Bab 1 Dan 2
Bab 1 Dan 2
PENDAHULUAN
1
penularan. Upaya yang sudah dilakukan untuk menanggulangi tuberculosis
adalah dengan pemantauan secara intens kepada penderita baik pemantauan
terhadap kepatuhan minum obat dan pemantauan terhadap kesehatan
lingkungannya.
Pencegahan TBC membutuhkan pastisipasi masyarakat melalui
perilaku hidup bersih dan sehat dan menciptakan lingkungan yang sehat.
Pencegahan dan pengendalian faktor risiko TBC dilakukan dengan cara:
Membudayakan perilaku hidup bersih dan sehat; Membudayakan perilaku
etika berbatuk; Melakukan pemeliharaan dan perbaikan kualitas perumahan
dan lingkungannya sesuai dengan standar rumah sehat; Peningkatan daya
tahan tubuh; Penanganan penyakit penyerta TBC; Penerapan pencegahan
dan pengendalian infeksi TBC di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, dan di
luar Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Hasil Musyawarah pada tanggal 31 Januari 2020 dalam Musyawarah
Masyarakat RW dengan tema “Ciptakan Lingkungan Bebas TBC di RW 04
Kelurahan SUkun Kota Malang” didapatkan solusi untuk meningkatkan
perilaku hidup sehat yang perlu kerjasama lintas sector melalui dukungan
LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat). Berdasarkan hasil tersebut, maka
kami membutuhkan dukungan dan pastisipasi dari pihak lain di Wilayah
RW 04 untuk mensukseskan kegiatan Gerakan Masyarakat Berantas TBC
di RW 04 Kelurahan Sukun Kota Malang.
1.2 Tujuan
2
1.2.2 Tujuan Khusus
Tujuan Khusus Praktik Keperawatan Komunitas
1) Agar mahasiswa mendapatkan pengalaman nyata di lapangan
dengan segala situasi dan kondisi kesehatan yang ada di
masyarakat termasuk hambatan-hambatannya dan faktor-faktor
yang mendorong dalam memecahkan masalah tersebut dengan
menggunakan pendekatan konsep dan proses keperawatan.
2) Agar mahasiswa mendapatkan pengalaman nyata dalam
mengelola suatu kegiatan keperawatan mencakup semua fungsi
manajemen.
3) Agar mahasiswa mendapatkan pengalaman nyata dalam
mengidentifikasi atau membantu masyarakat mengenal masalah-
masalah kesehatan di masyarakat dan berupaya menanggulangi
permaslahan yang ada bersma-sama dengan masyarakat
1.3 Pelaksanaan
1.4 Metode
3
2) Kelompok mahasiswa dan pembimbing berada di masyarakat
selama periode praktek dan bekerja sama dengan masyarakat dalam
rangka membina peran serta masyarakat.
3) Melakukan asuhan keperawatan komunitas dengan menggunakan
kuisioner terpadu pada area dimana mahasiswa ditempatkan.
4) Kelompok bekerja sama dengan ketua RW, masing-masing ketua
RT, kader masing-masing RT dan masyarakat.
5) Melaksanakan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan tahap-
tahap asuhan keperawatan komunitas.
6) Membuat perencanaan sebelum melakukan kegiatan dan
dikonsultasikan dengan pembimbing, lalu membuat kontrak
pertemuan dengan pembimbing berdasarkan kesepakatan dengan
dosen pembimbing.
7) Membuat dan menyerahkan laporan kegiatan harian ke pembimbing
berdasarkan kesepakatan dengan pembimbing.
8) Membuat dan menyerahkan laporan akhir kegiatan asuhan
komunitas pada akhir periode praktek.
9) Penilaian praktek komunitas yang dilaksanakan pada tiap-tiap
kegiatan kominitas yang dilaksanakan
4
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
2.2 Etiologi
5
1. Usia
Usia bayi kemungkinan besar mudah terinfeksi karena
imaturitas imun tubuh bayi. Pada masa puber dan remaja terjadi
masa pertumbuhan cepat namun kemungkinan mengalami
infeksi cukup tinggi karena asupan nutrisi tidak adekuat.
2. Jenis kelamin
Angka kematian dan kesakitan lebih banyak terjadi pada anak
perempuan dimasa akhir anak-anak dan remaja.
3. Herediter
Daya tahan tubuh seseorang diturunkan secara genetik.
4. Keadaan stres
Situasi yang penuh stres menyebabkan kurangnya asupan
nutrisi sehingga daya tahan tubuh menurun.
5. Anak yang mendapatkan terapi kortikosteroid
Kemungkinan mudah terinfeksi karena daya tahan tubuh anak
ditekan oleh obat kortikosteroid.
6
keringat mirip demaminflueza yang segera mereda.
Tergantung dari daya tahan tubuh dan virulensi kuman,
serangan demam yang berikut dapat terjadi setelah 3 bulan,
6 bulan, 9 bulan. Demam sepeti influenza ini hilang timbul
dan semakin lama makin panjang masa serangannya,
sedangkan masa bebas serangan akan makin pendek.
Demam dapat mencapai suhu tinggi yaitu 40°-41°C.
b. Malaise
Karena tuberkulosis bersifat radang menahun, maka dapat
terjadi rasa tidak enak badan, pegal-pegal, nafsu makan
berkurang, badan makin kurus, sakit kepala, mudah lelah
dan pada wanita kadang-kadang dapat terjadi gangguan
siklus haid.
2. Gejala respiratorik
a. Batuk
Batuk baru timbul apabila proses penyakit telah melibatkan
bronkhus. Batuk mula-mula terjadi oleh karena iritasi
bronkhus; selanjutnya akibat adanya peradangan pada
ronkhus, batuk akan menjadi produktif. Batuk produktif ini
berguna untuk membuang produk-produk ekskresi
peradangan. Dahak dapat bersifat mukoid atau purulen.
b. Batuk darah
Batuk darah terjadi akibat pecahnya pembuluh darah.
Beratdan ringannya batuk darah yang timbul, tergantung
dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah. Batuk
darah tidak selalu timbul akibat pecahnya aneurisma pada
dinding kavitas, juga dapat terjadi katena ulserasi pada
mukosa bronkhus. Batuk darah inilah yang paling sering
membawa penderita berobat ke dokter.
c. Sesak nafas
7
Gejala ini ditemukan pada penyakit yang lanjut dengan
kerusakan paru yang cukup luas. Pada awal penyakit gejala
ini tidak pernah ditemukan.
d. Nyeri dada
Gejala ini timbul apabila sistem persyarafan yang terdapat
di pleura terkena, gejala ini dapat bersifat lokal atau
pleuritik.
2.4 Patofisiologi
8
juga timbul akibat infeksi ulang atau aktifnya kembali bakteri yang
tidak aktif. Pada kasus ini, terjadi ulserasi pada ghon tubercle, dan
akhirnya meanjadi perkijuan. Tuberkel yang ulserasi mengalami proses
penyembuhan membentuk jaringan parut. Paru-paru yang terinfeksi
kemudian meradang, mengakibatkan bronkopneumonia, pembentukan
tuberkel, dan seterusnya. Peneumonia seluler ini dapat sembuh dengan
sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil terus difagosit atau
berkembangbiak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui kelenjar
getah bening. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih
panjang dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid yang
dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan 10-20 hari). Daerah yang
mengalami nekrosis serta jaringan granulasi yang dikelilingi sel
epiteloid dan fibroblast akan menimbulkan respons berbeda dan
akhirnya membentuk suatu kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel
(Somantri, 2009: 67).
2.5 Patogenesis
1. Tuberkulosis primer
Tuberkulosis primer adalah infeksi bekteri TB dari
penderita yang belum mempunyai reaksi spesifik terhadap bakteri
TB. Bila bakteri TB terhirup dari udara melaui saluran pernapasan
dan mencapaialveoli atau bagian terminal saluran pernapasan,
maka bakteri akan ditangkap dan dihancurkan oleh magrofag yang
berada di alveoli. Jika pada proses ini, bakteri ditangkap oleh
magrofag yang lemah, maka bakteri akan berkembang biak
dalamtubuhmagrofak yang lemah itu dan menghancurkan
magrofag. Dari proses ini, dihasilkan bahan kemotaksik yang
menarik monosit (magrofag) dari aliran darah membentuk tuberkel.
Sebelummenghancurkan bakteri, magrofag harus diaktfkan terlebih
dahulu oleh limfokin yang dihasilkan limfosit T (Muttaqin, 2012 :
73).
9
Tidak semua magrofag pada granula TB mempunyai fungsi
yang sama. Ada makrofag yang berfungsi sebagai pembunuh,
pencerna bakteri, dan perangsang limfosit. Beberapa
magrofagmenghasilkan protease, etastae, kolagenase, serta colony
stimulating factor untuk merangsang produksi monosit dan
granulosit pada sumsum tulang. Bakteri TB menyebar melalui
saluran pernapsan ke kelenjar getah bening regional (hilus)
membentuk epiteloid granuloma. Granuloma mengalami nekrosis
sentral sebagai akibat timbulnya hipersensitivitas seluler (delayed
hipersensitivitas) terhadap bakteri TB. Hal ini terjadi sekitar 2-4
minggu dan akan terlihat pada tes tubetkulin. Hipersensitivitas
seluler terlihat sebagai akumulasi lokal dari limfosit dan magrofag.
Bakteri TB yang berada di alveoli akan membentuk fokus
lokal (fokus ghon), sedangkan fokus inisial bersama-sama dengan
limfadenopati bertempat di hilus (kolpleks primer ranks) dan
disebut juga TB primer. Fokus primer paru biasanya bersifat
unilateral dengan subpleura terletak diatas atau dibawah fisura
interlobaris, atau dibagian basal dari lobus inferior. Bakteri
menyebar lebih lanjut melalui saluran limfe atau aliran darah dan
akan tersangkut pada bagian organ. Jadi, TB primer merupakan
infeksi yang bersifat sistemis.
2. Tuberkulosis sekunder
Setelah terjadi resolusi dari infeksi primer, sejumlah kecil
bakteri TB masih hidup dalam keadaan dorman dijaringan parut.
Sebanyak 90% diantaranya tidak mengalami kekambuhan.
Reaktivasi penyakit TB (TB pascaprimer/Tb sekunder) terjadi bila
daya tahan tubuh menurun, alkoholisme, keganasan , silokosis,
diabetes militus, dan AIDS.
Berbeda dengan TB primer, pada TB sekunder kelenjar
limfe regional dan organ lainnya jarang terkena, lesi lebih terbatas
dan terlokalisasi. Reaksi imunoligis terjadi dengan adanya
pembentukan granuloma, mirip dengan yang terjadi pada TB
10
primer. Tetapi, nekrosis jaringan lebih menyolok dan
menghasilkan lesi kaseosa (perkijuan) yang luas dan disebut
tuberkuloma. Protease yang dikeluarkan oleh magrofag aktif akan
menyebabkan pelunakan bahan kaseosa. Secara umum, dapat
dikatakan bahwa terbentuknya kavitas dan menifestasi lainnya dari
TB sekunder adalah akibat dari reaksi nekrotik yang dikenal
sebagai hipersensitivitas seluler (delayed hipersensitivity).
TB paru pascaprimer dapat disebabkan oleh infeksi lanjutan
dari sumber eksogen, terutama pada usia tua dengan riwayat
semasa muda pernah terinfeksi bakteri TB. Biasanya, hal ini terjadi
pada daerah apikal atau segmen posterior lobus superior (fokus
simon), 10-20 mm dari pleura, dan segmen apikal lobus inferior.
Hal ini mungkin disebabkan oleh kadar oksigen yang tinggi
didaerah ini sehingga menguntungkan untuk pertumbuhan bakteri
TB.
Lesi sekunder berkaitan dengan kerusakan paru. Kerusakan
paru diakibatkan oleh produksi sitokin (tumor necroting factor)
yang berlebihan. Kavitas yang terjadi diliputi oleh jaringan fibrotik
yang tebal dan berisi pembuluh darah pulmonal. Kavitas yang
kronis diliputi oleh jaringan fibrotik yang tebal. Masalah lainnya
pada kavitas yang kronis adalah kolonisasi jamur seperti aspergilus
yang menumbuhkan mycetoma(Muttaqin, 2012: 74).
2.6 Penularan
11
dahaknya (BTA positif) dan sangat infeksius. Sedangkan penderita
yang kumannya tidak dapat dilihat langsung dengan mikroskop
pada sediaan dahaknya (BTA negatif) dan sangat kurang menular.
Penderita TB ekstra paru tidak menular, kecuali penderita TB paru.
Penderita TB BTA positif mengeluarkan kuman-kuman di udara
dalam bentuk droplet yang sangat kecil dan pada waktu bersin atau
batuk. Droplet yang sangat kecil ini mengering dengan cepat dan
menjadi droplet yang mengandung kuman tuberkulosis dan dapat
bertahan di udara selama beberapa jam.
Droplet yang mengandung kuman ini dapat terhisap orang
lain. Jika kuman tersebut sudah menetap dalam paru orang yang
menghirupnya, kuman ini membelah diri (berkembang biak) dan
terjadi infeksi. Orang yang serumah dengan penderita TB BTA
positif adalah orang yang besar kemungkinannya terpapar kuman
tuberkulosis.
12
selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang,
persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan
lain-lain. Pasien dengan TB paru dan TB ekstraparu
diklasifikasikan sebagai TB paru.
2. Berdasarkan Riwayat Pengobatan Sebelumnya
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya disebut
sebagai tipe pasien, yaitu: (Kemenkes RI, 2011: 21)
a. Kasus baru
Adalah penderita yang belum pernah mendapat pengobatan
dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu
bulan (4 minggu). Pemeriksaan BTA bisa positif atau negatif.
b. Kasus yang sebelumnya diobati
Kasus kambuh(relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah
mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan
sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali
dengan BTA positif (apusan atau kultur).
Kasus setelah putus berobat (Default)
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2
bulan atau lebih dengan BTA positif.
Kasus setelah gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap
positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima
atau lebih selama pengobatan.
c. Kasus pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan keregister lain untuk
melanjutkan pengobatannya.
d. Kasus lain:
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas,
seperti yang
Tidak diketahui riwayat pengobatan sebelumnya
13
Pernah diobati tetapi tidak diketahui hasil
pengobatannya
Kembali diobati dengan BTA negative
3. Hasil Pemeriksaan Dahak secara Mikroskopis Langsung
Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA), TB paru dibagi
dalam: (Kemenkes RI,2011: 20)
a. Tuberkulosis paru BTA positif
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak, hasilnya
BTA positif.
Satu spesimen dahak, hasilnya BTA positif dan foto
toraks dada menunjukan gambaran tuberkulosis.
Satu spesimen dahak, hasilnya BTA positif dan biakan
kuman TB positif.
Satu atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3
spesimen dahak pada pemeriksaan sebelumnyahasilnya
BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian
antibiotika non OAT.
b. Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA
positif.Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
negatif.
Foto thoraks abnormal sesuai dengan gambaran
tuberkulosis.
Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non
OAT, bagi pasien dengan HIV negatif.
Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk
diberi pengobatan.
14
2.8 Diagnosis TB
a. Diagnosis TB paru
Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu
2 hari, yaitusewaktu - pagi - sewaktu (SPS).
Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan
ditemukannya kuman TB. Pada program TB nasional,
penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis
merupakan diagnosis utama.
Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji
kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis
sepanjang sesuai dengan indikasinya.
Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan
pemeriksaan fototoraks saja. Foto toraks tidak selalu
memberikan gambaran yang khaspada TB paru, sehingga
sering terjadi overdiagnosis.
b. Diagnosis TB ekstra paru
Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya
kaku kudukpada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura
(Pleuritis), pembesarankelenjar limfe superfisialis pada
limfadenitis TB dan deformitas tulangbelakang (gibbus)
pada spondilitis TB dan lain-lainnya.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan klinis,
bakteriologis dan atau histopatologi yang diambil dari
jaringan tubuh yang terkena (Kemenkes RI, 2011: 13).
2.9 Pengobatan TB
15
Obat Anti Tuberkulosis(OAT) adalah komponen terpenting dalam
pengobatan TB. Pengobatan TB adalah merupakan salah satu upaya
paling efisien untuk mencegah penyebaran lebih lanjut dari kuman TB.
Pengobatan yang adekuat harus memenuhi prinsip: (Kemenkes RI,
2014: 20)
1. Pengobatan diberikan dalam bentuk oaduan OAT yang tepat
mengandung minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya
resistensi.
2. Diberikan dalam dosis yang tepat.
3. Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO
sampai selesai pengobatan.
4. Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi
dalam tahap awal serta tahap lanjutan untuk mencegah
kekambuhan.
a. Sembuh
Pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan
pemeriksaan apusan dahak ulang (Follow-up) hasilnya negatif pada
AP dan pada satu pemeriksaan sebelumnya (Kemenkes RI, 2011:
35).
b. Pengobatan lengkap
Pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap
tetapi tidak ada hasil pemeriksaan apusan dahak ulang pada AP dan
pada satu pemeriksaan sebelumnya (Kemenkes RI, 2011: 35).
c. Meninggal
Pasien yang meninggal dari masa pengobatan karena sebab apapun
(Kemenkes RI, 2011: 35).
d. Pindah (Transfer out)
Pasien yang dipindah ke unit pencatatan dan pelaporan (register)
lain dan hasil pengobatannya tidak diketahui (Kemenkes RI, 2011:
35).
16
e. Putus berobat(Defaulted)
Pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum
masa pengobatannya selesai (Kemenkes RI, 2011: 35).
f. Gagal
Pasien yang pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau
lebih selama pengobatan (Kemenkes RI, 2011: 35).
g. Keberhasilan pengobatan (Treatment success)
Jumlah yang sembuh dan pengobatan lengkap. Digunakan pada
pasien dengan BTA+ atau biakan positif (Kemenkes RI, 2011: 35).
2.11Pencegahan TB
17
8. Menjemur kasur, bantal, dan tempat tidur terutama pagi hari.
9. Semua barang yang digunakan penderita harus terpisah begitu juga
mencucinya dan tidak boleh digunakan oleh orang lain.
10. Makanan harus tinggi karbohidrat dan tinggi protein.
18