Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

Proses Pembuatan dan Pengolahan pada Roti

Oleh :
1. Nindya Indah Kusumawardani ()
2. Muthi’ah Nur Fadlilah (21030119410017)
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Roti adalah salah satu dari produk bakery yang terbuat dari tepung terigu yang difermentasi
dengan ragi roti (saccharomyces cerevisiae), garam, air dan atau tanpa penambahan bahan
lain dan diselesaikan dengan cara di panggang atau di oven. Ke dalamnya dapat ditambahkan
bahan lain seperti gula, lemak, susu, pengemulsi dan dan lain-lain (Suryatna, 2015). Produksi
roti terjadi pada sejumlah skala yang berbeda, mulai dari toko roti yang melayani masyarakat
setempat, toko roti komersial besar yang melayani seluruh bangsa, toko roti di supermarket,
gerai-gerai kecil dan lain-lain. Ada banyak jenis roti seperti roti tawar, roti coklat, roti
gandum,dan lain-lain. Total produksi roti di negara ini diperkirakan 3.750.000 ton dan setiap
tahunnya industri roti meningkat sebanyak 6 persen (Swami, dkk. 2015). Di makalah ini kami
membahas tentang proses pembuatan pada roti tawar. Roti tawar kami pilih dikarenakan
proses yang diperlukan untuk pembuatan roti tawar tergolong mudah dan bahan yang
dibutuhkan pun tidak banyak. Selain itu roti tawar banyak disukai masyarakat karena
memiliki beberapa manfaat diantaranya bergizi, mengenyangkan dan kemudahan dalam
preparasi dan konsumsi.
Roti tawar merupakan produk makanan yang sudah sangat dikenal oleh masyarakat
Indonesia, baik sebagai makanan pengganti nasi maupun sebagai makanan kecil atau
selingan. Roti tawar adalah salah satu makanan yang dibuat dari tepung terigu yang diragikan
dan dipanggang (Irmawati, dkk. 2018). Berdasarkan Data Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
tahun 2005, di Indonesia konsumsi roti tawar nasional sekitar 460 juta bungkus, angka ini
meningkat sebesar 61% pada tiga tahun berikutnya sehingga menjadi sekitar 742 juta
bungkus (Sari, dkk. 2015).
Bahan utama untuk membuat roti tawar biasanya terdiri dari tepung terigu, ragi, gula, lemak,
garam, air. Kemudian dapat di tambahkan dengan bahan pendukung lainnya seperti susu, dan
lain-lain. Roti tawar umumnya dapat mengembang akibat aktivitas ragi Saccharomyces
cerevisiae yang membebaskan gas CO2 selama proses fermentasi. Gas CO2 dapat tertahan
dalam adonan jika tepung mengandung gluten. Tepung singkong maupun tepung kedelai
tidak mengandung gluten sehingga adonan harus diberi tambahan gluten (Arlene dan Witono,
2009).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja bahan yang dibutuhkan untuk membuat roti tawar ?
2. Bagaimana langkah-langkah dalam pembuatan roti tawar ?
3. Apa saja gizi yang terkandung dalam roti tawar ?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Menurut Wahyudi dalam (Yunita, dkk. 2014) roti tawar merupakan produk makanan yang
terbuat dari tepung terigu yang difermentasikan dengan ragi roti (sacharomyces cerevisiae),
air dan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan dipanggang. Roti tawar merupakan
produk makanan yang sudah sangat dikenal oleh masyarakat Indonesia, baik sebagai
makanan pengganti nasi maupun sebagai makanan kecil atau selingan.

2.2 Bahan Baku


Bahan baku untuk proses pembuatan roti tawar adalah tepung terigu, ragi, gula, lemak,
garam, air (Devani, dkk. 2016). Untuk kemudian roti bisa di tambahkan dengan mineral
yeast food (MYF), malt, emulsifier, dan dough improver untuk meningkatkan kualitas pada
roti tersebut.
2.1.1 Tepung
Baik roti tawar, roti manis, maupun kue kering bahan dasarnya adalah tepung terigu.
Komponen terpenting yang membedakan dengan bahan lain adalah kandungan protein jenis
glutenin dan gliadin, yang pada kondisi tertentu dengan air dapat membentuk massa yang
elastis dan dapat mengembang yang disebut gluten. Sifat-sifat fisik gluten yang elastis dan
dapat mengembang ini memungkinkan adonan dapat menahan gas pengembang dan adonan
dapat menggelembung seperti balon. Keadaan ini memungkinkan produk roti mempunyai
struktur berongga yang halus dan seragam serta tekstur yang lembut dan elastis.
Tepung terigu merupakan hasil penggilingan biji gandum baik gandum keras (hard wheat),
gandum lunak (soft wheat), atau gandum durum (durum wheat). Jenis tepung terigu dapat
dibedakan menjadi 3 yaitu (Suryatna, 2015) :
 Tepung terigu protein rendah yakni mengandung protein 8-9 %. Cirinya adalah sifat
elastisnya kurang dan mudah putus. Tepung terigu ini lazim digunakan untuk membuat
Cake, Cookies dan kue.
 Tepung terigu protein sedang yakni mengandung protein 10-11 %. Biasanya terigu ini
digunakan untuk membuat berbagai makanan (serbaguna) dan jajanan pasar.
 Tepung terigu protein tinggi yakni mengandung protein lebih dari 11%. Cirinya adalah
sifat elastisnya baik dan tidak mudah putus. Terigu ini biasanya dipergunakan untuk
membuat mie dan roti.

2.1.2 Ragi
Ragi untuk roti dibuat dari sel khamir Saccharomyces cereviceae. Khamir Saccharomyces
cereviceae merupakan organisme penghasil amilase yang cukup berpotensi, selain bakteri
dan kapang (Kustyawati, dkk. 2013). Ragi dapat memetabolisme gula sederhana seperti
glukosa, Sukrosa dan maltosa. Hal ini membuat Saccharomyces cerevisiae digunakan sebagai
ragi untuk roti karena dapat mengubah gula menjadi karbon dioksida, sehingga menyebabkan
adonan mengembang dan menghasilkan roti dengan tekstur yang lembut dan berongga
(Swami, dkk. 2015).
Di dalam ragi terdapat beberapa enzim yaitu protease, lipase, invertase, maltase dan zymase.
Protease memecah protein dalam tepung menjadi senyawa nitrogen yang dapat diserap sel
khamir untuk membentuk sel yang baru. Lipase memecah lemak menjadi asam lemak dan
gliserin. Invertase memecah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Maltase memecah
maltosa menjadi glukosa dan zymase memecah glukosa menjadi alkohol dan karbondioksida.
Akibat dari fermentasi ini timbul komponen-komponen pembentuk flavor roti, diantaranya
asam asetat, aldehid dan ester. Ragi berfungsi untuk mengembangkan adonan dengan
memproduksi gas CO2, memperlunak gluten dengan asam yang dihasilkan dan juga
memberikan rasa dan aroma pada roti.
Enzim-enzim dalam ragi memegang peran tidak langsung dalam proses pembentukan rasa
roti yang terjadi sebagai hasil reaksi Maillard dengan menyediakan bahan-bahan pereaksi
sebagai hasil degradasi enzimatik oleh ragi. Apabila konsentrasi ragi meningkat maka volume
pada adonan roti juga ikut meningkat. Sehingga dapat disebut bahwa ragi adalah parameter
utama dalam persiapan pembuatan roti.

2.1.3 Gula

Gambar 1. Struktur Kimia Gula Pasir (Sukrosa)


Gula digunakan sebagai bahan pemanis dalam pembuatan roti. Selama ini gula yang dipakai
dalam pembuatan roti adalah gula sukrosa atau gula tebu. Gula sukrosa merupakan gula non-
reduksi sehingga menyebabkan proses karamelisasi yang menyumbang warna coklat. Ada
beberapa alternatif jenis gula yang dapat digunakan sebagai bahan baku pemanis roti seperti
gula glukosa, sirup jagung sebagai sumber fruktosa, dan madu sebagai sumber glokosa dan
fruktosa. Gula-gula tersebut merupakan golongan gula pereduksi (Andragogi, dkk. 2018).
Menurut U.S. Wheat Associates (1983), gula pada roti terutama berfungsi sebagai makanan
ragi selama fermentasi sehingga dapat dihasilkan karbondioksida dan alkohol. Gula juga
dapat berfungsi untuk memberi rasa manis, flavor dan warna kulit roti (crust). Selain itu gula
juga berfungsi sebagai pengempuk dan menjaga freshness roti karena sifatnya yang
higroskopis (menahan air) sehingga dapat memperbaiki masa simpan roti. Dengan adanya
gula maka waktu pembakaran harus sesingkat mungkin agar roti tidak menjadi hangus karena
sisa gula yang masih terdapat dalam adonan dapat mempercepat proses pembentu-kan warna
pada kulit roti. Dengan singkatnya waktu pembakaran tersebut, maka dipengaruhi masih
banyak uap air yang tertinggal dalam adonan, dan ini akan mengakibatkan roti akan tetap
empuk. Kegunaan gula terutama adalah sebagai sumber makanan untuk pertumbuhan ragi
selama proses fermentasi. Gula yang tersisa setelah proses fermentasi akan memberikan
warna pada kulit roti dan rasa pada roti. Kegunaan gula terutama adalah sebagai sumber
makanan untuk pertumbuhan ragi selama proses fermentasi. Gula yang tersisa setelah proses
fermentasi akan memberikan warna pada kulit roti dan rasa pada roti.
2.1.4 Asam lemak

Gambar 2. Struktur Kimia pada Asam Lemak


Asam lemak digunakan dalam pembuatan roti sebagai shortening karena dapat memperbaiki
struktur fisik seperti volume, tekstur, kelembutan, dan flavor. Selain itu penambahan asam
lemak menyebabkan nilai gizi dan rasa lezat roti bertambah. Penambahan asam lemak dalam
adonan akan menolong dan mempermudah pemotongan roti, juga dapat menahan air,
sehingga masa simpan roti lebih panjang dan kulit roti lebih lunak. Penggunaan asam lemak
dalam proses pembuatan roti membantu mempertinggi rasa, memperkuat jaringan zat gluten,
roti tidak cepat menjadi keras dan daging roti tidak lebih empuk (lemas) sehingga dapat
memperpanjang daya tahan simpan roti. Selain itu penambahan asam lemak menyebabkan
nilai gizi dan rasa lezat roti bertambah.
Asam lemak berfungsi sebagai pelumas sehingga akan memperbaiki remah roti. Disamping
itu, asam lemak berfungsi mempermudah pemotongan roti dan membuat roti lebih lunak.
2.1.5 Garam
Garam adalah bahan utama untuk mengatur rasa. Garam akan membangkitkan rasa pada
bahan-bahan lainnya dan membantu membangkitkan harum dan meningkatkan sifat-sifat roti.
Garam adalah salah satu bahan pengeras, bila adonan tidak memakai garam, maka adonan
agak basah. Garam memperbaiki pori-pori roti dan tekstur roti akibat kuatnya adonan, dan
secara tidak langsung berarti membantu pembentukan warna. Garam membantu mengatur
aktifitas ragi roti dalam adonan yang sedang difermentasi dan dengan demikian mengatur
tingkat fermentasi. Garam juga mengatur mencegah pembentukan dan pertumbuhan bakteri
yang tidak diinginkan dalam adonan yang diragikan. Garam juga mempunyai efek
melunakkan gluten. Fungsi garam memberikan rasa gurih pada roti, mengontrol waktu
fermentasi, dan menambah keliatan gluten.
2.1.6 Air

Gambar 3. Struktur Kimia pada Air


Air merupakan bahan yang berperan penting dalam pembuatan roti, antara lain gluten
terbentuk dengan adanya air. Air sangat menentukan konsistensi dan karakteristik reologi
adonan, yang sangat menentukan sifat adonan selama proses dan akhirnya menentukan mutu
produk yang dihasilkan. Air juga berfungsi sebagai pelarut bahan seperti garam, gula, susu
dan mineral sehingga bahan tersebut terdispersi secara merata dalam adonan.
Air juga memiliki peranan yang sangat penting dalam perubahan pada bentuk fisik
( contohnya ekspansi gelembung dan tingkat kekerasan kue ), serta berperan juga dalam
menentukan perubahan kimia ( contohnya gelatinisasi pati ) (Mohamad, dkk. 2015).

2.2 Prinsip Pembuatan


Secara garis besar prinsip pembuatan roti terdiri dari pencampuran (make up), peragian,
pembentukan dan pemanggangan.
2.2.1 Pencampuran
Secara tradisional ada dua cara pencampuran adonan roti, yaitu sponge and dough method
atau metode babon dan straight dough method atau cara langsung, metode lainnya, yaitu no
time dough dan metode babon cair yang disebut juga brew atau broth. Dalam metode babon,
sebagaian besar tepung dan air, semua ragi roti dan garam mineral serta zat pengemulsi
dicampur menjadi babon. Babon difermentasi selama 3-6 jam, kemudian dicampur dengan
bahan lainnya. Pada pembuatan babon cair, 25 % tepung dibuat babon cair sebelum
pencampuran adonan. Proses straight dough lebih sederhana tetapi kurang fleksibel, karena
tidak mudah dimodifikasi jika terjadi kesalahan dalam proses fermentasi atau tahap
sebelumnya. Dalam proses ini seluruh bahan dicampur sekaligus menjadi adonan sebelum
difermentasi. Demikian pula pada metode cepat, seluruh bahan dicampur sekaligus. Bedanya
dengan no time dough adonan langsung dibentuk atau masuk ke dalam alat pencampur tanpa
fermentasi. Tujuan pencampuran ialah membuat dan mengembangkan sifat daya rekat, gluten
tidak ada dalam tepung. Tepung mengandung protein dan sebagaian besar protein akan
mengambil bentuk yang disebut gluten bila protein itu dibasahi, diaduk-aduk, ditarik, dan
diremas-remas.
2.2.2 Peragian
Tujuan fermentasi (peragian) adonan ialah untuk pematangan adonan sehingga mudah
ditangani dan menghasilkan produk bermutu baik. Selain itu fermentasi berperan dalam
pembentukan cita rasa roti. Selama fermentasi enzim-enzim ragi bereaksi dengan pati dan
gula untuk menghasilkan gas karbondioksida. Perkembangan gas ini menyebabkan adonan
mengembang dan menyebabkan adonan menjadi lebih ringan dan lebih besar. Jika ingin
memperoleh hasil yang seragam, suhu dan kelembaban dalam ruang fermentasi perlu diatur.
Suhu formal untuk fermentasi ialah kurang lebih 260C dan kelembabannya 70-75 %.
2.2.3 Pembentukan
Pada tahap ini secara berurutan adonan dibagi dan dibulatkan, diistirahatkan, dipulung,
dimasukkan dalam loyang dan fermentasi akhir sebelum dipanggang dan dikemas.
Pembagian adonan dapat dilakukan dengan menggunakan pemotong adonan. Proses
berikutnya adalah intermediete proofing, yaitu mendiamkan adonan dalam ruang yang
suhunya dipertahankan hangat selama 3-25 menit. Di sini adonan difermentasi dan
dikembangkan lagi sehingga bertambah elastis dan dapat mengembang setelah banyak
kehilangan gas, teregang dan terkoyak pada proses pembagian. Proofing bertujuan untuk
mengembangkan adonan. selama proofing, Saccaharomyces cerevisiae dalam ragi akan
memanfaatkan gula-gula sederhana sebagai substrat untuk memproduksi gas CO2 dan
metabolit sekunder lain seperti etil alkohol, asam laktat, asam asetat, ester, dan aldehid
(Muthoharoh dan Sutrisno, 2017).

Gambar 4. Kenampakan Visual Roti Tawar Bebas Gluten Dengan Beberapa Variasi
Perlakuan
Gambar di atas menunjukkan bahwa adanya waktu proofing dapat meningkatkan kualitas
sensoris roti. Pada perlakuan proofing 60 menit memiliki tingkat volume pengembangan yang
relatif tinggi (Muthoharoh dan Sutrisno, 2017).
Setelah didiamkan adonan siap dengan pemulungan. Proses pemulungan terdiri dari proses
pemipihan atau sheating, curling, dan rolling atau penggulungan serta penutupan atau sealing.
Setelah pemulungan adonan dimasukkan ke dalam loyang yang telah dioles dengan lemak,
agar roti tidak lengket pada loyang. Selanjutnya dilakukan fermentasi akhir, yang bertujuan
agar adonan mencapai volume dan struktur remah yang optimum. Agar proses
pengembangan cepat fermentasi akhir ini biasanya dilakukan pada suhu sekitar 380C dengan
kelembaban nisbi 75-85 %. Dalam proses ini ragi roti menguraikan gula dalam adonan dan
menghasilkan gas karbondioksida.
2.2.4 Pemanggangan
Pemanggangan adalah tahap terakhir pada proses pembuatan roti dan merupakan tahap paling
penting dan dapat didefinisikan sebagai proses yang mengubah adonan yang pada dasarnya
terbuat dari tepung, air dan ragi menjadi sebuah makanan dengan memanfaatkan panas di
dalam oven (Swami, dkk. 2015). Setelah adonan masuk ke dalam oven, terjadi peningkatan
cepat pada volume adonan. Hal ini di karenakan enzim amilase menjadi lebih aktif dan terjadi
perubahan pati menjadi dekstrin adonan menjadi lebih cair sedangkan produksi gas
karbondioksida meningkat. Pada suhu sekitar 50-600C, aktivitas metabolisme khamir
meningkat, sampai terjadi perusakan khamir karena panas berlebihan. Pada saat suhu
mencapai sekitar 760C, alkohol dibebaskan serta menyebabkan peningkatan tekanan dalam
gelembung udara. Di atas suhu 760C terjadi penggumpalan gluten yang memberikan struktur
crumb. Pada akhir pembakaran , terjadi pembentukan crust serta aroma. Pembentukan crust
terjadi sebagai hasil reaksi maillard dan karamelisasi gula.

Gambar 5. Hasil Akhir Roti Tawar Setelah Proses Pemanggangan

2.3 Proses Pengolahan


Ada tiga sistem pembuatan roti yaitu : sponge and dough, straight dough dan no time dough.
Sistem sponge and dough terdiri dari dua langkah pengadukan yaitu pembuatan sponge dan
pembuatan dough. Sedangkan sistem straight dough (cara langsung) adalah proses dimana
bahan-bahan diaduk bersama-sama dalam satu langkah. Sistem no time dough adalah proses
langsung juga dengan waktu fermentasi yang sesingkat mungkin atau ditiadakan sama sekali.
Tabel 1. Keuntungan dan Kerugian dari Setiap Sistem Pembuatan Roti
Sistem Keuntungan Kerugian
Sponge and Dough Toleransi terhadap waktu Toleransi terhadap waktu aduk
fermentasi lebih baik, volume roti lebih pendek, peralatan lebih
lebih besar, sheft life lebih baik, banyak, jumlah pekerja lebih
dan aroma roti lebih kuat. banyak, kehilangan karena
fermentasi lebih banyak, dan
waktu produksi lebih lama.

Straight Dough Peralatan lebih sedikit, jumlah Toleransi terhadap waktu


pekerja lebih sedikit, kehilangan fermentasi lebih pendek, dan
berat karena fermentasi lebih kesalahan dalam proses
sedikit, waktu produksi lebih mixing tidak dapat diperbaiki.
pendek.
No Time Dough Waktu produksi jauh lebih pendek, Aroma roti tidak ada, shelf life
tidak memerlukan ruangan untuk lebih pendek, dan memakai
fermentasi, kehilangan berat karena lebih banyak bread improver.
fermentasi lebih sedikit, tidak
memerlukan banyak mixer dan
pekerja, dan pemeliharaan alat
lebih ringan.
Sumber : Koswara, 2009
Untuk komposisi dan formulasi dari roti tawar itu sendiri ada sedikit perbedaan untuk sistem
sponge dough dengan straight dough. Formulasi roti tawar dapat dilihat pada tabel dibawah
ini:
Tabel 2. Formulasi Roti Tawar
Bahan Sponge Dough Straight Dough
Tepung Terigu 100% 100%
Air 55-65% 55-65%
Ragi 1-1.5% 1-1.5%
Garam 1.75-2.5% 1.75-2.25%
Gula 4-10% 4-11%
Lemak 2-4% 2-4%

Diagram alir untuk proses pengolahan pada roti tawar dengan sistem sponge dough adalah
sebagai berikut :
Gambar 5. Diagram Alir Proses Pembuatan Roti dengan Sistem Sponge Dough
Diagram alir untuk proses pengolahan pada roti tawar dengan sistem straight dough dan no
time dough adalah sebagai berikut :

Gambar 6. Diagram Alir Proses Pembuatan Roti dengan Sistem Straight Dough
2.4 Kandungan Gizi
Berikut merupakan data kandungan apa saja yang terdapat pada roti tawar dengan
menggunakan tepung terigu sebagai bahan utama, dapat di lihat pada tabel di bawah ini
(Rahmah, dkk. 2017) :
Tabel 3. Kandungan dalam Roti Tawar
Kandungan %
Kadar air 27.48
Kadar Abu 0.97
Protein 8.38
Lemak 3.76
Karbohidrat 59.40
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Roti tawar adalah produk makanan yang banyak diminati masyarakat salah satunya di
indonesia, roti tawar terbuat dari tepung terigu, ragi, garam, air, gula, dan lemak sebagai
bahan utama. Proses pengolahan roti tawar terdiri dari pencampuran, peragian, pembentukan,
dan pemanggangan serta memiliki 2 sistem pengolahan yaitu sistem sponge and dough
dimana pengolahan terdiri dari dua langkah pengadukan yaitu pembuatan sponge dan
pembuatan dough. Kemudian sistem straight dough dan no time dough (cara langsung)
dimana bahan-bahan diaduk bersama-sama dalam satu langkah dan fermentasi di lakukan
dengan cara yang singkat.
Daftar Pustaka

Andragogi, V., Bintoro, V. P., & Susanti, S. (2018). Pengaruh Berbagai Jenis
Gula Terhadap Sifat Sensori dan Nilai Gizi Roti, 2(2), 163–167.
Arlene, A., & Witono, J. R. (2009). Pembuatan Roti Tawar Dari Tepung
Singkong Dan Tepung Kedelai. Simposium Nasional RAPI VIII, 80–84.
Devani, B. M., Jani, B. L., Kapopara, M. B., Vyas, D. M., & Ningthoujam, M.
D. (2016). Study on quality of white bread enriched with finger millet flour.
International Journal of Agriculture, Environment and Biotechnology, 9(5),
903. https://doi.org/10.5958/2230-732x.2016.00116.9
Irmawati, Ansharullah, & Baco, A. R. (2018). PENGARUH FORMULASI
ROTI TAWAR BERBASIS MOCAF DAN UBI JALAR UNGU, 3(2),
1163–1175.
Koswara, Sutrisno. (2009). Teknologi Pengolahan Roti. eBookPangan.com
Kustyawati, M. E., Sari, M., & Haryati, T. (2013). Effect of Fermentation Using
Saccharomyces cerevisiae on the Biochemical Properties Tapioca. Agritech,
33(3), 281–287.
Mohamad, R. A., Taip, F. S., Kamal, S. M. M., & Bejo, S. K. (2015). Color and
Volume Development of Cake Baking and Its Influence on Cake Qualities.
Journal of Applied Science and Agriculture, 10(January), 63–68. Retrieved
from www.aensiweb.com/JASA
Muthoharoh, D. F., & Sutrisno, A. (2017). Pembuatan Roti Tawar Bebas Gluten
Berbahan Baku Tepung Garut , Tepung Beras , Dan Maizena ( Konsentrasi
Glukomanan Dan Waktu Proofing ), 5(2), 34–44.
Rahmah, A., F. Hamzah, dan R. (2017). Penggunaan tepung komposit dari
terigu, pati sagu dan tepung jagung dalam pembuatan roti tawar. Jom
FAPERTA, 4(1), 1–14.
Sari, A. M., Kurniawati, Li., & Mustofa, A. (2015). KARAKTERISTIK ROTI
TAWAR DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG SORGUM (Sorghum bicolor
(L) MOENCH) TERFERMENTASI DAN TANPA FERMENTASI. Jurnal
Teknologi Hasil Pertanian, 8(1), 1–5.
https://doi.org/10.20961/jthp.v0i0.12784
Suryatna, B. S., & Teknik, F. (2015). PENINGKATAN KELEMBUTAN
TEKSTUR ROTI MELALUI FORTIFIKASI RUMPUT LAUT Euchema
Cottoni. Teknobuga, 2(2), 18–25.
Swami, S. B., Thakor, N. J., & Murudkar, P. R. (2015). Effect of Yeast
Concentration and Baking Temperature on Quality of Slice Bread. Journal
of Food Research and Technology, 3(4), 131–141.
Us. Wheat Associates (1983). Pedoman Pembuatan Roti dan Kue. Jakarta,
Penerbit DJamatan.
Yunita, I., Setyaningsih, D. N., & Agustina, T. (2014). Food Science and
Culinary Education Journal. Fsce, 1(1), 72–78.

Anda mungkin juga menyukai