Anda di halaman 1dari 12

BAB I

DEFINISI

Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dari kehamilan 37 minggu sampai 42
minggu dan berat badan 2500 gram sampai 4000 gram.
Bayi baru lahir disebut juga dengan neonatus merupakan individu yang sedang tumbuh
dan baru saja mengalami trauma kelahiran serta harus dapat melakukan penyesuaian diri dari
kehidupan intrauterine ke kehidupan ekstrauterin (Dewi, 2010). Perkembangan bayi normal
sangat tergantung dari respon kasih sayang ibu dengan bayi yang dilahirkan yang bersatu dalam
hubungan psikologis dan fisiologis. Ikatan ibu dan anak dimulai sejak anak belum dilahirkan
dengan suatu perencanaan dan konfirmasi kehamilan, serta menerima janin yang tumbuh sebagai
individu. Sesudah lahir sampai minggu berikut-berikutnya, kontak visual dan fisik bayi memicu
berbagai penghargaan satu sama lain (Marmi, 2009).
Bounding adalah dimulainya interaksi emosio sensori fisik antara orang tua dan bayi
segera setelah lahir. Dan Attachment adalah ikatan yang terjalin antara individu yang meliputi
pencurahan perhatian; yaitu hubungan emosi dan fisik yang akrab (Nelson, 2004 dalam
Yuliastanti, 2013). Proses kasih sayang dijelaskan sebagai sesuatu yang linear, dimulai saat ibu
hamil, dan semakin menguat pada pasca partum, dan begitu terbentuk akan menjadi konstan dan
konsisten (Yuliastantai, 2013). Pada tahun 2007, WHO dan UNICEF mengeluarkan protokol
baru tentang ASI segera atau IMD yang harus diketahui setiap tenaga kesehatan. Protokol baru
tersebut adalah melakukan kontak kulit bayi segera setelah lahir selama sedikitnya satu jam dan
membantu ibu mengenali kapan bayinya siap menyusui (Mulyono, 2008 dalam Novita 2
Rudiyanti, 2013). Pemenrintah Indonesia mendukung kebijakan WHO dan UNICEF yang
merekomendasikan inisiasi menyusui dini (early latch-on) sebagai tindakan life saving, karena
IMD dapat menyelamatkan 22% dari bayi yang meninggal sebelum usia satu bulan, dan
meningkatkan keberhasilan menyusui secara eksklusi serta meningkatkan lamanya disusui.
Periode menghisap bayi paling kuat adalah dalam beberapa jam pertama setelah lahir (krisna,
2007 dalam novita rudiyanti, 2013).
Pemberian ASI eksklusif setelah lahir secara langsung bayi akan mengalami kontak kulit
dengan ibunya. Rawat gabung merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan agar ibu dan bayi
terjalin proses lekat. Kontak mata, orang tua dan bayi akan mempunyai banyak waktu untuk
saling memandang, bayi baru lahir dapat diletakkan lebih dekat untuk dapat melihat pada orang
tuanya. Mendengar dan merespon suara antara orang tua dan bayinya sangat penting misalnya
bila tangisan bayi pertama membuat mereka yakin bahwa bayinya dalam keadaan sehat. Aroma
setiap anak memiliki aroma yang unik dan bayi belajar dengan cepat untuk mengenali aroma
susu ibunya. Entrainment, hal ini terjadi bila bayi baru lahir bergerak-gerak sesuai dengan
struktur pembicaraan orang dewasa. Bioritme, orang tua dapat membantu proses ini dengan
memberi kasih sayang yang konsisten dengan memanfaatkan waktu saat bayi mengembangkan
perilaku yang responsive. Sentuhan merupakan suatu sarana untuk mengenal bayi baru lahir

1
dengan cara mengeksplorasi tubuh bayi dengan ujung jari. Inisiasi menyusui dini dengan segera
yaitu dengan menempatkan bayi di atas perut ibu maka bayi akan merangkak dan mencari
putting susu ibunya sehingga bayi dapat reflek sucking dengan segera (Bahmawati, 2003 dalam
Ana Aulia, 2012)
Ibu mulai merasa bisa terbuka terhadap bayi baru lahir dan bayi berada dalam periode
reaktivitas pertamanya, hal ini merupakan pengalaman baru yang paling berharga untuk proses
bounding. Manfaat dari bounding attachment antara lain adalah bayi merasa dicintai,
diperhatikan, mempercayai, menumbuhkan sikap social dan bayi merasa aman, berani
mengadakan eksplorasi ( Lusa, 2010, dalam Mahardika, 2013).
Kontak langsung antara ibu dan anak setelah persalinan seperti kontak kulit ke kulit antara
ibu dan bayi dapat menimbulkan rasa hangat sehingga bayi mudah berkeringat dan bayi mulai
merasakan haus. Hormon ADH meningkat dan meregulasi keseimbangan air dalam tubuh oleh
sel-sel osmoreseptor dan baroreseptor, sel baroreseptor memberikan stimulasi pada hipotalamus
sehingga terjadi rangsangan sel tubulus ginjal untuk reabsorbsi dari hal tersebut mengakibatkan
bayi akan berusaha mencari putting susu dan terjadi isapan bayi sekaligus meningkatkan
produksi ASI (Nurnahalia, 2014).
Setelah lelah dalam proses persalinan ibu akan sangat senang dan bahagia bila dekat
dengan bayinya. Ibu dapat membelai-belai bayi, mendengar tangis bayi, mencium-cium dan
memperhatikan bayinya yang tidur di sampingnya ibu nifas dan bayi dapat segera saling
mengenal. Bayi akan memperoleh kehangatan tubuh ibu, kelembutan dan kasih sayang
(bounding effect) (Wiknjosastro, dkk, 2006 dalam Mahardika, 2013).
Sentuhan kulit ke kulit antara ibu dan bayi saat setelah lahir dengan menggunakan metode
kanguru care positif berpengaruh pada keeksklusifan dan durasi dari menyusui ibu kepada
bayinya (Sara J.H. Brooks & Gene Cranston Anderson, 2008). Kontak kulit ke kulit antara ibu
dan bayi juga dapat menstabilkan suhu bayi saat setelah lahir dan meningkatkan kadar oxytosin
yang dapat memperlancar produksi ASI (MA Marin Gabriel, et all, 2009).
Kangaroo care dapat mempertinggi bounding attachment, meningkatkan durasi pemberian
ASI eksklusif dan mengurangi gejala depresi postpartum pada ibu (KH Nyqvist, et all, 2010).
Suhu bayi selama kontak kulit ke kulit adalah 37,00 C, disimpulkan bahwa setiap bayi
selama kontak kulit ke kulit dengan ibu mereka mengalami perubahan suhu tubuh menjadi
normal (Raghnil Maastrup & Gom Greisen, 2010).
Hasil studi yang dilakukan oleh Utami dalam Mahardika Cahyaningrum (2013) di 18
Rumah Sakit yang ada di Jakarta, Bandung dan Semarang terlihat bahwa setidaknya 11 dari 30
orang ibu nifas (36%) sudah mengerti dan melakukan bounding attachment, sedangkan sisanya
19 orang (63%) tidak melaksanakan bounding attachment dengan alasan persalinannya dengan
Caesar. Angka kematian bayi sebesar 23 per 1.000 kelahiran hidup menjadi salah satu dari target
MDGs (milleneium development goals) yang harus dicapai hingga tahun 2015. Angka kematian
bayi di Indonesia pada tahun 2007 sebesar 34 per 1.000 kelahiran hidup, angka ini lebih tinggi
disbanding dengan Negara-negara di asia tenggara, seperti Malaysia, Filipina, dan Thailand

2
(Dinas Kesehatan Republik Indonesia, 2007). Tingginya angka kematian bayi di Indonesia,
disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain rendahnya pemberian ASI pada bayi yang baru lahir
dan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama kehidupan bayi. (Novita Rudiyanti, 2013).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Drew Keister, Kismet T. Roberts dan Stephanie L.
Werner, 2008) bahwa ASI adalah sumber nutrisi terbaik untuk semua bayi dan bayi baru lahir
dari lahir hingga 6 bulan, bayi yang minum susu formula mempunyai resiko lebih tinggi
mengalami diare, otitis media, infeksi saluran pernafasan, infeksi saluran kemih dan infeksi
bakteri.
Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan IMD terdiri dari faktor internal dan eksternal.
Pengetahuan, sikap, pengalaman dan persepsi ibu merupakan faktor internal sedangkan fasilitas
kesehatan, petugas penolong persalinan, keluarga dan orang-orang terdekat serta lingkungan
merupakan faktor eksternal (Roesli, 2008).
Pemberian ASI secara dini tidak terlepas dari peran tenaga kesehatan khususnya dokter,
perawat dan bidan. Namun, di Indonesia masih banyak tenaga kesehatan maupun pelayanan
kesehatan (termasuk Rumah Sakit) yang belum mendukung pemberian ASI secara dini dengan
alasan keadaan ibu masih lemah, masih banyak darah dan lendir yang harus dibersihkan, takut
bayi terkena hipotermi, bahkan ada yang mengatakan inisiasi menyusui dini dengan biarkan bayi
merangkak sendiri mencari putting susu. Banyak rumah sakit yang langsung memberikan susu
formula begitu bayi lahir jika ASI belum keluar (Soegiarto, 2008).
Seorang bayi yang baru lahir mempunyai kemampuan yang banyak misalnya bayi dapat
mencium, merasa, mendengar dan melihat. Kulit mereka sangat sensitive terhadap suhu dan
sentuhan dan selama satu jam pertama setelah melahirkan mereka sangat waspada dan siap untuk
mempelajari dunia baru mereka. Jika ada komplikasi yang serius, setelah bayi lahir dapat
langsung diletakkan diatas perut ibu, kontak segera ini akan sangat bermanfaat baik bagi ibu
maupun bayinya karena kontak kulit dengan kulit juga dapat membantu bayi untuk tetap hangat
(Marmi & Rahardjo, 2012).
Berdasarkan hasil penelitian Rohani (2011), menunjukkan pengetahuan ibu nifas yang
melakukan bounding attachment berpengetahuan baik sebanyak 19 orang, sedangkan yang tidak
melakukan bounding attachment berpengetahuan kurang sebanyak 12 orang. Mayoritas ibu yang
memiliki anak satu yang melakukan bounding attachment, ini dikarenakan bayi tersebut
merupakan keluarga terbaru yang lahir, hal ini membuat tertarik ibu – ibu muda yang memiliki
bayi sehingga mau melakukan bounding attachment akibat dari keingintahuan ibu yang lebih
besar. Sebagian besar bayi akan aktif menyusui dalam keadaan lapar dan dalam posisi yang tepat
(latch on). Pada periode minggu pertama setelah melahirkan sampai menyusui berjalan dengan
lancar, bayi-bayi tidak perlu diberikan suplemen apa pun (air, gula, susu formula, dan lain-lain)
kecuali dengan alasan medis. Bayi yang mendapat ASI secara teratur dan efektif akan mendapat
asupan air dan nutrisi yang dibutuhkan. Dalam hal ini bayi dapat dibantu dengan
memegang/menyangga payudara ibu menggunakan tangan dalam posisi bebas (tidak dalam
sedang posisi menggendong bayi). Tempatkan jari-jari ibu dibawah payudara dan letakkan ibu

3
jari pada bagian atas (di belakang areola-C position). Pastikan bayi berada setinggi payudara dan
pastikan juga tangan ibu yang memegang payudara berada di belakang areola, sehingga tidak
mengganggu mulut bayi (Sitti Saleha, 2009).
Beberapa interaksi yang menyenangkan dalam rangka bounding attachment adalah
sentuhan pada tungkai dan muka bayi secara halus dengan tangan ibu, sentuhan pada pipi yang
dapat menstimulasi respon yang dapat menyebabkan gerakan muka bayi kearah muka ibu atau
kearah payudara sehingga bayi akan mengusap-usap menggunakan hidung serta menjilat
putingnya dan terjadilah rangsangan untuk sekresi prolactin, tatap mata bayi dan ibu dapat
menimbulkan perasaan saling memiliki antara ibu dan bayi, tangisan bayi dapat memberikan
respon berupa sentuhan dan suatu yang lembut, misalnya ibu menyentuh dengan ujung jari
sehingga dapat menyenangkan bayi (wulandari dan handayani, 2010 dalam mahardika
cahyaningrum, 2013).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (mahardika cahyaningrum, 2013) tingkat
pengetahuan ibu nifas tentang bounding attachment dalam kategori cukup adalah sebanyak 29
responden (61,7%) dan kategori kurang sebanyak 14 responden (29,8%). Maka dari itu perlu
diberikan edukasi kepada ibu postpartum tentang efek positif dari bounding attachment.
Penelitian Klaus dan Kennel, menyatakan bahwa para ibu yang diberikan waktu lebih banyak
untuk mengadakan kontak dengan anaknya untuk selanjutnya akan mempunyai kedekatan yang
lebih intensif. Seperti adanya saling kepercayaan antara ibu dan bayi. Karena itu sangatlah
penting untuk memfasilitasi bounding attachment sedini mungkin (dikutip dari Bobak, 2004
dalam triani yuliastanti, 2013).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Svensson dkk, 2010) dengan judul effects of
mother infant skin to skin contact on severe latch on problems in older infants. Dari penelitian
tersebut dijelaskan bahwa diberikan perlakuan pada pasangan ibu dan bayi dengan masalah latch
on terberat selama satu hingga 16 minggu. Dan hasil dari penelitian tersebut adalah tidak terdapat
perbedaan yang signifikan antara grup dengan proporsi dari permulaan latching on regular (75%
grup eksperimen dengan 86% group control). Penelitian tersebut juga menjelaskan bahwa kontak
kulit ke kulit antara ibu dan bayi selama menyusui membuat bayi tenang dan mempunyai reaksi
kuat terhadap hands latch on.
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti terkait ibu yang melakukan
bounding attachment di RS Wava Husada Kepanjen, diperoleh data dari salah satu perawat RS
tersebut bahwa bayi baru lahir akan segera dilakukan IMD yang meliputi bounding attachment
tersebut kecuali bayi yang lahir melalui secsio caesaria maka akan ditunggu hingga waktu 6 jam.
Sedangkan frekuensi dari bounding yang dilakukan oleh setiap ibu tidak selalu sama, ada yang
bersedia dilakukan bounding attachment hingga selesai dan ada yang hanya sebagian. Produksi
ASI pada ibu yang melakukan bounding attachment lebih baik dibandingkan dengan pada ibu
yang tidak melakukan bounding attachment. Oleh karena itu peneliti ingin melakukan penelitian
tentang hubungan bounding attachment terhadap latch on pada bayi baru lahir di RS Wava
Husada Kepanjen, Malang.

4
BAB II
RUANG LINGKUP

2.1 Tatalaksana Bayi Baru Lahir


Tatalaksana bayi baru lahir meliputi:
1. Asuhan bayi baru lahir pada 0 – 6 jam:
 Asuhan bayi baru lahir normal, dilaksanakan segera setelah lahir, dan diletakkan di
dekat ibunya dalam ruangan yang sama.
 Asuhan bayi baru lahir dengan komplikasi dilaksanakan satu ruangan dengan ibunya
atau di ruangan khusus.
 Pada proses persalinan, ibu dapat didampingi suami.
2. Asuhan bayi baru lahir pada 6 jam sampai 28 hari:
 Pemeriksaan neonatus pada periode ini dapat dilaksanakan di puskesmas/ pustu/
polindes/ poskesdes dan/atau melalui kunjungan rumah oleh tenaga kesehatan.
 Pemeriksaan neonatus dilaksanakan di dekat ibu, bayi didampingi ibu atau keluarga
pada saat diperiksa atau diberikan pelayanan kesehatan.

2.2 Jenis Pelayanan Bayi Baru Lahir


Pelaksanaan asuhan bayi baru lahir mengacu pada pedoman Asuhan Persalinan Normal
yang tersedia di puskesmas, pemberi layanan asuhan bayi baru lahir dapat dilaksanakan oleh
dokter, bidan atau perawat. Pelaksanaan asuhan bayi baru lahir dilaksanakan dalam ruangan
yang sama dengan ibunya atau rawat gabung (ibu dan bayi dirawat dalam satu kamar, bayi
berada dalam jangkauan ibu selama 24 jam).
Asuhan bayi baru lahir meliputi:
1. IMD
Setelah bayi lahir dan tali pusat dipotong, segera letakkan bayi tengkurap di dada ibu,
kulit bayi kontak dengan kulit ibu untuk melaksanakan proses IMD.
Langkah IMD pada persalinan normal (partus spontan):
a. Suami atau keluarga dianjurkan mendampingi ibu di kamar bersalin
b. Bayi lahir segera dikeringkan kecuali tangannya, tanpa menghilangkan vernix,
kemudian tali pusat diikat.
c. Bila bayi tidak memerlukan resusitasi, bayi ditengkurapkan di dada ibu dengan
KULIT bayi MELEKAT pada KULIT ibu dan mata bayi setinggi puting susu ibu.
Keduanya diselimuti dan bayi diberi topi.
d. Ibu dianjurkan merangsang bayi dengan sentuhan, dan biarkan bayi sendiri mencari
puting susu ibu.
e. Ibu didukung dan dibantu tenaga kesehatan mengenali perilaku bayi sebelum
menyusu.

5
f. Biarkan KULIT bayi bersentuhan dengan KULIT ibu minimal selama SATU JAM;
bila menyusu awal terjadi sebelum 1 jam, biarkan bayi tetap di dada ibu sampai 1
jam
g. Jika bayi belum mendapatkan puting susu ibu dalam 1 jam posisikan bayi lebih dekat
dengan puting susu ibu, dan biarkan kontak kulit bayi dengan kulit ibu selama 30
MENIT atau 1 JAM berikutnya.

2. Pelaksanaan penimbangan, penyuntikan vitamin K1, salep mata dan imunisasi Hepatitis
B (HB 0)
Pemberian layanan kesehatan tersebut dilaksanakan pada periode setelah IMD sampai 2-
3 jam setelah lahir, dan dilaksanakan di kamar bersalin oleh dokter, bidan atau perawat.
a. Semua BBL harus diberi penyuntikan vitamin K1 (Phytomenadione) 1 mg
intramuskuler di paha kiri, untuk mencegah perdarahan BBL akibat defisiensi
vitamin K yang dapat dialami oleh sebagian BBL.
b. Salep atau tetes mata diberikan untuk pencegahan infeksi mata (Oxytetrasiklin 1%).
c. Imunisasi Hepatitis B diberikan 1-2 jam di paha kanan setelah penyuntikan Vitamin
K1 yang bertujuan untuk mencegah penularan Hepatitis B melalui jalur ibu ke bayi
yang dapat menimbulkan kerusakan hati

3. Pencegah Kehilangan Panas


 Keringkan bayi dengan seksama
 Selimuti bayi dengan selimut atau kain bersih dan hangat
 Selimuti bagian kepala bayi
 Anjurkan ibu untuk memeluk dan menyusui bayinya
 Mandikan bayi minimal 6 jam setelah lahir

4. Merawat Tali Pusat


 Mengikat tali pusat
 Nasihat untuk merawat tali pusat

5. ASI Eksklusif

6. Pengkajian Fisik Bayi Baru Lahir


Pemeriksaan BBL bertujuan untuk mengetahui sedini mungkin kelainan pada bayi.
Risiko terbesar kematian BBL terjadi pada 24 jam pertama kehidupan, sehingga jika
bayi lahir di fasilitas kesehatan sangat dianjurkan untuk tetap tinggal di fasilitas
kesehatan selama 24 jam pertama. Pemeriksaan bayi baru lahir dilaksanakan di ruangan
yang sama dengan ibunya, oleh dokter/ bidan/ perawat. Jika pemeriksaan dilakukan di

6
rumah, ibu atau keluarga dapat mendampingi tenaga kesehatan yang memeriksa. Waktu
pemeriksaan bayi baru lahir :
a. Baru lahir sebelum usia 6 jam. Baru lahir sebelum usia 6 jam
b. Usia 6-48 jam Usia 6-48 jam
c. Usia 3-7 hari Usia 3-7 hari
d. Minggu ke 2 pasca lahir

Langkah langkah pemeriksaan:


a. Pemeriksaan dilakukan dalam keadaan bayi tenang (tidak menangis).
b. Pemeriksaan tidak harus berurutan, dahulukan menilai pernapasan dan tarikan
dinding dada bawah, denyut jantung serta perut.
c. Selalu mencuci tangan pakai sabun dengan air mengalir sebelum dan sesudah
memegang bayi.

Pemeriksaan fisik yang dilakukan :


a. Keadaan normal
 Lihat postur, tonus dan aktivitas
 Posisi tungkai dan lengan fleksi.
 Bayi sehat akan bergerak aktif.
b. Lihat kulit
Wajah, bibir dan selaput lendir, dada harus berwarna merah muda, tanpa adanya
kemerahan atau bisul.
c. Hitung pernapasan dan lihat tarikan dinding dada bawah ketika bayi sedang tidak
menangis.
d. Frekuensi napas normal 40-60 kali per menit. • Tidak ada tarikan dinding dada
bawah yang dalam
e. Hitung denyut jantung dengan meletakkan stetoskop di dada kiri setinggi apeks
kordis. Frekwensi denyut jantung normal 120-160 kali per menit.
f. Lakukan pengukuran suhu ketiak dengan termometer. Suhu normal adalah 36,5 -
37,5º C
g. Lihat dan raba bagian kepala. Bentuk kepala terkadang asimetris karena penyesuaian
pada saat proses persalinan, umumnya hilang dalam 48 jam. Ubun-ubun besar rata
atau tidak membonjol, dapat sedikit membonjol saat bayi menangis
h. Lihat mata. Tidak ada kotoran/sekret
i. Lihat bagian dalam mulut: Bibir, gusi, langit-langit utuh dan tidak ada bagian yang
terbelah.
 Masukkan satu jari yang menggunakan sarung tangan ke dalam mulut, raba langit
langit.
 Nilai kekuatan isap bayi. Bayi akan mengisap kuat jari pemeriksa.
7
j. Lihat dan raba perut. Perut bayi datar, teraba lemas.
k. Lihat tali pusat :Tidak ada perdarahan, pembengkakan, nanah, bau yang tidak enak
pada tali pusat.atau kemerahan sekitar tali pusat
l. Lihat punggung dan raba tulang belakang
 Kulit terlihat utuh, tidak terdapat lubang dan benjolan pada tulang belakang
m. Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah
 Tidak terdapat sindaktili, polidaktili, siemenline, dan kelainan kaki (pes equino
varus dan vagus).
n. Lihat lubang anus
 Hindari memasukkan alat atau jari dalam memeriksa anus
 Terlihat lubang anus dan periksa apakah mekonium sudah keluar.
 Tanyakan pada ibu apakah bayi sudah buang air besar
 Biasanya mekonium keluar dalam 24 jam setelah lahir.
o. Lihat dan raba alat kelamin luar
 Tanyakan pada ibu apakah bayi sudah buang air kecil
 Bayi perempuan kadang terlihat cairan vagina berwarna putih atau kemerahan.
 Bayi laki-laki terdapat lubang uretra pada ujung penis. Teraba testis di skrotum.
 Pastikan bayi sudah buang air kecil dalam 24 jam setelah lahir.
 Yakinkan tidak ada kelainan alat kelamin, misalnya hipospadia, rudimenter,
kelamin ganda.
p. Timbang bayi
 Timbang bayi dengan menggunakan selimut, hasil penimbangan dikurangi berat
selimut
 Berat lahir normal 2,5-4 kg.
 Dalam minggu pertama, berat bayi mungkin turun dahulu (tidak melebihi 10%
dalam waktu 3-7 hari) baru kemudian naik kembali.
q. Mengukur panjang dan lingkar kepala bayi
 Panjang lahir normal 48-52 cm.
 Lingkar kepala normal 33-37 cm.

7. Rawat Gabung
Ibu dan bayi dirawat dalam satu kamar, berada dalam jangkauan ibu selama 24 jam.
Berikan hanya ASI saja tanpa minuman atau makanan lain kecuali atas indikasi medis.
Tidak diberi dot atau kempeng.

8. Kunjungan Neonatal
Adalah pelayanan kesehatan kepada neonatus sedikitnya 3 kali yaitu: • Kunjungan
neonatal I (KN1) pada 6 jam sampai dengan 48 jam setelah lahir • Kunjungan neonatal

8
II (KN2) pada hari ke 3 s/d 7 hari • Kunjungan neonatal III (KN3) pada hari ke 8 – 28
hari. Pelayanan kesehatan diberikan oleh dokter/ bidan/perawat, dapat dilaksanakan di
puskesmas atau melalui kunjungan rumah. Pelayanan yang diberikan mengacu pada
pedoman Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) pada algoritma bayi muda
(Manajemen Terpadu Bayi Muda/MTBM) termasuk ASI ekslusif, pencegahan infeksi
berupa perawatan mata, perawatan tali pusat, penyuntikan vitamin K1 dan imunisasi
HB-0 diberikan pada saat kunjungan rumah sampai bayi berumur 7 hari (bila tidak
diberikan pada saat lahir).

9
III
TATA LAKSANA

3.1 JENIS DAN KOMPETENSI SDM


Pelayanan kesehatan asuhan bayi baru lahir dan kunjungan neonatal dapat dilaksanakan
oleh:
1. Dokter termasuk dokter umum dan dokter spesialis anak
2. Bidan
3. Perawat
Kompetensi yang di butuhkan meliputi :
• Asuhan Persalinan Normal
• Manajemen Asfiksia BBL
• Manajemen BBLR
• Manajemen Terpadu Balita Sakit

3.2 FASILITAS
1. Peralatan yang diperlukan dalam melaksanakan asuhan bayi baru lahir harus tersedia
dalam satu ruangan dengan ibu, meliputi:
a. Tempat (meja) resusitasi bayi, diletakkan di dekat tempat ibu bersalin
b. Infant warmer atau dapat digunakan juga lampu pijar 60 watt dipasang sedemikian
rupa dengan jarak 60 cm dari bayi yang berfungsi untuk penerangan dan
memberikan kehangatan di atas tempat resusitasi
c. Alat resusitasi (balon sungkup) bayi baru lahir
d. Air bersih, sabun dan handuk bersih dan kering
e. Sarung tangan bersih
f. Kain bersih dan hangat
g. Stetoskop infant dan dewasa
h. Stop watch atau jam dengan jarum detik
i. Termometer
j. Timbangan bayi
k. Pengukur panjang bayi
l. Pengukur lingkar kepala
m. Alat suntik sekali pakai (disposible syringe) ukuran 1 ml/cc
n. Senter
o. Vitamin K1 (phytomenadione) ampul
p. Salep mata Oxytetrasiklin 1%
q. Vaksin Hepatitis B (HB) 0
r. Form pencatatan (Buku KIA, Formulir BBL, Formulir register kohort bayi)

10
2. Peralatan yang diperlukan untuk pemeriksaan kunjungan neonatal meliputi:
a. Tempat periksa bayi
b. Lampu yang berfungsi untuk penerangan dan memberikan kehangatan.
c. Air bersih, sabun dan handuk kering
d. Sarung tangan bersih
e. Kain bersih
f. Stetoskop
g. Stop watch atau jam dengan jarum detik
h. Termometer
i. Timbangan bayi
j. Pengukur panjang bayi
k. Pengukur lingkar kepala
l. Alat suntik sekali pakai (disposable syringe) ukuran 1 ml/cc
m. Vitamin K1 (phytomenadione) ampul
n. Salep mata Oxytetrasiklin 1%
o. Vaksin Hepatitis B (HB 0)
p. Form pencatatan (Buku KIA, Formulir bayi baru lahir, formulir MTBM, Partograf,
Formulir register kohort bayi)

11
BAB IV
DOKUMENTASI

4.1 Pencatatan dan Pelaporan


Hasil pemeriksaan dan tindakan tenaga kesehatan harus dicatat pada:
1. Buku KIA (buku kesehatan ibu dan anak)
2. Pencatatan pada ibu meliputi keadaan saat hamil, bersalin dan nifas.
3. Pencatatan pada bayi meliputi identitas bayi, keterangan lahir, imunisasi, pemeriksaan
neonatus, catatan penyakit, dan masalah perkembangan serta KMS
4. Formulir Bayi Baru Lahir
5. Pencatatan per individu bayi baru lahir, selain partograph. Catatan ini merupakan
dokumen tenaga kesehatan 3. Formulir pencatatan bayi muda (MTBM)
6. Pencatatan per individu bayi. Dipergunakan untuk mencatat hasil kunjungan neonatal
yang merupakan dokumen tenaga kesehatan puskesmas
7. Register kohort bayi
8. Pencatatan sekelompok bayi di suatu wilayah kerja puskesmas
9. Catatan ini merupakan dokumen tenaga kesehatan puskesmas.

12

Anda mungkin juga menyukai