Kerjasama
NUSANTARA STRATEGIC HOUSE DAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS
MULAWARMAN
2
DAFTAR ISI
Halaman Judul........................................................................... 1
Daftar Isi..................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................... 4
B. Identifikasi Masalah........................................................... 12
D. Metode............................................................................... 14
1. Narkotika...................................................................... 16
2. Teori Pencegahan.......................................................... 18
3. Penyalahgunaan Narkotika............................................ 20
4. Rehabilitasi.............................................................. 22
Anti Narkoba……………………………………………………… 31
DIHADAPI MASYARAKAT.................................................. 40
PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT
PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA.................................. 43
A. LANDASAN FILOSOFIS...................................................... 51
B. LANDASAN SOSIOLOGIS................................................... 51
C. LANDASAN YURIDIS.......................................................... 52
PERATURAN DAERAH....................................................... 56
BAB VI PENUTUP
A. SIMPULAN......................................................................... 66
B. SARAN............................................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA...................................................................... 71
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyalahgunaan narkotika di Indonesia telah diklasifikasi sebagai
musuh bersama hal ini ditegaskan oleh Presiden RI Joko Widodo dalam rapat
terbatas bulan Februari Tahun 2016 dengan topik pemberantasan narkoba
dan program rehabilitasi korban penyalahgunaan narkoba, dalam rapat
tersebut Presiden menegaskan penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan
berbahaya menduduki rangking pertama masalah besar negara ini. 1
Pada awal Januari 2015, Badan Narkotika Nasional (BNN) menyatakan
bahwa transaksi narkoba yang ada di Indonesia menduduki peringkat tertinggi
diantara negara-negara ASEAN, dimana 100% transaksi narkoba di wilayah
ASEAN, 40% berada di Indonesia dengan nilai transaksi sekitar Rp.48
Trilliun.2
Pemberian peringkat tersebut tentu saja bukan hal yang patut
dibanggakan, justru sebaliknya, sebagai sebuah situasi yang harus mendapat
perhatian sangat serius dari semua pihak, terutama pemerintah, jika tidak
ingin negara ini hancur karena penyalahgunaan narkotika. Indikasi menuju
kehancuran negara karena penyalahgunaan narkotika sebenernya sudah
terjadi jika membaca data yang tertera pada Press Release Akhir Tahun 2015
BNN, tersebutkan dalam dokumen tersebut bahwa sepanjang tahun 2015 BNN
telah mengungkap sebanyak 102 kasus Narkotika dan TPPU yang merupakan
sindikat jaringan nasional dan internasional, dimana sebanyak 82 kasus telah
P2. Kasus-kasus yang telah diungkap tersebut melibatkan 202 tersangka yang
terdiri dari 174 WNI dan 28 WNA. Berdasarkan seluruh kasus Narkotika yang
telah diungkap, BNN telah menyita barang bukti sejumlah 1.780.272,364
gram sabu kristal; 1.200 mililiter sabu cair; 1.100.141,57 gram ganja; 26 biji
ganja; 95,86 canna chocolate; 303,2 gram happy cookies; 14,94 gram hashish;
606.132 butir ekstasi; serta cairan precursor sebanyak 32.253 mililiter dan
14,8 gram. Sedangkan dalam kasus TPPU total asset yang berhasil disita oleh
BNN senilai Rp 85.109.308.337. Selain itu, pada tahun ini BNN juga
1
Lihat http://www.timesindonesia.co.id/baca/119043/20160224/164744/jokowi-
narkoba-ranking-pertama-masalah-indonesia/, diakses tanggal 7 May 2016 jam 10.17
WITA.
2
Lihat http://www.antaranews.com/berita/474528/bnn-transaksi-narkoba-indonesia-
tertinggi-se-asean, diakses tanggal 7 May 2016 jam 10.20 WITA.
5
menemukan 2 jenis zat baru (new psychoactive substances) yaitu CB-13 dan
4-klorometkatinon. Sehingga total NPS yang telah ditemukan BNN hingga
akhir tahun 2015 yakni sebanyak 37 jenis.3
Melihat data tersebut, bisa saja beranggapan bahwa angka 102 kasus
yang diungkap dalam setahun tersebut sangat sedikit, namun demikian angka
tersebut bukanlah menjadi patokan utama, logika sederhana setelah melihat
data tersebut menggambarkan bahwa dampak negatif dari terungkapnya 102
kasus tersebut jauh lebih besar daripada jumlah kasus itu sendiri. Berapa
banyak penyalahgunaan narkotika yang telah “sukses” dilakukan sebelum
para penyalahguna narkotika tersebut ditangkap oleh BNN dan diproses
hukum. Perlu diingat juga, data tersebut baru dari BNN, belum yang dari
pihak kepolisian atau bahkan penyalahgunaan narkotika yang belum
terungkap dan masih merajalela merusak masyarakat. Sungguh tidak heran
jika Presiden RI menyatakan bahwa penyalahgunaan narkotika merupakan
masalah utama di negara ini.
Keyakinan bahwa negara ini dalam kondisi darurat penyalahgunaan
narkotika akan semakin menjadi-jadi jika melihat data yang terdapat pada
Laporan Kinerja BNN Tahun 2015, disebutkan dalam dokumen tersebut
bahwa sepanjang tahun 2015 terdapat 4.680 informasi masyarakat tentang
peredaran gelap narkotika4, 25.053 orang pecandu yang menerima layanan di
lembaga rehabilitasi pemerintah5 dan 394 jumlah kasus tindak pidana
peredaran gelap narkoba yang terungkap dan diselesaikan (P.21). 6 Sungguh
data dan fakta yang membuat segenap elemen di negara ini untuk menjadikan
penyalahgunaan narkotika sebagai musuh utama bersama, dan patut dicatat
sekali lagi bahwa data dan fakta tersebut baru berasal dari BNN saja.
Kepala BNN Komjen Pol Budi Waseso, dalam sebuah kesempatan
menyebutkan “"Indonesia sudah darurat bahaya narkoba dan hal itu sudah
disampaikan oleh presiden. Sebelumnya pada bulan juni 2015 tercatat 4,2
juta dan pada November meningkat signifikan hingga 5,9 juta, setiap hari ada
30-40 orang yang mati karena narkoba”.7
3
Dokumen Press Release Akhir Tahun 2015 Badan Narkotika Nasional; Bab Executive
Summary.
4
Dokumen Laporan Kinerja Badan Narkotika Nasional Tahun 2015, Lampiran 12,
halaman 93.
5
Ibid., Lampiran 14, halaman. 95.
6
Ibid., Lampiran 18, halaman 104.
7
Lihat artikel “Buwas: Pengguna Narkoba di Indonesia Meningkat hingga 5,9 Juta
Orang”
http://regional.kompas.com/read/2016/01/11/14313191/Buwas.Pengguna.Narkoba.di.I
ndonesia.Meningkat.hingga.5.9.Juta.Orang, diakses pada hari Minggu, 8 May 2016 jam
21.23 WITA.
6
8
Lihat http://news.metrotvnews.com/read/2015/03/09/368451/ini-10-besar-tingkat-
pengguna-narkotika-di-indonesia dan
http://m.tempo.co/read/news/2015/06/26/063678653/ini-dia-5-provinsi-paling-rawan-
narkoba, diakses pada hari Minggu, 8 May 2016 jam 21.23 WITA.
9
Data dari Diresnarkoba Polda Kaltim yang disampaikan pada Rakor Narkoba
September 2017.
10
Data dari Diresnarkoba Polda Kaltim yang disampaikan pada Rakor Narkoba
September 2017.
7
11
Ibid.
12
Ibid.
8
13
Artikel, Perencanaan Pembanguanan Berwawasan Anti Narkoba,
Indonesiabergegas.bnn.go.id/index/en Materi biro perencanaan
http://webcache.googleusercontent.com/search?
q=cache:fzswbXWNxlIJ:indonesiabergegas.bnn.go.id/index.php/en/download/category/57-
materi-biro perencanaan%3Fdownload%3D102:materi-biro-
perencanaan+&cd=1&hl=id&ct=clnk&gl=id, diakses pada tanggal 3 Juni 2016 pada pukul
21.45 WITA.
14
Website: http://kaltim.prokal.co/read/news/336778-perlu-bangun-balai-rehabilitasi-narkoba.html, diakses pada
tanggal 29 September 2018, pukul 12.00 WITA
10
B. Identifikasi Masalah
Dalam Naskah Akademik ini dilakukan identifikasi permasalahan
terhadap fasilitasi pencegahan dan dan penanggulangan penyalahgunaan
narkotika, oleh karena itu dalam Naskah Akademik ini, rumusan
permasalahannya adalah sebagai berikut:
1. Apa masalah yang dihadapi dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan
bermasyarakat dalam kaitannya dengan fasilitasi pencegahan dan
Penanggulangan penyalahgunaan narkotika di Kabupaten Kutai Timur?
2. Apa saja cara yang dapat ditempuh untuk mengatasi masalah tersebut?
3. Mengapa perlu di bentuk Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Kutai
Timur tentang Pencegahan dan Penanggulangan Penyalahgunaan
Narkotika?
4. Apa pertimbangan filosofis, sosiologis dan yuridis dari pembentukan
Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Kutai Timur tentang Pencegahan
dan Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika?
5. Apa saja sasaran, ruang lingkup pengaturan, jangkauan dan arah
pengaturan yang terdapat dalam Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten
Kutai Timur tentang Pencegahan dan Penanggulangan Penyalahgunaan
Narkotika?
Adapun berdasarkan observasi dan penelusuran data, berikut identifikasi
masalah-masalah yang terjadi terkait dengan pelaksanaan pencegahan
penyalahgunaan narkotika di Kabupaten Kutai Timur:
1. Tingginya angka kasus narkotika yang ditangani oleh Ditresnarkoba
Kabupaten Kutai Timur.
Dari hasil operasi penangkapan yang dilakukan Ditresnarkoba Kabupaten
Kutai Timur ada 145 dengan jumlah tersangka 145 di Tahun 2015
15
Website: http://www.humas.kutaitimurkab.go.id/index.php/home/detail/3502/iplw-kutim-rehabilitasi-120-
pecandu-narkoba---pecandu-kebanyakan-pekerja-swasta, diakses pada tanggal 23 September 2018 pukul 14.00
WITA.
11
sedangkan di tahun 2016 ada 257 Kasus dengan jumlah tersangka 204,
ada peningkatan kasus di Kabupaten Kutai Timur. Hal ini menjadi sebuah
problematika yang perlu mendapatkan perhatian sangat serius dari semua
elemen yang ada di wilayah Kabupaten Kutai Timur.
2. Belum adanya Peraturan Daerah Kabupaten Kutai Timur tentang fasilitasi
pencegahan penyalahgunaan narkotika sebagai tindak lanjut dari
Permendagri 21/2013.
Ketiadaan peraturan di tingkat daerah terkait fasilitasi pencegahan
penyalahgunaan narkotika menjadi salah satu kendala bagi elemen-elemen
yang ada di wilayah Kabupaten Kutai Timur untuk memerangi
penyalahgunaan narkotika. Ketiadaan peraturan yang menjadi arahan dan
panduan bagi terselenggaranya pencegahan dan penanggulangan
penyalahgunaan narkotika membuat para pihak yang terkait dengan
program tersebut bekerja secara sendiri-sendiri (parsial) dan belum
terkoordinasi dengan maksimal, sehingga hasilnya pun belum dapat
mencapai target yang diinginkan, yaitu menurunkan jumlah kasus
penyalahgunaan narkotika.
3. Fasilitas penyelenggaraan penanggulangan penyalahgunaan narkotika di
Kabupaten Kutai Timur belum sesuai Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2015 tentang Petunjuk Teknis
Pelaksanaan Wajib Lapor dan Rehabilitasi Bagi Pecandu, Penyalaguna dan
Korban Penyalahguna Narkotika.
4. Belum terciptanya sinergitas antara
instansi/badan/lembaga/dinas/institusi pusat di daerah dengan instansi
pemerintah daerah. Program yang dibuat tampak sporadic dan belum
terintegrasi antara satu dengan lainnya. Persoalan ini salah satunya
dikarenakan belum adanya sebuah sistem informasi dan basis data yang
terintegrasi di samping persoalan masih adanya faktor ego sektoral.
5. Kesadaran dan peran serta masyarakat dalam mencegah dan
menanggulangi penyalahgunaan narkotika belum maksimal dan belum
terpadu, serta masih parsial.
D. Metode
Metode yang digunakan dalam penyusunan Naskah Akademik ini adalah
metode yuridis normatif, dikarenakan yang menjadi bahan hukum primer
adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia
Nomor 21 Tahun 2013 tentang Fasilitasi Pencegahan Penyalahgunaan
Narkotika dan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan
pencehagan dan penanggulangan penyalahgunaan narkotika serta dokumen-
dokumen hukum yang dimiliki oleh pihak-pihak terkait seperti BNN RI, BNNP
Kalimantan Timur, BNN Kabupaten Kutai Timur, Polda Provinsi Kalimantan
Timur, Polres Kabupten Kutai Timur, Kantor Wilayah Provinsi Kalimantan
Timur Kementerian Hukum dan HAM RI, Badan Pemberdayaan Masyarakat
Kabupaten Kutai Timur, Dinas Sosial Kabupaten Kutai Timur, Rumah Sakit
Umum Daerah, serta beberapa lembaga swadaya/organisasi masyarakat yang
memiliki kepedulian terhadap penyalahgunaan narkotika.
Adapun yang menjadi bahan hukum sekunder adalah teori dan konsep
yang terkait dengan penyalahgunaan narkotika, model-model pencegahan
penyalahgunaan dan rehabilitasi, dan bentuk-bentuk partisipasi masyarakat
dalam rangka pencegahan penyalahgunaan narkotika.
Dalam hal pencarian bahan hukum untuk mendukung penyusunan
Naskah Akademik, juga dilakukan metode forum group discussion (FGD) yang
dihadiri oleh pihak-pihak sebagai berikut:
1. BNN Provinsi Kalimantan Timur;
2. BNN Kabupaten Kutai Timur;
13
BAB II
KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS
14
16
H. Ikin A Ghani dan Abu Chanif, 1997, Bahaya Penyalahgunaan Narkotika dan
Penanggulangannya, Yayasan Bina Taruna, Jakarta, Halaman 5.
17
Ibid.
18
Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia, 2012, Modul Untuk Orang tua:
Mencegah Lebih Baik Daripada Mengobati, BNN Republik Indonesia, Jakarta, Halaman 1.
19
Ibid., halaman 3.
15
20
H. A. Madjid Tawil, 2010, Penyalahgunaan Narkoba dan Penanggulangannya,
BNPJATIM, Surabaya, halaman 6.
21
Ibid., halaman 9.
16
22
Ibid., halaman 12.
23
Sumber: https://jurnalsrigunting.wordpress.com/tag/teori-pencegahan-kejahatan/,
tentang teori pencegahan, diakses pada tanggal 9 Mei 2016, pada pukul 15.00 WIB
17
24
H. Ikin A Ghani dan Abu Chanif, Opcit, halaman 62-69.
18
25
D. Hawari, 2009, Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAPZA, Balai Penerbitan FKUI,
Jakarta, halaman 5.
26
Ibid, halaman 6.
19
27
Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia, Op.cit.,, halaman 19.
28
Soedjono Dirdjosisworo, 1985, Bunga Rampai Kriminologi Kumpulan Karangan dan
Hasil Penelitian, ARMICO, Bandung, halaman 97.
20
29
Artikel “Penyalahgunaan Narkotika”, diakses dari web id.wikipedia.org/wiki/Narkoba,
diakses pada tanggal 17 Mei 2016 pada pukul 22.00 WITA.
30
Kamus Besar Bahasa Indonesia, website http://kamusbahasaindonesia.org/, diakses
pada tanggal 17 Mei 2016, pada pukul 22.00 WITA.
31
Herman Soeparman, 2000, Narkoba Telah Merubah Rumah Kami Menjadi Neraka,
Departemen Pendidikan Nasional-Dirjen Dikti, Jakarta, halaman 37.
21
32
D. Hawari, Op.cit., halaman 132.
22
33
H. Ikin A Ghani dan Abu Chanif, Opcit, halaman 72.
34
Lambertus Somar, 2001, Rehabilitasi Pecandu Narkoba, PT Gramedia Widiasarana
Indonesia, Jakarta, halaman 15-16.
23
37
Pasal 4 Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 4 Tahun 2015 tentang Tata
Cara Peningkatan Kemampuan Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial Yang
Diselenggarakan Oleh Pemerintah/Pemerintah Daerah Maupun Masyarakat.
26
39
Badan Narkotika Nasional, 2011, Kebijakan dan Strategi Nasional di Bidang P4GN, BNN
RI, Jakarta , Halaman 1-2.
40
Ibid., halaman 37.
41
Ibid., halaman 38-39.
28
43
Ibid.
44
Ibid.
31
Narkoba
45
Siswantoro Sunarso, 2004, Penegakan Hukum Psikotropika, Rajawali Press, Jakarta,
halaman 158.
46
Sumadi Suyabrata, 1993, Psikologi Pendidikan, Pustaka Tinta Mas, Surabaya, halaman
249.
47
Siswantoro Sunarso, Op.cit., halaman 160.
48
Ibid., halaman 159.
34
54
Siswantoro Sunarso, Op.cit., halaman 163.
55
Badan Narkotika Nasional, 2010, Petunjuk Teknis Advokasi Bidang Pencegahan
Penyalahgunaan Narkoba Bagi Lambaga/Instansi, BNN RI, Jakarta, halaman 36.
36
kuratif. Tujuannya adalah agar tidak memakai lagi dan bebas dari
penyakit ikutan yang disebabkan oleh pemakaian narkotika.56
7. Mengawasi upaya penangkapan adanya pelanggaran, penahanan
tersangka, jalannya penuntutan (persidangan/pengadilan) dan
jalannya eksekusi hukuman
8. Mengawasi pemusnahan barang bukti narkotika
Bentuk lain dari peran masyarakat adalah dengan melakukan
pengawasan terhadap pemusnahan barang bukti narkotika yang
dilakukan oleh instansi terkait seperti pihak kepolisian dan BNN.
Pengawasan ini perlu dilakukan oleh masyarakat untuk menghindari
adanya permainan dalam pemusnahan barang bukti. Contohnya
barang bukti ditukar dengan yang lain atau barang buktinya tidak
sesuai jumlahnya dengan yang ditangkap.57
Agar masyarakat mau berpartisipasi aktif diperlukan syarat: 58
1. Adanya penegak hukum yang akomodatif, simpatik, dan mampu
mengajak masyarakat berpartisipasi;
2. Instansi pemerintah terkait harus dapat bekerja sama secara
transparan dengan LSM atau lembaga sosial terkait lainnya;
3. Prilaku aparat penegak hukum yang terpuji dan bekerja dengan
jujur, profesional, serta kebal terhadap sogok dan suap;
4. Penerapan hukum secara tegas, konsekuen, konsisten dan
transparan;
5. Adanya petunjuk atau pedoman untuk berpartisipasi bagi
masyarakat dari semua instansi terkait agar partisipasi masyarakat
terarah dan efektif.
56
Ibid., halaman 50.
57
Ibid., halaman 38.
58
Sumadi Suyabrata, Op.cit., halaman 119.
37
BAB III
EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT
FASILITASI PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYALAHGUNAAN
NARKOTIKA
Dalam rangka penyusunan peraturan daerah, diperlukan upaya
harmonisasi secara vertikal dan horisontal terhadap peraturan perundang-
undangan terkait, hal ini ditujukan sebagai upaya untuk mengantisipasi
terjadinya tumpang tindih pengaturan dan agar peraturan daerah yang akan
dibentuk tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang ada
di atasnya. Lebih daripada itu, hasil dari penjelasan evaluasi dan analisis
peraturan perundang-undangan ini menjadi bahan bagi penyusunan landasan
filosofis dan yuridis dari pembentukan peraturan daerah yang akan dibentuk.
41
Urgensi dari peraturan ini adalah adanya kewajiban dari BNN untuk
melaksanakan peningkatan kemampuan lembaga rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial yang diselenggarakan oleh pemerintah/pemerintah
daerah maupun masyarakat.
16. Peraturan Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia,
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Menteri
Kesehatan Republik Indonesia, Menteri Sosial Republik Indonesia,
Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia, Kepala Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia
Nomor 01/PB/MA/III/2014, Nomor 03 Tahun 2014, Nomor 11 Tahun
2014, Nomor 03 Tahun 2014, Nomor Per-005/A/JA/03/2014, Nomor
1 Tahun 2014, Nomor Perber/01/III/2014/BNN Tentang Penanganan
Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika Ke Dalam
Lembaga Rehabilitasi;
Peraturan Bersama ini bertujuan untuk:
a. Mewujudkan koordinasi dan kerjasama secara optimal
penyelesaian permasalahan Narkotika dalam rangka menurunkan
jumlah Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika
melalui program pengobatan, perawatan, dan pemulihan dalam
penanganan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan
Narkotika sebagai tersangka, terdakwa, atau narapidana, dengan
tetap melaksanakan pemberantasan peredaran gelap Narkotika;
b. Menjadi pedoman teknis dalam penanganan Pecandu Narkotika
dan Korban Penyalahgunaan Narkotika sebagai tersangka,
terdakwa, atau narapidana untuk menjalani rehabilitasi medis
dan/atau rehabilitasi sosial;
c. Terlaksananya proses rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial di
tingkat penyidikan, penuntutan, persidangan dan pemidanaan
secara sinergis dan terpadu.
17. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 50 Tahun
2015 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Wajib Lapor dan
Rehabilitasi Medis Bagi Pecandu, Penyalahguna, dan Korban
Penyalahgunaan Narkotika
Permenkes ini merupakan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Wajib Lapor dan
Rehabilitasi Medis bagi Pecandu, Penyalahguna, dan Korban
Penyalahgunaan Narkotika merupakan acuan bagi institusi penerima
wajib lapor dalam:
47
BAB IV
LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS
Dalam setiap peraturan perundang-undangan pasti terdapat alasan atau
landasan yang melatarbelakangi terbentuknya peraturan tersebut, demikian
juga terdapat landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis, sebagai dasar
tersusunnya peraturan daerah tentang pencegahan dan penanggulangan
penyalahgunaan narkotika.
A. Landasan Filosofis
Landasan filosofis merupakan pertimbangan atau alasan yang
menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk mempertimbangkan
pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana
kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
48
BAB V
JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI
MUATAN PERATURAN DAERAH
A. Jangkauan Peraturan Daerah
Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kabupaten Kutai Timur tentang
Pencegahan dan Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika ini, secara
umum menjangkau keseluruhan masyarakat yang ada di seluruh Kecamatan
yang berada di lingkungan Kabupaten Kutai Timur, tanpa terkecuali. Dengan
demikian, masyarakat dapat mengetahui bahwa Pemerintah Kabupaten Kutai
Timur memiliki kepedulian dan perhatian secara serius dalam rangka
mencegah dan menanggulangi penyalahgunaan narkotika, yang artinya
Pemerintah Kabupaten Kutai Timur berkomitmen untuk melaksanakan
52
2. Konsideran Menimbang
Konsideran menimbang merupakan bagian penting dalam struktur atau
anatomi perundang-undangan, termasuk dalam Peraturan Daerah.
Konsideran menimbang tersebut berisi dasar atau landasan filosofi dan
sosiologis, kenapa peraturan daerah tersebut harus dibuat, sehingga
konsideran menimbangnya adalah sebagai berikut:
a. bahwa tingkat penyalahgunaan Narkotika di masyarakat
Kabupaten Kutai Timur semakin tinggi, sehingga perlu dilakukan
pencegahan dan penanggulangan secara sistematis, terencana,
terstruktur dan partisipatif;
b. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 4 Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 21 Tahun 2013 tentang Fasilitasi Pencegahan
Penyalahgunaan Narkotika, Pemerintah Daerah diberikan
kewenangan untuk menyusun Peraturan Daerah mengenai
pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan Narkotika;
3. Konsideran Mengingat
Konsideran mengingat ini berisi aturan atau landasan hukum
yang terkait dengan pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten Kutai
Timur tentang Pencegahan dan Penanggulangan Penyalahgunaan
Narkotika, yaitu:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1956 tentang Pembentukan
Daerah-Daerah Otonom Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan
Selatan dan Kalimantan Timur (Lembaran Negara Tahun 1956
Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1106);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235)
sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 297, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5606);
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2006
Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 64, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4635);
54
31. Sistem Informasi adalah media informasi dan data yang dibuat
secara terpadu dan berisi segala sesuatu yang menyangkut
aktifitas pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan
narkotika.
Pada bagian ini diatur hal-hal yang terkait dengan sistem upaya
penanganan dan penanggulangan terhadap penyalahgunaan narkotika
dan peredaran gelap narkotika.
9. Rehabilitasi
Merujuk pada UU Narkotika dan Permendagri 21/2013, maka
pengaturan rehabilitasi pada perda ini akan terkait dengan sistem
penyelenggaraan rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
10. Pasca Rehabilitasi
Pada bagian ini diatur mengenai program pasca rehabilitasi, yaitu
program pembinaan dan pengawasan serta pendampingan
berkelanjutan dengan mengikutsertakan masyarakat terhadap
pecandu narkotika yang telah selesai menjalani rehabilitasi.
11. Pendanaan
Pendanaan penyelenggaran fasilitasi pencegahan dan
penanggulangan penyalahgunaan narkotika berasal dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah Provinsi, dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Kabupaten/Kota serta sumber-sumber lain yang sah dan tidak
mengikat.
12. Kemitraan dan Jejaring
Pada bagian ini pengaturannya focus pada kemitraan dan jejaring
antar instansi/badan/lembaga dalam rangka koordinasi
penyelenggaraan pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan
narkotika.
Adapun unsur-unsur yang terlibat dalam kemitraan dan jejaring
ini adalah Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota, Lembaga Pemerintah di Daerah, dan lembaga
keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi masyarakat,
organisasi kepemudaan.
13. Sistem Informasi
Penyelenggaraan pencegahan dan penanggulangan
penyalahgunaan narkotika akan lebih efektif jika menggunakan
sistem informasi yang integral dan terpadu untuk mendukung
operasi dan manajemen pengelolaan. Pengaturan sistem informasi
pada perda ini terkait dengan ketersediaan data, teknologi, dan
lembaga yang berwenang untuk menyediakan data.
14. Partisipasi Masyarakat
60
BAB VI
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian, hasil FGD, dan penelusuran bahan-bahan
hukum dan dokumen-dokumen pendukung, maka simpulan yang dapat
diambil adalah sebagai berikut:
1. Permasalahan yang terjadi terkait dengan fasilitasi pencegahan dan
penanggulangan penyalahgunaan narkotika di Kabupaten Kutai Timur
adalah: a) Tingginya angka kasus narkotika yang ditangani oleh
Ditresnarkoba Kabupaten Kutai Timur, b) belum adanya Peraturan Daerah
Kabupaten Kutai Timur tentang fasilitasi pencegahan penyalahgunaan
narkotika sebagai tindak lanjut dari Permendagri 21/2013, c) Fasilitas
penyelenggaraan penanggulangan penyalahgunaan narkotika di
Kabupaten Kutai Timur belum sesuai Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2015 tentang Petunjuk Teknis
Pelaksanaan Wajib Lapor dan Rehabilitasi Bagi Pecandu, Penyalaguna dan
62
DAFTAR PUSTAKA
Artikel http://kaltim.antaranews.com/berita/29810/menghadang-peredaran-
narkoba-di-kaltim,
Artikelhttp://www.timesindonesia.co.id/baca/119043/20160224/164744/jok
owi-narkoba-ranking-pertama-masalah-indonesia
Artikel http://www.antaranews.com/berita/474528/bnn-transaksi-narkoba-
indonesia-tertinggi-se-asean
Artikel http://news.metrotvnews.com/read/2015/03/09/368451/ini-10-
besar-tingkat-pengguna-narkotika-di-indonesia dan
http://m.tempo.co/read/news/2015/06/26/063678653/ini-dia-
5-provinsi-paling-rawan-narkoba
Artikel http://kaltim.antaranews.com/berita/29810/menghadang-peredaran-
narkoba-di-kaltim
68
Artikel, http://www.kompasiana.com/lannang/ipwl-instansi-penerima-wajib-
lapor_54f76a07a3331189338b47e2