Anda di halaman 1dari 11

PROSIDING SEMINAR NASIONAL III TAHUN 2017

“Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner”


Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Biologi-FKIP bekerjasama dengan
Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK)
Universitas Muhammadiyah Malang, tanggal 29 April 2017

POTENSI, KENDALA, DAN STRATEGI PENGEMBANGAN BUDIDAYA RUMPUT


LAUT BERBASIS KOLABORASI DI DAERAH KEPULAUAN SAPEKEN KABUPATEN
SUMENEP
Potentions, Obstacels, and Strategy in Collaboration based Developing Seaweed Cultivation at Sapeken Islands,
Sumenep Regency

Nurwidodo1, Abdulkadir Rahardjanto2, Husamah3, Mas’odi4, Arina Mufrihah5


1,2,3
Universitas Muhammadiyah Malang
Jl. Raya Tlogomas 246 Malang, Telp/Fax 0341-464318 psw 120
4,5
STKIP PGRI Sumenep, Sumenep
e-mail korespondensi: nurwidodo88@yahoo.co.id

ABSTRAK
Rumput laut adalah komoditas pertanian yang menjanjikan, praktek pembudidayaannya masih terkendala, salah
satunya di daerah Kepulauan Sapeken Sumenep. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi dan kendala
serta memaparkan strategi pengembangan budidaya rumput laut di daerah Kepulauan Sapeken berbasis kolaborasi
stakeholders. Penelitian ini adalah jenis deskriptif kualitatif yang didukung data kuantitatif, dilaksanakan bulan Juni-
Agustus 2016. Data yang dikumpulkan berupa data primer dan sekunder. Data primer didapat melalui survei
langsung, observasi, dan wawancara mendalam dengan narasumber. Data sekunder diperoleh dari berbagai literatur
terkait dan terutama dari hasil analisis sosial yang dilakukan mitra. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa
potensi budidaya rumput laut di Kepulauan Sapeken dapat ditinjau dari segi 1) Potensi berdasarkan rona lingkungan
dan hidrodinamika laut, 2) Potensi berdasarkan sumberdaya manusia, dan 3) Potensi berdasarkan sifat budidaya
rumput laut. Kendala budidaya di Kepulauan Sapeken, adalah 1) Tingginya biaya operasional dan terbatasnya modal,
2) Rendahnya posisi tawar pembudidaya, 3) Kurangnya pengetahuan pembudidaya dan kurangnya pengetahuan
mengenai pasca panen, 4) Kondisi cuaca dan adanya penyakit/predator, 5) Minimnya perhatian pemerintah, dan 6)
Tidak adanya kelembagaan petani serta minimnya lembaga ekonomi. Usulan strategi pengembangan budidaya
rumput laut berupa adanya kolaborasi stakeholders (Pemerintah Daerah, Perguruan Tinggi, dan korporat-CSR).
Kolaborasi akan mendorong adanya 1) pendampingan berkelanjutan budidaya untuk mengembalikan animo
masyarakat; 2) membantu membangun kelembagaan organisasi/kelompok petani; 3) memudahkan realisasi bantuan
permodalan usaha, menginisiasi berdirinya lembaga keuangan lokal, dan mendorong pemberian permodalan; 5)
membantu pemetaan areal budidaya yang sesuai dan membuat kalender musim tanam, sehingga mengurangi risiko
kegagalan; dan 6) menginisiasi kerjasama kemitraan pasar untuk mengembangkan akses pemasaran.

Kata kunci: kepulauan, kendala, kolaborasi, rumput laut, Sapeken

ABSTRACT
Seaweed is a promising agricultural commodity at coastal/marine area. Cultivation of these commodities in practice
there are still obstacles, one of them in the area Sapeken Islands Sumenep Regency. This research or study aimed to
analyze the potential and constraints of seaweed cultivation as well as further explained the strategy of development
of seaweed farming in the Sapeken Islands area-based stakeholders’ collaboration. This research is a descriptive
qualitative, supported with quantitative data, which was conducted in June-August 2016. Data collected in the form
of primary data and secondary data. The primary data obtained through direct surveys, observation, and extracting
information from informants through in-depth interviews. Secondary data were obtained from a variety of related
literature and especially from the social analysis by a partner (data from Kangean Energy Indonesia). Based on the
results that the potential of seaweed farming in Sapeken Islands can be viewed in terms of 1) the potential based on
the hue of the environment and marine hydrodynamics, 2) Potential based on human resources, and 3) the potential
based on the properties of seaweed cultivation. Constraints cultivation Islands Sapeken, are 1) high operating costs
and limited capital, 2) Low bargaining position of farmers, 3) Lack of knowledge of farmers and lack of knowledge
about post-harvest, 4) The weather conditions and the presence of disease/predator, 5) lack of the government's
attention, and 6) absence of institutional farmers and the lack of economic institutions. Proposed strategies in the
development of seaweed cultivation in the form of the collaboration of stakeholders (local governments, universities,
and CSR). Collaboration will encourage 1) continuing advocacy of cultivation to restore the public interest; 2) help
build institutional organizations/groups of farmers through; 3) facilitate the realization of venture capital fund,
initiated the establishment of local financial institutions, and encourage the provision of capital; 5) helps mapping
corresponding cultivation area and make a calendar season, thus reducing failure; 6) initiated a partnership to
develop market access market.

Keywords: collaboration, islands, problems, Sapeken, seaweed

Kabupaten Sumenep terletak di ujung timur Pulau kecamatan di wilayah daratan dan 9 kecamatan terletak di
Madura, memiliki 27 kecamatan yang terbagi atas 18 kepulauan. Kabupaten Sumenep memiliki 126 pulau,

Nurwidodo et al., Potensi, Kendala, dan Strategi 350


available at http://research-report.umm.ac.id/index.php/
PROSIDING SEMINAR NASIONAL III TAHUN 2017
“Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner”
Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Biologi-FKIP bekerjasama dengan
Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK)
Universitas Muhammadiyah Malang, tanggal 29 April 2017

terdiri dari 48 pulau berpenghuni dan 78 pulau tidak Sumenep sebagai kabupaten yang terdiri atas kepulauan,
berpenghuni. Sapeken adalah salah satu kecamatan yang memiliki potensi berbagai jenis hasil perikanan baik
terletak di kepulauan, dan merupakan kecamatan terjauh. perairan laut beserta hasil olahannya maupun hasil dari
Sapeken memiliki luas 201,89 km2 atau 9,64% dari luas pertambakan dan budidaya laut [11]. Kepulauan Sapeken
Kabupaten Sumenep [1]. secara struktural saling terkait, memiliki sejumlah
Sapeken terletak ±80 mil di sebelah utara Pulau ekosistem laut penting seperti terumbu karang, mangrove,
Bali dan ±200 mil sebelah timur Pulau Jawa (Surabaya). lamun, pantai, dan sumberdaya perikanan. Keberadaan
Secara geografis, Sapeken berada di Laut Jawa dengan potensi berupa ekosistem laut tersebut menjadikan
batas-batas wilayah, yaitu sebelah utara berbatasan Kepulauan Sapeken memiliki kesesuaian dan daya
dengan perairan Kalimantan, sebelah selatan berbatasan dukung bagi pengembangan aspek kelautan [12].
dengan perairan Bali, sebelah timur berbatasan perairan Namun demikian kegiatan pemanfaatan potensi
Sulawesi, dan sebelah barat berbatasan dengan Laut Jawa laut sampai saat ini masih didominasi oleh usaha
dan Madura [2]. Sapeken memiliki pulau-pulau kecil penangkapan ikan dan biota laut lainnya. Pola perikanan
sebanyak 53 pulau, dengan 21 pulau berpenghuni (Pulau tangkap yang dilakukan masyarakat Sumenep bagian
Sapeken, Salarangan, Sitabok, Saular, Sadulang Besar, kepulauan cenderung mengalami masalah yang serius.
Sadulang Kecil, Bangkau, Saebus, Saur, Pagerungan Salah satunya adalah menurunnya hasil tangkapan ikan
Besar, Pagerungan Kecil, Sepangkur Besar, Sepangkur dalam beberapa tahun terakhir ini. Terjadi trend negatif
Kecil, Sabunten, Paliat, Sasiil, Saredeng Besar, Saredeng penurunan hasil tangkapan ikan dari wilayah tersebut,
Kecil, Sapinggan, Sepanjang, dan Sakala) dan 32 pulau bahkan telah mencapai rata-rata 3-5% per tahun dalam
tidak berpenghuni [3]. kurun waktu 5 tahun terakhir. Hal ini ditenggarai sebagai
Akses ke Kepulauan Sapeken adalah dengan akibat dari rusaknya habitat ikan terutama ekosistem
menggunakan kapal penumpang atau kapal Perintis yang terumbu karang dan lamun. Kerusakan ini sebagian besar
tersedia hanya dua kali perjalanan dalam 10 sampai 12 diakibatkan oleh penggunaan alat tangkap yang tidak
hari [4, 5]. Perjalanan dapat melalui rute Madura ramah lingkungan, seperti pukat harimau (trawl), serta
(Pelabuhan Kalianget, Sumenep) atau Banyuwangi pemakaian bahan peledak dan sianida untuk menangkap
(Pelabuhan Tanjungwangi) menuju Pulau Kangean ikan [13, 2].
(Pelabuhan Batuguluk) dan selanjutnya ke Pulau Sapeken. Menurut Hidayah [13] untuk mengatasi
Masa pelayaran kapal reguler pada jalur ini adalah ±8-12 permasalahan-permasalahan nelayan di daerah kepulauan,
jam. Sebagai alternatif, penumpang dapat menaiki kapal perlu adanya terobosan untuk mencarikan atau
cepat (Express Bahari) dari Pelabuhan Kalianget menuju menciptakan jenis usaha perikanan yang baru dan
Pelabuhan Batuguluk di Pulau Kangean dengan waktu mempunyai prospek ekonomi yang bagus. Sehubungan
tempuh ±3 jam. Kemudian menggunakan angkutan darat dengan itu, Romadhon [12] mensyaratkan bahwa dalam
yang mengambil waktu perjalanan ±2 jam melalui Arjasa pengembangan pulau-pulau kecil harus selalu
untuk sampai ke ujung timur, yaitu Pelabuhan Kayu Waru memperhatikan kesediaan dan keberlanjutan segenap
kemudian menggunakan perahu angkutan menyusuri ekosistem yang ada. Salah satu tantangan keberadaan
Pulau Paliat sampai ke Pulau Sapeken dengan waktu pulau-pulau kecil adalah menyeimbangkan manfaat
pelayaran ±2 jam [6]. Selanjutnya dari Pulau Sapeken ekonomi dengan tekanan lingkungan yang timbul dari
penumpang dapat menggunakan jasa perahu angkutan- keberadaan manusia. Munaf et al [8] mengatakan bahwa
masyarakat setempat menyebutnya dengan istilah taksian program pemberdayaan masyarakat dan program
atau tambangan-menuju pulau-pulau yang dituju dengan pembangunan daerah terpencil harus berupa penerapan
lama waktu ±30 menit untuk yang terdekat sampai ±5 jam dan pengembangan potensi yang ada secara
untuk yang terjauh (Pulau Sakala). berkelanjutan. Sementara itu menurut Sion et al [14]
Kecamatan Sapeken terletak sangat jauh dari ibu pemberdayaan masyarakat harus berorientasi
kota kabupaten (Sumenep daratan). Medan menuju lokasi meningkatkan kreativitas wilayah. Hal ini umumnya
sangat sulit akibat faktor geografis dan sarana transportasi untuk wilayah kepulauan yang mengalami kesenjangan
yang tidak memadai [7]. Kondisi geografis dan berbagai sektor dengan wilayah sekitarnya yang dekat
keterbatasan akses seperti inilah yang menjadi faktor peradaban ekonomi wilayah. Oleh karena itu, perlunya
penyebab kawasan terpencil semakin berada dalam pengembangan wilayah kepulauan berbasis keterampilan
keterisolasian, mengalami kesenjangan, dan jauh dalam memanfaatkan sumber daya alam yang ada.
tertinggal dari daerah daratan (perkotaan) yang dekat Salah satu jenis usaha perikanan yang belum
peradaban ekonomi [8, 9]. dimanfaatkan secara optimal adalah usaha budidaya
Sebenarnya Kepulauan Sapeken memiliki potensi bahari. Contoh usaha budidaya bahari yang layak
Sumber Daya Alam (SDA) yang cukup besar dan sangat dikembangkan adalah budidaya rumput laut [13].
potensial untuk dikembangkan. Hal ini sejalan dengan Beberapa daerah di Indonesia pada beberapa tahun
pendapat Pelling dan Uitto [10] bahwa pulau-pulau kecil terakhir bahkan telah menetapkan budidaya rumput laut
sebagai sebuah entitas dengan karakteristik yang dimiliki sebagai budidaya perikanan unggulan Kabupaten [15].
merupakan suatu kawasan yang potensial untuk Sapeken sangat prospektif karena merupakan daerah
dikembangkan, karena dikelilingi oleh laut. Kabupaten kepulauan (yang dikelilingi laut) dan memiliki potensi

Nurwidodo et al., Potensi, Kendala, dan Strategi 351


available at http://research-report.umm.ac.id/index.php/
PROSIDING SEMINAR NASIONAL III TAHUN 2017
“Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner”
Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Biologi-FKIP bekerjasama dengan
Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK)
Universitas Muhammadiyah Malang, tanggal 29 April 2017

area budidaya rumput laut cukup luas. Oleh sebab itu, pakar/ahli, masyarakat non-petani, dan tokoh masyarakat.
sebagaimana yang juga terjadi di berbagai daerah lain di Data sekunder diperoleh dari berbagai literatur terkait dan
Indonesia, sepuluh tahun terakhir mulai banyak terutama dari hasil analisis sosial yang dilakukan mitra
bermunculan masyarakat di Kepulauan Sapeken yang yaitu Kangean Energy Indonesia Ltd [2].
membudidayakan rumput laut. Kondisi ini hampir merata
di setiap pulau. Beberapa pulau seperti Sadulang Besar, HASIL DAN PEMBAHASAN
Sepanjang, dan Sasiil, masyarakatnya masih ada yang
bertahan membudidayakan rumput laut hingga saat ini, Potensi Budidaya Rumput Laut di Kepulauan
dan umumnya sebagai usaha keluarga. Budidaya Sapeken
dilakukan secara tradisional. Namun di beberapa pulau 1. Potensi berdasarkan rona lingkungan dan
lain, misalnya Pagerungan Kecil dan Pagerungan Besar, 5 hidrodinamika laut
tahun terakhir justru tidak ditemukan lagi pembudidaya Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian
rumput laut. Hasil analisis yang dilakukan oleh Kangean pendahuluan, Sapeken adalah salah satu kecamatan yang
Energy Indonesia [2] bahkan mencatat bahwa sejak tahun terletak di kepulauan. Sapeken memiliki pulau-pulau kecil
2012 sudah tidak ada masyarakat di kedua pulau tersebut sebanyak 53 pulau. Kepulauan Sapeken sangat potensial
yang membudidayakan rumput laut dengan berbagai untuk dikembangkan secara berkelanjutan, terutama
alasan atau penyebab, misalnya ketiadaan modal, penyakit dalam aspek budidaya. Luas wilayah lautnya yang lebih
yang menyerang rumput laut, dan harga jual hasil panen besar dari daratan memungkinkan pengembangan usaha
yang terlalu rendah, baik dalam bentuk basah maupun budidaya rumput laut dilakukan secara besar-besaran
dalam bentuk kering. sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat
Fenomena terkait budidaya rumput laut di pesisir [17]. Menurut Pelling dan Uitto [10] pulau-pulau
Kepulauan Sapeken ini sangat menarik untuk dikaji. Hal kecil sebagai dimiliki merupakan suatu kawasan yang
ini mengingat pemerintah daerah setempat khususnya potensial untuk dikembangkan, karena dikelilingi oleh
instansi terkait tampaknya belum memiliki data potensi laut. Bahkan menurut Rangka dan Paena [18] luas
dan kesesuaian lahan yang akan dijadikan sebagai acuan perairan wilayah kepulauan merupakan sumberdaya alam
dalam menetapkan strategi pengembangan budidaya yang sangat potensial untuk mengembangkan berbagai
rumput laut. Apalagi temuan Arumsani dan Pamungkas kegiatan perikanan budidaya, khususnya budidaya rumput
[16] juga menunjukkan bahwa pada kenyataannya masih laut.
terdapat beberapa kendala dalam upaya pengembangan Kawasan Kepulauan Sapeken memiliki topografi
sektor budidaya rumput laut, yaitu terjadi penurunan datar dengan ketinggian dari permukaan laut (dpl) sekitar
jumlah produksi dan jumlah nelayan di beberapa daerah 0-2 m dan maksimal 9 (di Pulau Sepanjang). Kondisi
di Kepulauan Sumenep. Padahal kegiatan budidaya pantai di pulau-pulau yang termasuk dalam gugus
rumput laut mampu meningkatkan pendapatan kepulauan Sepeken, mempunyai tipe ekologi laut yang
masyarakat dan menyerap tenaga kerja tiap tahunnya. hampir sama dengan pulau-pulau kecil lain di Indonesia,
Dengan demikian temuan penelitian ini diharapkan dapat masih tergolong asri dan masih alami atau pristine
memberikan sumbangan solusi terkait masalah yang condition [19, 20], meskipun pada hasil observasi dan
dihadapi. Oleh karena itu kajian ini bertujuan untuk wawancara dengan masyarakat menunjukkan bahwa
menganalisis potensi dan hambatan budidaya rumput laut terdapat ancaman. Hasil observasi menunjukkan bahwa
di daerah Kepulauan Sapeken Kabupaten Sumenep. ancaman tersebut akibat over exploitation, pengambilan
Selanjutnya akan dipaparkan strategi pengembangan karang untuk dipergunakan sebagai pondasi bangunan
budidaya rumput laut di daerah Kepulauan Sapeken serta pada beberapa kasus ditemukan masyarakat yang
Kabupaten Sumenep berbasis kolaborasi stakeholders. penggunaan bahan peledak (bom ikan) dan potassium
ketika menangkap ikan. Hal ini juga menjadi hasil temuan
2. METODE Kangean Energy Indonesia [2].
Kepulauan Sapeken memiliki perairan pantai
Penelitian ini adalah jenis deskriptif kualitatif yang jernih dan landai. Perairan di daerah ini bersubstrat pasir,
didukung data kuantitatif. Penelitian dilakukan pada bulan karang berpasir, dan karang yang banyak ditumbuhi
Juni-Agustus 2016. Data yang dikumpulkan terdiri dari lamun dari jenis Thallasia hemprichii dan Enhalus
data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh acroides. Kedua jenis lamun ini tumbuh subur terutama
secara langsung di lapangan melalui survei langsung ke pada jarak 30-200 meter dari garis pantai, berbatasan
lokasi penelitian (melakukan pengukuran dan pengamatan dengan daerah rataan karang. Tinggi kolom air dari
langsung di daerah penelitian untuk mengetahui permukaan laut sampai dasar perairan di Kepulauan
karakteristik hidrodinamika laut yang memiliki kaitan erat Sapeken berkisar 10-250 meter. Kecerahan perairan
dengan pertumbuhan rumput laut), observasi, dan berkisar 3-11 m, dan sama sekali tidak ada sungai.
penggalian informasi dari narasumber melalui wawancara Kondisi pasang surut air laut setiap harinya bervariasi
secara mendalam yang bertujuan untuk mengeksplorasi antara 1-2 m dengan pertambahan intrusi air laut ke
informasi sebanyak-banyaknya. Narasumber dalam daratan setiap tahunnya mencapai 0-1 m. Kecepatan arus
penelitian ini adalah para petani rumput laut, pengepul, saat penelitian di peraran tersebut berkisar antara 0,01-

Nurwidodo et al., Potensi, Kendala, dan Strategi 352


available at http://research-report.umm.ac.id/index.php/
PROSIDING SEMINAR NASIONAL III TAHUN 2017
“Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner”
Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Biologi-FKIP bekerjasama dengan
Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK)
Universitas Muhammadiyah Malang, tanggal 29 April 2017

0,09 m/detik. Arus laut yang mengalir di sekeliling pulau dikategorikan rendah (< 1 m) walaupun frekuensinya
adalah arus yang mengalir dari Selat Makassar ke arah cukup tinggi. Ekosistem perairan yang berkarang
selatan. Di bagian utara pulau, arah arus berbelok ke barat merupakan salah satu nilai positif. Adanya terumbu
daya selama musim timur, sedangkan pada musim barat, karang merupakan habitat bagi ketersediaan biota perairan
arah arus menuju ke tenggara. Hal ini menyebabkan karang yang dapat dimanfaatkan secara optimal tanpa
peluang terjadinya badai yang umumnya terjadi pada awal merusak lingkungan terumbu karang. Pada umumnya
Bulan Januari, awal Bulan Maret, dan Bulan Agustus. kondisi terumbu karang di Kepulauan Sapeken termasuk
Suhu di perairan Kepulauan Sapeken, dalam hal ini dalam kategori baik terutama pada kedalaman 2-3 m,
misalnya di Pulau Pagerungan Kecil, berkisar antara sedangkan pada kedalaman lebih dari 5 m didominasi
27oC-29oC, nilai salinitas 34‰, dan nilai pH 8. Kisaran oleh pasir [24].
suhu, salinitas dan pH di pulau-pulau lain tidak banyak Menurut Wijayanto et al [25] faktor-faktor
bervariasi, mencerminkan kondisi umum perairan pantai parameter perairan yang mendukung diantaranya terdapat
tropis [20]. Kondisi hidrologis tersebut memberikan unsur hara yang cukup dan juga kecepatan arus yang
kesempatan yang baik bagi kehidupan rumput laut, yang relatif normal bagi pertumbuhan rumput laut dimana
membutuhkan perairan dengan kedalaman yang dapat terjadi proses percampuran sehingga penyerapan zat hara
ditembus cahaya matahari [21]. Rumput laut dapat oleh terindikasi baik. Kondisi ini menyebabkan
tumbuh di perairan dangkal dan jernih hingga kedalaman pertumbuhan rumput laut cenderung meningkat. Selain itu
20-30 m, pada suhu air berkisar 28- 34°C, dan salinitas faktor-faktor lain seperti matahari, suhu, salinitas, pH,
28-34‰ atau permil [22]. Merujuk pada Rangka dan gelombang, serta oksigen terlarut juga memberikan
Paena [18] kondisi suhu, pH, salinitas, dan pola arus serta pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan
kondisi perairan tersebut secara umum sangat cocok dan rumput laut.
tidak berpengaruh mematikan rumput laut atau hewan
budidaya lainnya. 2. Potensi berdasarkan sumberdaya manusia
Sebagian sisi atau pinggiran pantai pulau-pulau di Menurut data BPS Sumenep [26] jumlah penduduk
Kepulauan Sapeken ditumbuhi mangrove, khususnya di di Kecamatan Sapeken sebanyak 40.206 jiwa dengan
Pulau Sepanjang yang merupakan pulau terbesar. Hutan perincian jumlah penduduk laki-laki sebanyak 19.482
mangrove di Pulau Sepanjang merupakan areal hutan jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 20.724
lindung Perum Perhutani. Hasil survei menunjukkan jiwa. Kepadatan penduduk di Sapeken adalah 199
bahwa hutan mangrove di pulau ini diduga merupakan jiwa/km. Penduduk di Kepulauan Sapeken ini umumnya
satu-satunya hutan mangrove terluas di Jawa yang masih berbahasa dan berkultur budaya Sulawesi (Bajo/Same,
relatif utuh dan terjaga, dengan lebar kawasan yang Mandar dan sebagian kecil Bugis), bukan berbahasa dan
bervariasi dan masih cukup baik. Hutan mangrove di berkultur budaya Madura. Hal ini karena dalam
bagian utara Pulau Sepanjang diperkirakan luasnya sejarahnya para pelaut dari Sulawesi lah yang
±3.000 ha dengan lebar bervariasi antara 250 – 1.500 m menemukan dan membuka Kepulauan ini. Masyarakat
[23]. Pulau-pulau lain yang memiliki vegetasi mangrove Kepulauan Sapeken mayoritas bermata pencaharian
adalah Pulau Togo-togo di Pagerungan Besar, Pulau sebagai nelayan, dimana hidup mereka cenderung
Pagerungan Kecil, dan Pulau Bangkau. Hutan mangrove memanfaatkan kekayaan laut [2, 20, 27].
Pulau Sepanjang mempunyai nilai ekonomis penting Latar belakang etnik ini merupakan suatu potensi
sebagai tempat sumber nutrisi untuk budidaya rumput mengingat Suku Bajo terkenal dengan ketangguhannya
laut. sebagai pelaut dan bahkan dikenal sebagai salah satu ikon
Karang tumbuh merata dan kehadirannya sampai etnik maritim. Menurut Suprajaka et al [6] mata pencarian
kedalaman 15 meter. Paparan terumbu relatif luas dengan sebagai nelayan sudah menjadi tradisi yang sangat kuat
elevasi mendatar. Tipe dasar umumnya berupa pasir dan berlangsung turun-temurun bagi Suku Bajo. Mereka
lumpuran, pasir karang, tumbuhan lamun dan algae, serta relatif memiliki daya tahan (resilience) dalam konteks
beberapa bagian padat dengan semen batu karang. persaingan maritim. Masyarakat Kepulauan Sapeken
Morfologi Kepulaun Sapeken merupakan dataran rendah cukup terbuka untuk membentuk pola pergaulan sosial
pantai dengan perairan laut ditumbuhi karang yang dengan golongan manapun. Rata-rata masyarakat cukup
berbentuk fringing reef (terumbu karang tepi). Pulau ini ramah, terbuka, dan mampu bekerjasama dengan orang
memiliki rataan terumbu yang cukup luas mengelilingi baru. Pola kerjasama dan budaya gotong royong masih
pulau dengan kedalaman bervariasi dari 30-50 cm pada ada, meskipun pada konteks tertentu mulai terpengaruh
saat surut dan pasang terendah hingga 1 meter pada jarak dengan aspek ekonomi. Menurut Wibowo et al [28]
100-200 meter dari garis pantai. Dasar rataan terumbu adanya keterlibatan, kesadaran untuk berkerjasama,
merupakan variasi antara pasir, karang mati, sampai partisipasi aktif, dan inklusifitas atau keterbukaan
karang batu hidup. Tepi rataan terumbu diikuti oleh tubir masyarakat merupakan modal penting dalam upaya
dengan kemiringan curam. Gelombang di daerah tubir pengembangan suatu masyarakat.
lebih besar dibanding gelombang di garis pantai. Hal ini Potensi yang tidak kalah pentingnya adalah
disebabkan adanya peredaman gelombang oleh rataan pendidikan. Kecamatan Sapeken dilengkapi dengan
terumbu karang yang dangkal. Tinggi gelombang dapat sarana pendidikan (sekolah) yan cukup lengkap. Hal ini

Nurwidodo et al., Potensi, Kendala, dan Strategi 353


available at http://research-report.umm.ac.id/index.php/
PROSIDING SEMINAR NASIONAL III TAHUN 2017
“Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner”
Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Biologi-FKIP bekerjasama dengan
Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK)
Universitas Muhammadiyah Malang, tanggal 29 April 2017

tercermin dari ketersediaan sarana pendidikan yang cukup misalnya pada musim barat ketika nelayan tidak bisa
merata pada semua level pendidikan. Jumlah TK melaut atau tidak sedang mencari ikan, maka mereka
sebanyak 19 unit, SD sebanyak 32 unit, MI sebanyak 30 dapat menanam rumput laut [30].
unit, SMP sebanyak 3 unit, MTs sebanyak 8 unit, MA Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di
sebanyak 6 unit, SMA sebanyak 2 unit, dan perguruan lapangan, didapatkan informasi bahwa relatif mudahnya
tinggi/sekolah tinggi sebanyak 1 unit. Sekolah-sekolah pembudidayaan rumput laut menyebabkan ramainya
tersebut merupakan sekolah negeri maupun milik kegiatan budidaya rumput laut sepuluh tahun terakhir di
swasta/perorangan. Sejak 2 dekade terakhir, kesadaran Kepulauan Sapeken yang membudidayakan rumput laut.
masyarakat Kepulauan Sapeken terhadap pentingnya Rumput laut yang dibudidayakan adalah spesies
pendidikan khususnya untuk menyekolahkan anaknya Eucheuma cottonii. Kondisi ini hampir merata di setiap
cukup tinggi, minimal ke jenjang pendidikan SMA. pulau. Beberapa pulau seperti Sadulang Besar, Sepanjang,
Secara kuantitatif jumlah murid terus meningkat dan Sasiil, masyarakatnya masih ada yang bertahan
meskipun tidak didukung oleh ketersediaan sarana membudidayakan rumput laut hingga saat ini, meskipun
penunjang dan guru [2]. Menurut Maryani dan Suharmiati dalam kondisi naik turun. Budidaya dilakukan secara
[9] tersedianya sumber daya manusia yang berkualitas tradisional. Namun di beberapa pulau lain, misalnya
sebagai dampak positif dari kesadaran berpendidikan Pagerungan Kecil dan Pagerungan Besar, lima tahun
tentu menjadi faktor pendorong suatu daerah untuk segera terakhir justru tidak lagi ditemukan pembudidaya rumput
keluar dari tekanan kemiskinan dan keterbelakangan yang laut.
dialami.
Kendala/Hambatan Budidaya Rumput Laut di
3. Potensi berdasarkan sifat budidaya rumput laut Kepulauan Sapeken
Menurut Muttaqin [29] dan Soselisa et al. [15] 1. Tingginya biaya operasional dan terbatasnya
berdasarkan berbagai pengalaman di beberapa tempat di modal
Indonesia, penerimaan masyarakat terhadap budidaya Meskipun pembudidayaan rumput laut relatif
rumput laut cukup tinggi didasarkan pada beberapa mudah, namun dalam prosesnya tetap membutuhkan
keuntungan yang diberikan oleh sumberdaya ini, yaitu 1) biaya operasional. Biaya itu umumnya digunakan untuk
lahan budidaya tersedia luas dan laut merupakan milik membeli tali, pelampung, tali pengikat bibit, patok kayu,
komunal sehingga sangat minim konflik (berbeda dengan ongkos buruh pengikat bibit, pembelian bibit, biaya solar,
lahan di darat; 2) teknik pembudidayaan rumput laut yang biaya sewa alat transportasi (bagi yang tidak memiliki
relatif mudah untuk dikuasi dan dilakukan; 3) usaha sampan atau perahu, terlebih bila daerah budidaya agak
pembudidayaan rumput laut tergolong usaha yang padat jauh dari tempat tinggal). Untuk menekan biaya beberapa
karya sehingga mampu menyerap lebih banyak tenaga pembudidaya akhirnya meminta bantuan penyediaan bibit
kerja; 4) dapat melibatkan tenaga kerja laki-laki maupun kepada tengkulak atau pengepul, dan nantinya akan
perempuan, orang dewasa maupun anak-anak, sehingga dipotong saat transaksi hasil panen.
rumahtangga dapat menjadi suatu kesatuan unit produksi Kendati potensi sumber daya alam di sektor
seperti halnya pada usaha pertanian; 5) siklus budidaya pertanian dan kelautan yang ada di kepulauan cukup
atau waktu untuk panen relatif pendek, umumnya sekitar menjanjikan, namun karena faktor kelangkaan dan
45 hari tanam sehingga relatif cepat memberikan mahalnya berbagai komponen untuk produksi, maka yang
keuntungan; 6) teknik pengolahan pasca panen mudah, terjadi kemudian kedua sektor ini cenderung hanya
serta bila dibandingkan dengan hasil laut lainnya berkembang secara pas-pasan, sekadar untuk memenuhi
(misalnya ikan), hasil produksi tidak mudah rusak; 7) kebutuhan sendiri atau dipasarkan di skala lokal saja.
kebutuhan modal relatif kecil, 8) merupakan komoditas Akibat tingginya biaya produksi, maka imbas yang terjadi
yang tak tergantikan karena tidak ada produk sintetisnya, kemudian adalah nilai tukar pada sektor pertanian dan
sehingga pasar selalu tersedia; dan 9) harga relatif baik perkebunan menjadi rendah, terutama bila dibandingkan
sehingga merupakan sumber cash setiap saat. dengan perkembangan harga kebutuhan pokok
Kehadiran rumput laut memberi beberapa akibat masyarakat yang lain. Berbagai barang kebutuhan pokok
sosial dan biofisik yang positif, yaitu 1) pengalihan atau yang rata-rata harus didatangkan dari luar pulau,
kesibukan di lahan laut dapat mengurangi gesekan atau menyebabkan harga jual di pasaran menjadi tinggi dan tak
konflik atas lahan darat; 2) pengalihan atau kesibukan di sebanding dengan harga komoditi hasil penduduk
usaha budidaya rumput laut dapat mengurangi kepulauan itu sendiri [31].
perselisihan atau konflik atas wilayah mencari ikan dan Kebanyakan pembudidaya tergantung pada modal
sumberdaya lain di pasang surut; 3) perhatian di rumput usaha per keluarga, maka jumlah unit rumput laut yang
laut mengurangi tekanan eksploitasi pada sumberdaya laut dibudidaya juga berbeda, ada yang banyak dan ada yang
lain, seperti teripang dan ikan, dan sumberdaya hutan, hanya beberapa tali saja (kapasitas budidaya kecil).
seperti kayu; 4) masa untuk panen yang relatif lebih cepat Menurut hasil analisis Kangean Energy Indonesia [2]
menyebabkan ketersediaan sumber cash lebih cepat [15]; modal merupakan kendala yang umumnya dirasakan
dan 5) Dapat menjadi alternatif sumber penghasilan lain pembudidaya rumput laut di Kepulauan Sapeken. Hal ini
di saat pekerjaan utama tidak dapat dilaksanakan, sejalan dengan temuan Lemlit ITS [32] bahwa faktor yang

Nurwidodo et al., Potensi, Kendala, dan Strategi 354


available at http://research-report.umm.ac.id/index.php/
PROSIDING SEMINAR NASIONAL III TAHUN 2017
“Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner”
Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Biologi-FKIP bekerjasama dengan
Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK)
Universitas Muhammadiyah Malang, tanggal 29 April 2017

tak kalah penting karena sebagian besar petani di daerah sistem tali panjang berpelampung, sementara di Pulau
kepulauan di Jawa Timur umumnya menghadapi Sasiil ada yang menggunakan sistem rakit.
persoalan tersebut adalah keterbatasan modal yang Produksi hingga sekarang masih berupa bahan
dimiliki. Menurut Ariadi [31] sebagian besar penduduk mentah (raw material) saja, dimana petani menjual
di kepulauan sangat bergantung pada sektor pertanian langsung hasil panennya dalam bentuk basah atau
dengan akses modal dan teknologi yang rendah sehingga menjual hasil panen kering. Karena hanya bahan mentah,
produktivitasnya pun ikut rendah. maka harga komoditi ini dikontrol oleh pembeli di pasar
Surabaya atau Madura. Kondisi rendahnya harga yang
2. Rendahnya posisi tawar pembudidaya rumput ditetapkan pembeli di Surabaya, akan semakin
Harga rumput laut dikontrol oleh pedagang besar, “mencekik” petani karena harga juga akan dipermainkan
dalam hal ini pasar di Madura dan Surabaya. Sementara oleh pengepul. Hal inilah yang menyebabkan petani
itu, dalam hal penjualan hasil panen (baik basah maupun rumput laut terpaksa berhenti berbudidaya, bahkan secara
kering) banyak petani yang mengeluh karena mereka massal. Kondisi ini misalnya terjadi di Pagerungan Kecil.
tidak memiliki posisi tawar kuat, terutama dalam Ini sejalan dengan temuan Rustidja et al [17] bahwa
penentuan harga jual rumput laut. Interaksi para petani jenuhnya harga penjualan rumput laut menyebabkan tidak
pembudidaya dengan jaringan atau pasar di daratan masih semua masyarakat berkeinginan menjadi petani rumput
lemah sehingga dari dulu hingga saat ini akses pasar laut.
hanya terkumpul pada orang yang sama. Berdasarkan Menurut Lemlit ITS [32] beberapa faktor yang
kondisi tersebut, pengumpul cenderung mempermaikan menyebabkan sektor pertanian di wilayah kepulauan
harga, sesuai dengan keinginannya, dan melakukan belum dapat berkembang dengan maksimal, selain sarana
monopoli. Menurut Rustidja et al [17] dan Wijayanto et al produksi tidak tersedia di pasar lokal, juga karena
[33] terjadinya penurunan penjualan rumput laut salah masyarakat petani setempat umumnya belum memahami
satunya adalah adanya distorsi harga di tingkat pengepul, benar cara budidaya yang baik, bibit dan varietas unggul
dimana harga ditentukan oleh pembeli atau pengumpul. yang ditawarkan tidak sesuai dengan preferensi keluarga
Menurut Ariadi [31] secara umum posisi tawar- petani. Kondisi ini menurut Ariadi [31] diperparah sistem
menawar (bargaining positions) penduduk kepulauan pendidikan di kepulauan yang tidak relevan dengan
dengan tengkulak atau ijon relatif rendah, sehingga meski lingkungan sosial-ekonomi atau potensi daerah setempat.
posisi mereka sebagian besar adalah produsen, tetapi Menurut Kangean Energy Indonesia [2] dengan melihat
dalam struktur mata rantai perdagangan komoditi kondisi geografis dan potensi alamnya seharusnya
perikanan posisi mereka umumnya lemah. Akibat Kepulauan Sapeken memiliki sekolah kejuruan atau bila
kurangnya akses mereka terhadap pasar dan kendala tidak maka muatan kurikulum harus banyak disesuaikan
prasarana transportasi yang ada, menyebabkan para petani dengan potensi kelautan.
dan nelayan lokal seringkali tidak berdaya ketika harus Sementara itu, menurut Astutik dan Santoso [11]
tawar-menawar mengenai harga jual komoditi hasil secara umum petani dan nelayan di Inodonesia
produksi mereka. mengalami kurangnya pengetahuan sehingga
menyebabkan kurangnya inovasi dalam mengelola hasil
3. Kurangnya pengetahuan pembudidayaan dan panen yang sesuai dengan permintaan pasar. Sementara
pengelolaan pasca panen itu dalam proses pengolahannya belum didukung dengan
Sampai saat ini jenis atau spesies yang teknologi dan sarana yang memadai, karena industri yang
dibudidayakan hanya satu, yaitu Eucheuma cottonii. ada berupa industri rumah tangga. Masyarakat pengolah
Petani umumnya hanya menggunakan satu cara atau memanfaatkan fasilitas seadanya. Khusus untuk
teknik budidaya, misalnya ada yang hanya menggunakan Kepulauan Sapeken, terkait dengan rumput laut memang
teknik longline, ada yang rakit, dan ada yang patok. terjadi perubahan budaya kerja. Jika nelayan terbiasa
Belum ada petani yang mencoba membandingkan mempunyai pola kerja yang dapat langsung mengambil
ketiganya, atau memodifikasi berdasarkan kebutuhan dan hasil tanpa ada budidaya pemeliharaan sebelumnya,
berdasarkan pengalaman dari ketiganya. Pembudidayaan berubah menjadi pembudidaya yang membutuhkan
rumput laut di Kepulauan Sapeken mengenal tiga cara, pemeliharaan dan investasi merupakan kendala budaya.
yaitu 1) model pembudidayaan dengan sistem rakit apung
dimana tali ris dikaitkan dengan pada rakit agar rumput 4. Kondisi cuaca yang tidak menentu dan adanya
laut tetap tergenang di dalam air laut namun tali tersebut serangan penyakit/predator
tidak terbawa oleh arus gelombang, 2) model dengan Terjadinya penurunan penjualan rumput laut
sistem rawai/tali panjang (longline) dengan pelampung disebabkan faktor musim/cuaca yang tidak menentu,
dimana tali ris yang berisi bibit rumput laut diikatkan pencemaran perairan, rumput laut terinfeksi penyakit, dan
pada pelampung; dan 3) model dengan sistem patok atau keberadaan predator rumput laut [17]. Hal ini juga terjadi
penanaman patok didasar laut dimana patok tersebut pada budidaya rumput laut di Kepulauan Sapeken, dimana
berfungsi untuk mengikat tali ris yang berisi bibit rumput kondisi pembudidayaan sudah mulai menurun hasilnya.
laut. Pembudidayaan rumput laut di Pulau Sadulang Besar Rumput laut yang dibudidayakan mengalami penyakit
memakai sistem patok, di Pulau Sepanjang menggunakan “rontok”. Menurut penuturan petani, penyakit ini

Nurwidodo et al., Potensi, Kendala, dan Strategi 355


available at http://research-report.umm.ac.id/index.php/
PROSIDING SEMINAR NASIONAL III TAHUN 2017
“Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner”
Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Biologi-FKIP bekerjasama dengan
Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK)
Universitas Muhammadiyah Malang, tanggal 29 April 2017

menyebabkan hasil panen menurun hingga 50%, bahkan yaitu dapat dilihat dari seberapa besar pemerintah
pada beberapa kasus terjadi gagal panen total. membantu kegiatan rumput laut, namun sebagin besar
Penanganan hama rumput laut misalnya penyakit responden menyatakan tidak ada bantuan dari pemerintah.
ice-ice yang kadang tidak tepat justru dapat menyebabkan Kebijakan pemerintah dalam hal ini adalah kebijakan
hama dapat menyebar dan menyerang seluruh areal pemerintah dalam mendukung keberlanjutan rumput laut
produksi [33]. Penyakit ini biasa menyerang pada waktu di kepulauan, dalam hal ini kebijakan yang diperlukan
musim hujan (Oktober-April) dan bersifat menular karena merupakan kebijakan dari Pemerintah Kabupaten
disebabkan oleh bakteri. Penyakit ini merupakan efek Sumenep. Beberapa kebijkan terkait rumput laut berada
bertambah tuanya rumput laut dan kekurangan nutrisi. pada beberapa bentuk rencana. Rencana tersebut antara
Ice-ice ditandai dengan timbulnya bercak-bercak merah lain Rencana Tata Ruang Kabupaten Sumenep tahun
pada thallus yang kemudian menjadi kuning pucat dan 2011-2031, serta Masterplan Kawasan Minapolitan
berangsur menjadi putih dan akhirnya rontok. Perubahan Rumput laut Kabupaten Sumenep Tahun 2010 [35].
kondisi lingkungan yang mendadak seperti perubahan Selain itu, menurut Ariadi [31] lembaga
salinitas, suhu air dan intensitas cahaya merupakan faktor perencanaan di tingkat pemerintah daerah di Jawa Timur
utama yang memicu penyakit ice-ice. Pada rumput laut kurang memiliki kemampuan dalam pengembangan
yang terserang ice-ice dapat diisolasi bakteri wilayah kepulauan, sehingga menyebabkan mereka
Pseudoalteromonas gracilis, Pseudomonas spp., dan cenderung tidak memiliki perhatian. Kelemahan ini
Vibrio spp [34]. menyebabkan strategi pengembangan usaha rumput laut
Kondisi cuaca yang kurang bersahabat dan adanya masih kurang terencana, pengembangan usaha dominan
serangan penyakit/predator juga menyebabkan langkanya dipengaruhi oleh faktor harga rumput laut kering, ketika
bibit/bahan baku berkualitas dalam budidaya rumput laut. harga rumput laut tinggi maka usaha budidaya
Pada kondisi normal, bibit berasal dari hasil budidaya berkembang cepat dan begitu sebaliknya. Strategi belum
sendiri (umumnya 1/3 hasil panen tidak dijual). Namun dirancang menjadi suatu struktur usaha yang dikelola
karena gagal panen maka akhirnya bibit diperoleh dengan berorientasi pengembangan dari hulu sampai hilir dan
cara membeli petani lainnya dan dengan harga yang turunannya, sehingga sangat rentan terhadap perubahan.
relatif lebih mahal sehingga semakin menambah biaya Bila pun mulai ada perhatian dari pemerintah, namun
operasional. Kondisi ini ternyata relatif sama dengan yang ternyata masih ditemukan koordinasi yang kurang antar
dialami oleh masyarakat di Maluku, dimana menurut dinas/instansi dalam rangka pelaksanaan program
Soselisa et al [15] walaupun memberi keuntungan cash pemberdayaan khususnya pada budidaya rumput laut dan
ekonomi, namun pembudidaya rumput laut di Maluku penguatan modal serta peningkatan sistem monitoring,
juga menghadapi beberapa masalah. Perubahan iklim controlling dan survailance untuk memperoleh data
yang membawa curah hujan yang banyak pada tahun kemajuan usaha budidaya rumput laut yang terpadu.
2010 mempengaruhi jumlah dan kualitas produksi
komoditi ini, karena teknik pengolahan pasca panen 6. Tidak adanya kelembagaan petani dan minimnya
masih terbatas pada cara penjemuran di bawah panas lembaga ekonomi
matahari. Keterlambatan panen selain karena cuaca, juga Masyarakat umumnya bertani secara individu atau
dikendalakan oleh ketersediaan tenaga kerja keluarga. dalam sistem keluarga (ayah, ibu, dan anak). Sejauh ini
Benih rumput laut di MTB juga dinilai menurun tidak ditemukan kelompok petani rumput laut, meskipun
kualitasnya, dan penyakit mulai menyerang pemilihan dalam beberapa kasus nelayan saling bergotong royong
species tunggal yang dibudidayakan ini. Di samping itu, atau saling membantu. Namun hal ini tidak sampai
harga rumput laut kering yang dikontrol pasar luar dan kepada upaya menanggung risiko kerja secara bersama
fluktuatif cenderung menurun sampai 30%. atau penggabungan modal dan tenaga sehingga
memperkuat sistem budidaya dan mengurangi risiko
5. Minimnya perhatian pemerintah kerja. Sistem ini menyebabkan masyarak sulit
Masyarakat menganggap bahwa perhatian berkembang, susah mendapatkan pengetahuan baru, dan
pemerintah daerah sangat minim. Hampir tidak ada cenderung cepat putus asa ketika menghadapi kesulitan.
bantuan yang diberikan pemerintah daerah dalam hal Sistem ini juga menghambat mereka untuk memperoleh
budidaya rumput laut. Hal ini berbeda dengan daerah- dana bantuan dari pemerintah atau swasta, karena
daerah lain, dimana pemerintah daerahnya sangat serius cenderung mensyaratkan adanya kelompok usaha
membina dan memperhatikan petani rumput laut, baik bersama.
dari segi modal usaha, pendampingan budidaya, Akibat tidak adanya lembaga keuangan maka
penanganan pasca panen, dan pemasaran. Beberapa kebanyakan nelayan terjebak oleh tengkulak (pengepul).
daerah bahkan menjadikan rumput laut sebagai komoditas Lembaga ekonomi sangat minim, dimana koperasi
unggulan daerah dan jalan untuk mensejahterakan terkesan mati suri akibat lemahnya pengetahuan dan
masyarakatnya. komitmen pengelola. Desa Pagerungan Kecil misalnya
Peran pemerintah dalam hal ini adalah bagaimana pernah memiliki koperasi simpan pinjam yang banyak
campur tangan pemerintah dalam membantu diminati/diikuti masyarakat, namun kemudian mati karena
pengembangan faktor perikanan budidaya rumput laut, dana koperasi dibawa “kabur” oleh pengelola koperasi.

Nurwidodo et al., Potensi, Kendala, dan Strategi 356


available at http://research-report.umm.ac.id/index.php/
PROSIDING SEMINAR NASIONAL III TAHUN 2017
“Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner”
Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Biologi-FKIP bekerjasama dengan
Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK)
Universitas Muhammadiyah Malang, tanggal 29 April 2017

Setahun terakhir ini mulai masuk bank kecil dengan harga yang baik dari pembeli/eksportir rumput laut
sistem syariah, merupakan cabang dari bank yang sehingga tentu sangat menentukan kesinambungan usaha
dikembangkan oleh sebuah pesantren di pulau Jawa. budidaya komoditi ini [(36, 37]. Menurut Fajariyah dan
Namun demikian, karena baru beroperasi dan Santoso [35] selain itu kerjasama dengan swasta atau CSR
diperkenalkan maka layanan perbankan ini yang tidak perusahaan juga sangat diperlukan karena pemerintah
menjangkau secara merata. Institusi ekonomi seperti Bank tidak bisa menyediakan semua keperluan masyarakat
sebenarnya diharapkan berkontribusi kepada para petani, pembudidaya rumput laut, misalnya dalam penyediaan
di dalam hal ini melalui pelayanan kredit usaha. modal pemerintah memiliki kekurangan, sehingga dalam
hal ini swasta bisa berperan dalam membantu
Srategi Pengembangan Budidaya Rumput Laut menyediakan modal.
Melalui Kolaborasi Pemerintah daerah, praktisi PT, dan sharing
Berdasarkan potensi dan kendala atau hambatan kepakaran dari CSR Perusahaan dapat melakukan
yang telah dikaji, maka dapat diberikan gambaran dan pendampingan untuk mengatasi masalah penyakit yang
usulan strategi dalam pengembangan budidaya rumput menyerang rumput laut. Menurut Santoso dan Nugraha
laut di kepulauan Sapeken Kabupaten Sumenep. [34] salah satu cara untuk mengurangi ancaman penyakit
Sehubungan dengan itu, strategi yang diusulkan adalah rumput laut adalah dengan penerapan Standar Operating
adanya kolaborasi stakeholders. Kolaborasi yang Procedure (SOP) secara benar dan konsisten dalam
dilakukan oleh berbagai stakeholders (Pemerintah kegiatan budidaya rumput laut. SOP ini meliputi tiga
Daerah, Perguruan Tinggi, dan korporat-CSR) dalam tahap kegiatan, yaitu penentuan lokasi budidaya yang
upaya pemberdayaan masyarakat. Pemerintah daerah cocok, pemilihan bibit rumput laut yang berkualitas, dan
memiliki peran paling penting dalam memberikan penggunaan teknologi budidaya yang sesuai dengan
bantuan kepada Pembudidaya, berupa modal dan kondisi lokasi budidaya. Dengan penerapan SOP ini
penyuluhan bertahap untuk memanfaatkan sumberdaya diharapkan tingkat kerugian ekonomi akibat penyakit
alam dan sumberdaya manusia sebagai penopang dapat diminimalkan. Kolaborasi nantinya dapat
keberlanjutan usahabudidaya rumput laut serta membantu petani dalam melakukan pemetaan areal
memperluas areal budidaya. Korporat memiliki kelebihan budidaya yang sesuai dan membuat kalender musim
dalam hal penghantaran sumber daya finansial melalui tanam, sehingga mengurangi kerugian akibat gagal panen
program CSR (Corporate Social Responsibility). Peran akibat kondisi lingkungan yang tidak sesuai [37, 38].
praktisi, peneliti, dan pengabdi dari kalangan perguruan Sehubungan dengan itu, menurut Ismail [39] maka peran
tinggi sangat diharapkan dalam meningkatkan kualitas lembaga penyuluhan perlu diefektifkan untuk
sumber-daya manusia melalui kegiatan pendampingan meningkatkan kesempatan nelayan atau petani rumput
dan transfer IPTEK yang dilakukan sebagai wujud Tri laut memperoleh layanan penyuluhan sesuai kebutuhan.
Dharma PT. Penyuluh dari instansi terkait diperlukan guna
Kolaborasi antara pemerintah daerah, swasta, dan pendampingan bagi petani rumput laut mulai dari
pihak terkait dalam pengembangan rumput laut memang penanaman hingga pasca panen sehingga menghasilkan
diperlukan. Peran pemerintah daerah sangat penting dan komoditas rumput laut yang berkualitas.
bahkan menjadi pelaku utama karena menjadi kunci Pemerintah daerah dapat mendorong masuknya
penting dalam pengembangan rumput laut. Pemerintah lembaga keuangan ke daerah kepulauan atau menginisiasi
daerah dapat mengeluarkan regulasi dan pendampingan atau mempercepat lahirnya lembaga keuangan
berkelanjutan dalam hal perluasan dan penentuan daerah lokal/setempat. hal ini sangat penting dan mendesak,
budidaya. Hal ini akan mengembalikan semangat dan apalagi untuk mendukung upaya pengembangan kegiatan
animo masyarakat dalam berbudidaya. Langkah tersebut produktif masyarakat kepulauan, yang dibutuhkan adalah
akan semakin tepat bila pemerintah daerah mempercepat hadirnya sebuah lembaga yang dapat membantu
realiasi pengadaan kebun bibit dan kebun percontohan mengeliminasi ruang gerak tengkulak atau pengijon, dan
untuk senantiasa menyediakan bibit unggul bagi petani. sekaligus dapat menjamin kesepakatan harga yang sama-
Pemerintah juga dapat berperan sebagai pengelola sistem sama menguntungkan kedua-belah pihak yang tengah
bisnis, yakni dalam hal peminjaman uang untuk bertransaksi. Lembaga Koperasi Unit Desa bagi petani,
membelanjai kegiatan usaha tersebut. Pemerintah daerah sebetulnya masih relevan untuk dikembangkan, sepanjang
juga dapat berperan sebagai inisiator pembinaan secara ada jaminan bahwa lembaga tersebut benar-benar
berkala kepada para petani terutama dalam hal merupakan perpanjangan kepentingan dan suara
penganekaragaman/diversifikasi dalam hal jenis olahan masyarakat lokal [31]. Oleh karena itu kolaborasi yang
rumput laut, jenis dan cara pengemasan, sehingga dapat ada perlu membantu membangun kelembagaan organisasi
memberi nilai tambah (added value). Pemerintah daerah petani melalui pembentukan kelompok petani rumput laut
bersama dengan praktisi dari perguruan tinggi dapat atau kelompok ekonomi bersama ekonomi. Langkah ini
memperkenalkan teknik pengujian di laboratorium akan semakin baik apabila dibarengi dengan upaya
terhadap berbagai produk rumput laut. Praktisi dan pendampingan dan inisiasi adanya pola kerjasama
peneliti kalangan universitas dapat membantu kemitraan pasar antara kelompok petani dengan
memperbaiki mutu produksi yang menjadi jaminan akan pengusaha untuk mengembangkan akses pemasaran [37,

Nurwidodo et al., Potensi, Kendala, dan Strategi 357


available at http://research-report.umm.ac.id/index.php/
PROSIDING SEMINAR NASIONAL III TAHUN 2017
“Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner”
Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Biologi-FKIP bekerjasama dengan
Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK)
Universitas Muhammadiyah Malang, tanggal 29 April 2017

38]. Sementara Alifia et al [40] mengatakan bahwa akibat gagal; 6) menginisiasi adanya pola kerjasama
kebijakan Pemerintah Pusat dan Daerah untuk mendorong kemitraan pasar antara kelompok petani dengan
agroindustri berbasis pangan lokal sangat diperlukan. pengusaha untuk mengembangkan akses pemasaran.
Pembangunan infrastruktur yang memadai akan
memperlancar kegiatan pengolahan dan distribusi. UCAPAN TERIMA KASIH
Pemberian kredit dengan bunga murah untuk modal kerja
dan pembelian alat bagi agroindustri skala kecil dapat Penelitian dan penulisan artikel ini merupakan
meringankan beban biaya produksi. bagian dari kegiatan pengabdian masyarakat yang didanai
Pemberdayaan yang dilakukan pemerintah daerah oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan
tidak boleh hanya berorientasi pada proyek menyebabkan Tinggi Republik Indonedia melalui Skim IbW-CSR tahun
proses pengawasan dari pemerintah terbatas, sehinga 2016. Mitra kegiatan adalah perusahaan pertambangan
kemandirian masyarakat pemanfaat program tidak tertata Kangean Energy Indonesia Ltd. Dengan demikian,
dengan baik [41]. Oleh karena itu, untuk menjamin patutlah kami menyampaikan terima kasih yang sebesar-
keberhasilan dan keberlanjutan, hal yang perlu selalu besarnya kepada pihak-pihak tersebut.
diperhatikan adalah bahwa kolaborasi harus senantiasa
melibatkan masyarakat. Menurut Sadik [42] masyarakat DAFTAR RUJUKAN
sebagai pelaku utama pembangunan sudah waktunya
diberi porsi yang lebih besar dalam mengambil peran [1] MaduraZone. 2014. Pulau Sapeken, Sumenep.
karena mereka itulah yang secara intens berinteraksi (Online). (http://www.madurazone.com/news/wisata
dengan alam sekitarnya. Dari mereka pula dapat - budaya, diakses 25 September 2015).
diharapkan munculnya kearifan lokal, sehingga
pengentasan kemiskinan berjalan dengan tepat sasaran, [2] Kangean Energy Indonesia. 2013. Pemetaan sosial di
efektif dan efisien, serta berkelanjutan, karena sesuai sekitar wilayah operasi lapangan gas Pagerungan.
dengan harapan dan kebutuhan riil. Bogor: Kangean Energy Indonesia Ltd dan Fakultas
Ekologi Manusia IPB.
PENUTUP [3] Wikipedia. 2014. Sapeken. (Online).
(http://id.wikipedia.org/wiki/Sapeken,_Sumenep,
Fenomena terkait budidaya rumput laut di diakses 25 September 2015).
Kepulauan Sapeken menarik untuk dikaji. Potensi
budidaya rumput laut di Kepulauan Sapeken dapat [4] Ummah, R. 2008. Sapeken Mencari Indonesia
ditinjau dari segi 1) Potensi berdasarkan rona lingkungan (Sebuah Renungan Ringan dari Rantau). Artikel.
dan hidrodinamika laut, 2) Potensi berdasarkan Sumenep: HIMAS.
sumberdaya manusia, dan 3) Potensi berdasarkan sifat [5] Satriyati, E. dan Rahayu, D. 2010. Upaya pengentasan
budidaya rumput laut. Kendala budidaya rumput laut di kemiskinan di Madura sebagai model
Kepulauan Sapeken, adalah 1) Tingginya biaya pengembangan tanggung jawab sosial. Masyarakat,
operasional dan terbatasnya modal, 2) Rendahnya posisi Kebudayaan dan Politik, 23(2):119-129.
tawar pembudidaya rumput, 3) Kurangnya pengetahuan
pembudidayaan dan pengelolaan pasca panen, 4) Kondisi [6] Suprajaka, Suryandari, R. Y. dan Subagio, H. 2012.
cuaca yang tidak menentu dan adanya serangan “Metro island” sebuah konsep baru dalam
penyakit/predator, 5) Minimnya Perhatian Pemerintah, pengelolaan sumber marin: Kes Pulau Sapeken,
dan 6) Tidak adanya kelembagaan petani dan minimnya Indonesia. Malaysia Journal of Society and Space,
lembaga ekonomi. Berdasarkan potensi dan kendala yang 8(4):105 -118).
telah dikaji, maka dapat diberikan usulan strategi [7] Alfaqih, I. 2014. Implementasi Bantuan Langsung
pengembangan budidaya rumput laut di kepulauan Masyarakat dalam Program Nasional
Sapeken Kabupaten Sumenep berupa adanya kolaborasi Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)-Mandiri di
stakeholders (Pemerintah Daerah, Perguruan Tinggi, dan Desa Sapeken, Kecamatan Sapeken, Kabupaten
korporat-CSR). Kolaborasi sebagai wujud perhatian Sumenep. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya: FISIP
kepada petani rumput laut, akan mendorong 1) UPN Veteran Jawa Timur.
pendampingan berkelanjutan budidaya untuk
mengembalikan animo masyarakat; 2) membantu [8] Munaf, D. R., Suseno, T., Janu, R. I. dan Badar, A. M.
membangun kelembagaan organisasi petani melalui 2008. Peran teknologi tepat guna untuk masyarakat
pembentukan kelompok petani rumput laut ; 3) daerah perbatasan. Jurnal Sosioteknologi, 13 (Tahun
memudahkan realisasi bantuan permodalan usaha, 7):329-333.
menginisiasi berdirinya lembaga keuangan lokal, dan [9] Maryani, H. dan Suharmiati. 2013. Health services at
mendorong lembaga keuangan untuk membantu remote islands area in Sumenep district. Buletin
permodalan; 5) membantu petani dalam melakukan Penelitian Sistem Kesehatan, 16(3):237–247.
pemetaan areal budidaya yang sesuai dan membuat
kalender musim tanam, sehingga mengurangi kerugian [10] Pelling, M. and Uitto, J. I. 2001. Small island
developing states: natural disaster vulnerability and

Nurwidodo et al., Potensi, Kendala, dan Strategi 358


available at http://research-report.umm.ac.id/index.php/
PROSIDING SEMINAR NASIONAL III TAHUN 2017
“Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner”
Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Biologi-FKIP bekerjasama dengan
Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK)
Universitas Muhammadiyah Malang, tanggal 29 April 2017

global change. Global Environ Change B Environ Sumenep. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: FKIP
Hazard, 3(2):49-62. Universitas Muhammadiyah Malang.
[11] Astutik, Y. dan Santoso, E. B. 2013. Prioritas [21] Nindyaning, R. 2009. Potensi rumput laut. (Online).
Wilayah Pengembangan Industri Pengolahan (http://itakarlina.blogspot.co.id/2009/04/rumput-
Perikanan di Kabupaten Sumenep. Jurnal Teknik laut.html, diakses 31 Agustus 2016).
POMITS, 2(1):C20-C24.
[22] Afrianto, E. dan Liviawaty, E. 1989. Pengawetan
[12] Romadhon, A. 2012. Penilaian keberlanjutan dan Pengolahan Ikan. Jakarta: Kanisius.
ekosistem pulau kecil melalui pendekatan socio
[23] Suhardjono dan Rugayah. 2007. Mangrove plant
ecological system dalam menentukan kapasitas
diversity in Sepanjang Island, East Java.
ekosistem di Pulau Sapeken, Madura. Prosiding
Biodiversitas, 8(2): 130-134.
Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi,
Fakultas Pertanian, UTM. [24] Anonymous. 2006. Terumbu Karang Kecamatan
Sapeken. Sumenep: Dinas Kelautan dan Perikanan-
[13] Hidayah, Z. 2012. Model Aplikasi Sistem Informasi
Kabupaten Sumenep Jawa Timur.
Geografis dan Penginderaan Jauh dalam
Pendugaan Kesesuaian Perairan untuk Budidaya [25] Wijayanto, T., Hendri, M. dan Aryawati, R. 2011.
Kerang Mutiara di Kepulauan Kangean Madura. Studi Pertumbuhan Rumput Laut Eucheuma cottonii
Prosiding Seminar Nasional Tahunan IX Hasil dengan Berbagai Metode Penanaman yang berbeda
Penelitian Perikanan dan Kelautan, Universitas di Perairan Kalianda, Lampung Selatan. Maspari
Gadjah Mada, 14 Juli 2012. Journal, 03(2011):51-57.
[14] Sion, I. W., Setijopradjudo dan Achmadi, T. 2012. [26] BPS Sumenep. 2010. Sumenep dalam Angka 2010.
Analisis pengembangan pendidikan wilayah Sumenep: Badan Pusar Statistik.
kepulauan berbasis transportasi laut. Jurnal Teknik
[27] Nugroho, I. 2016. Pengembangan masyarakat
ITS, 1(Sept, 2012):E47-E50.
berkelanjutan di Sumenep: Cerita Sukses dari KEI.
[15] Soselisa, H. L., Sihasale, W. R., Soselisa, P. S. dan Disampaikan pada Kajian Interdisipliner IV, Pusat
Litaay, S. C. H. 2011. Masyarakat pesisir di Studi Lingkungan dan kependudukan Universitas
Kabupaten Maluku Tenggara Barat (potret aspek Muhammadiyah Malang, Malang, 31 Mei 2016.
sosio-budaya dan ekonomi). Laporan untuk Arafura
[28] Wibowo, A., Rohmad, Z., Padmaningrum, D. dan
Timor Seas Ecosystem Action Programme,
Utami, B. W. 2013. Pengembangan Masyarakat:
Desember 2011.
Menelusuri Kearifan Lokal Masyarakat Samin du
[16] Arumsani, D. dan Pamungkas, A. 2014. Faktor yang Tengah Pusaran Modernisasi Pertanian. Surakarta:
Berpengaruh dalam Pengembangan Ekonomi Lokal UNS Press.
Berbasis Perikanan di Pulau Poteran. Jurnal Teknik
[29] Muttaqin, Z. 2007. Rumput Laut Sebagai Komoditi
POMITS, 3(2):C148-C153.
Bisnis. Buletin Pengolahan dan Pemasaran
[17] Rustidja, E. S., Primiana, I., Ode, I. dan Padang, A. Perikanan Craby dan Starky, Edisi Juli 2007.
2013. Strategi Pengembangan Supply Chain Rumput
[30] Hadi, A. P. 2008. Strategi Komunikasi Pembangunan
Laut di Kabupaten Seram Bagian Barat Provinsi
dalam Upaya Pemberdayaan Masyarakat Desa
Maluku. Prosiding Seminar Nasional Penerapan
Kepulauan di Kabupaten Sumbawa. Laporan
Ilmu Sistem dan Kompleksitas Dalam
Penelitian. Mataram: Fakultas Pertanian Universitas
Pengembangan Agribisnis Nasional, Jatinangor, 16
Mataram.
November.
[31] Ariadi, S. 2001. Pemberdayaan Masyarakat
[18] Rangka, N. A. dan Paena, M. 2012. Potensi dan
Kepulauan di Jawa Timur. Masyarakat,
Kesesuaian Lahan Budidaya Rumput Laut
Kebudayaan dan Politik, 14(4):13-24.
(Kappaphycus alvarezii) di Sekitar Perairan
Kabupaten Wakatobi Provinsi Sulawesi Tenggara. [32] Lemlit ITS. 2000. Identifikasi Kawasan dan Potensi
Neptunus Jurnal Kelautan, 18(2):186-197. Daerah Tertinggal di Wilayah Kepulauan di Jawa
Timur. Surabaya: Kerjasama ITS dan Bappeda
[19] Anonymous. 2006. Selayang Pandang Kelautan dan
Jatim.
Perikanan Kabupaten Sumenep: Kecamatan
Sapeken. Sumenep: Dinas Kelautan dan Perikanan- [33] Wibowo, Y., Ma’arif, M. S., Fauzi, A. M. dan
Kabupaten Sumenep Jawa Timur. Adrianto, L. 2011. Strategi pengembangan klaster
industri rumput laut yang berkelanjutan. Agritek,
[20] Husamah. 2008. Inventarisasi Keanekaragaman,
12(1):85-98.
Struktur Komunitas dan Pola Penyebaran Teripang
(Holothuroidea) di Daerah Rataan Terumbu Pulau [34] Santoso, L. dan Nugraha, Y. T. 2008. Pengendalian
Pagerungan Kecil Kecamatan Sapeken Kabupaten Penyakit Ice-Ice Untuk Meningkatkan Produksi

Nurwidodo et al., Potensi, Kendala, dan Strategi 359


available at http://research-report.umm.ac.id/index.php/
PROSIDING SEMINAR NASIONAL III TAHUN 2017
“Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner”
Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Biologi-FKIP bekerjasama dengan
Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK)
Universitas Muhammadiyah Malang, tanggal 29 April 2017

Rumput Laut Indonesia. Jurnal Saintek Perikanan, Laut di Desa Lalombi Kecamatan Banawa Selatan
3(2): 37-43. Kabupaten Dongala. e-J. Agrotekbis, 1(2):192-197.
[35] Fajariyah, N. dan Santoso, E. B. 2015. Penentuan [39] Ismail, Z. 2009. Optimalisasi Pemanfaatan Sumber
Klaster Pengembangan Ekonomi Lokal Berbasis Daya Ekonomi Hayati Laut Kasus Budidaya Rumput
Rumput Laut di Pulau Poteran, Kabupaten Laut. Jakarta: Pusat Penelitian Ekonomi, Lembaga
Sumenep. Jurnal Teknik ITS, 4(2):C70-C75. Ilmu Pengetahuan Indonesia.
[36] Salampessy, R. B. S., Permadi, A. dan Haluan, J. [40] Alifia, F. D., Mubarokah dan Syarif, I. H. 2012.
2012. Kajian Analisis Pengembangan Pengolahan Pengembangan Agroindustri Sangko’ di Kecamatan
Hasil Perikanan di Kabupaten Serang. Jurnal Ilmu Sapekan Kabupaten Sumenep. J-SEP, 6(3):64-71.
Pertanian dan Perikanan, 1(1):9-16.
[41] Nataniel, E. 2008. Pemberdayaan Ekonomi
[37] Pandelaki, L. 2012. Strategi Pengembangan Masyarakat Pesisir. Ambon: GeMMa Press.
Budidaya Rumput Laut di Pulau Nain Kabupaten
[42] Sadik, J. 2014. Profil penanggulangan kemiskinan
Minahasa Utara. Jurnal Perikanan dan Kelautan
daerah Kabupaten Sumenep. Media Trend, 9(1):69-
Tropis, 8(2):52-57.
89.
[38] Nurdin, M. F., Laapo, A. dan Howara, D. 2013.
Strategi Pengembangan Usaha Budidaya Rumput

Nurwidodo et al., Potensi, Kendala, dan Strategi 360


available at http://research-report.umm.ac.id/index.php/

Anda mungkin juga menyukai