cair seperti urin atau feses dapat dibuang kedalam sistem pembuangan
kotoran yang tertutup dan memenuhi syarat dan disiram dengan air yang banyak.
Kemunhkinan resiko pajanan dapat terjadi kapan saja tetapi konseling, pemeriksan
laboratorium dan pemberian ARV harus dipasilitasi dalam 24 jam. Penelusuran
paska pajanan harus standar sampai waktu 1 tahun. Diulang tiap 3 bulan sampai 9
bulan ataupun 1 tahun.
Difteria Standar
Kontak
Tidak Tahan Kontak Standar, hand Tidak perlu
diketahui dilingkungan dengan hygiene
Gastroenteritis dalam waktu sekresi &
*salmonella pendek ekskresi :
*Shigella saliva &
*yenterocolitca urin
Giardia lamblia
Sekresi Dopler, Sampai terapi
Hepatitis A dari mulut kontak antibiotika telah
mengandu lengkap dan
ng c sampai 2 kultur
difteriae berjarak 24 jam
dinyakatan
negatif, perlu
imunisasi tiap 10
thn
Hepatitis B,D
Feses Kontak
Hepatitis C,F,G
Perkutane Standar
us,mukosa
,kulit yang
tidak
utuhkonta
k dengan
darah,sem
en,cairan
Hemophilus vagina,cai
influenzae ran tubuh
Dewasa yang lain
*anak
Standar
Human
Metapneumo virus
(HMPV) Kontak Kontak
luka
Norovirus
N meningitidis
1-5 hari Infeksius pada Airborne, Kontak Vaksinasi pada
3 hari prtama kontak petugas yang
sakit.Virus langsung rentan.Amantadin
dapat atau untuk kontak
dikeluarkan droplet dengan influenza
sebelum dengan A
gejala timbul sekresi
sampai 7 hari saluran
setelah napas
melalui
sakit,lebih
panjang pada
anak dan
orang
Standar
Droplet
Vaksin
direkomen umur
11-64th petugas
dengan pertusis :
Restriksi fase
Poliomyelitis Nonparalitik : Sal napas 1 Kontak Transmisi catarrhal sampai
3-6hari; minggu cairan sal kontak minggu 3 setelah
paralitik 7- setelah gejala napas, onset atau 5 hari
21hari muncul, benda setelah teraphi
dalam feses terkontami antibiotik kontak
beberapa nasi feses saja tidak perlu
minggu-bulan restriksi.
setelah gejala
muncul
Restriksi
Salmonella, Orang- perawatan pasien
shigella orang &pengolahan
lewat makanan sampai
fekal oral, 24 jam setelah
air/ mendapat terapi
makanan antibiotik. Tidak
terkontami perlu restriksi
nasi petugas dengan
kolonisasi
Syphilis Kontak Kontak
langsung
dengan
lesi primer
atau
sekunder
syphilis
Tuberkulosis
Sampai 1 Inhalasi Airborne,
bulan minum droplet kontak
OAT nuklei (mengeluarka
n c tubuh
infeksius)
Varicella
Sampai lesi Airborne,
kering&berkr kontak
usta standar
Sampai terbukti
non infectius
*paska pajanan
(person yang Jangan kontak Restriksi sampai
rentan) dengan pasien lesi mengering
rawat dan mengelupas
Restriksi sampai
semua lesi kering
dan mengelupas
Tujuannya :
Menjamin keselamatan petugas dilingkungan puskesmas.
Memelihara kesehatan petugas kesehatan
Mencegah ketidakhadiran petugas, ketidakmampuan bekerja, kemungkinan
medikolegal dan KLB.
Edukasi
Sosialisasi SOP pencegahan dan pengendalian infeksi misal : Kewaspadaan Isolasi,
Kewaspadaan Standar dan Kewaspadaan berbasis transmisi, Kebijakan Departemen
Kesehatan tenatang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) terkini.
Program Imunisasi
Keputusan pelaksanaan imunisasi petugas tergantung pada :
Risiko ekspos petugas
Kontak petugas dengan pasien
Karakteristik pasien Puskesmas
Dana Puskesmas
Riwayat imunisasi yang tercatat baik secara periodik menyiapkan apakah seorang petugas
memerlukan booster atau tidak. Imunisasi influenza dianjurkan sesuai dengan strain yang
ada.
ALUR PASKA PAJANAN
IPCN/ K3 RS LABORATORIUM
7. Penempatan Pasien
7.1. Penanganan Pasien Dengan Penyakit Menular/ Suspek
Terapkan dan lakukan pengawasan terhadap Kewaspadaan Standar untuk kasus
/ dugaan kasus penyakit menular melalui udara :
Letakkan pasien didalam satu ruangan tersendiri. Jika ruangan tersendiri ntidak
tersedia, kelompokkan kasus yang telah dikonfirmasi secara terpisah didalam
ruangan atau bangsal dengan beberapa tempat tidur dari kasusu yang belum
dikonfirmasi atau sedang didiagnosis ( kohorting ). Bila ditempatkan dalam 1
ruangan, jarak antar tempat tidur harus lebih dari 2 meter dan diantara tempat
tidur harus ditempatkan penghalang fisik seperti tirai atau sekat.
Jika memungkinkan, upayakan ruangan tersebut dialiri udara bertekanan
negatif yang dimonitor ( ruangan bertekanan negatif ) dengan 6-12 pergantian
udara per jam dan system pembuangan udara keluar atau menggunakan
saringan udara partikulasi efisiensi tinggi ( filter HEPA ) yang termonitor
sebelum masuk ke sistem sirkulasi udara lain di Puskesmas.
Jika tidak tersedia ruangan bertekanan negatif dengan sistem penyaringan udara
partikulasi efiesiensi tinggi, buat tekanan negatif didalam ruangan pasien
dengan memasang pendingin ruangan atau kipas angin dijendela sedemikian
rupa agar aliran udara keluar gedung melalui jendela. Jendela harus membuka
keluar dan tidak mengarah kedaerah publik. Uji untuk tekanan negatif dapat
dilakukan dengan menempatkan sedikit bedak tabur dibawah pintu dan amati
apakah terhisap kedalam ruangan. Jika diperlukan kipas angin tambahan
didalam ruangan dapat meningkatkan aliran udara.
Jaga pintu tertutup setiap saat dan jelaskan kepada pasien mengenai perlunya
tindakan tindakan pencegahan ini.
Pastikan setiap orang yang memasuki ruangan memakai APD yang sesuai :
masker ( bila memungkinkan masker efisiensi tinggi harus digunakan, bila
tidak, gunakan masker bedah sebagai alternatif ) gaun, pelindung wajah atau
pelindung mata dan sarung tangan.
Pakai sarung tangan bersih, non steril ketika masuk ruangan.
Pakai gaun yang bersih, non- steril ketika masuk ruangan jika akan
berhubungan dengan pasien atau kontak dengan permukaan atau barang
-barang didalam ruangan.
Semua Pasien, pengunjung, dan petugas kesehatan harus dianjurkan untuk selalu
mematuhi etika batuk dan kebersihan pernapasan untuk mencegah sekresi pernapasan.
Saat anda batuk atau bersin :
Tutup hidung dan mulut anda
Segera buang tisu yang sudah dipakai
Lakukan kebersihan tangan
Di fasilitasi pelayanan kesehatan. Sebaiknya gunakan masker bedah bila Anda sedang
batuk. Etika batuk dan kebersihan pernapsan harus diterapkan disemua bagian puskesmas,
dilingkungan masyarakat, dan bahkan di rumah.
Tindakan penting ini harus selalu dilakukan untuk mengendalikan sumber infeksi
potensial.
Dibutuhkan untuk memutus mata rantai transmisi mikroba penyebab infeksi dibuat
untuk diterapkan terhadap pasien yang diketahui maupun dugaan terinfeksi atau
terkolonisasi patogen yang dapat di transmisikan lewat udara, droplet, kontak dengan
kulit atau permukaan terkontaminasi.
Jenis Kewaspadaan berdasarkan transmisi :
a. Kontak
b. Melalui droplet
c. Melalui udara ( Airborne )
d. Melalui common vehicle (makanan, air, obat, peralatan )
e. Melalui vektor (lalat, nyamuk, tikus)
Catatan : suatu infeksi dapat ditransmisikan lebih dari satu cara.
Kewaspadaan berdasarkan transmisi ini dapat dilaksanakan secara terpisah ataupun
kombinasi dengan Kewaspadaan Standar seperti kebersihan tangan dengan mencuci
tangan sebelum dan sesudah tindakan menggunakan sabun, antiseptik ataupun
antiseptik berbasis alkohol, memakai sarung tangan sekali pakai bila kontak dengan
cairan tubuh, gaun pelindung dipakai bila terdapat kemungkinan terkena percikan
cairan tubuh, memakai masker, goggle untuk melindungi wajah dari percikan cairan
tubuh.
Sebagai tambahan kewaspadaan Standar, terutama setelah terdiagnosis jenis
infeksinya.
Rekomendasi (3)
Rekomendasi dikategorikan sebagai berikut :
Kategori IA :
Sangat direkomendasikan untuk seluruh puskesmas, telah didukung penelitian
dan studi epidemiologi.
Kategori IB :
Sangat direkomendasikan untuk seluruh puskesmas dan telah ditinjau efektif
oleh para ahli dilapangan. Dan berdasarkan kesempatan HICPAC ( Hospital
Infection Control Advisory Committee ) sesuai dengan bukti rasional walaupun
mungkin belum dilaksanakan suatu studi scientifik.
Kategori II :
Dianjurkan untuk dilaksanakan dirumahsakit. Anjuran didukung studi klinis dan
epidemiologik, teori rasional yang kuat, studi dilaksanakan di beberapa
puskesmas.
Tidak direkomendasi :
Masalah yang belum ada penyelesaiannya.
Belum ada bukti ilmiah yang memadai atau belum ada kesepakatan mengenai
efikasinya.
Transmisi kontak tidak langsung terjadi kontak antara orang yang rentan
dengan benda yang terkontaminasi mikroba infeksius dilingkungan,
instrumen yang terkontaminas, jarum, kassa, tangan terkontaminasi dan
belum dicuci atau sarung tangan yang tidak diganti saat menolong pasien
satu dengan yang lainnya, dan melalui mainan anak. Kontak dengan cairan
sekresi pasien terinfeksi yang di transmisikan melalui tangan petugas atau
benda mati dilingkungan pasien.
Sebagai cara transmisi tambahan melalui droplet besar pada patogen infeksi
saluran napas misal : para influenza, RSV, SARS, H5N!.(10)
Pada pedoman Isolation tahun 2007, dianjurkan juga kenakan masker saat
dalam radius 6-10 kaki dari pasien dengan mikroba virulen.
Tujuan terpenting PPI adalah menjaga petugas, peralatan dan permukaan tetap bersih.
Bersih diartikan :
Bebas dari kotoran
Telah dicuci setelah terakhir dipakai
Penjagaan kebersihan tangan personal
Bebas polutan dan bahan tidak diinginkan
Petunjuk pencegahan dan pengendalian infeksi untuk anggota keluarga yang merawat
penderita atau suspek flu burung
Anggota keluargaperlu menggunakan APD seperti petugas kesehatan yang merawat
di Puskesmas.
Menjaga kebersihan alat pernapasan dan etika batuk ditempat pelayanan kesehatan.
Jika memungkinkan, dianjurkan bagi orang yang batuk untuk duduk pada jarak 1 meter dari
yang lainnya diruang tunggu.
Pada pintu masuk dan diruang fasilitas rawat jalan seperti ruang gawat darurat, ruangan
dokter, klinik rawat jalan, perlu dipasang instruksi etika batuk atau bersin. Pasien dan orang
yang menemaninya agar mempraktekkan kebersihan alat saluran pernapsan dan etika batuk
atau bersin, dan memberitahukan kepada petugas sesegera mungkin tentang gejala penyakit
yang diderita, bagi orang yang batuk harus disediakan masker.
BAB VI
SURVEILANS INFEKSI PUSKESMAS
A. Definisi
Surveilans infeksi Puskesmas adalah suatu proses yang dinamis, sistematis terus menerus,
dalam pengumpulan, identifikasi, analisis dan interprestasi dari data kesehatan yang
penting pada suatu populasi spesifik yang didiseminasikan secara berkala kepada pihak-
pihak yang memerlukan untuk digunakan dalam perencanaan, penerapan, dan evaluasi
suatu tindakan yang berhubungan dengan kesehatan.
Infeksi Puskesmas (IRS) atau Healthcare associated infections (HAIs) adalah infeksi yang
terjadi pada pasien selama perawatan di RS atau fasilitas pelayanan kesehatan lain, yang
tidak ditemukan dan tidak dalam masa inkubasi saat pasien masuk RS. IRS juga mencakup
infeksi yang didapat di RS tetapi baru muncul setelah keluar RS dan juga infeksi akibat
kerja pada tenaga kesehatan.
B. Tujuan
1. mendapatkan data dasar Infeksi Puskesmas
2. menurunkan Laju Infeksi RS
3. Identifikasi dini Kejadian Luar Biasa (KLB) Infeksi Puskesmas
4. meyakinkan para tenaga kesehatan tentang adanya masalah yang memerlukan
penanggulangan.
5. Mengukur dan menilai keberhasilan suatu program PPI di RS
6. Memenuhi standar mutu pelayanan medis dan keperawatan
7. Salah satu unsur pendukung untuk memenuhi akreditasi RS
C. Metode Surveilans
Metode surveilans IRS di Puskesmas Umum Kabupaten Karawang adalah menggunakan
metode Surveilans target (targetted/sentinel surveillance) adalah surveilans yang terfokus
pada ruangan, kelompok pasien, atau tindakan dengan resiko infeksi spesifik. Yaitu
surveilans diruang perawatan insentif (ICU) dan ruang perawatan bedah, surveilans pada
pasien dengan kateter vena sentral, surveilans, infeksi luka operasi, surveilans pasien
dengan pemasangan Endotracheal Tube (ETT) dan ventilator, surveilans pasien dengan
pemasangan kateter urine, surveilans target ini diharapkan dapat memberikan hasil yang
lebih tajam dan memerlukan sumber daya yang lebih sedikit.
D. Jenis-jenis infeksi Puskesmas
1. Infeksi Aliran Darah Primer
a. Definisi Infeksi Aliran Darah Primer (IADP)
Merupakan jenis infeksi yang terjadi akibat masuknya mikroba melalui peralatan
yang kita masukkan langsung ke system pembuluh darah. Dalam istilah CDC
disebut sebagai Blood Stream Infection (BSI)
Akses langsung keperedaran darah ini dapat berupa kateter vena maupun arteri yang
kita lakukan terhadap pasien, baik dalam rangka perawatan maupun diagnostik,
yang secara umum disebut sebagai kateter intravaskuler ( intravaskuler Catheter).
Contahnya adalah pemasangan vena sentral (CVC : Central Venous Catheter), vena
perifer ( infus) hemodialisa.
c. Kriteria IADP
Ada beberapa kriteria untuk menentukan IADP, kriteria IADP 1 dan 2 dapat
digunakan untuk semua peringkat umur pasien termasuk usia <1th, minimal
ditemukan satu kriteria seperti :
c.1. Kriteria 1 IADP ; berikut :
Ditemukan pathogen pada >1 kultur darah pasien
Mikroba dari kultur darah itu tidak berhubungan dengan infeksi dibagian
lain dari tubuh pasien (lihat catatan 1&2)
Catatan :
1. dalam kriteria 1, arti ”>1” kultur darah pasien adalah = minimal 1 botol
kultur dari darah yang diambil memberikan hasil dilaporkan ada
pertumbuhan mikroba, artinya kultur darah positif.
2. dalam kriteria 1 maksud”patogen ”yang ditemukan adalah mikroba yang
tidak termasuk dalam mikroba kontaminan kulit yang umum didapatkan
(lihat kriteria 2 dan 3). Contoh beberapa mikroba pathogen yang bukan
termasuk flora normal umum kulit yang dapat ditemukan adalah S.aureus,
Enterococcus spp, E coli, Psudomonas spp, Klebsiella spp, Candida spp dan
lain-lain
3. dalam kriteria 2 dan 3, arti ’>2’kultur darah diambil dari lokasi yang berbeda
adalah artinya :
Dari CV line atau kultur ujung kateter CV line dan perifer sekurang-
kurangnya 2 kali pengambilan darah perifer dengan jeda waktu tidak
lebih dari 2 hari (misalnya pengmbilan darah pada hari Senin dan
Selasa, atau Senin dan Rabu, jangan terlalu jauh misalnya Senin-
Kamis), atau pada waktu yang bersamaan dari 2 lokasi yang berbeda
Minimal 1 botol dari darah yang diambil menunjukkan pertumbuhan
kuman kontaminan umum kulit yang sama. (lihat catatan no 4 untuk
melihat kesamaan mikroba )
4. Phlebitis yang purulen dikonfirmasi dengan hasil positif kultur
semikuantitatif dari ujung kateter, tetapi bila hasil kultur negatif atau
tidak ada kultur darah, maka tidak dilaporkan sebagai IADP.
Kriteria Nasional
I. Infeksi Aliran Darah Perifer (IADP)
Minimal : Minimal 1 :
Simtom Demam (>38ºC) Demam (>38ºC )
(Gejala dan Tanda) Menggigil Hipotermi (<37ºC)
hipotensi Apnoe
bradikardia
Kriteria IADP 1 2 3
Keterangan :
Yang dimaksud mikroba pathogen pada kriteria 1 misalnya adalah : S. Aureus,
Enterococcus spp, E coli, Psudomonas spp, Klebsiella spp, Candida spp dan lain-
lain.
Yangdimaksud dengan flora kulit adalah mikroba kontaminan kulit yang umum,
misalnya difteroid (Corynebacterium spp), Bacillus spp, Propionibacterium spp,
CNS termasuk Staph. Epidermidis, Streptococcus viridans, Aerococcus spp,
Micrococcus spp.
Hasil kultur darah pada kriteria 2 dan 3, arti ’≥2’kultur darah : 2 spesimen darah
diambil dari lokasi yang berbeda dan dengan jeda waktu tidak lebih dari 2hari.
Gambar 7 : Diagram Alur Infeksi Aliran Drah Primer
1. Pneumonia
Ada 2 jenis Pneumonia yang berhubungan dengan IRS, yaitu Pneumonia yang
didapatkan akibat perwatan yang lama atau sering disebut sebagai Hospital
Acquired Pneumonia (HAP) dan Pneumonia yang terjadi akibat pemakaian ventilasi
mekanik atau sering disebut sebagai Ventilator Associated Pneumonia (VAP).
a. Definisi HAP
HAP adalah infeksi saluran napas bawah yang mengenai parenkim paru setelah
pasien dirawat dipuskesmas >48 jam tanpa dilakukan intubasi dan sebelumnya
tidak menderita infeksi saluran napas bawah. HAP dapat diakibatkan tirah baring
lama ( koma/ tidak sadar, trakeostomi, refluk gaster, Endotracheal Tube/ETT).
b. Definisi VAP
VAP adalah infeksi saluran napas bawah yang mengenai parenkim paru
setelah pemakaian ventalasi mekanik > 48 jam, dan sebelumnya tidak
ditemukan tanda-tanda infeksi saluran napas.
Catatan :
Pada pasien yang tanpa penyakit paru-paru atau jantung (respiratory
distress syndrome, bronchopulmonary dysplasia, pulmonary edema, atau
chronic obstructive pulmonary disease) yang mendasari, 1 bukti
radiologis foto thorax sudah dapat diterima.
f. Kriteria Pneumonia
Ada 3 tipe spesifik pneumonia :
1. Pneumonia klinis (PNEU1)
2. Pneumonia dengan gambaran laboratorium spesifik (PNEU2)
3. Pneumonia pada pasien imunokompromis (PNEU3)
Keterangan :
- deteksi langsung patogen dapat menggunakan berbagai teknik
deteksi antigen (EIA,RIA,FAMA, Micro-IF),PCR atau kultur
- PCR: Polymerase Chain Reaction, merupakan teknik
diagnostik dengan cara memperbanyak asam nukleat patogen
secara in-vitro
- Paired sera adalah pasangan sera yang diambil pada fase akut
dan fase penyembuhan penyakit. Pada penyakit yang sedang
berlangsung(progresif) akan didapatkan peningkatan titer sera
pada fase penyembuhan sebesar ≥4x dibandingkan dengan titer
sera pada fase akut.
- Bila terkontaminasi pneumonia disebabkan oleh RSV,
adenovirus atau influenza virus, dugaan infeksi oleh patogen
yangsama segera dapat dilakukan tehadap pasien-pasien yang
dirawat yang mempunyai kemiripan gejala dan tanda klinis.
Keterangan :
- yang tergolong dalam pasien immunocompromised antara
lain:
penderita neutropenia (hitung netrofil absolute
<500/mm3), leukemia, lymphoma, HIV dengan
CD4<200, atau
splenectomy, post transplantasi,kemoterapi cytotoxic,
atau
Pengobatan steroid dosis tinggi :>40mgprednisolone
atau ekivalennya (hidrokortison 160 mg,metal-
prednisolon 32mg, deksametason 6mg, kortison
200mg)/hari untuk >2 minggu.
- Spesimen darah dan sputum diambil pada waktu yang
berdekatan (48 jam)
- Spesimen kultur semikuantitatif atau kualitatif dimungkinkan,
kriteria sesuai algoritma.
Pneumonia (PNEU)
Algoritma Pneumonia
Demam Minima l
Leukopenia atau Simtom
Leukositosis Minimal 1 simtom termasuk
Penderita ≥70 simtom:
tahun : perubahan Hemoptisis
status mental Nyeri Pleuritik
purulen atau
perubahan sifat
sputum,sekresi
Batuk memburuk
atau dyspnea atau Minimal 2 Minimal 1
tachypnea Simtom Simtom
Rhonci basah atau
suara nafas
bronchial
Memburuknya
pertukaran gas
immunocompromised
konsolidasi Pneumocystis
Kultur carinii+
kuantitatif+parenkim
paru
Invasi hifa jamur atau
pseudohifa parenkim
paru
Kavitasi
Pneumatoceles pada
bayi≤1 tahun
Gambar 8 : Diagram Alur Pneumonia dan Diagram Alur Kriteria Pilihan Pneumonia pada
Bayi dan Anak
Keterangan :
Pneumonia terkait ventilator (VAP, yaitu pneumonia pada pasien yang menggunakan alat
untuk membantu napas untuk atau mengontrol pernapasan secara terus menerus melalui
trakeostomi atau intubasi endotrakheal dalam jangka waktu 48 jam sebelum terjadi infeksi,
termasuk periode penyapihan ) harus disertakanpada pelaporan data. Pada waktu
melakukan asesmen untuk menetapkan pneumonia, penting dibedakan perubahan keadaan
klinis yang disebabkan keadaan lain seperti infark miokard, emboli paru, sindrom gawat
napas, atelektasis, keganasan ,PPOK, penyakit membran hialin, dispalasia bronkopulmoner
dll. Pada waktu melakukan asesmen pasien-pasien yang intubasi, perlu dibedakan antara
kolonisasi trakea, infeksi saluran napas atas (misalnya trakeobronkitis) dan gejala awal
pneumonia.Perlu disadari bahwa mungkin sulit untuk menentukan HAP pada orang tua,
bayi dan pasien imunokompromis karena keadaan seperti itu dapat menutupi tanda-tanda
atau gejala tipikal pneumonia. Kriteria spesifik pilihan untuk orang tua, bayi dan pasien
imunokompromis telah dimasukkan dalam definisi HAP ini.
HAP dapat ditandai dari onsetnya : awal atau lambat. Pneumonia onset awal timbul dalam
4 hari pertama perawatan dan sering disebabkan oleh Moraxella catarrhalis, H influenzae,
dan S Pneumonia . Penyebab Pneumonia late onset sering berupa kuman gram negatif atau
S aures, termasuk methicillin-resistant S aureus. Virus (misalnya influenza A dan B atau
RSV) dapat menyebabkan early dan late onset pneumonia nosokomial, sedang kapang,
jamur, legionellae, dan pneumocystis carinii umumnya merupakan patogen late onset
pneumonia.
Pnemonia yang di sebabkan aspirasi hebat ( misalnya pada waktu intubasi di ruang darurat
atau di kamar oprasi ) dianggap HAP jika memenuhi kriteria spesifik manapun dan jelas
tidak didapati atau sedang dalam masa inkubasi pada saat pasien masuk puskesmas.
HAP berulang dapat terjadi pada pasien-pasien yang sakit berat dan tinggal di puskesmas
untuk waktu yang lama.Pada waktu menetapkan apakah untuk melaporkan HAP berulang
pada seorang pasien, perlu di cari bukti-bukti bahwa infeksi awal telah mengalami
resolusi.Penambahan atau perubahan pathogen saja bukan indikasi episode baru
pneumonia.Di perlukan kombinasi gejala dan tanda serta bukti radiologis atau uji
diagnostik lain.Pewarnaan gram fositif untuk bakteri dan tes KOH untuk serat elastin dan
atau hipa jamur dari sputum yang di kumpulkan dengan cara yang baik merupakan kunci
penting dalam menemukan penyebab infeksi. Namun sempel dahak sering terkontaminasi
oleh kuman yang mengkoloni saluran nafas sehingga perlu di interprestasi dengan hati –
hati. Secara khusus, candida sering ditemukan pada pewarnaan, tetapi tidak sering
menyebabkan HAP.
1. Kondisi pasien : umur (>70 tahun), Penyakit kronis, Pembedahan (Toraks atau
Abdomen ), penyakit paru obstruktif Kronis (PPOK), Penyakit Jantung Kongestif,
Cardiac Vascular Disease (CVD), kkma, Perokok berat.
2. Tindakan pengobatan atau perawatan : sedatif, anestesi umum, intubasi trakeal,
trakeostomi, pemakaian ventilasi mekanik yang lama, pemberian makanan enternal,
terapi antibiotik obat immunosupresif atau sitostatik.
Populasi berisiko untuk terjadinya pneumonia IRS dibedakan berdasarkan jenis
pneumonianya.
- Populasi berisiko VAP adalah semua pasien yang terpasang ventilasi mekanik,
sehingga kejadiannya terutama terfokus pada pada area spesifik yaitu ICU,
NICU/PICU, HCU. Sehingga yang digunakan sebagai numerator dalam menghitung
laju infeksi adalah jumlah kasus VAP per periode tertentu (1bulan, 6bulan, 1 tahun),
sedangkan denominatornya adalah jumlah hari pemasangan alat ventilasi mekanik
periode waktu tertentu.populasi berisiko HAP adalah pasien tirah baring lama yang
dirawat dipuskesmas, sehingga yang digunakan sebagai numerator adalah jumlah
kasus HAP per periode tertentu (1bulan, 6 bulan, 1 tahun) sedangkan denominatornya
adalah jumlah hari rawat pasien tirah baring per periode tertentu (1 bulan, 6 bulan ,1
tahun).
d. Kriteria ISK :
1). ISK Simptomatis harus memenuhi paling sedikit satu kriteria berikut ini :
a).Kriteria 1 ISK simtomatis.
- Ditemukan paling sedikit satu simtom ISK (a) tanda atau gejala berikut
tanpa diketahui penyebab lain, dan
- Tes konfirmasi mayor positif (c.1)
2. ISK Asimptomatik
ISK asimptomatik harus memenuhi paling sedikit satu kriteria berikut :
a. Kriteria 1 ISK Asimptomatik :
Pasien pernah memakai kateter urine dalam waktu 7 hari
sebelum biakan urine, dan
Tes konfirmasi mayor positif
Simtom ISK negative
Catatan :
- Kultur positif dari ujung kateter tidak dapat digunakan untuk
tes diagnostik ISK.
- Kultur positif dari urin yang diambil dari kantong pengumpul
urin tidak dapat digunakan untuk tes diagnostik ISK
- Spesimen untuk kultur urin harus didapatkan sengan tehnik
yang benar, misalnya clean catch collection untuk spesimen
urin pancar tengah, atau kateterisasi.
- Pada bayi, spesimen diambil dengan cara kateterisasi kandung
kemih atau aspirasi supra publik.
Demam Demam
Urgensi Hipotermi
KONFIRMASI
Frekuensi Apneu
Disuria Bradikardi
Nyeri Supra Publik Letargia
Kultur urin pancar Muntah-muntah
Dipstick lekosit esterase
tengah : atau nitrit positif
ISKdan
Umum Usia ≥1
Kultur positif dari : Abses/ Tanda infeksi Demam (>38ºC) Demam >38ºC
Cairan non urin, : Nyeri Lokal Hipotermi<37ºC
atau Pengamatan Nyeri tekan Lokal Apneu
Jaringan langsung, Bradikardia
histopatologi Letargia
Muntah-muntah
≥2 simtom ≥1 simtom
Drainase pus
Kuman kultur darah =kuman kultur local
Bukti infeksi Radiologis
Diagnosis dokter
Terapi antimikroba Dokter
Gambar 10 : Diagram Alur Infeksi Saluran Kemih
Keterangan :
Tes konfirmasi merupakan tes-tes yang membantu memastikan adanya ISK.
- Tes konfirmasi mayor merupakan pemeriksaan kultur kuantitatif yang
menghasilkan jumlah koloni yang sedikit kemungkinan terjadi akibat
kontaminasi.
- Tes konfirmasi minor merupakan pemeriksaan atau bukti ISK dengan
keakuratan yang kurang sebagai tanda adanya ISK.
- Tes konfirmasi minor dapat berupa : tes-tes kultur kuantitatif dengan jumlah
koloni yang meragukan adanya infeksi, pemeriksaan urine untuk melihat
adanya kemungkinan ISK tanpa melakukan kultur, dan keyakinan klinisi
berdasarkan profesionalitasnya.
Urin akiran tengah (midstream) adalah specimen urin yang diambil dengan cara
membuang aliran pertama, dan aliran pancar tengah yang akhirnya dijadikan bahan
pemeriksaan.
Spesimen untuk kultur urin harus didapatkan sengan tehnik yang benar, mislanya
clean catch collection untuk spesimen urin pancar tengah atau kateterisasi.
Clean catch collection adalah tekhnik pengambilan urine pancar tengah yang terutama
diambil secara spontan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi kontaminasi sampel dari
flora yang biasa terdapat pada muara dan urethra sekitarnya.
Pada bayi, spesimen diambil dengan cara kateterisasi kandung kemih atau aspirasi
supra pubik.
ISK lain : adalah ISK yang ,elibatkan jaringan lebih dalam dari sistem urinarius,
misalnya ginjal, ureter, kandung kemih, uretra dan jaringan sekitar retroperitonial atau
rongga perinefrik.
b. Kriteria IDO
b.1. Kriteria (Surgical Site Infection/SSI)
IDO Superfisial (superficial incisional/ Surgical Site infection):
Harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
Infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari setelah tindakan operasi
Mengenai hanya pada kulit dan jaringan bawah kulit (subkutan)pada tempat
insisi
Pasien sekurang-kurangnya mempunyai/ memenuhi salah satu keadaan
dibawah ini :
1. Drainase bahan purulen dari insisi superficial.
2. Dapat diisolasi kuman penyebab dari biakan cairan
atau jaringan yang diambil secara aseptic dari tempat insisi superficial.
3. sekurang-kurangnya terdapat :
- satu tanda atau gejala infeksi sebagai berikut : satu tanda atau gejala
infeksi sebagai berikut : rasa nyeri, pembengkakan yang terlokalisir,
kemerahan, atau hangat pada perabaan.
- Insisi superficial terpaksa harus dibuka oleh dr.bedah dan hasil biakan
positif atau tidak dilakukan biakan. Hasil biakan yang negatif tidak
memenuhi kriteria ini.
4. Diagnosis IDO superfisial oleh dokter bedah atau dokter yang menangani
pasien tersebut.
Catatan :
Yang dimaksud dengan implant adalah setiap benda, bahan atau jaringan yang berasal
bukan dari manusia (seperti katup jantung prostesa,cangkok pembuluh darah yang bukan
berasal dari manusia, jantung buatan(mekanik) atau prostesa tulang panggul) yang
ditempatkan pada tubuh pasien secara permanen dalam suatu tindakan operasi dan tidak
dimanupulasi secara rutin baik untuk kepentingan diagnostik maupun untuk keperluan
terapi.
Biasanya Infeksi organ/ rongga tubuh keluar (drains) melalui tempat insisi. Infeksi
tersebut umumnya tidak memerlukan re-operasi dan dianggap sebagai komplikasi
dari insisi, sehingga keadaan tersebut harus dikualifikasikan sebagai suatu IDO
profunda.
≥ 1 simtom
a. Drainase purulen
b. Kultur cairan/ jaringan +
c. Abscess atau bukti infeksi lain : pengamatan
langsung, laboratorium, histopatologi dsb
d. Diagnosis dokter
e. Insisi membuka spontan e. insisi” dehisces
atau sengaja dibuka dr. spontan atau sengaja
bedah, kultur+ atau tidak dibuka oleh dr. bedah
dilakukan kultur dan ≥1 hasil biakan positif
tanda radang atau tidak dilakukan
biakan dan nyeri local
atau demam
Yang TerlibatJaringan
Keterangan :
Bukti lain terjadinya IDO dapat berupa temuan langsung, selama re-operasi, atau
berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologi (PA) atau radiologi
c. Petunjuk Pelaporan
Infeksi dari tranplantasi arteri-vena, shunt, atau fistula atau lokasi kanulasi
vaskuler sebagai CVS-VASC tanpa adanya hasil kultur dari darah
Infeksi intravaskuler dengan hasil kultur darah positif, dilaporkan sebagai IADP.
Keterangan :
- adanya cairan purulen semata, belum cukup sebagai bukti infeksi
- kultur positif dari permukaan dekubitus belum cukup sebagai bukti infeksi.
Spesimen kultur yang berupa cairan harus diambil dari bagian dalam luka
dekubitus dengan menggunakan jarum aspirasi. Spesimen jaringan diambil
dengan cara biospy tepian ulkus.
E. MANAJEMEN SURVEILANS
1. Identifikasi Kasus
Surveilans yang dilakukan di Puskesmas Umum Kabupaten Karawang adalah
surveilans aktif yaitu kegiatan yang secara khusus dilakukan untuk mencari kasus IRS
oleh orang-orang yang telah terlatih dan hampir selalu Komite/Tim PPI tersebut
mencari data dari berbagai sumber untuk mengumpulkan informasi dan memutuskan
apakah terjadi IRS atau tidak. Juga kasus IRS didapatkan berdasarkan klinis pasien
atau temuan laboratorium dengan menelaah faktor resiko, memantau prosedur
perawatan pasien yang terkait dengan prinsip-prinsip pencegahan dan pengendalian
infeksi. Dalam hal ini diperlukan pengamatan langsung diruang perawtan dan diskusi
dengan dokter atau perawat yang merawat.
Surveilans prospektif juga dilakukan pada pasien operasi yaitu dengan pemantauan
setiap pasien selama dirawat di puskesmas dan untuk pasien operasi sampai setelah
pasien pulang (satu bulan untuk operasi implant dan satu tahun jika ada pemasangan
implant). Saat kontrol ke poliklinik.
Surveilans IRS difokuskan pada IRS IADP, ILO,VAP dan ISK diruang pelayanan
yaitu diperioritaskan di Ruang ICU, Perawatan Bedah, NICU, Perawatan Kebidanan
dan Kandungan. Pelaksanaanya Komite/ TimPPI harus memiliki akses yang luas atas
sumber data serta perlu mendapatkan kerjasama dari semua bagian/ unit di
Puskesmas, agar dapat melaksanakan surveilans dengan baik atau melaksanakan
penyelidikan suatu KLB.
Sumber dari dokter, perawat, pasien mauoun keluarga pasien, dari farmasi, catatan
medik, catatan perawat, untuk mengingatkan Komite/ Tim PPI kepada suatu infeksi
baru dan juga mencari rujukan mengenai cara pencegahan dan pengendaliannya.
d). Lakukan review data pasien yang dicurigai terkena IRS : review
perjalanan penyakit yang dibuat oleh dokter dan perawat, data
laboratorium, laporan radiologi/ imaging, laporan operasi, dsb. Bila data
elektronik ada, review dapat dilakukan melalui komputer, tetapi keliling
ruangan tetap penting untuk surveilans, pencegahan, dan kontrol
aktivitas.
c. Perhitungan
1) Numerator
Angka kejadian infeksi dan perlu data untuk dicatat
Terdapat tiga kategori yang perlu dicatat atas seorang pasien dengan IRS,
yaitu : data demografi, infeksinya sendiri dan data laboratorium.
2) Denominator
Data yang perlu dicatat
Denominator dari infection rates adalah tabulasi dari data pada kelompok
pasien yang memiliki risiko untuk mendapat infeksi :
Jumlah pasien dan jumlah hari rawat pasien,
Jumlah hari pemakaian ventilator,
Jumlah total hari pemakaian kateter vena sentral dan
Jumlah hari pemakaian kateter urin menetap
3) Pencatatan Data
Metode yang dipakai dalam surveilans IRS ini adalah metode target
surveilans aktif dengan melakukan kunjungan lapangan (bangsal).
Dilakukan identifikasi keadaan klinik pasein ada tindakannya tanda-tanda
infeksi dan factor-factor risiko terjadinya infeksi bila ditemukan tanda-tanda
infeksi dan faktor-faktor risiko dilakukan pemeriksaan laboratorium sebagai
pemeriksaan penunjang. Kalau kegiatan penemuan kasus dengan mengakses
data dari meja kerjanya.
Biasanya, penemuan kasus dimulai dengan menelusuri daftar pasien baru
masuk dengan infeksi maupun tidak infeksi(baik infeksi komunitas maupun
IRS pada perawatan sebelumnya) dan pasien-pasien yang mempunyai risiko
untuk mendapatkan IRS seperti pasien diabetes atau pasien dengan penyakit
imunosupresi kuat. Selanjutnya, mengunjungi laboratorium untuk melihat
laporan biakan mikrobiologi. Hal ini dapat membantu Komite / Tim PPI
menentukan pasien mana yang perlu ditelaah lebih lanjut. Dibangsal
melakukan observasi klinis pasien laporan keperawatan, grafik suhu, lembar
pemberian antiboitik. Untuk mendapatkan data yang lebih akurat dapat
melakukan wawancara dengan dokter, perawta dan pasien maupun
keluarganya. Kunjungan rutin ke bangsal dan laboratorium ini memberi
kesempatan kepada Komite/ Tim PPI untuk mengadakan kontak langsung
dengan petugas perawatan atau Laboratorium, untuk mendapat gambaran
adanya IRS serta gambaran penerapan keadaan umum pada saat itu serta
memberikan bimbingan langsung pendidikan (on-the-sport) tentang
pencegahan dan pengendalian infeksi pada umumnya atau Kewaspadaan
Standar pada khususnya.
4). Sumber data dan tekhnik pengumpulan Data
Sumber Data :
a. Catatan Medis/ catatan perawat
b. Catatan Hasil pemeriksaan penunjang (Laboratorium dan Radiologi)
c. Pasien/ Keluarga Pasien
d. Farmasi
e. Rekam Medik
3. Analisis Data
Menentukan dan menghitung laju.
Laju adalah suatu probabilitas suatu kejadian.
Biasa dinyatakan dalam formula sebagai berikut :
Kurun waktu harus jelas dan sama antara numerator dan denominator sehingga laju
tersebut mempunyai arti.
Ada tiga macam laju yang dipakai dalam surveilans IRS atau surveilans lainnya,
yaitu incidence, prevalence dan incidence density.
1. Incidence
Adalah jumlah kasus baru dari suatu penyakit yang timbul dalam satu kelompok
populasi tertentu dalam kurun waktu tertentu pula.
Didalam surveilans IRS maka incidence adalah jumlah kasus IRS baru dalam
kurun waktu tertentu dibagi oleh jumlah pasien dengan resiko untuk
mendapatkan IRS yang sama dalam kurun waktu yang sama pula.
2. Prevalence
Adalah jumlah total kasus baik baru maupun lama suatu kelompok populasi
dalam satu kurun waktu tertentu (period prevalence) atau dalam satu waktu
tertentu ( point prevalence).
Point prevalence nosokomial rates adalah jumlah kasus IRS yang dapat dibagi
dengan jumlah pasien dalam survei.
3. Incidence Density
Adalah rata-rata instant dimana infeksi terjadi, relatif terhadap besaran populasi
yang bebas infeksi. Incidence density diukur dalam satuan jumlah kasus penyakit
per satuan orang per satuan waktu.
Contoh populer dari Incidence Density Rates (IDR) yang sering dipakai
dipuskesmas adalah jumlah IRS per 1000 pasien/ hari.
Incidence density sangat berguna terutama pada keadaan sebagai berikut :
a. Sangat berguna bila laju infeksinya merupakan fungsi linier dari waktu
panjang yang dialami pasien terhadap faktor risiko (misalnya semakin lama
pasien terpajan, semakin besar risiko mendapat infeksi).
Contoh incidence density rate (IDR):
Jumlah kasus ISK/ jumlah hari pemasangan kateter.
Lebih baik daripada Incidence Rate (IR) dibawah ini
Jumlah ISK jumlah pasien yang terpasang kateter urin.
Oleh karena itu IDR dapat mengontrol lamanya pasien terpajan oleh faktor
risikonya (dalam hal ini pemasangan kateter urin) yang berhubungan secara
linier dengan risiko infeksi.
b. Jenis laju lain yang sering digunakan adalah Atack Rate (AR) yaitu suatu
bentuk khusus dari incidence rate. Biasanya dinyatakan dengan persen (%)
dimana k= 100 dan digunakan hanya pada KLB IRS yang mana pajanan
terhadap suatu populasi tertentu terjadi dalam waktu pendek.
Surveilans merupakan kegiatan yang sangat membutuhkan waktu dan menyita hampir
separuh waktu kerja seorang IPCN sehingga dibutuhkan penuh waktu (full time). Dalam
hal ini bantuan komputer akan sangat membantu, terutama akan meningkatkan efisien pada
saat analisis. Besarnya data yang harus dikumpulkan dan kompleksitas cara analisisnya
merupakan alasan mutlak untuk menggunakan fasilitas komputer, meski dipuskesmas kecil
sekalipun. Lagi pula sistem surveilans tidak hanya berhadapan dengan masalah pada waktu
sekarang saja, tetapi juga harus mengantisipasi tantangan di masa depan.
Dalam penggunaan komputer tersebut ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan,
yaitu :
1. memilih sistem komputer yang akan dipakai, komputer mainframe atau komputer
mikro. Komputer mainframe bekerja jauh lebih cepat, memuat data jauh lebih besar.
Dan memiliki jaringan yang dapat diakses diseluruh area puskesmas. Semua data
pasien seperti sensus pasien, hasil laboratorium dan sebagainya, dapat dikirim
secara elektronik. Namun harus diingat bahwa komputer mainframe adalah cukup
mahal baik pembelian maupun operasionalnya. Tidak setiap orang dapat
menggunakannya dan memerlukan pelatihan yang insentif. Software untuk program
pencegahan dan pengendalian IRS bagi komputer mainframe sampai saat ini masih
terbatas. Mikrokomputer jauh lebih murah dan lebih mudah dioperasikannya oleh
setiap petugas.
2. Mencari software yang sudah tersedia dan memilih yang digunakan.
Pemilihan software harus dilakukan hati-hati dengan mempertimbangkan maksud
dan tujuan dari surveilans yang akan dilaksanakan diPuskesmas.
Faktor risiko ini secara garis besar dibagi menjadi 2 kategori yaitu faktor intrinsik dan
faktor ekstrinsik.
1. faktor intrinsik adalah faktor yang melekat pada pasien seperti penyakit yang
mendasari dan ketuaan. Mengidentifikasi faktor risiko ini perlu dilakukan dengan
mengelompokkan pasien dengan kondisi yang sama (distratifiksi).
2. Faktor ekstrinsik adalah yang lebih berhubungan dengan petugas pelayanan atau
perawatan (perilaku petugas diseluruh puskesmas ).
Meskkipun hampir semua faktor ekstrinsik memberikan risiko IRS, namun yang
lebih banyak peranannya adalah jenis intervensi medis yang berisiko tinggi, seperti
tindakan invasif, tindakan operatif atau pemasangan alat invasif. Banyak alasan
yang dapat dikemukakan mengapa pasien yang memiliki penyakit lebih berat yang
meningkat kerentanannya. Alat tersebut merupakan jembatan bagi masuknya kuman
penyakit dari bagian tubuh yang satu kedalam bagian tubuh yang lain dari pasien.
Risiko untuk mendapat infeksi luka operasi (ILO), berkaitan dengan beberapa
faktor,. Diantaranya, yang terpenting adalah bagaimana prosedur operasi
dilaksanakan, tingkat kontaminasi mikroorganisme ditempat operasi, lama operasi
dan faktor intrinsik pasien. Oleh karena faktor-faktor tersebut tidak dapat
dieliminasi maka angka ILO disesuaikan terhadap faktor-faktor tersebut.
Demikian pula halnya dengan jenis laju yang lain, apabila akan diperbandingkan
maka harus diingat faktor-faktor mana yang harus disesuaikan agar perbandinganya
menjadi bermakna.
Meskipun angka laju infeksi telah mengalami penyesuaian dan melalui uji
kemaknaan namun interprestasi dari angka-angka tersebut harus dilakukan secara
hati-hati agar tidak terjadi kekeliruan. Banyak yang mengaggap bahwa angka laju
infeksi dipuskesmas itu mencerminkan kebersihan dan kegagalan dari petugas
pelayanan/ perawatan pasien atau fasilitas pelayanan kesehatan dalam upaya
pencegahan dan pengendalian IRS.
Meskipun ada benarnya, masih banyak faktor yang mempengaruhi adanya
perbedaan angka tersebut.
Pertama, definisi yang dipakai atau teknik dalam surveilans tidak seragam abtara
puskesmas atau tidak dipakai secra konsisten dari waktu kewaktu meskipun dari
sarana yang sama. Hal ini menimbilkan variasi dari sensitifitas dan spesifikasi
penemuan kasusnya.
Ketiga, angka tidak disesuaikan terhadap faktor resiko intrinsik. Faktor risiko ini
sangat penting artinya dalam mendapatkan suatu IRS, namun sering kali lolos dari
pengamatan dan sangat bervariasi dari Puskesmasyang satu ke Puskesmas yang lain.
Sebagai contoh, di puskesmas yang memiliki pasien dengan immunocompromised
diharapkan memiliki faktor risiko intrinsik yang lebih besar daripada puskesmas
yang tidak memiliki karakteristik pasien seperti itu.
Keempat, jumlah population at risk (misalnya jumlah pasien masuk/ pulang jumlah
hari rawat, atau jumlah operasi) mungkin tidak cukup besar untuk menghitung
angka laju IRS yang sesungguhnya di Puskesmas tersebut..
Meskipun tidak mungkin untuk mengontrol semua faktor tersebut diatas, namun
harus disadari pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap angka laju infeksi serta
memoertimbangkan hal tersebut pada saat membuat interprestasi.
Di ICU anak dan dewasa maka jumlah hari pemakaian alat terdiri dari jumlah total dari hari
npemakaian ventilator, jumlah hari pemasangan kateter urin. DU suatu ICU merupakan
salah satu cara mengukur tingkat penerapan tindakan invasif yang memberikan faktor
resiko intrinsik bagi IRS. Maka DU dapat dipakai sebagai tanda berat ringannya pasien
yang dirawat diunit tersebut, yaitu pasien rentan secara intrinsik terhadap infeksi. DU tidak
berhubungan dengan laju infeksi (infection rate) yang berkaitan dengan pemakaian alat,
jumlah hari pemakaian.
Perhatian Komite/ Tim Ppi tidak hanya terpaku pada laju infeksi dipuskesmas. Sehubungan
dengan mutu pelayanan/ perawatan maka harus dipertanyakan tentang : ”apakah pajanan
pasien terhadap tindakan invasif yang meningkat risiko IRS telah diminimalkan ?”
peningkatan angka DU di ICU memerlukan penelitian lebih lanjut. Untuk pasien yang
mengalami tindakan operatif tertentu, maka distribusi pasien mengenai kategori risikonya
sangat bermanfaat. Misalnya, untuk membantu menentukan kelayakan intervensi yang
diberikan. Meneliti kelayakan suatu intervensi juga membantu menentukan apakah pajanan
telah diminalkan.
Pelaporan
Laporan sebaiknya sistematik, tepat waktu, informatif. Data dapat disajikan dalam berbagai
bentuk, yang penting mudah dianalisa dan di interprestasi. Penyajian data harus jelas,
sederhana, dapat dijelaskan diri sendiri. Bisa dibuat dalam bentuk table, grafik, pie.
Pelaporan dengan narasi singkat.
Tujuan untuk :
Memperlihatkan pola IRS dan perubahan yang terjadi (trend)
Memudahkan analisis dan interprestasi data
Desiminasi
Surveilans didesininasikan kepada yang berkepentingan untuk melaksanakan pencegahan
dan pengendalian infeksi. Oleh sebab itu hasil surveilans angka infeksi harus disampaikan
keseluruh anggota komite, direktur puskesmas, ruangan atau unit terkait secara
berkesinambungan. Disamping itu juga perlu didesiminasikan kepada kepala unit terkait
dan penanggung jawab ruangan beserta stafnya berikut rekomendasinya.
Oleh karena itu mengandung hal yang sangat sensitif, maka data yang dapat mengarah
kepasien atau perawatan harus benar-benar terjaga kerahasiaannya. Dibeberapa negara data
seperti ini bersifat rahasia. Data seperti ini tidak digunakan memberikan sanksi tetapi hanya
digunakan untuk tujuan perbaikan mutu pelayanan.
Tujuan diseminasi agar pihak terkait dapat memanfaatkan informasi tersebut untuk
menetapkan strategi pengendalian IRS. Laporan didesiminasikan secara periodik bulanan,
triwulan, tahunan. Bentuk, penyampaian dapat secara lisan dalam pertemuan, tertulis,
papan buletin.
Sudah selayaknya Komite/ Tim PPI menyajikan data surveilans dalam bentuk satandar
yang menarik yaitu berupa laporan narasi singkat ( rangkuman), tabel, grafik kepada
Komite/ Tim PPI Analisis yang mendalam dari numerator dapat dilaksanakan untuk
memberikan gambaran epidemiologinya, termasuk kuman patogen dan faktor risikonya.
Ruang Rawat Semua bayi dengan Semua jenis IRS Data Jumlah bayi risiko per 100
bayi resiko perawatan tingkat dengan ,masa dikumpulkan pasien dan per1000hari
tinggi III inkubasinya untuk 4 macam rawat.
kategori berat
bayi (BB) lahir
Semua pasien Data dari 4 macam
diikuti selama 48 kategori BB lahir :
jam setelah keluar. 1.rata-rata tiap 100pasien
berisiko atau 1000 hari
rawat.
2.∑kasus bakterimia
nosokomial per 1000 hari
insersi ventilator
Ratio pemakaian alat :
1. Sec
ara Umum
2. untuk setiap kategori
berat lahir
3. Central (umbilical)
Line
4. Ventilator
Pasien Operasi Semua pasien yang Semua macam Data faktor SSI rates by :
menjalani tindakan infeksi atau infeksi risiko untuk 1.indeks prosedur dan
operasi pada liuka operasi setiap pasien risiko
dalam bulan yang yang dipantau : 2.kelas luka
sama 1. tan Ratio infeksi untuk setiap
ggal operasi prosedur angka rata-rata
2. j setiap prosedur dan
enis temapat infeksi.
operasi
3. no
mor register
pasien.
4. u
mur
5. je
nis kelamin
6. la
ma operasi
7. je
nis luka
8. an
estesi umum
9. A
SA score
10. e
mergency
11. tra
uma
12. pr
osedur
ganda
13. pe
meriksaan
endoskopik
14. ta
nggal pulang
Data Tambahan
Surveilans Sama dengan diatas Sama dengan diatas 1.∑hari rawat Angka rata-rata untuk
Komprehensif untuk setiap setiap 1000hari rawat
jenis pelayanan 1.umum
medik 2.jenis pelayanan
2.∑pasien 3.tempat infeksi
masuk dan 4. tempat infeksi menurut
pasien keluar tempat pelayanan
pada setiap Angka rata-rata menurut
ruang rawat ruang rawat untuk setriap
3.∑hari rawatb 100pasien masuk atau
pada setiap keluar, atau setiap 1000hari
ruang rawat.
Site spesific rate per
100pasien masuk atau
keluar, atau 1000 hari
rawat.DRG spesific
infection rate per
100pasien keluar dari
setiap kategori DRG.
Pasien Operasi Sama dengan diatas Sama dengan diatas Nama atau kode SSI rates menurut operator,
dokter bedah prosedur dan indeks risiko.
Operator dan klasifikasi
luka ratio infeksi standar
menurut operator dan
prosedur rata-rata menurut
operator dan tempat
operasi
BAB VII
PENUTUP
Infeksi puskesmas menjadi masalah yang tidak bisa dihindari di Puskesmas Umum
Kabupaten Karawang maupun di Puskesmas lain, sehingga dibutuhkan data dasar infeksi
untuk menurunkan angka yang ada. Untuk itu perlunya melakukan surveilans dengan
metode yang aktif, terus menerus dan tepat sasaran.
Pelaksanaan surveilans memerlukan tenaga khusus yang termasuk tugas dari IPCN. Untuk
itu diperlukan tenaga IPCN yang purna waktu sesuai standar
DAFTAR PUSTAKA
Panduan Pencegahan Infeksi untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan Sumber Daya
Terbatas ,YBP-SP, Jakarta 2004
Contoh kasus :
Data di Ruangan A Puskesmas x sebagai berikut :
jumlah pasien pada bulan Februari 2009 = 196 orang
jumlah hari rawat =960 hari
jumlah pasien terpasang infus = 90orang dengan jumlah hari pemasangan infus =
212 hari
ditemukan tanda-tanda IRS berdasarkan hasil kultur positif dengan tanda klinis
yang jelas sebanyak 9 orang
Angka Infeksi HAP adalah jumlah pasien HAP dibagi dengan jumlah hari rawat
pasien yang masuk pada periode tersebut.
Angka infeksi HAP =
∑pasien HAP per bulan x 1000
Pengumpulan Data
Dilakukan oleh orang-orang yang sudah mempunyai pengetahuan,
pengalaman dan keterampilan dalam mengidentifikasi kasus dan
mengumpulkan data.
Identifikasi ISK :
o Laporan Unit
o Lakukan kunjungan keruangan : observasi atau wawancara
Data ISK RS dan penggunaan alat kateter urin diambil secara serentak,
prospektif atau retrospektif.
Data dikumpulkan secara terus menerus dan berkesinambungan.
3 C 1 - Zef
02-07-09 1 A 1 - Cip
2 D 1 Urine Amx Pseudomonas
(+)
3 F 1 - Amx
Dst.....
31-07-09 1 M 1 - Cip
2 N 1 - Cip Dx ISKoleh dr
3 O 1 - Gmc
4 R 1 - Mer
- Numerator
Numerator adalah jumlah yang terinfeksi akibat penggunaan kateter urin menetap sesuai
kriteria dalam kurun waktu tertentu.
- Denominator
Denominator adalah jumlah hari pemasangan kateter urin dalam kurun waktu yang sama
dengan numerator.
Tekhnik penghitungan
Angka (Rate) ISK RS= 5/ 212 x 1000 = 23.5% hari pemasangan kateter.
1. Jenis Luka :
Luka bersih dan bersih kontaminasi skor :0
Luka bersih kontaminasi dan kotor skor :1
Keterangan :
1. luka bersih : nontrauma, operasi luka tidak infeksi, tidak membuka respiratory dan
genitoeinare.
2. bersih kontaminasi : operasi yang membuka saluran pernapasan dan genitorineri.
3. kontaminasi luka terbuka : trauma terbuka.
4. kotor dan infeksi : trauma terbuka, kontaminasi fecal.
2. Lama Operasi : waktu mulai dibuka insisi sampai penutupan kulit setiap jenis operasi
berbeda lama operasi (lihat tabel )
lama operasi sesuai atau kurang dengan waktu yang ditentukan , skor : 0
bila lebih dari waktu yang ditentukan, skor : 1
3. ASA Score
ASA 1-2, skor : 0
ASA 3-5, skor : 1
X/Y x 100%
X : jumlah kasus infeksi yang terjadi dalam waktu tertentu
Y : jumlah pasien operasi pada waktu tertentu.
PNEU Pneumonia
PNU 1 Clinically defined pneumonia
PNU 2 Pneumonia with specific laboratory findings
PNU 3 Pneumonia in immunocompromised patient