Anda di halaman 1dari 27

TUGAS 1

ANALISA MENGENAI DAMPAK


LINGKUNGAN
(AMDAL)

OLEH :
AFIFA
16.1.05.2.1.026

FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALU


2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah kami panjatkan puji dan syukur dengan berkat rahmat Allah SWT, yang
telah memudahkan kami dalam menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik. Shalawat dan
salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, Rasulullah terakhir yang diutus
dengan membawa syari’ah yang mudah, penuh rahmat, dan membawa keselamatan dalam
kehidupan dunia dan akhirat.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah ‘ANALISA MENGENAI
DAMPAK LINGKUNGAN (AMDAL)’. Kami  telah berusaha semaksimal mungkin sesuai
dengan kemampuan yang ada agar makalah ini dapat tersusun sesuai harapan. Sesuai dengan
fitrahnya, manusia diciptakan Allah sebagai makhluk yang tak luput dari kesalahan dan
kekhilafan, maka dalam makalah yang kami susun ini belum mencapai tahap kesempurnaan.
Kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu dalam proses
penyelesaian makalah ini. Mudah-mudahan makalah ini dapat memberikan manfaat untuk kita
semua dalam kehidupan sehari-hari.

Palu, Maret 2019

                     Penulis


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ..................................................................................         
DAFTAR ISI ...................................................................................................        

BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang………………………………………   
Rumusan Masalah ……………………………….……...     
Tujuan ………………………………………………………………………………

BAB II PEMBAHASAN
A. Prosedur Pelaksanaan AMDAL ……………………………..
B. Prosedur Studi Evaluasi Mengenai AMDAL ……………………………….
C. Hal-Hal Yang Berhubungan Antara Konstruksi Teknik Sipil Dengan
AMDAL……………..

BAB III PENUTUP


Kesimpulan…………………………………………………………….…................
Saran …………………………………………………………………………
BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

AMDAL ( Analisis Mengenai Dampak Lingkungan ) dalam Peraturan


Pemerintah NO 27 TAHUN 1999 memiliki pengertian yaitu kajian mengenai
dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan
pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan
tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan di Indonesia.
AMDAL ini dibuat saat perencanaan suatu proyek yang diperkirakan akan
memberikan pengaruh terhadap lingkungan hidup di sekitarnya. Yang dimaksud
lingkungan hidup di sini adalah aspek abiotik, biotik dan kultural.
Dasar hukum AMDAL di Indonesia adalah Peraturan Pemerintah No. 27
Tahun 2012 tentang “Izin Lingkungan Hidup” yang merupakan pengganti PP 27
Tahun 1999 tentang Amdal.
RUMUSAN MASALAH

Apa itu Prosedur Pelaksanaan AMDAL ?

Apa itu Prosedur Studi Evaluasi Mengenai AMDAL ?

Apa itu Hal-Hal Yang Berhubungan Antara Konstruksi Teknik Sipil Dengan
AMDAL ?

TUJUAN

Untuk mengetahui apa itu Prosedur Pelaksanaan AMDAL.

Untuk mengetahui apa itu Prosedur Studi Evaluasi Mengenai AMDAL.

Untuk mengetahui apa itu Hal-Hal Yang Berhubungan Antara Konstruksi Teknik
Sipil Dengan AMDAL.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Prosedur Pelaksanaan AMDAL


o Prosedur penyusunan AMDAL
Secara garis besar proses AMDAL mencakup langkah sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi dampak dari rencana usaha dan/atau kegiatan .


2. Menguraikan rona lingkungan awal.
3. Memprediksi dampak penting.
4. Mengevaluasi dampak penting dan merumuskan arahan RKL dan RPL.

Dokumen AMDAL terdiri dari 5 (lima) rangkaian dokumen yang dilaksanakan secara berurutan,
yaitu :

1. Konsultasi Masyarakat sebagai implementasi Kepka Bapedal No.8/2000


2. Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan (KAANDAL)
3. Dokumen Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL)
4. Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL)
5. Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL)

Secara Umum Prosedur AMDAL terdiri dari:


1. Proses penapisan (screening) wajib AMDAL
2. Proses pengumuman
3. Proses pelingkupan (scoping)
4. Penyusunan dan penilaian KA-ANDAL
5. Penyusunan dan penilaian ANDAL, RKL, dan RPL
6. Persetujuan Kelayakan Lingkungan

Berikut kami sarikan masing-masing PROSEDUR AMDAL tsb:

1. Proses Penapisan:
Proses penapisan (Proses Seleksi) wajib AMDAL adalah proses untuk
menentukan apakah suatu rencana kegiatan wajib menyusun AMDAL atau tidak. Di
Indonesia, proses penapisan dilakukan dengan sistem penapisan satu langkah. Ketentuan
apakah suatu rencana kegiatan perlu menyusun dokumen AMDAL atau tidak dapat
dilihat pada Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006 tentang
Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib dilengkapi dengan AMDAL.
2. Proses Pengumuman
Setiap rencana kegiatan yang diwajibkan untuk membuat AMDAL wajib
mengumumkan rencana kegiatannya kepada masyarakat sebelum pemrakarsa melakukan
penyusunan AMDAL.
Pengumuman dilakukan oleh instansi yang bertanggung jawab dan pemrakarsa
kegiatan. Tata cara dan bentuk pengumuman serta tata cara penyampaian saran, pendapat
dan tanggapan diatur dalam Keputusan Kepala Bapedal Nomor 08 Tahun 2000 tentang
Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam Proses AMDAL.
3. Proses Pelingkupan
Pelingkupan merupakan suatu proses awal (dini) untuk menentukan lingkup
permasalahan dan mengidentifikasi dampak penting (hipotetis) yang terkait dengan
rencana kegiatan. Tujuan pelingkupan adalah untuk menetapkan batas wilayah studi,
mengidentifikasi dampak penting terhadap lingkungan, menetapkan tingkat kedalaman
studi, menetapkan lingkup studi, menelaah kegiatan lain yang terkait dengan rencana
kegiatan yang dikaji. Hasil akhir dari proses pelingkupan adalah dokumen KA-ANDAL.
Saran dan masukan masyarakat harus menjadi bahan pertimbangan dalam proses
pelingkupan.
4. Proses penyusunan dan penilaian KA-ANDAL
Setelah KA-ANDAL selesai disusun, pemrakarsa dapat mengajukan dokumen
kepada Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan peraturan, lama waktu
maksimal penilaian KA-ANDAL adalah 75 hari di luar waktu yang dibutuhkan penyusun
untuk memperbaiki/menyempurnakan kembali dokumennya.
5. Proses penyusunan dan penilaian ANDAL, RKL, dan RPL
Penyusunan ANDAL, RKL, dan RPL dilakukan dengan mengacu pada KA-
ANDAL yang telah disepakati (hasil penilaian Komisi AMDAL). Setelah selesai disusun,
pemrakarsa dapat mengajukan dokumen kepada Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai.
Berdasarkan peraturan, lama waktu maksimal penilaian ANDAL, RKL dan RPL adalah
75 hari di luar waktu yang dibutuhkan penyusun untuk memperbaiki/menyempurnakan
kembali dokumennya.
6. Persetujuan kelayakan lingkungan
1. Keputusan kelayakan lingkungan hidup suatu rencana usaha dan/atau
kegiatan diterbitkan oleh:
b. Menteri, untuk dokumen yang dinilai oleh komisi penilai pusat;

a. gubernur, untuk dokumen yang dinilai oleh komisi penilai provinsi; dan

c. bupati/walikota, untuk dokumen yang dinilai oleh komisi penilai


kabupaten/kota.

2. Penerbitan keputusan wajib mencantumkan:


a) dasar pertimbangan dikeluarkannya keputusan;

b) pertimbangan terhadap saran, pendapat dan tanggapan yang diajukan oleh


warga masyarakat.
o Prosedur pelaksanaan Analisis Mengenai  Dampak Lingkungan

Tata laksana menurut PP 29 Tahun 1986

Menurut Hardjasoemantri (1988), garis besar prosedur AMDAL sebagaimana tercantum pada PP
No. 29/1986 Mengenai Analisis  Mengenai Dampak Lingkungan adalah sebagai berikut ini.

v  Pemrakarsa rencana kegiatan mengajukan Penyajian Informasi Lingkungan (PIL) kepada 


instansi yang bertanggung jawab. PIL tersebut dibuatkan berdasarkan pedoman  yang ditetapkan
oleh Menteri yang ditugaskan mengelola lingkungan hidup. Dalam uraian dibawah ini, yang
dimaksud degan menteri KLH adalah “Menteri  yang di tugasi mengelola lingkungan hidup” 
instansi yang bertanggung jawab adalah yang berwenang memberi keputusan tentnag
pelaksanaan rencana kegiatan, dengan pengertian bahwa kewenangan berada pad menteri atau
Pimpinan Lembaga Pemerintah Nondepartemen yang membidangi kegiatan yang bersangkutan
dan pada Gubernur Daerah Tingkat I untuk kegiatan yang berada di bawah wewenangnya

v  Apabila lokasi sebagaimana tercantum dalam PIL  dinilai tidak  tepat, maka instansi yang
bertanggung  jawab menolak lokasi tersebut dan memberikan petunjuk tentang kemungkinan
lokasi lain dengan kewajiban bagi pemrakarsa untuk membuat PIL yang baru. Apabila suatu
lokasi dapat menimbulkan perbenturan kepentingan antar sektor maka instansi yang bertanggung
jawab mengadakan konsultasi dengan menteri KLH dan Menteri atau Pimpinan Lembaga
Pemerintah Nondepartemen yang bersangkutan.

v  Apabila hasil penelitian PIL menentukan bahwa perlu dibuatkan  AMDAL, berhubung dengan
adanya dampak penting rencana kegiatan terhadap lingkungan, baik lingkungan geobiofisik
maupun sosial budaya, maka pemrakarsa bersama instansi yang bertanggung jawab membuat
Kerangka Acuan (KA) bagi penyusunan AMDAL.

v  Apabila AMDAL tidak perlu dibuat untuk suatu rencana kegiatan, berhubung tidak ada
dampak penting, maka pemrakarsa diwajibkan untuk membuat Rencana Pengelolaan
Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) bagi kegiatan tersebut. Huruf K
dalam RKL adalah “Kelola” dan huruf P dalam RPL dari “Pantau”.

v  Apabila dari semula sudah diketahui bahwa akan ada dampak penting, maka tidak perlu dibuat
PIL lebih dahulu akan tetapi dapat langsung menyusun KA bagi pembuat AMDAL.

v  AMDAL merupakan komponen studi kelayakan rencana kegiatan sehingga dengan demikian
terdapat tiga studi kelayakan dalam perencanaan pembangunan, yaitu: teknis, ekonomis dan
lingkungan (TEL). biaya rencana kegiatan sebagaimana tercantum dalam studi kelayakan
rencana kegiatan tersebut meliputi pula biaya penanggulangan dampak negatif dan
pengembangan dampak positifnya.

v  Pedoman umum penyusunan AMDAL ditetapkan oleh Menteri KLH. Pedoman teknis
penyusunan AMDAL ditetapkan oleh Menteri atau Pimpinan Lembaga Pemerintah
Nondepartemen yang membidangi kegiatan yang bersangkutan berdasarkan pedoman umum
penyusunan AMDAL yang dibuat oleh Menteri KLH.

v  Apabila AMDAL menyimpulkan bahwa dampak negatif yang tidak dapat ditanggulangi
berdasarkan ilmu dan teknologi lebih besar dibanding dengan dampak positifnya, maka instansi
yang bertanggung jawab memutuskan menolak rencana kegiatan yang bersangkutan. Terhadap
penolakan ini, pemrakarsa dapat mengajukan keberatan kepada pejabat yang lebih tinggi dari
instansi yang bertanggung jawab selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari. Sejak diterimanya
keputusan penolakan. Pejabat yang lebih tinggi tersebut memberi keputusan atas keberatan
tersebut selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya pernyataan keberatan, setelah
mendapat pertimbangan dari menteri KLH. Keputusan tersebut merupakan keputusan terakhir.
v  Apabila AMDAL disetujui, maka pemrakarsa menyusun RKL dan RPL dengan menggunakan
pedoman penyusunan RKL dan RPL yang dibuat oleh Menteri KLH atau Departemen yang
bertanggung jawab.

v  Keputusan persetujuan AMDAL dinyatakan kadaluwarsa apabila rencana kegiatan tidak


dilaksanakan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak ditetapkannya keputusan tersebut.
Pemrakarsa wajib mengajukan kembali permohonan persetujuan atas AMDAL. Terhadap
permohonan ini instansi yang bertanggung jawab memutuskan dapat digunakan kembali
AMDAL, RKL dan RPL yang telah dibuat atau wajib diperbaharuinya dokumen-dokumen
tersebut.

v  Keputusan persetujuan AMDAL dinyatakan gugur, apabila terjadi perubahan lingkungan yang
sangat mendasar akibat peristiwa alam atau karena kegiatan lain, sebelum rencana kegiatan
dilaksanakan. Pemrakarsa perlu membuat AMDAL baru berdasarkan rona lingkungan baru.

B. Prosedur Studi Evaluasi Mengenai AMDAL

o Pendekatan Studi AMDAL


Dalam rangka untuk mencapai efisiensi dan efektivitas pelaksanaan AMDAL,
penyusunan AMDAL bagi rencana usaha dan/atau kegiatan dapat dilakukan melalui pendekatan
studi AMDAL sebagai berikut :

1. Pendekatan studi AMDAL Kegiatan Tunggal


2. Pendekatan studi AMDAL Kegiatan Terpadu
3. Pendekatan studi AMDAL Kegiatan Dalam Kawasan

o PENILAIAN DOKUMEN AMDAL


Penilaian dokumen AMDAL dilakukan oleh Komisi Penilaian AMDAL Pusat yang
berkedudukan di Jakarta, yait u untuk menilai dokumen AMDAL dari usaha dan/atau kegiatan
yang bersifat strategis, lokasinya melebihi satu propinsi, berada di wilayah sengketa, berada di
ruang lautan, dan/atau lokasinya di lintas batas negara RI dengan negara lain. Dalam pelaksanaan
otonomi daerah, untuk tingkat propinsi penilaian dokumen AMDAL dilakukan ole h Bapedal
Propinsi, yaitu untuk menilai usaha dan/atau kegiatan yang lokasinya melebihi satu
Kabupaten/Kota. Untuk tingkat Kabupaten/Kota sudah tersedia pula tim penilai yaitu para
pejabat yang sudah mendapatkan serti fikat Penilai (AMDAL C). Penilaian dokumen AMDAL
dilakukan untuk beberapa dokumen dan meliputi penilaian terhadap kelengkapan administrasi
dan isi dokumen.

Dokumen yang dinilai, meliputi :


1. Penilaian dokumen Kerangka Acuan (KA).
2. Penilaian dokumen Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) .
3. Penilaian Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) .
4. Penilaian Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) .
Penilaian Kerangka Acuan (KA), meliputi :
1. Kelengkapan administrasi.
2. Isi dokumen, yang terdiri dari :
a. Pendahuluan.
b. Ruang lingkup studi.
c. Metode studi.
d. Pelaksanaan studi.
e. Daftar pustaka dan lampiran.

Penilaian Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL), meliputi :


1. Kelengkapan administrasi.
2. Isi dokumen, meliputi :
a. Pendahuluan.
b. Ruang lingkup studi.
c. Metode studi.
d. Rencana usaha dan/atau kegiatan.
e. Rona lingkungan awal.
f. Prakiraan dampak penting.
g. Evaluasi dampak penting dan daftar pustaka serta lampiran.

Penilaian Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) , meliputi :


1. Lingkup RKL.
2. Pendekatan RKL.
3. Kedalaman RKL.
4. Rencana pelaksanaan RKL.
5. Daftar pustaka dan lampiran.

Penilaian Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL), meliputi :


1. Lingkup RPL.
2. Pendekatan RPL.
3. Rencana pelaksanaan RPL.
4. Daftar pustaka dan lampiran.

o KOMISI PENILAI ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN DAERAH


KABUPATEN/KOTA

Komisi tersebut di bentuk oleh Bupati/ Walikota. Tugas komisi penilai adalah menilai
dokumen KA, ANDAL, RKL, dan RPL. Dalam melaksanakan tugasnya komisi penilai dibantu
oleh tim teknis komisi penilai dan sekretaris komisi penilai. Susunan keanggotaan komisi penilai
terdiri dari ketua, biasanya dijabat oleh Ketua Bapedalda Kabupaten/Kota dan sekretaris
biasanya dijabat oleh salah seorang pejabat yan g menangani masalah AMDAL. Sedangkan
anggotanya terdiri dari Wakil Bapedalda, instansi yang bertugas mengendalikan dampak
lingkungan, instasi bidang penanaman modal, instansi bidang pertanahan, instansi bidang
pertahanan, instansi bidang kesehatan, instan si yang terkait dengan lingkungan kegiatan dan
anggota lain yang dianggap perlu. Secara garis besar komisi penilai AMDAL dapat terdiri dari
beberapa unsur, yaitu
(1) unsur pemerintah;
(2) wakil masyarakat terkena dampak;
(3) perguruan tinggi;
(4) pakar, dan
(5) organisasi lingkungan.

Ada semacam kerancuan dalam kebijakan AMDAL dimana dokumen tersebut


ditempatkan sebagai sebuah studi kelayakan ilmiah di bidang lingkungan hidup yang menjadi
alat bantu bagi pengambilan keputusan dalam pembangunan. Namun demik ian komisi penilai
yang bertugas menilai AMDAL beranggotakan mayoritas wakil dari instansi pemerintah yang
mencermikan heavy bureaucracy dan wakil-wakil yang melakukan advokasi.

Dari komposisi yang ada dapat mengakibatkan hal-hal sebagai berikut

(1) keputusan kelayakan lingkungan didominasi oleh suara yang didasarkan pada kepentingan
birokrasi;
(2) wakil masyarakat maupun LSM sebagai kekuatan counter balance dapat dengan mudah
terkooptasi ( captured or coopted) dikarenakan berbagai faktor;
(3) keputusan cukup sulit untuk dicapai karena yang mendominasi adalah bukan pertimbangan
ilmiah obyektif akan tetapi kepentingan pemerintah atau kepentingan masyarakat/LSM secara
sepihak.

Jika pengusaha atau investor ingin akan melaksanakan studi AMDAL, sebaiknya
melakukan konsultasi pada 3 (tiga) komisi penilai AMDAL, yaitu :

1. Komisi Penilai AMDAL Pusat .


2. Komisi Penilai AMDAL Propinsi .
3. Komisi AMDAL Kabupaten/ Kota.

Tergantung dari jenis rencana kegiatan yang akan di lakukan studi AMDALnya.

o EVALUASI PROSES PENILAIAN DOKUMEN AMDAL

Proses dan prosedur penilaian AMDAL secara umum cukup baik, yang ditandai dengan
singkatnya waktu penilaian, memang waktu penilaian sangat tergantung dari kualitas KA dan
dokumen AMDALnya sendiri.

o Kemampuan teknis dan obyektifitas dari penilaian


Anggota komisi penilai yang telah memiliki sertifikat kursus AMDAL A, B, dan C cukup
baik secara teknis dan obyektif, lebih profesional serta anggota penilai yang pernah melakukan
penyusunan AMDAL walaupun jumlahnya relatif tidak banyak. Anggota komisi penilai yang
berasal dari institusi sektoral ata u dari pemerintah daerah (bukan dari tim penilai tetap) sering
belum banyak menguasai mengenai AMDAL. Penilaian oleh LSM dan wakil dari masyarakat
kadang-kadang kurang obyektif. Tim teknis yang ikut duduk di dalam komisi penilai perlu lebih
memahami peran bidangnya dalam AMDAL.
o Evaluasi keterlibatan masyarakat
Usaha melibatkan masyarakat dalam penilaian AMDAL cukup memadai dengan
dilibatkannya LSM lokal dan Pemerintah daerah (Bappeda), dan tokoh masyarakat.

C. Hal-Hal Yang Berhubungan Antara Konstruksi Teknik Sipil Dengan


AMDAL

o Peranan Dalam Pembangunan

Pembangunan yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup tersebut,  perlu


ditelaah dahulu apakah suatu rencana kegiatan pembangunan akan merugikan manusia dan
lingkungannya atau tidak, (Parwoto, 1996).  

Salah satu cara mengelola sumber daya alam dan lingkungannya dalam pembangunan,
yaitu melalui AMDAL  atau dapat dikatakan AMDAL dapat membantu pelaksanaan
pembangunan dengan pendekatan lingkungan, sehingga dampak-dampak negatif yang
ditimbulkan dapat diminimasi atau dihilangkan dengan mencarikan teknik penyelesaian
dampaknya.  Perubahan-perubahan  lingkungan hidup yang diakibatkan oleh kegiatan
pembangunan dapat diperkirakan sebelum pelaksanaan kegiatan, sehingga dapat diduga atau
diperkirakan akibat-akibat atau dampak-dampak yang akan terjadi.

Dengan demikian dapat dicarikan teknik penyelesaian dalam mengantasisipasi dampak


yang timbul dan meminimasi dampak. Tetapi apabila dampak yang akan timbul diperkirakan
akan merusak lingkungan hidup dan masyarakat luas  dan pengantisipasian dampaknya
memakan waktu yang sangat lama dan sulit dalam pembiayayaannya, maka rencana kegiatan
tersebut dapat dianggap tidak layak untuk dilakukan.

Digunakan Untuk:

 Bahan bagi perencanaan pembangunan wilayah


 Membantu proses pengambilan keputusan tentang kelayakan lingkungan hidup dari
rencana usaha dan/atau kegiatan
 Memberi masukan untuk penyusunan disain rinci teknis dari rencana usaha dan/atau
kegiatan
 Memberi masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan
hidup
 Memberi informasi bagi masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari suatu rencana
usaha dan atau kegiatan.

o Dampak Pembangunan Tanpa AMDAL

Pembangunan suatu proyek tanpa menggunakan Analisis Mengenai Dampak


Lingkungan (AMDAL) tentu sangat merugikan banyak masyarakat disekitar Areal. Misal,
mengalami banjir saat hujan, kelangkaan air sumur, bising akibat proyek konstruksi, karena letak
atau lokasi proyek berada ditengah permukiman.
Setiap aktivitas manusia pasti memiliki dampak pada sekitarnya, termasuk pada
lingkungan. Pada aktivitas pembangunan yang dilakukan dalam berbagai bentuk Usaha dan/atau
Kegiatan pada dasarnya akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Dengan diterapkannya
prinsip berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dalam proses pelaksanaan pembangunan,
dampak terhadap lingkungan yang diakibatkan oleh berbagai aktivitas pembangunan tersebut
dianalisis sejak awal perencanaannya, sehingga langkah pengendalian dampak negatif dan
pengembangan dampak positif dapat disiapkan sedini mungkin. Langkah pengendalian ini
berjalan terus menerus dari awal pembangunan hingga keberjalanan kegiatan di bangunan
tersebut yang sudah selesai pembangunannya. Analisis yang dilakukan ini dirangkum dalam
suatu dokumen lingkungan. Dimana dokumen lingkungan ini dapat berupa dokumen AMDAL
atau dokumen UKL-UPL.

Dalam Pasal 22 UU diatas disebutkan bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan yang
berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki amdal.

Dalam rangka pelaksanaan Undang – Undang 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, ketentuan tentang tata cara penyusunan dan penilaian AMDAL,
telah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan. Serta Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 08 Tahun 2006
Tentang Pedoman Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup

Usaha dan atau kegiatan yang memungkinkan dapat menimbulkan dampak besar dan
penting terhadap lingkungan hidup meliputi :

1) Perubahan bentuk lahan dan bentang alam.


2) Ekplorasi sumber daya alam, baik yang terbaharui maupun yang tak terbaharui.
3) Proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pemborosan,
pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, serta kemerosotan sumber daya
alam dalam pemanfaatannya.
4) Proses dan kegiatan yang hasilnya akan dapat mempengaruhi lingkungan alam,
lingkungan buatan, serta lingkungan sosial dan budaya.
5) Proses dan kegiatan yang hasilnya akan dapat mempengaruhi pelestarian kawasan
konservasi sumber daya alam danatau perlindungan cagar budaya.
6) Introduksi jenis tumbuh – tumbuhan, jenis hewan, dan jasad renik.
7) Pembuatan dan penggunaan lahan hayati dan non hayati.
8) Penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk
mempengaruhi lingkungan hidup.
9) Kegiatan yang mempunyai resiko tinggi danatau mempengaruhi pertahanan
negara.

Jenis rencana usaha danatau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan AMDAL, tercantum
dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor : 17 Tahun 2001. Sedangkan dampak
penting suatu usaha atau kegiatan terhadap lingkungan hidup, didasarkan pada kriteria :
1. Jumlah manusia yang akan terkena dampak.

2. Luas wilayah persebaran dampak.

3. Lama dan intensitas dampak berlangsung.

4. Banyaknya komponen lingkungan lainnya yang terkena dampak.

o Kedudukan AMDAL dalam proses pengembangan kegiatan konstruksi

Proses pengembangan kegiatan konstruksi pada umumnya meliputi tahapan-tahapan


perencanaan umum, studi kelayakan termasuk pra-studi kelayakan, perencanaan teknis,
konstruksi dan tahapan pasca konstruksi yang mencakup operasi, pemeliharaan serta
pemanfaatannya.

Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, kegiatan AMDAL merupakan bagian dari proses
dari setiap tahapan pengembangan kegiatan konstruksi tersebut di atas.

o Penyaringan AMDAL pada tahap Perencanaan Umum

Perencanaan umum merupakan awal dari suatu gagasan atau ide untuk memenuhi suatu
kebutuhan atau permintaan masyarakat, dapat berupa rencana jangka panjang, rencana jangka
menengah dan jangka pendek, yang secara terus menerus menghasilkan rencana dan progaram
untuk diimplementasikan.

Pada tahap ini dilakukan penyaringan AMDAL untuk mengetahui secara umum apakah
kegiatan konstruksi tersebut menimbulkan perubahan yang mendasar terhadap lingkungan,
sehingga harus melaksanakan AMDAL, ataukah tidak menimbulkan dampak yang berarti
sehingga cukup melaksanakan UKL dan UPL.

Besarnya perubahan lingkungan yang timbul tesebut sangat dipengaruhi oleh :

1) Volume dan besaran rencana kegiatan.


2) Lokasi proyek dan kondisi lingkungannya.
3) Fungsi dan peruntukan lahan di sekitar lokasi proyek.

o Pelingkupan dan KA-ANDAL pada tahap pra studi kelayakan

Pra studi kelayakan merupakan bagian dari studi kelayakan, dilakukan untuk
menganalisis apakah kegiatan konstruksi yang diusulkan tersebut dapat dipertanggung jawabkan
baik dari segi teknis, ekonomi maupun lingkungan.

Kegiatan AMDAL berupa pelingkupan adalah proses awal untuk menentukan lingkup
permasalahan dan mengidentifikasi dampak penting hipotesis yang timbul dari rencana proyek
yang diusulkan. Pelingkupan ini merupakan proses penting dalam penyusunan KA-ANDAL
(Kerangka Acuan – ANDAL), karena melalui proses ini dapat ditentukan:

Dampak penting hipotesis yang relevan untuk dibahas dalam ANDAL. Batas wilayah studi
ANDAL.KA-ANDAL sebagai penjabaran lebih lanjut dari pelingkupan diatas merupakan ruang
lingkup studi ANDAL yang dipakai sebagai acuan untuk menyusun studi ANDAL. Untuk itu
KA-ANDAL minimal harus mencakup :

a) Informasi rencana proyek dan kondisi lingkungannya.


b) Lingkup tugas studi termasuk metode studi.
c) Kebutuhan tenaga ahli dan jadwal pelaksanaannya.

o Studi ANDAL pada tahap Studi Kelayakan

Sesuai dengan kebijaksanaan pembangunan yang berwawasan lingkungan studi


kelayakan harus mencakup aspek-aspek teknis, ekonomis dan lingkungan, akan menghasilkan
suatu dokumen bagi para pengambil keputusan apakah kegiatan konstruksi tersebut layak untuk
dilaksanakan. Studi ANDAL yang dilakukan pada tahap ini merupakan penelaahan dampak
penting yang timbul akibat rencana kegiatan konstruksi secara cermat dan mendalam, dan
hasilnya merupakan acuan untuk merumuskan penanganan dampak yang timbul tersebut dalam
bentuk Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL).

Studi ini juga merupakan dokumen yang penting, karena dipakai oleh para pengambil
keputusan apakah kegiatan konstruksi tersebut layak ditinjau dari segi lingkungan, sehingga
dapat diimplementasikan.

o Penjabaran RKL dan RPL pada Tahap Perencanaan Teknis

Perencanaan teknis dimaksudkan untuk menyiapkan gambar-gambar teknis, syarat dan


spesifikasi teknis, sehingga dapat menggambarkan produk yang akan dihasilkan, didasarkan atas
kriteria-kriteria yang ditetapkan dalam studi kelayakan.

Untuk mewujudkan suatu perencanaan teknis yang berwawasan lingkungan, maka


perumusan RKL dan RPL harus dijabarkan dalam gambar-gambar teknis dan spesifikasi teknis
tersebut, serta perlu dituangkan dalam dokumen kontrak, sehingga mengikat pelaksana kegiatan
konstruksi.

o Pelaksanaan RKL dan RPL


 Pada tahap pra konstruksi

Kegiatan pra konstruksi dalam hal ini pengadaan tanah dan pemindahan penduduk harus
didukung dengan data yang lengkap dan akurat tentang lokasi, luas, jenis peruntukan serta
kondisi penduduk yang memiliki atau menempati tanah yang dibebaskan tersebut.
Ketentuan-ketentuan yang rinci tentang masalah pembebasan tanah dalam RKL dan RPL
harus dapat digunakan dan dimanfaatkan sebagai acuan dalam pelaksanaan pembebasan tanah
tersebut.

 Pada tahap konstruksi.

Kegiatan pada tahap ini merupakan pelaksanaan fisik konstruksi sesuai dengan gambar dan
syarat-syarat teknis yang telah dirumuskan dalam kegiatan perencanaan teknis.

Kegiatan pengelolaan lingkungan yang tercakup pada tahap ini meliputi penerapan:

i. Metode konstruksi, spesifikasi serta persyaratan kualitas dan kuantitas pekerjaan yang
terkait dengan penanganan dampak penting.
ii. Penerapan Standard Operation Procedure yang mengacu pada dampak lingkungan.
iii. Tata cara penilaian hasil pelaksanaan pengelolaan lingkungan dan tindak lanjutnya.

Sedangkan penerapan RPL pada tahap ini mencakup :

i. Pemantauan pelaksanaan konstruksi agar sesuai dengan gambar dan spesifikasi teknis
yang telah mengikuti kaidah lingkungan.
ii. Penerapan dan pelaksanaan uji coba operasional.
iii. Penilaian hasil pelaksanaan pengelolahan lingkungan dan pemantauan lingkungan untuk
masukan bagi penyempurnaan pelaksanaan RKL dan RPL.

o Evaluasi pengelolaan dan pemantauan lingkungan pada tahap pasca konstruksi

Evaluasi pasca konstruksi ditujukan : untuk menilai dan pengupayakan peningkatan daya
guna dan hasil guna dari prasarana yang telah dibangun dan dioperasikan. Evaluasi pengelolaan
dan pemantauan lingkungan dimaksudkan untuk memantapkan Standard Operation Procedure
dengan mengacu pada pengalaman yang didapat di lapangan selama kegiatan konstruksi
berlangsung.

o Proses Penyusunan dan Pelaksanaan AMDAL 

Penyusunan AMDAL untuk kegiatan konstruksi fisik yang diperkirakan menimbulkan


dampak penting terhadap lingkungan hidup, memerlukan data dan informasi mengenai berbagai
komponen kegiatan konstruksi yang berpotensi menimbulkan dampak penting serta komponen
lingkungan di sekitar lokasi kegiatan yang berpotensi terkena dampak akibat kegiatan.

Penelaahan terhadap data dan informasi tersebut menjadi sangat penting karena ketepatan
dan ketelitian Analisis Dampak Lingkungan sepenuhnya tergantung pada kelengkapan dan
kedalaman data dan informasi yang diperoleh. Dengan melakukan analisis dampak lingkungan
dapat diperkirakan dan dievaluasi jenis, besaran atau intensitas serta tingkat pentingnya dampak
yang terjadi.

Intensitas dampak dapat diperkirakan atau dihitung besarnya dengan memakai berbagai
metode yang sesuai untuk komponen lingkungan tertentu, seperti metode statistik, matematik,
metode survai, experimental, analogi ataupun profesional judgement. Sedangkan tingkat
pentingnya dampak dapat mengacu pada Pedoman Penentuan Dampak Penting yang ditetapkan
oleh Kepala Bapedal No. 056 Tahun 1994, di mana tingkat pentingnya dampak ditentukan oleh
faktor-faktor :

1) Jumlah penduduk yang akan terkena dampak.


2) Luas wilayah sebaran dampak.
3) Lamanya dampak berlangsung.
4) Intensitas dampak.
5) Banyaknya komponen lingkungan lain yang akan terkena dampak.
6) Sifat kumulatif dampak.
7) Berbalik atau tidak berbaliknya dampak.

Informasi tentang intensitas atau bobot dampak tersebut diatas secara sistematis
dituangkan dalam dokumen AMDAL, dan menjadi acuan dalam perumusan upaya penanganan
dampak yang timbul, yang dituangkan dalam dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL)
dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL). Dokumen RKL dan RPL ini harus dapat
dijabarkan dalam gambar-gambar kerja dan syarat-syarat pelaksanaan, serta acuan dalam
melaksanakan pekerjaan.

Selanjutnya dokumen RKL dan RPL ini dipakai pula sebagai dasar untuk pelaksanaan
pengelolaan lingkungan (KL) dan pelaksanaan pemantauan lingkungan (PL), selama masa pra
konstruksi, konstruksi maupun pada pasca konstruksi.

Dalam pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan tesebut dilakukan penilaian


atas hasil pemantauan lingkungan dan hasil pemantauan lingkungan ini dapat menjadi umpan
balik bagi pelaksana pengelolaan dan pemantauan lingkungan, serta dapat dikapai sebagai acuan
bagi upaya pengembangan, penyempurnaan atau pemantapan dokumen RKL dan RPL yang telah
disusun.

o Pengamanan Lingkungan Pada Tahap Konstruksi


o Prinsip Pengelolaan Lingkungan

Pengelolaan lingkungan adalah upaya terpadu dalam melakukan pemanfaatan, penataan,


pemeliharaan, pengawasan, pengendalian dan pengembangan lingkungan hidup, sehingga
pelestarian potensi sumber daya alam dapat tetap dipertahankan, dan pencemaran atau kerusakan
lingkungan dapat dicegah. Perwujudan dari usaha tersebut antara lain dengan menerapkan
teknologi yang tepat dan sesuai dengan kondisi lingkungan. Untuk itu berbagai prinsip yang
dipakai untuk pengelolaan lingkungan antara lain :

i. Preventif (pencegahan), didasarkan atas prinsip untuk mencegah timbulnya dampak yang
tidak diinginkan, dengan mengenali secara dini kemungkinan timbulnya dampak negatif,
sehingga rencana pencegahan dapat disiapkan sebelumnya.Beberapa contoh dalam
penerapan prinsip ini adalah melaksanakan AMDAL secara baik dan benar, pemanfaatan
sumber daya alam dengan efisien sesuai potensinya, serta mengacu pada tata ruang yang
telah ditetapkan. 
ii. Kuratif (penanggulangan), didasarkan atas prinsip menanggulangi dampak yang terjadi
atau yang diperkirakan akan terjadi, namun karena keterbatasan teknologi, hal tesebut
tidak dapat dihindari.Hal ini dilakukan dengan pemantauan terhadap komponen
lingkungan yang terkena dampak seperti kualitas udara, kualitas air dan sebagainya.
Apabila hasil pemantauan lingkungan mendeteksi adanya perubahan atau pencemaran
lingkungan, maka perlu ditelusuri penyebab/sumber dampaknya, dikaji pengaruhnya,
serta diupayakan menurunnya kadar pencemaran yang timbul.
iii. Insentif (kompensasi), didasarkan atas prinsip dengan mempertemukan kepentingan 2
pihak yang terkait, disatu pihak pemrakarsa/pengelola kegiatan yang mendapat manfaat
dari proyek tersebut harus memperhatikan pihak lain yang terkena dampak, sehingga
tidak merasa dirugikan. Perangkat insentif ini dapat juga berupa pengaturan oleh
pemerintah seperti peningkatan pajak atas buangan limbah, iuran pemakaian air, proses
perizinan dan sebagainya.

o Pendekatan Pengelolaan Lingkungan

Rencana pengelolaan lingkungan, harus dilakukan dengan mempertimbangkan


pendekatan teknologi, yang kemudian harus dapat dipadukan dengan pendekatan ekonomi, serta
pendekatan institusional sebagai berikut :

o Pendekatan Teknologi

Berupa tata cara teknologi yang dapat dipergunakan untuk melakukan pengelolaan lingkungan,
seperti Melakukan kerusakan lingkungan, antara lain dengan :

i. Melakukan reklamasi lahan yang rusak.


ii. Memperkecil erosi dengan sistem terasering dan penghijauan.
iii. Penanaman pohon-pohon kembali pada lokasi bebas quary dan tanah kosong.
iv. Tata cara pelaksana konstruksi yang tepat.
v. Menanggulangi menurunnya potensi sumber daya alam, antara lain dengan :
vi. Mencegah menurunnya kualitas/kesuburan tanah, kualitas air dan udara.
vii. Mencegah rusaknya kondisi flora yang menjadi habitat fauna.
viii. Meningkatkan diversifikasi penggunaan bahan material bangunan.
ix. Menanggulangi limbah dan pencemaran lingkungan, antara lain dengan :
x. Mendaur ulang limbah, hingga dapat memperkecil volume limbah.
xi. Mengencerkan kadar limbah, baik secara alamiah maupun secara engineering.
xii. Menyempurnakan design peralatan/mesin dan prosesnya, sehingga kadar
pencemar yang dihasilkan berkurang. 

o Pendekatan Ekonomi

Pendekatan ekonomi yang dapat dipakai dalam pengelolaan lingkungan antara lain:

i. Kemudahan dan keringanan dalam proses pengadaan peralatan untuk pengelolaan


lingkungan.
ii. Pemberian ganti rugi atau kompensasi yang wajar terhadap masyarat yang terkena
dampak.
iii. Pemberdayaan masyarakat dalam proses pelaksanaan kegiatan dan penggunaan tenaga
kerja.
iv. Penerapan teknologi yang layak ditinjau dari segi ekonomi.

o Pendekatan Institusional /Kelembagaan

Pendekatan institusional yang dipakai dalam pengelolaan lingkungan, antara lain :

i. Meningkatkan koordinasi dan kerjasama dengan instansi terkait, dan masyarakat


setempat dalam pengelolaan lingkungan.
ii. Melengkapi peraturan, dan ketentuan serta persyaratan pengelolaan lingkungan termasuk
sanksi-sanksinya.
iii. Penerapan teknologi yang dapat didukung oleh institusi yang ada.

o Mekanisme pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan

Pada prinsipnya pengelolaan lingkungan tersebut menjadi tugas dan tanggung jawab
pemrakarsa/pengelola kegiatan, dilaksanakan selama pelaksanaan dampak negatif, maupun
pengembangan dampak positif. Kegiatan pengelolan lingkungan terkait dengan berbagai instansi,
dan masyarakat setempat, sehingga perlu dijabarkan keterkaitan antar instansi dalam
melaksanakan pengelolaan lingkungan tersebut. Penentuan instansi terkait, disesuaikan dengan
fungsi, wewenang dan bidang tugas serta tanggung jawab instansi tersebut.

Mengingat bahwa pengelolaan lingkungan harus dilakukan selama proyek berlangsung,


maka perlu ditetapkan unit kerja yang bertanggunga jawab melaksanakan pengelolaan
lingkungan, serta tata cara kerjanya. Unit kerja tersebut dapat berupa pembentukan unit baru atau
pengembangan dari unit kerja yang sudah ada. Pemrakarsa/pengelola kegiatan harus mengambil
inisiatif dalam melakukan pengelolaan lingkungan, sedangkan instansi terkait diarahkan untuk
menyempurnakan dan memantapkannya.
Pembiayaan merupakan faktor yang penting atas terlaksananya pengelolaan lingkungan,
untuk itu sumber dan besarnya biaya harus dijabarkan dalam RKL. Pada prinsipnya
pemrakarsa/pengelola kegiatan harus bertanggung jawab atas penyediaan dana untuk
pengelolaan lingkungan yang diperlukan.

o Komponen Pekerjaan Konstruksi Yang Menimbulkan Dampak

Komponen pekerjaan konstruksi dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup,


sangat dipengaruhi oleh jenis besaran dan volume pekerjaan tersebut serta kondisi lingkungan
yang ada di sekitar lokasi kegiatan.

Pada umumnya komponen pekerjaan konstruksi yang dapat menimbulkan dampak antara lain :

 Persiapan Pelaksanaan Konstruksi


1) Mobilitas peralatan berat, terutama untuk jenis kegiatan konstruksi yang memerlukan
banyak alat-alat berat, dan terletak atau melintas areal permukiman, serta kondisi
prasarana jalan yang kurang memadai.
2) Pembuatan dan pengoperasian bengkel, base-camp dan barak kerja yang besar dan
terletak di areal pemukiman.
3) Pembukaan dan pembersihan lahan untuk lokasi kegiatan yang cukup luas dan dekat areal
pemukiman.

 Pelaksanaan Kegiatan Konstruksi


1) Pengelolaan quarry oleh proyek yang mencakup pekerjaan peledakan/penggalian di
daratan atau penggalian di badan sungai
2) Pembangunan dan pengoperasianj base camp, crushing plant, AMP dan Batching Plant.
3) Pekerjaan tanah, mencakup penggalian dan penimbunan tanah.
4) Pembuatan pondasi, terutama pondasi tiang pancang.
5) Pekerjaan struktur bangunan, berupa beton, baja dan kayu.
6) Pekerjaan jalan dan pekerjaan jembatan.
7) Pekerjaan pengairan seperti saluran dan tanggul irigasi/banjir, sudetan sungai, bendung
serta bendungan

Disesuaikan dengan kondisi lingkungan yang ada disekitar lokasi kegiatan, kegiatan
konstruksi tersebut di atas akan dapat menimbulkan dampak terhadap komponen fisik kimia dan
bahkan bila tidak ditanggulangi dengan baik akan dapat menimbulkan dampak lanjutan terhadap
komponen lingkungan lain seperti komponen biologi maupun komponen sosial ekonomi dan
sosial budaya.

o Dampak Yang Timbul Pada Pekerjaan Konstruksi Dan upaya Penanganannya 

Pada suatu pekerjaan konstruksi perlu dipertimbangkan adanya dampak-dampak yang


timbul akibat pekerjaan tersebut serta upaya untuk menanganinya. Disesuaikan dengan jenis dan
besaran pekerjaan konstruksi serta kondisi lingkungan di sekitar lokasi kegiatan, penentuan jenis
dampak lingkungan yang cermat dan teliti, atau melakukan analisis secara sederhana dengan
memakai data sekunder. Berdasarkan pengalaman selama ini berbagai dampak lingkungan yang
dapat timbul pada pekerjaan konstruksi dan perlu diperhatikan cara penanganannya adalah
sebagai berikut :

o Meningkatnya Pencemaran Udara dan Debu

Dampak ini timbul karena pengoperasian alat-alat berat untuk pekerjaan konstruksi seperti saat
pembersihan dan pematangan lahan pekerjaan tanah, pengangkutan tanah dan material bangunan,
pekerjaan pondasi khususnya tiang pancang, pekerjaan badan jalan dan perkerasan jalan, serta
pekerjaan struktur bangunan.

Indikator dampak yang timbul dapat mengacu pada ketentuan baku mutu udara atau adanya
tanggapan dan keluhan masyarakat akan timbulnya dampak tersebut. Upaya penanganan dampak
dapat dilakukan langsung pada sumber dampak itu sendiri atau pengelolaan terhadap lingkungan
yang terkena dampak seperti :

i. Pengaturan kegiatan pelaksanaan konstruksi yang sesuai dengan kondisi setempat, seperti
penempatan base-camp yang jauh dari lokasi pemukiman, pengangkutan material dan
pelaksanaan pekerjaan pada siang hari.
ii. Memakai metode konstruksi yang sesuai dengan kondisi lingkungan, seperti memakai
pondasi bore pile untuk lokasi disekitar permukiman.
iii. Penyiraman secara berkala untuk pekerjaan tanah yang banyak menimbulkan debu.

o Terjadinya erosi dan longsoran tanah serta genangan air

Dampak ini dapat timbul akibat kegiatan pembersihan dan pematangan lahan serta pekerjaan
tanah termasuk pengelolaan quary, yang menyebabkan permukaan lapisan atas tanah terbuka dan
rawan erosi, serta timbulnya longsoran tanah yang dapat mengganggu sistem drainase yang ada,
serta mengganggu estetika lingkungan disekitar lokasi kegiatan. Indikator dampak dapat secara
visual di lapangan, dan penanganannya dapat dilakukan antara lain :

i. Pengaturan pelaksanaan pekerjaan yang memadai sehingga tidak merusak atau


menyumbat saluran-saluran yang ada.
ii. Perkuat tebing yang timbul akibat perkerjaan konstruksi.
iii. Pembuatan saluran drainase dengan dimensi yang memadai.

o Pencemaran kualitas air

Dampak ini timbul akibat pekerjaan tanah dapat yang menyebabkan erosi tanah atau
pekerjaan konstruksi lainnya yang membuang atau mengalirkan limbah ke badan air sehingga
kadar pencemaran di air tesebut meningkat. Indikator dampak dapat dilihat dari warna dan bau
air di bagian hilir kegiatan serta hasil analisis kegiatan air/mutu air serta adanya keluhan
masyarakat. Upaya penanganan dampak ini dapat dilakukan antara lain :

i. Pembuatan kolam pengendap sementara, sebelum air dari lokasi kegiatan dialirkan ke
badan air.
ii. Metode pelaksanaan konstruksi yang memadai.
iii. Mengelola limbah yang baik dari kegiatan base camp dan bengkel.

o Kerusakan prasarana jalan dan fasilitas umum

Dampak ini timbul akibat pekerjaan pengangkutan tanah dan material bangunan yang melalui
jalan umum, serta pembersihan dan pematangan lahan serta pekerjaan tanah yang berada
disekitar prasarana dan utilitas umum tersebut. Indikator dampak dapat dilihat dari kerusakan
prasarana jalan dan utilitas umum yang dapat mengganggu berfungsinya utilitas umum tersebut,
serta keluhan masyarakat disekitar lokasi kegiatan. Upaya penanganan dampak yang timbul
tersebut antara lain dengan cara :

i. Memperbaiki dengan segera prasarana jalan dan utilitas umum yang rusak.
ii. Memindahkan labih dahulu utilitas umum yang terdapat dilokasi kegiatan ketempat yang
aman.

o Gangguan Lalu Lintas

Dampak ini timbul akibat pekerjaan pengangkutan tanah dan material bangunan serta
pelaksanaan pekerjaan yang terletak disekitar/berada di tepi prasarana jalan umum, yang lalu
lintasnya tidak boleh terhenti oleh pekerjaan konstruksi. Indikator dampak dapat dilihat dari
adanya kemacetan lalulintas di sekitar lokasi kegiatan dan tanggapan negatif dari masyarakat
disekitarnya. Upaya penanganan dampak tersebut dapat dilakukan antara lain :

i. Pengaturan pelaksanaan pekerjaan yang baik dengan memberi prioritas pada kelancaran
arus lalulintas.
ii. Pengaturan waktu pengangkutan tanah dan material bangunan pada saat tidak jam sibuk.
iii. Pembuatan rambu lalulintas dan pengaturan lalulintas di sekitar lokasi kegiatan.
iv. Menggunakan metode konstruksi yang sesuai dengan kondisi lingkungan setempat.

o Berkurangnya keaneka-ragaman flora dan fauna

Dampak ini timbul akibat pekerjaan pembersihan dan pematangan lahan serta pekerjaan tanah
terutama pada lokasi-lokasi yang mempunyai kondisi biologi yang masih alami, seperti hutan.
Indikator dampak dapat dilihat dari jenis dan jumlah tanaman yang ditebang, khususnya jenis-
jenis tanaman langka dan dilindungi serta adanya reaksi masyarakat. Upaya penanganan dampak
tersebut dapat dilakukan antara lain :
i. Pengaturan pelaksanaan pekerjaan yang memadai.
ii. Penanaman kembali jenis-jenis pohon yang ditebang di sekitar lokasi kegiatan.

Selain dampak primer tersebut diatas masih dampak-dampak sekunder akibat pekerjaan
konstruksi yang perlu mendapat perhatian bagi pelaksana konstruksi, seperti :

i. Terjadinya interaksi sosial (positif/negatif) antara penduduk setempat dengan para


pekerja pendatang dari luar daerah.
ii. Dapat meningkatkan peluang kerja dan kesempatan berusaha pada masyarakat setempat,
serta meningkatkan kegiatan ekonomi masyarakat.

o Pengaturan Lalu Lintas di Lingkungan Kegiatan Konstruksi

Sebagaimana diatur dalam spesifikasi pekerjaan jalan, pada pelaksanaan pekerjaan konstruksi
di jalan yang ada, seperti pekerjaan pemeliharaan jalan, peningkatan jalan atau penggantian
jembatan, walaupun diharuskan untuk tidak mengganggu kelancaran lalu lintas yang ada, namun
gangguan terhadap kelancaran lalu lintas tersebut sering tidak dapat dihindarkan sepenuhnya.
Walaupun tak terhindarkan, namun upaya-upaya memperkecil gangguan tersebut harus
dilakukan oleh pelaksana proyek dengan cara pengaturan lalu lintas sedemikian rupa sehingga
kelancaran dan keamanan lalu lintas tetap terkendali.

Pengaturan lalu lintas dalam rangka menjaga kelancaran dan keamanan lalu lintas serta
keamanan dan kemudahan penduduk sekitar proyek untuk masuk ke jalan yang ada tersebut
dilakukan dengan menempatkan lampu isyarat, lentera, kerucut lalu lintas, tiang penghalang,
barikade dan rambu-rambu sementara (berupa rambu perintah arah, rambu peringatan adanya
pekerjaan, tanda jalan menyempit, tanda untuk berhenti atau berjalan) yang akan menjadi
petunjuk bagi pengguna jalan memasuki daerah kerja termasuk membuat jalan atau jembatan
sementara (khusus apabila harus menutup seluruh lajur jalan atau menutup jembatan yang ada).

Dalam hal tertentu pengaturan lalu lintas dapat dilakukan dengan pengalihan lalu lintas ke
jalan darurat. Selain terhadap keamanan pengguna jalan, perhatian terhadap pekerja pengatur lalu
lintas juga harus diberikan secara memadai dengan pemberian pakaian dan peralatan keamanan
yang memenuhi aspek keamanan. Pengaturan lalu lintas juga diperlukan pada pelaksanaan
penanganan halangan-halangan yang terjadi pada jalur lalu lintas yang mengganggu atau
menutup lalu lintas seperti pohon tumbang, longsoran tanah, atau badan jalan terban.

Pada proyek-proyek penanganan jalan yang padat lalu lintasnya terutama pada jalan-jalan
perkotaan, pengaturan lalu lintas ini harus diperhitungkan dengan cermat sehingga hambatan
terhadap kelancaran lalu lintas dapat ditekan sekecil mungkin. Hal tersebut harus dilakukan
dengan perencanaan yang matang dengan mempertimbangkan volume dan kepadatan lalu lintas
pada jam sibuk. Apabila diperlukan termasuk penyediaan lajur pengganti sesuai lebar dan jumlah
lajur yang ditutup dengan kondisi permukaan jalan yang sama dengan kondisi permukaan yang
digantikannya.
o Perlindungan pekerjaan Terhadap Kerusakan Oleh Lalu Lintas

Pelaksanaan pekerjaan proyek harus dilakukan sedemikian rupa sehingga pekerjaan tersebut
terlindung dari kerusakan oleh lalu lintas umum maupun oleh konstruksi. Perhatian khusus harus
diberikan terhadap pengaturan lalu lintas pada saat cuaca buruk (misalnya hujan, badai, angin
ribut dls.), pada saat lalu lintas padat dan pada saat pelaksanaan pekerjaan yang mudah rusak
(seperti pengaspalan dan pengecoran beton semen)

o Jalan Alih Darurat (Detour)

Jalan alih darurat yang diperlukan harus memenuhi keperluan lalu lintas yang ada, terutama
berkaitan dengan keselamatan dan kekuatan struktur jalan. Pengoperasian untuk lalu lintas baru
dapat dilakukan apabila alinyemen, konstruksi, darinase, dan pemasangan rambu lalu lintas telah
memenuhi ketentuan keamanan dan kelancaran lalu lintas serta keselamatan dan keamanan
konstruksi jalan. Selama pengoperasiannya, konstruksi, drainase dan rambu lalu lintas harus
tetap dipelihara sehingga tetap berfungsi.

o Peralatan sebagai tanda pengaturan rambu-rambu lalu lintas

Semua jenis peralatan yang digunakan sebagai tanda pengaturan terutama rambu-rambu lalu
lintas harus memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan lalu lintas. Pengawas lapangan
wajib memastikan bahwa semua pekerja telah mengetahui fungsi masing-masing peralatan
maupun rambu-rambu yang akan dipasang dan cara penggunaannya dalam rangka menjaga
keamanan pengendara kendaraan dan petugas.

o Rambu, Kerucut lalu Lintas (Traffic Cone), Tiang Penghalang, Barikade


(Penghalang) dan Lampu Lalu Lintas

Rambu lalu lintas merupakan alat atau tanda untuk memberikan petunjuk atau pesan lepada
pengguna jalan. Rambu harus tetap dapat berfungsi pada kondisi cuaca gelap atau pada malam
hari (misalnya dengan memasasang reflektor). Rambu-rambu yang digunakan untuk pengaturan
lalu lintas adalah:

a) Rambu perintah arah;


b) Rambu peringatan adanya pekerjaan;
c) Rambu tanda adanya penyempitan jalan;
d) Rambu tanda untuk berhenti atau jalan.
e) Kerucut lalu lintas tiang penghalang dipasang untuk pengamanan daerah kerja terhadap
gangguan lalu lintas yang terbuat dari plastik atau kayu dengan warna yang mencolok
(jingga).
f) Barikade yang terbuat dari kayu atau logam dengan warna latar belakang jingga dan
bergaris merah digunaka untuk menutup jalur lalu lintas untuk tidak dilalui.
g) Lampu lalu lintas dipasang agar pengemudi awas terhadap adanya pekerjaan dan
mengatur pergerakan lalu lintas.
i. Lampu lalu lintas terdiri dari:
ii. Lampu isyarat berwarna kuning dan dapat berkedip.
iii. Lampu pengatur lalu lintas (warna hijau, kuning dan merah).

o Bendera dan Petugas Bendera

Bendera digunakan sebagai tanda agar pengemudi berhati-hati karena adanya pekerjaan dan
mengurangi kecepatan kendaraannya. Tugas utama petugas bendera adalah mengarahkan dan
mengatur gerakan lalu lintas sehingga baik keamanan dan kelancaran lalu lintas maupun
keamanan pelaksanaan konstruksi tidak terganggu. Petugas bendera harus dilengkapi dengan:

a) Bendera merah, lampu senter, papan peringatan dan tanda berhenti utnuk kondisi darurat;
b) Topi helm dan rompi keamanan dengan warna jingga yang memantulkan
cahaya (flourescent);
c) Petunjuk yang jelas tentang prosedur pengaturan lalu lintas.

Petugas bendera harus ditugaskan pada saat lalu lintas sangat padat, jurusan khusus
diperlukan atau pengaturan lalu lintas secara khusus diperlukan, ketika peralatan atau kendaraan
sedang bekerja pada bagian jalan atau sudut kiri jalan, ketika peralatan atau kendaraan proyek
masuk kedalam lajur jalan dari posisi tidak terlihat pengguna jalan, atau ketika rambu jalan tidak
cukup memberikan peringatan adanya pelaksanaan pekerjaan.

Petugas bendera harus mengetahui dan memahami prosedur pengamanan dan pengaturan lau
lintas tanpa membahayakan dirinya maupun lalu lintas yang diaturnya. Beberapa ketentuan
mengenai pelaksanaan tugas petugas bendera antara lain:

1) Petugas bendera dilarang beragumentasi dengan pengemudi atau penumpang kendaraan.


Perintah yang diperlukan dilakukan dengan kata-kata yang sesedikit mungkin.
2) Petugas bendera berdiri di luar lajur yang dipakai lalu lintas yang akan mendekati daerah
kerja.
3) Ketika memberi tanda untuk berhenti, melambatkan kendaraan atau meneruskan lewat,
petugas bendera harus menghadap kearah datangnya kendaraan. 

o Penempatan Rambu dan Tanda-tanda lalu Lintas 

Penempatan rambu dan tanda-tanda lalu lintas yang tidak tepat akan berakibat merugikan
atau malah membahayakan lalu lintas maupun pekerjaan penanganan jalan sendiri. Tugas
pengawas pelaksanaan pekerjaan adalah untuk memastikan semua rambu dan tanda lalu lintas
dalam rangka pengaturan lalu lintas telah dipasanga secara tepat sesuai maksud pengaturan itu
sendiri. Penempatan rambu dan peralatan lain dalam rangka pengaturan lalu lintas adalah sebagai
berikut:
1) Rambu lalu lintas ditempatkan sepanjang daerah pengaruh kerja.
2) Bendera ditempatkan mendekati daerah kerja.
3) Kerucut lalu lintas atau tiang penghalang ditempatkan pada batas daerah kerja yang
cukup aman.
4) Lampu isyarat ditempatkan pada awal dan akhir daerah pengaruh kerja, pada awal dan
akhir daerah kerja.
5) Lampu pengatur lalu lintas ditempatkan pada awal dan akhir daerah kerja.
6) Barikade diletakkan pada awal daerah kerja.

o Pelaksanaan Pengaturan

Agar maksud dari pengaturan lalu lintas yakni terselenggaranya keamanan dan kelancaran
lalu lintas dan pekerjaan konstruksi serta keamanan penduduk sekitarnya tercapai, maka perlu
dilakukan pengaturan sebagai berikut:

1) Tentukan luas daerah kerja dan daerah pengaruhnya.


2) Tentukan waktu pelaksanaan yabg baik (siang atau malam) agar sesedikit mungkin
mengganggu lalu lintas.
3) Tentukan lokasi lalu lintas.
4) Untuk daerah kerja dengan volume lalu lintas yang padat, pengaturan lalu lintas
dilakukan dengan perencanaan yang matang, penyiapan pedoman pelaksanaan
pengaturan lalu lintas dan dilaksanakan dengan sesuai pedoman yang ditentukan serta
pengawasan oleh pengawas pel;aksanaan secara menerus.
5) Atur lalu lintas sambil menyiapkan pemasangan alat pengatur lalu lintas pada tempat-
tempat yang ditentukan.
6) Selama penanganan pekerjaan, ruang milik jalan harus tetap bebas gangguan bahan
konstruksi, kotoran atau bahan buangan lain yang dapat mengganggu atau
membahayakan lalu lintas.
7) Pekerjaan harus tetap dijaga terhadap dipakainya sebagai tempat parkir kendaran yang
tidak mendapatkan izin atau sebagai tempat pedagang kaki lima.
8) Singkirkan alat pengatur lalu lintas dari daerah kerja setelah pekerjaan selesai.
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan masalah diatas maka, dapat disimpulkan bahwa
lingkungan sangat berpengaruh dalam teknik sipil apalagi dalam keterkaitan antara
analisis mengenai dampak lingkungan dengan pekerjaan konstruksi yang dilakukan. 
Dimana AMDAL adalah dampak penting yang harus diperhatikan pada saat pengambilan
keputusan dalam kegiatan konstruksi.

SARAN

Dengan demikian hal yang harus diperhatikan, yaitu:  sebelum melakukan


kegiatan konstruksi haruslah melakukan peninjauan lapangan dan mempertimbangkan
segala dampak yang akan terjadi dari kegiatan konstruksi yang akan dilakukan

Anda mungkin juga menyukai