Atrial Fibrilasi didefinisikan sebagai irama jantung yang abnormal. Aktivitas
listrik jantung yang cepat dan tidak beraturan mengakibatkan atrium bekerja terus menerus menghantarkan impuls ke nodus AV sehingga respon ventrikel menjadi ireguler. Atrial fibrilasi dapat bersifat akut maupun kronik dan umumnya terjadi pada usia di atas 50 tahun (Berry and Padgett, 2012). Dari anamnesis pasien mengeluh sejak bulan desember mengalami nyeri dada dan sesak napas, kemudian keluarga membawa pasien ke RS Wirasakti, MRS dari tanggal 21/12/2019-27/12/2019 dengan diagnosa hipertensi, HHD, efusi pleura sinistra dan kardiomegali dan mendapat terapi obat-obatan aspar K 3x1, Furosemid 40mg, spironolactone 1x25mg, ISDN 3x5mg, Captopril 2x75mg, ambroxol 3x20 mg, GG 3x2 tablet. Kemudian atas persetujuan dokter, pasien dipulangkan dan lanjut kontrol ke poli RS Wirasati dan dokter menyarankan untuk dirujuk IGD ke RSUD Prof.Dr.W.Z.Johannes Kupang pada tanggal 3/1/2020 dengan diagnosa HT, HHD, AF, Efusi Pleura dan kardiomegali dengan mendapat terapi obat-obatan Furosemid 8 mg/jam/ syringe pump, spironolactone 1x25 mg, Captopril 3x50 mg, Amlodipin 1x10 mg. Dari pemeriksaan khusus keadaan umum: lemah, kesadaran: Compos mentis GCS: 15, usia: 66 tahun, TB: 150 cm, BB: 50 kg, suhu: 37,7 oC, denyut nadi: 130x/mnt kuat, tidak teratur, tekanan darah: 170/100 mmhg posisi tidur, frekuensi nafas: 24x/menit, Spo2 98% dengan menggunakan O2 3 lt/mnt, irama pola nafas: Irreguler, jenis pernapasan: Dispnea, suara nafas: Ronchi pada lobus atas kanan dan kiri, sesak nafas: pasien sesak napas, batuk: Ada batuk berdahak, auskultasi: lobus kanan atas: terdengar suara tambahan ronchi, lobus kiri atas: terdengar suara tambahan ronchi. Ada nyeri dada. P: Provokatif (batuk dan jantung berdebar-debar), Q: Quantitas (kadang-kadang seperti tertusuk-tusuk), R: Region (bagian kiri), S: skala (2: nyeri ringan), T: Timing (nyeri ditemukan sejak sudah 1 tahun dan hilang timbul, nyeri dirasakan saat batuk). Dari hasil rontgen thorax didapatkan kesan kardiomegali, hasil interpretasi EKG: irama sinus aritmia, rate 130x/menit. Interpretasi: Atrial fibrilasi. Pasien datang dengan keluhan utama sesak saat aktivitas (dyspneu on effort) yang dirasakan dalam setahun belakangan. Dari keluhan utama tersebut kita dapat berpikir kemungkinan diagnosis mengarah kepada kelainan pada jantung mulai dari yang paling sering ditemukan yaitu gagal jantung kongestif (CHF) dan penyakit jantung koroner (CAD). Sesak pada onset yang lama dan kronis tidak menggambarkan CAD yang umumnya onset akut dan disertai nyeri dada khas angina, sedangkan pada pasien ini tidak demikian. Namun tidak menutup kemungkinan terdapat riwayat dari CAD (sebelum melihat kepada hasil EKG). Pada pasien ini masih dimungkinkan diagnosa CHF mengingat adanya dyspneu on effort, namun disangkal adanya gejala pendukung seperti paroxysmal nocturnal dyspneu (PND), orthostatic dyspneu (OD). Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya peningkatan tekanan vena jugular, tidak adanya kesan cardiomegaly, tidak adanya tanda dari edema pulmo (ronkhi basah basal paru) yang mungkin berasal dari CHF. Namun pada pemeriksaan pasien pemeriksaan darah ditemukan TSH: 0.002 yang menandakan atrial fibrilasi pada pasien juga dipengaruhi oleh peningkatan hormon tiroid. Secara normal bagian atrium yang saling berbatasan mempunyai periode refrakter yang sama (waktu setelah depolarisasi ketika miokardium tidak dapat direstimulisasi) dan menyebabkan penyebaran gelombang yang terdepolarisasi secara teratur diseluruh atrium. Reentry dan fibrilasi atrial dipermudah jika bagian atrium yang saling berbatasan memiliki periode refrakter yang berbeda, sehingga sebuah gelombang yang terdepolarisasi menjadi terpecah karena menghadapi baik refrakter maupun miokardium yang mudah terangsang, Hal ini membuat gelombang yang terdahulu membalik dan menstimulasi miokardium yang sebelumnya refrakter, tapi sekarang terepolarisasi, sehingga menyebabkan perambatan yang tak henti- hentinya dari gelombang terdahulu dan reentry (Houge and Hyder, 2010). Hormon tiroid memberikan efek multipel pada jantung. Sebagian disebabkan oleh kerja langsung T3 pada miosit, tetapi interaksi antara hormon-hormon tiroid, katekolamin, dan sistem saraf simpatis juga dapat mempengaruhi fungsi jantung, dan juga perubahan hemodinamika dan peningkatan curah jantung yang disebabkan oleh peningkatan umum metabolisme (Sherwood, 2011). Pada atrial fibrilasi terjadi pelepasan beberapa sitokin. Sitokin tersebut berpengaruh pada pembentukan T3, sehingga pada beberapa pasien atrial fibrilasi akan diikuti dengan penurunan kadar hormon T3. Penurunan hormon tersebut berpengaruh pada transkripsi myosin a dan ß yang merupakan pembentuk utama otot jantung kontraktil, protein retikulum sarkoplasmik, Ca2 + ATP-ASE dan fosfo lamban. Masing-masing protein tersebut tergantung pada transkripsi genetik yang diregulasi oleh T3. Dilain pihak penurunan T3 juga dapat menyebabkan peningkatan Ca2+ intraseluler, yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kinerja otot jantung maupun kemungkinan timbulnya penyulit atrial fibrilasi melalui terjadinya stunned myocardium dan hybernating cardiac. Pengaruh hormon tiroid terhadap waktu aksi potensial otot jantung juga berpeluang terhadap timbulnya aritmia jantung (Watanabe et al, 2013). Pasien ini didiagnosa kerja sebagai Atrial Fibrilasi, HT Emegency dan Hipertiroid. Sedangkan untuk diagnosa keperawatannya Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen ditandai dengan Pasien mengatakan Sesak napas dan cepat letih setelah beraktivitas, Keadaan umum lemah, Perubahan EKG, Takikardi (nadi130x/mnt), TD 180/100 mmhg. Risiko penurunan curah jantung b/d perubahan frekuensi jantung ditandai dengan Pasien mengatakan badan lemah, cepat lelah saat beraktivitas kadang nyeri dada dan terasa jantung berdebar-debar, Takikardi, Pasien batuk, Terlihat meringis saat timbul nyeri, Skala nyeri 2 (nyeri ringan), TD: 170/100 mmhg, N: 130x/menit, RR: 24x/menit, SPO2: 98% dan Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d Mukus berlebihan ditandai dengan Pasien mengatakan sesak napas disertai batuk berdahak, Auskultasi paru ada ronchi di bagian lobus atas kiri dan kanan, Ada sputum warna putih, RR 24x/menit, SPO2: 98%, Terpasang O2 nasal kanul 3 lt /mnt.