Anda di halaman 1dari 13

“HUBUNGAN KEBIASAAN MAKAN DENGAN KEJADIAN

SINDROM PRAMENSTRUASI PADA REMAJA PUTRI”

Latar Belakang : Sindrom pramenstruasi adalah gejala fisik dan psikis yang
terjadi sebelum menstruasi yaitu 7-10 hari sebelum
menstruasi dan akan hilang saat menstruasi. Keluhan yang
terjadi sangat bervariasi dan dapat menjadi lebih ringan atau
lebih berat. Penyebab seseorang wanita mengalami sindrom
pramenstruasi belum diketahui secara pasti, tetapi beberapa
studi menyatakan bahwa salah satu penyebab sindrom
pramenstruasi adalah akibat perubahan hormonal yang terjadi
sebelum menstruasi yakni ketidakseimbangan antara hormon
estrogen dan progesterone pada fase luteal (Carr, 2001).
Kebiasaan makan juga diduga menjadi salah satu penyebab
terjadinya sindrom pramenstruasi.
Tujuan Penelitian : Mengetahui hubungan kebiasaan makan dengan kejadian
sindrom pramenstruasi pada remaja putri.
Metode Penelitian : Desain penelitian ini adalah crosssectional dengan
menggunakan metode survei. Penelitian ini dilakukan di
Sekolah Menengah Kejuruan Widuri, Jakarta Selatan.
Penelitian ini berlangsung pada bulan Juni-Agustus 2007.
Subjek penelitian penelitian adalah remaja putri yang
berusia 15-19 tahun yang sudah mendapatkan menstruasi.
Data yang dikumpulkan berupa data primer yang terdiri dari
karakteristik usia, tinggi badan, berat badan, indeks massa
tubuh, usia pertama mendapatkan menstruasi (menarke)
siklus menstruasi, kisaran menstruasi, gejala sindrom
pramenstruasi yang dialami dan status gizi. Data tersebut
diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan
kuesioner.
Data kualitas makan yang meliputi kebiasaan makan, asupan
energi, asupan karbohidrat, asupan vitamin A, vitamin C,
dan asupan zat besi diperoleh dengan cara melakukan food
recall selama satu hari.
Data karakteristik diukur dengan menggunakan ukuran
rerata, standard deviasi, serta dikategorikan yang kemudian
diukur persentasenya. Data konsumsi makan dari food recall
direkap untuk diindentifikasi jenis jenis makanan yang
dikonsumsi dan ukurannya. Data konsumsi makan yang
telah diperoleh kemudian dikonversi ke dalam zat gizi
menggunakan DKBM tahun 2001. Untuk menghitung
kecukupan energi dan zat gizi kelompok remaja
menggunakan Angka Kecukupan Gizi (WNPG, 2004). Data
kebiasaan makan direkap berdasarkan jenis-jenis makanan
yang sering dikonsumsi selama satu minggu.
Hasil Penelitian : Asupan karbohidrat pada kelompok tidak mengalami sindrom
pramenstruasi lebih besar daripada kelompok yang mengalami
sindrom pramenstruasi. Hasil uji t memperlihatkan ada
perbedaan yang nyata (p < 0,05) tingkat kecukupan
karbohidrat antara kelompok yang mengalami sindrom
pramenstruasi dan kelompok yang tidak mengalami sindrom
pramenstruasi ini menunjukkan bahwa kelompok yang
mengalami sindrom pramenstruasi mengkonsumsi pangan
sumber karbohidrat lebih rendah dibandingkan dengan
kelompok yang tidak mengalami sindrom pramenstruasi.
Kesimpulan : kelompok yang mengalami sindrom pramenstruasi mengkonsumsi
pangan sumber karbohidrat lebih rendah dibandingkan dengan
kelompok yang tidak mengalami sindrom pramenstruasi.
“HUBUNGAN ANTARA KECUKUPAN ZAT GIZI MAKRO, STATUS
GIZI, DAN STRES DENGAN SIKLUS MENSTRUASI PADA REMAJA”

Latar Belakang : Masa remaja (adolescence) merupakan masa transisi dari masa
nak-anak menuju dewasa yang ditandai dengan terjadinya
perubahan di dalam tubuh yang memungkinkan terjadinya
masalah reproduksi, salah satu masalahnya adalah gangguan
siklus menstruasi. Gangguan siklus menstruasi disebabkan oleh
beberapa faktor antara lain asupan makanan, status gizi, dan
stres.
Tujuan Penelitian : Mengetahui hubungan antara kecukupan asupan zat gizi
makro, status gizi, dan stres dengan siklus menstruasi pada
remaja SMA Negeri 21 Jakarta tahun 2016.
Metode Penelitian : Desain penelitian adalah observasi analitik dengan
pendekatan cross sectional. Teknik pengambilan sampling
yang digunakan adalah proportionate random sampling dan
diperoleh 83 responden remaja. Teknik pengumpulan data
menggunakan kuesioner siklus menstruasi, DASS 14, food
recall 3x24 jam, alat bantu foto bahan makanan terstandar,
dan nutrisurvey.
Hasil : Terdapat 68,7% responden mengalami siklus menstruasi tidak normal.
Berdasarkan uji statistik Chi-Square menunjukkan ada hubungan yang
signifikan antara kecukupan asupan karbohidrat (p=0,030); kecukupan
asupan protein (p=0,001); kecukupan asupan lemak (p=0,003); status gizi
(p=0,004); dan stress (p=0,000) dengan siklus menstruasi pada remaja.
Berdasarkan hasil uji regresi logistik didapatkan faktor yang paling
berpengaruh terhadap siklus menstruasi yaitu status gizi (OR=20,16).
Kesimpulan : Kecukupan asupan zat gizi makro, status gizi, dan stres
mempengaruhi siklus menstruasi pada remaja dan status gizi
merupakan faktor dominan yang dapat mempengaruhi siklus
menstruasi.
“HUBUNGAN USIA MENARCHE, DAN STATUS GIZI, DENGAN SIKLUS
MENSTRUASI SANTRI PUTRI”

Latar Belakang : Pada remaja putri, pubertas ditandai dengan permulaan


menstruasi yang disebut dengan usia menarche. Menstruasi
seharusnya memiliki siklus yang teratur yaitu 21-35 hari.
Remaja dengan status gizi kurang ataupun lebih memiliki resiko
terjadinya gangguan siklus menstruasi. Saat ini kondisi
kesehatan di pondok pesantren masih dipandang sebelah mata.
Padahal sebagian besar santri putri di pondok pesantren adalah
remaja usia sekolah yang merupakan generasi penerus harapan
bangsa yang kualitasnya harus dipersiapkan dengan sebaik-
baiknya.
Tujuan penelitian : Untuk mengetahui hubungan usia menarche dan status gizi
dengan siklus menstruasi santri putri di Pondok Pesantren
Nurul Huda.
Metode Penelitian : Desain penelitian yang digunakan adalah kuantitatif
korelasional dengan pendekatan cross sectional. Jumlah
sampel adalah 50 orang yang dipilih dengan teknik purposive
sampling. Analisis data menggunakan uji alternatif chi-
square yaitu uji fisher.
Hasil : 74% mengalami menarche kategori usia normal (11-13 tahun), 76%
memiliki status gizi kategori normal (IMT 18,5-25,0) dan 68% memiliki
siklus menstruasi kategori normal (21-35 hari). uji korelasi menunjukkan
bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara usia menarche dengan
siklus menstruasi santri putri, diketahui nilai p-value = 0,082, sedangkan
ada hubungan yang signifikan antara status gizi dengan siklus menstruasi
santri putri p-value = 0,001 (α = 0,05).
Kesimpulan : Tidak ada hubungan yang signifikan antara usia menarche dengan
siklus menstruasi santri putri
“HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASSA TUBUH DAN GANGGUAN
SIKLUS MENSTRUASI PADA MAHASISWA KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN, INDONESIA”
“The Relation between Body Mass Index and
Menstrual Cycle Disorders in Medical Students of
University Pelita Harapan, Indonesia”

Latar Belakang : Sebagian besar wanita usia reproduksi mengalami


pramenstruasi sindrom dan siklus menstruasi yang tidak
konsisten. Prevalensi tingkat siklus menstruasi yang tidak
konsisten berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan
sebelumnya; ada 9.00-13.00% wanita pada usia reproduksi yang
memiliki siklus menstruasi tidak konsisten. Sebuah penelitian
yang dilakukan di India menunjukkan bahwa sebagian besar
wanita mengaku mengalami siklus menstruasi yang tidak
konsisten hingga 37,90%. Siklus menstruasi yang tidak
konsisten memiliki efek serius pada kesehatan wanita, seperti
sejumlah wanita dengan riwayat siklus menstruasi yang tidak
konsisten kemudian menderita DM (Diabetes Mellitus) tipe 2,
penyakit kardiovaskular osteoporosis dan infertilitas. Ada
beberapa hal yang memengaruhi siklus menstruasi, yaitu, status
gizi, diet, status keuangan rumah tangga dan latihan seseorang.
Parameter yang paling umum digunakan untuk menghitung
lemak dalam tubuh manusia adalah indeks massa tubuh.
Tujuan Penelitian : Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara BMI dan
gangguan menstruasi terutama di kalangan siswa Fakultas
Kedokteran di Universitas Pelita Harapan.
Metode Penelitian : Metode penelitian ini adalah studi analitik observasional
dengan pendekatan kontrol cross-sectional-case.
Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan
kuesioner karakteristik demografi, menstrual distress
questioner (MDQ), dan kuesioner pola makan. Peserta (n =
124; usia rata-rata = 19,5 tahun ± SD 3.5) diklasifikasikan
menjadi 2 kelompok: normal, NM (n = 62; BMI = 18-23 kg /
m2) dan obesitas, OB (n = 62; BMI => 25 kg / m2). BMI
adalah dihitung dari persamaan; BMI = berat, kg / tinggi, m2.
Hasil : Ada 79,10% dari kelompok obesitas yang mengalami menstruasi
gangguan siklus (n = 53, 79,10%; nilai p 0,00; OR 5,25) dan 20,90% dari
kelompok BMI normal dengan gangguan siklus menstruasi. Ada beberapa
faktor dalam penelitian ini yang juga mempengaruhi siklus menstruasi
gangguan seperti stres (44,78%; nilai p 0,00; OR 1,85), tidur gangguan
(25,37%; nilai p 0,00; OR 1,01), aktivitas fisik (25,37%; nilai p 0,00; OR
1,24) dan diet (10,45%; nilai p 0,00; OR 1.07).
Kesimpulan : Ada hubungan yang signifikan antara massa tubuh indeks
(obesitas) dan gangguan siklus menstruasi. Namun, BMI tidak satu-
satunya faktor yang mempengaruhi gangguan siklus menstruasi.
Ada beberapa faktor yang juga dapat mempengaruhi gangguan
siklus menstruasi, dalam hal ini studi kami menggunakan stres,
gangguan tidur, aktivitas fisik dan diet, di yang tidak satupun dari
mereka yang dominan.
“HUBUNGAN ANTARA FREKUENSI MAKANAN DAN GANGGUAN
MENSTRUASI PADA WANITA SEKOLAH MENENGAH”
“The Relationship Between Food Frequency And Menstrual Distress In High
Scholl Females”

Latar Belakang : Pola nutrisi adalah salah satu faktor penting yang memprediksi
gangguan menstruasi, yang bervariasi di antara berbagai budaya
dan negara.
Tujuan Penelitian : Untuk mengetahui hubungan antara frekuensi makanan dan
gangguan menstruasi pada anak perempuan sekolah
menengah dari Mashhad.
Metode Penelitian : Studi cross-sectional-case control ini dilakukan pada tahun
2012 menggunakan metode pengambilan sampel dua tahap
pada 407 siswa perempuan sekolah menengah dari Mashhad
yang memenuhi kriteria inklusi. Subjek menyelesaikan
kuesioner karakteristik demografi, frekuensi makanan, dan
Menstrual Distress Questionnaire (MDQ) selama tiga fase
siklus menstruasi (seminggu sebelum perdarahan, selama
periode perdarahan menstruasi, dan satu minggu setelah
menstruasi). Data yang terkumpul dianalisis dengan uji
statistik seperti uji koefisien korelasi Pearson, uji t Student
independen, dan analisis varian satu arah (ANOVA).
Hasil : Hasil penelitian menunjukkan bahwa 87,7% siswa berstatus ekonomi
sedang, 82,2% terpapar asap rokok, 94,8% memiliki ibu tanpa pendidikan
universitas, dan 9,4% memiliki ibu yang bekerja. Sekitar 71% dari siswa
melaporkan tekanan kecil pra-menstruasi, 81% melaporkan tekanan kecil
selama perdarahan, dan 39% melaporkan tekanan minor pasca-menstruasi.
Selain itu, nilai rata-rata (SD) untuk makanan berlemak manis, makanan
berlemak asin, makanan cepat saji, dan kafein masing-masing adalah 3,6,
3,3, 1,3, dan 10,2 per minggu. Selain itu, uji koefisien korelasi Pearson
menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara gangguan
menstruasi total dan frekuensi makanan (P> 0,05).
Kesimpulan : Adanya hubungan frekuensi makanan yang tidak tepat
dengan gangguan menstruasi di kalangan siswa sekolah menengah.

“HUBUNGAN ASUPAN ZAT GIZI, AKTIVITAS FISIK, DAN


PERSENTASE LEMAK TUBUH DENGAN GANGGUAN SIKLUS
MENSTRUASI PADA PENARI”

Latar Belakang : Menari termasuk dalam kategori aktivitas fisik yang berat.
Penari cenderung membatasi asupan makan untuk mencapai
bentuk tubuh yang ramping. Kurangnya asupan zat gizi disertai
aktivitas fisik yang berat dalam jangka waktu tertentu
mengakibatkan gangguan siklus menstruasi.
Tujuan Penelitian : Mengetahui hubungan asupan zat gizi, aktivitas fisik,
persentase lemak tubuh dengan gangguan siklus menstruasi
pada penari.
Metode Penelitian : Desain penelitian cross sectional dengan 62 penari dipilih
secara simple ramdom sampling. Asupan zat gizi diperoleh
melalui Food Frequency Questionaire (FFQ) dan dianalisis
menggunakan program Nutrisurvey. Aktivitas fisik diukur
menggunakan International Physical Activity Questionnaire
Adolescent (IPAQ). Persentase lemak tubuh diukur
menggunakan Bioelectrical Impedance Analysis (BIA).
Gangguan siklus menstruasi diperoleh melalui kuesioner.
pengujian menggunakan analisis bivariat menggunakan uji
Chi Square.
Hasil : Sebanyak 51,6% penari mengalami gangguan siklus menstruasi. Asupan
energi pada 46,8% penari tergolong defisit tingkat sedang. Asupan protein
(32,3%) dan asupan karbohidrat (51,6%) tergolong defisit tingkat ringan.
Asupan lemak 37,1% penari tergolong defisit tingkat berat. Sebagian besar
penari memiliki aktivitas fisik yang berat (91,9%) dan persentase lemak
tubuh yang normal (87,1%). Terdapat hubungan antara asupan energi,
karbohidrat, lemak dan aktivitas fisik dengan gangguan siklus menstruasi
(p<0,05). Tidak ada hubungan antara asupan protein dan persentase lemak
tubuh dengan gangguan siklus menstruasi (p>0,05).
Kesimpulan : Asupan energi, karbohidrat, lemak, dan aktivitas fisik berhubungan
dengan gangguan siklus menstruasi.

“HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN SIKLUS MENSTRUASI PADA


REMAJA PUTRI DI PSIK FK UNSRAT MANADO”

Latar Belakang : Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa
anak-anak menuju dewasa yang ditandai adanya perubahan
fisik, psikis dan psikososial. Pada remaja putri, pubertas ditandai
dengan permulaan menstruasi (menarche). Pada remaja putri
dibutuhkan status gizi yang baik dalam membantu pertumbuhan
remaja termasuk keteraturan siklus menstruasi. Remaja putri
yang mengalami asupan gizi kurang atau lebih dapat
menyebabkan gangguan fungsi reproduksi dan berdampak pada
gangguan menstruasi.
Tujuan penelitian : Untuk mengetahui hubungan status gizi dengan siklus
menstruasi pada remaja putri di PSIK FK UNSRAT Manado.
Metode Penelitian : Desain penelitian yaitu survei analitik dengan rancangan
cross sectional, populasi yaitu semua remaja putri yang
memenuhi kriteria inklusi. Sampel penelitian ini 67
responden yang didapat dengan menggunakan teknik
purposive sampling. Instrumen yang digunakan yaitu
kuesioner siklus menstruasi dan lembar obeservasi hasil
pengukuran berat badan dan tinggi badan yang dilakukan.
Hasil : Hasil uji statistik menggunakan uji Chi Square pada tingkat kemaknaan
95% (α ≤ 0,05), maka didapatkan nilai p = 0,000. Ini berarti bahwa nilai p <
α (0,05). Dengan demikian bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara
status gizi dengan siklus menstruasi pada remaja putri di PSIK FK
UNSRAT Manado.
Kesimpulan : terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi dengan siklus
menstruasi pada remaja putri di PSIK FK UNSRAT Manado.

“HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DAN TINGKAT ASUPAN ZAT


GIZI DENGAN SIKLUS MENSTRUASI PADA REMAJA PUTRI DI
KECAMATAN KEDUNGBANTENG KABUPATEN BANYUMAS”

Latar Belakang : Gangguan menstruasi sering dialami oleh remaja putri.


Gangguan menstruasi dapat diakibatkan berbagai faktor,
termasuk status gizi, usia, aktivitas fisik, asupan zat gizi,
penyakit, stress, dan pengaruh merokok.
Tujuan penelitian : Untuk menguji hubungan antara status gizi dan tingkat
asupan zat gizi dengan siklus menstruasi pada remaja putri di
Kecamatan Kedungbanteng Banyumas.
Metode Penelitian : Desain penelitian adalah analisis observasional dengan
pendekatan cross-sectional. Teknik pengambilan sampel
menggunakan purposive sampling dan didapatkan 69
responden remaja putri. Teknik pengumpulan data
menggunakan kuesioner siklus menstruasi, antropometri,
food recall 2x24 jam, buku foto makanan, dan food model.
Hasil : Terdapat 40.6% responden yang mengalami siklus menstruasi tidak
normal. Status gizi (11.6%) dikategorikan tidak normal. Asupan energi
(91.3%), karbohidrat (94.2%), asupan protein (89.9%), dan asupan lemak
(85.5%) dikategorikan tidak normal. Berdasarkan analisis menggunakan
uji Chi-Square, terdapat hubungan signifikan antara asupan lemak dengan
siklus menstruasi (p=0.041).
Kesimpulan : Tidak ada hubungan antara status gizi dengan siklus menstruasi.
Tidak ada hubungan antara tingkat asupan energi, asupan
karbohidrat, asupan protein dengan siklus menstruasi.
Ada hubungan antara tingkat asupan lemak dengan siklus
menstruasi pada remaja putri di Kecamatan Kedung banteng
Kabupaten Banyumas.

“STRES DAN MEKANISME KOPING TERHADAP GANGGUAN SIKLUS


MENSTRUASI PADA REMAJA PUTRI”

Latar Belakang : Stres adalah suatu kondisi atau keadaan tubuh yang terganggu
tekanan psikologis. Biasanya stres dikaitkan bukan karena
penyakit fisik, tetapi lebih karena masalah kejiwaan seseorang.
Namun stres dapat mengakibatkan penyakit fisik, yang bisa
muncul akibat daya tahan tubuh melemah saat stres menyerang.
Ketegangan fisik dan emosional yang menyertai stres
menimbulkan ketidaknyamanan. Hal tersebut membuat
seseorang menjadi termotivasi untuk melakukan sesuatu demi
mengurangi stres, atau bisa disebut dengan mekanisme koping.
Tujuan penelitian : Untuk menganalisis hubungan antara stress dan mekanisme
koping terhadap gangguan siklus menstruasi.
Metode Penelitian : Desain yang digunakan cross sectional. Populasinya
mahasiswa tingkat IV STIKES RS Baptis Kediri. Sampelnya
35 responden menggunakan purposive sampling. Data
dikumpulkan melalui kuesioner dan observasi. Analisis
menggunakan uji regresi logistic dengan tingkat signifikansi
≤ 0.05.
Hasil : Didapatkan hasil P=0,767 berarti antara tingkat stres dengan mekanisme
koping tidak berhubungan, untuk tingkat stress dengan gangguan siklus
menstruasi didapatkan P=0,018 terdapat hubungan tingkat stres dengan
gangguan siklus menstruasi.
Kesimpulan : Mekanisme koping tidak berhubungan dengan tingkat stres tetapi
tingkat stress berhubungan dengan gangguan siklus menstruasi pada
mahasiswi tingkat IV di STIKES RS Baptis Kediri.

“HUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI, PROTEIN, VITAMIN C DAN POLA


MENSTRUASI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN PADA REMAJA PUTRI
DI SMAN 1 MANYAR GRESIK”

Latar Belakang : Berdasarkan laporan hasil Riskesdas 2013 didapatkan bahwa


anemia lebih banyak terjadi pada perempuan yaitu sebesar
23,9%, dan prevalensi kejadian anemia pada kelompok usia 15-
24 tahun sebesar 18,4%. Angka ini lebih tinggi apabila
dibandingkan dengan kelompok umur 25-34 tahun (Kemenkes
RI, 2013).
Asupan zat gizi yang kurang, menstruasi, penyakit infeksi, dan
kurangnya pengetahuan dapat menyebabkan anemia.
Menstruasi bulanan dan masa pertumbuhan menyebabkan
remaja putri rawan mengalami anemia.
Tujuan Penelitian : Menganalisis hubungan antara asupan zat besi, protein,
vitamin C dan pola menstruasi dengan kejadian anemia pada
remaja putri.
Metode Penelitian : Penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Populasi
penelitian adalah siswi kelas X dan XI di SMA Negeri 1
Manyar Gresik. Sebanyak 62 sampel dipilih menggunakan
metode proportional random sampling. Pengambilan data
menggunakan metode wawancara memakai instrumen Semi
quantitative food frequency questionnaire digunakan untuk
mengambil data asupan zat besi, vitamin C, dan protein yang
kemudian diolah menggunakan software Nutrisurvey dan
hasilnya dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi
(AKG) tahun 2013. Klasifikasi tingkat kecukupan Fe,
vitamin C dan protein dibagi menjadi dua kategori, jika <
80% AKG tergolong kategori kurang dan jika ≥ 80% AKG
tergolong kategori cukup (Depkes, 2003).
Kuesioner terstruktur yang berisi 5 pertanyaan untuk
memperoleh data pola menstruasi, Pola menstruasi
dikatakan tidak normal jika lama menstruasi >7 hari dan
siklus menstruasi panjang >35 hari, lama menstruasi >7 hari
dan siklus menstruasi pendek <21 hari, lama menstruasi >7
hari dan siklus menstruasi normal (21-35 hari), lama
menstruasi ≤7 hari dan siklus menstruasi pendek <21 hari,
atau lama menstruasi ≤ 7 hari dan siklus menstruasi panjang
>35 hari (Proverawati dan Wati, 2011; Winkjosastro, 2009).
Dan pemeriksaan kadar hemoglobin menggunakan metode
spektrofotometer menggunakan Hemoglobinmeter digital.
Anemia pada remaja putri dikategorikan menjadi dua yaitu
remaja dikatakan anemia jika kadar Hb < 12 g/dL dan
dikatakan tidak anemia atau normal jika kadar Hb ≥ 12 g/dL
(Proverawati dan Wati, 2011).
Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan uji
korelasi Spearman dan uji Chisquare dengan tingkat
signifikansi yang digunakan adalah α=0,05.
Hasil Penelitian : Hasil penelitian menunjukkan asupan Fe (r=0,635; p=0,000),
protein (r=0,663; p=0,000), dan vitamin C (r=0,780; p=0,000)
berhubungan dengan kadar hemoglobin, seperti halnya pola
menstruasi berhubungan dengan kejadian anemia (p= 0,002).
Asupan Fe, protein, dan vitamin C yang rendah maka kadar
hemoglobin juga rendah, sehingga kejadian anemia semakin
tinggi.
Kesimpulan : Ada hubungan tingkat kecukupan asupan zat besi, protein,
dan vitamin C yang dengan anemia.

Anda mungkin juga menyukai