Anda di halaman 1dari 21

ANALISIS PRODUKSI DAN EFISIENSI USAHATANI

BUNGA POTONG
(Studi pada Desa Gunungsari, Kecamatan Bumiaji,
Kota Batu)

JURNAL ILMIAH

Disusun oleh:

Axellina Muara Setyanti


NIM.125020100111052

JURUSAN ILMU EKONOMI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016
LEMBAR PENGESAHAN PENULISAN ARTIKEL JURNAL

Artikel Jurnal dengan judul :


ANALISIS PRODUKSI DAN EFISIENSI USAHATANI BUNGA POTONG
(Studi Pada Desa Gunungsari, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu)

Yang disusun oleh :


Nama : Axellina Muara Setyanti
NIM : 1250201000111033
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis
Jurusan : S1 Ilmu Ekonomi

Bahwa artikel Jurnal tersebut dibuat sebagai persyaratan ujian skripsi yang
dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 28 Januari 2016.

Malang, 28 Januari 2016


Dosen Pembimbing,

Dr. Sasongko, SE., MS.


NIP.
Analisis Produksi dan Efisiensi Usahatani Bunga Potong
(Studi pada Desa Gunungsari, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu)

Axellina Muara Setyanti

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya


Email: axellinamuara@gmail.com

ABSTRAK
Pertanian bunga potong (florikultura) merupakan bagian dari subsektor pertanian hortikultura.
Tingginya kebutuhan masyarakat untuk menggunakan bunga potong dalam berbagai kesempatan serta
masa panen yang singkat, menyebabkan pertanian bunga potong sangat potensial untuk
dikembangkan. Kota Batu, tepatnya Desa Gunungsari merupakan salah satu penghasil bunga potong
terbesar di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor produksi
(input) terhadap produksi bunga potong (output) serta tingkat efisiensi teknis pada usahataninya.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan
dengan wawancara dan kuisioner pada 60 orang responden. Alat analisis data yang digunakan adalah
analisis regresi linear berganda dengan program SPSS 23.0 dan Data Envelopment Analysis (DEA)
dengan program Maxdea Pro.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap produksi
adalah luas lahan, jumlah jenis tanaman, kenaggotaan kelompok tani, dan status kepemilikan lahan.
Sementara itu, sebagian besar usahatani yang dinyatakan dalam Decision Making Units (DMU) masih
memiliki tingkat efisiensi rendah, dengan nilai Technical Efficiency (TE) di bawah rata-rata 0,714.
Hal ini disebabkan masih terdapat cukup banyak excess pada penggunaan input.

Kata kunci: usahatani bunga potong, produksi, efisiensi.

A. PENDAHULUAN
Sektor pertanian memiliki peran strategis dalam pembangunan nasional. Pasalnya, Indonesia
memiliki potensi yang cukup besar. Begitu pun mata pencaharian utama masyarakat Indonesia pada
periode yang sama adalah bertani. Selama periode 2010-2014, sektor pertanian masih merupakan
sektor dengan pangsa penyerapan tenaga kerja terbesar, walaupun ada kecenderungan menurun.
Sebagian besar dari masyarakat Indonesia menggantungkan hidupnya dari sektor agraris ini, baik
dalam bentuk sawah, ladang, kebun, atau yang lebih luas lagi dengan beternak, mencari hasil hutan,
serta sektor perikanan baik laut maupun air tawar sehingga memiliki penyerapan tenaga kerja yang
tinggi.
Menurut Badan Pusat Statistik, penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian pada tahun 2010
adalah sekitar 43,2 juta tenaga kerja atau sekitar 39,45% dari total penyerapan tenaga kerja. Pada tahun
2014 penyerapan tenaga kerja mengalami penurunan menjadi 38,9 juta tenaga kerja atau 33,99% dari
total penyerapan tenaga kerja.
Komoditas pertanian yang saat ini berpotensi dikembangkan di Indonesia adalah hortikultura.
Hortikultura merupakan salah satu subsektor dalam sektor pertanian yang potensial karena memiliki
nilai ekonomis yang cukup tinggi. Hortikultura terbagi atas komoditas sayuran, buah-buahan, tanaman
bunga dan tanaman biofarmaka (obat-obatan).
Salah satu kota di Indonesia yang memiliki keunggulan di sektor pertanian hortikultura adalah
Kota Batu, salah satunya dalam pertanian bunga di sentra bunga potong Kota Batu, yakni Desa
Gunungsari. Bunga potong merupakan salah satu produk yang banyak diusahakan dalam sektor
pertanian bunga. Tingginya kebutuhan masyarakat untuk menggunakan bunga potong dalam berbagai
kesempatan atau sebagai dekorasi, meningkatkan permintaan bunga dan potensi pengembangan
usahatani. Menurut Badan Pusat Statistik, pada tahun 2014, Jawa Timur mampu memproduksi
88.165.020 tangkai Krisan dengan peringkat provinsi produsen krisan terbesar ketiga di Indonesia
setelah Jawa Barat dan Jawa Tengah., sedangkan dalam produksi Mawar, Jawa Timur menempati
urutan pertama dengan produksi sebangak 122.610.373 tangkai pada tahun 2014 dan Kota Batu sangat
berperan dalam produksi bunga di Jawa Timur.
Tidak kurang dari 679 orang penduduk Desa Gunungsari memiliki mata pencaharian sebagai
petani dan 939 orang sebagai buruh tani. Warga petani sendiri rata-rata memiliki usaha penanaman,
pembudidayaan, serta penjualan aneka jenis bunga potong serta produk hortikultura lainnya. Kini
sebagian besar petani telah bergabung ke dalam Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Gunungsari
Makmur yang di dalamnya terdiri dari sembilan kelompok tani.
Pada dasarnya, seluruh kegiatan usahatani memiliki tujuan untuk meningkatkan produktivitas
agar keuntungan menjadi lebih tinggi dan meningkatkan taraf hidup petani. Di sisi lain, pasar hasil
pertanian yang bersifat monopolistik menyebabkan kebanyakan petani tidak memiliki daya tawar dan
kekuatan untuk mengatur harga dan hanya pertindak sebagai price taker dari para pengepul, tengkulak,
dan rantai distribusi lanjutan lainnya, sehingga cara yang dapat dilakukan petani untuk meningkatkan
pendapatan dan keuntungan adalah dengan meningkatkan produksi dan produkstivitas. Produksi dan
produktivitas tidak lepas dari faktor-faktor produksi yang dimiliki petani untuk meningkatkan produksi
hasil panennya, sehingga petani dituntut untuk menggunakan faktor-faktor produksi yang dimiliki
dalam pengelolaan usahatani secara efisien.
Maka, berdasarkan uraian tersebut serta ditunjang dengan kondisi pertanian bunga potong Kota
Batu yang sangat berpotensi untuk dikembangkan, penulis terdorong untuk melakukan penelitian
mengenai faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi serta lebih lanjut mengetahui efisiensi
produksi dalam usahatani bunga di Desa Gunungsari, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu.

B. KAJIAN PUSTAKA

Usaha Pertanian Hortikultura


Kata hortikultura (horticulture) berasal dari bahasa latin hortus yang berarti kebun dan colere
yang berarti menumbuhkan. Secara harfiah hortikultura berarti ilmu yang mempelajari pembudidayaan
tanaman kebun, namun hortikultura juga banyak diartikan sebagai ilmu yang mempelajari budidaya
tanaman sayuran, buah-buahan, tanaman hias (florikultura), dan tanaman obat (biofarmaka).
Menurut Soekartawi (1996), selain sebagai komoditas unggulan, hortikultura juga berperan
sebagai sumber gizi masyarakat, penyedia lapangan pekerjaan, dan penunjang kegiatan agrowisata dan
agroindustri. Selanjutnya menurut Mubyarto (1989), jika ditinjau dari proses waktu produksi dalam
pertanian hortikultura, musim tanam yang pendek memungkinkan perputaran modal semakin cepat dan
dapat meminimalkan ketidakpastian karena faktor alam.

Konsep, Teori, dan Fungsi Produksi


Joesron dan Fathorrozi (2003) menyatakan produksi merupakan hasil akhir dalam proses atau
aktivitas ekonomi dan memanfaatkan beberapa masukan atau input. Dengan pengertian ini dapat
dipahami bahwa kegiatan produksi adalah mengkombinasikan berbagai input atau masukan untuk
menghasilkan output.
Teori produksi terdiri dari beberapa analisa mengenai bagaimana seharusnya seorang pengusaha
dalam tingkat teknologi tertentu, mampu mengkombinasikan berbagai macam faktor produksi untuk
menghasilkan sejumlah produk tertentu dengan seefisien mungkin. Dalam proses produksi ini, barang
atau jasa lebih memiliki nilai tambah atau guna. Hubungan seperti ini terdapat dalam suatu fungsi
produksi. Menurut Soekartawi (1996), Fungsi produksi didefinisikan sebagai hubungan teknis antara
input dengan output, yang mana hubungan ini menunjukkan output sebagai fungsi dari input.

Fungsi Produksi Cobb-Douglas


Fungsi produksi Cobb-Douglas (Cobb-Douglas production function) adalah suatu fungsi
berpangkat yang terdiri dari dua variabel atau lebih, dimana variabel yang satu disebut variabel yang
dijelaskan Y (variabel tak bebas) dan yang lain disebut variabel yang menjelaskan X (variabel bebas)
(Soekartawi, 1996).
Keuntungan menggunakan fungsi ini adalah hasil pendugaan garis melalui fungsi ini akan
menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus juga menunjukkan tingkat return to scale. Hubungan
antara hasil produksi dengan faktor produksi pada fungsi Cobb-Douglas dapat diketahui dengan
melakukan analisis regresi linear berganda. Analisis tersebut kemudian dilakukan dengan cara
melogaritmakan fungsi Cobb-Douglas agar diperoleh fungsi yang linear.

Elastisitas Produksi
Elastisitas faktor produksi merupakan ukuran perubahan proporsional output yang disebabkan
oleh perubahan proporsional pada suatu faktor produksi (input) ketika faktor-faktor produksi lainnya
konstan.

Skala Hasil (Return to Scale)


Return to Scale didefinisikan sebagai derajat perubahan output apabila semua input nya diubah
dalam proporsi yang sama. Skala hasil perlu dihitung untuk mengetahui apakah kegiatan dari suatu
usaha menghasilkan increasing, constant, atau decreasing return to scale.
Skala hasil meningkat (increasing return to scale) terjadi jika proporsi perubahan output lebih
besar dari proporsi perubahan input, atau dalam fungsi produksi Cobb-Douglas jika β1 + β2 + β3 > 1.
Skala hasil konstan (constant return to scale) Terjadi bila proporsi perubahan output sama dengan
proporsi perubahan input, yaitu β1 + β2 + β3 = 1. Pada tahap ini, besarnya operasi produksi usaha
tidak akan mempengaruhi produktivitas dari faktor-faktor produksinya. Skala hasil menurun
(decreasing return to scale) terjadi jika proporsi perubahan output lebih kecil dari proporsi perubahan
input yaitu β1 + β2 + β3 < 1.

Konsep Pendapatan Usahatani


Menurut Nisjar (1997), dalam mengukur kondisi ekonomi seseorang atau rumah tangga, salah
satu konsep pokok yang paling sering digunakan yaitu melalui tingkat pendapatan. Gunawan dan
Lanang (1994) menyatakan jika dilihat dari sisi produsen, pendapatan berarti jumlah penghasilan yang
diperoleh dari menjual barang hasil produksinya atau dengan kata lain menghargakan produksi dengan
suatu harga pasar tertentu.
Soekartawi (1986) menguraikan dan membagi pendapatan usahatani menjadi dua, yaitu
pendapatan kotor usahatani (gross farm income) dan pendapatan bersih usahatani (net farm income).
Pendapatan kotor usahatani yaitu nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu yang
meliputi seluruh produk yang dihasilkan. Untuk menghitung nilai produk tersebut, harus dikalikan
dengan harga pasar yang berlaku, yaitu harga jual bersih ditingkat petani. Sementara pendapatan bersih
usahatani adalah selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani.
Pendapatan bersih usahatani dipengaruhi oleh penerimaan usahatani dan biaya produksi.

Efisiensi Usahatani
Menurut Mardiasmo dalam Risandewi (2013) pengertian efisiensi berhubungan erat dengan
konsep produktivitas. Pengukuran efisiensi dilakukan dengan menggunakan perbandingan antara
output yang dihasilkan terhadap input yang digunakan (cost of output). Jika rasio output besar maka
efisiensi dikatakan semakin tinggi.
Dalam konsep efisiensi produksi ini, dikenal adanya efisiensi teknik. Efisiensi teknik mencakup
hubungan antara input dan output. Menurut Miller dan Meiners dalam Togatorop (2010), efisiensi
teknik mensyaratkan adanya proses produksi yang dapat memanfaatkan input yang sedikit demi
menghasilkan output dalam jumlah yang sama. Efisiensi teknik dalam usahatani bunga dipengaruhi
oleh kuantitas penggunaan faktor-faktor produksi.

C. METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Metode
penelitian kuantitatif digunakan untuk meneliti populasi atau sampel tertentu. Pengumpulan data
dilakukan menggunakan instrumen penelitian wawancara dan kuesioner. Analisis data bersifat
kuantitatif/statistik dengan tujuan menguji hipotesis yang telah ditentukan.

Jenis dan Sumber Data


Dalam penelitian ini digunakan sumber data primer yang dilakukan dengan metode wawancara
dan kuesioner sebagai sumber data utama, serta digunakan pula sumber data sekunder untuk
melengkapi penelitian. Menurut Arikunto (2005), Data primer adalah data dalam bentuk verbal atau
kata-kata yang diucapkan secara lisan, gerak-gerik atau perilaku yang dilakukan oleh subjek yang
dapat dipercaya, yakni subjek penelitan atau informan yang berkenaan dengan variabel yang diteliti
atau data yang diperoleh dari responden secara langsung. Adapun langkah pencarian data primer dapat
berupa:
1. Wawancara
Wawancara adalah teknik pengumpulan data melalui proses tanya jawab lisan dan percakapan
dengan narasumber yang dapat memberikan keterangan-keterangan yang diperlukan dalam
penelitian.
2. Kuisioner
Sering pula metode angket disebut sebagai metode angket. Metode angket merupakan
serangkaian atau daftar pertanyaan yang disusun secara sistematis, kemudian dikirim untuk
diisi oleh responden. Setelah diisi, angket dikirim kembali atau dikembalikan ke petugas atau
peneliti. Namun angket dapat pula diisikan oleh petugas atau peneliti untuk memastikan
seluruh pertanyaan telah terjawab.

Populasi dan Sampel Penelitian


Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petani bunga potong di Desa Gunungsari,
Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, sedangkan sampel yang digunakan dalam penelitian adalah 60 orang
petani responden wawancara dan kuesioner. Dalam penelitian ini sampel diambil dengan
menggunakan teknik simple random sampling. Mengenai hal ini, simple random sampling adalah
teknik pengambilan sampel secara acak dengan sederhana,sehingga tiap unit penelitian dari populasi
mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel (Singarimbun, 1995).

Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel


Definisi operasional pada penelitian adalah unsur penelitian memberitahukan bagaimana caranya
mengukur suatu variabel (Singarimbun, 1995). Dalam penelitian ini varibel penelitian terbagi ke dalam
dua kelompok yaitu variabel dependen atau variabel terikat (Y) dan variabel independen atau variabel
bebas (X).
1. Variabel dependen atau terikat (Y) adalah variabel yang dipengaruhi oleh keberadaan
variabel independen. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah produksi bunga. Produksi bunga
potong adalah jumlah produksi yang dihasilkan oleh petani bunga dalam satu kali masa panen.
Produksi bunga diukur dalam satuan tangkai.
2. Variabel independen atau bebas (X) merupakan variabel yang mempengaruhi timbulnya
perubahan nilai dari variabel dependen. Beberapa variabel independen yang digunakan dalam
penelitian ini, antara lain:
a. Luas lahan (X1)
Luas lahan adalah areal/tempat yang digunakan untuk melakukan usahatani di atas
sebidang tanah yang diukur dalam satuan meter persegi (m2). Dalam pertanian bunga,
lahan dapat berupa ladang atau pun pekarangan rumah.
b. Jumlah jenis tanaman (X2)
Jumlah jenis tanaman adalah berapa banyak jenis tanaman yang ditanam oleh seorang
petani di lahan pertaniannya sebagai sumber pendapatan.
c. Tenaga kerja (X3)
Tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja 15-64 tahun yang dapat bekerja untuk
memproduksi barang/jasa. Tenaga kerja usahatani dapat diperoleh dari dalam keluarga
dan luar keluarga. Tenaga kerja luar keluarga diperoleh dengan cara upah. Tenaga kerja
upahan ini biasanya terdapat pada usahatani yang berskala lebih luas. Sebaliknya, tenaga
kerja dalam keluarga biasanya terdapat pada usahatani skala kecil. Jumlah tenaga kerja
diukur dalam Hari Orang Kerja (HOK). HOK dihitung dengan cara mengalikan jumlah
tenaga kerja baik dalam keluarga maupun luar keluarga yang bekerja dengan jumlah hari
kerja yang dilakukan dalam satu minggu.
d. Penggunaan pupuk (X4)
Penggunaan pupuk adalah jumlah input pupuk yang digunakan selama proses produksi
dalam satu bulan. Penggunaan pupuk diukur dalam satuan Rupiah.
e. Penggunaan pestisida (X5)
Penggunaan pestisida adalah jumlah input insektisida yang digunakan selama proses
produksi dalam satu bulan. Penggunaan pestisida diukur dalam satuan Rupiah.
f. Keanggotaan kelompok tani (X6)
Kelompok tani adalah sekumpulan atau gabungan dari sejumlah petani padi yang
didasarkan pada kesamaan atau keserasian seperti kesamaan lokasi usahatani atau lokasi
tempat tinggal. Petani anggota kelompok tani adalah petani yang terdaftar secara sah ke
dalam salah satu kelompok tani dan dalam dummy bernilai 1. Petani non anggota
kelompok tani adalah petani yang tidak terdaftar dan tidak ikut berperan ke dalam salah
satu kelompok tani dan dalam dummy bernilai 0.
g. Status kepemilikan lahan (D2)
Status kepemilikan lahan adalah status kepemilikan lahan pertanian yang digunakan
dalam proses produksi. Status kepemilikan lahan digolongkan ke dalam dua bagian,
yakni milik sendiri dan menyewa. Dalam dummy, status milik sendiri diberi nilai 1 dan
status menyewa diberi nilai 0.

Metode Analisis
Analisis regresi linear berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh luas lahan, tenaga kerja,
banyaknya jenis tanaman, penggunaan pupuk, pestisida, keanggotaan kelompok tani, dan status
kepemilikan lahan terhadap jumlah produksi bunga di Desa Gunungsari yang dinyatakan dalam bentuk
fungsi sebagai berikut:

Y = f (X1, X2, X3, X4,X5, D1,D2)

Secara eksplisit dapat dinyatakan dalam fungsi Cobb-Douglas berikut:

Y = β0 X1β1 X2β2 X3 β3 X4β4 X5β5 D1δD2δeμ

Untuk mengestimasi koefisien regresi, dilakukan transformasi ke bentuk linear dengan


menggunakan logaritma natural (ln) guna menghitung nilai elastisitas dari masing-masing variabel
bebas terhadap variabel terikat ke dalam model sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut:

Ln Y= Ln β0 + β1LnX1 + β2LnX2 + β3LnX3 + β4LnX4 + β5LnX5 + δ1 D1 + δ2 D2 + µ


di mana Y adalah variabel terikat, X adalah variabel variabel bebas, D adalah variabel dummy, β
adalah koefisien regresi yang sekaligus menunjukkan elastisitas variabel bebas, dan µ adalah error
term.
Selanjutnya, untuk menganalisis efisiensi produksi bunga potong, digunakan program Data
Envelopment Analysis (DEA). Data Envelopment Analysis (DEA) merupakan metode yang digunakan
untuk mengevaluasi efisiensi operasi relatif dari berbagai unit kerja yang melaksanakan aktifitas yang
sama dengan menggunakan input yang sama untuk menghasilkan output yang sama. DEA mengukur
efisiensi relatif dari beberapa unit kerja yang terwujud dalam sebuah Decision Making Units (DMUs)
(Rifa’i, 2013).

D. HASIL DAN PEMBAHASAN


Regresi Linear Berganda
Analisis data dan pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan model
regresi linier berganda fungsi produksi Cobb-Douglas, dimana dalam analisis regresi tersebut akan
diuji pengaruh faktor-faktor yang mempengaruhi produksi terhadap produksi itu sendiri. Pengolahan
data dilakukan dengan menggunakan bantuan program komputer SPSS 23.0 berdasarkan data-data
yang diperoleh dari 60 sampel. Untuk memperkecil variasi data yang diperoleh serta mengetahui
elastisitas dari masing-masing variabel melalui koefisien regresinya, maka data-data tersebut
ditransformasikan dalam bentuk logaritma natural (Ln).

Namun demikian, untuk memastikan bahwa model regresi linier berganda yang ditentukan
merupakan model yang sesuai, maka sebelumnya akan diuji terlebih dahulu sebagai syarat penggunaan
regresi linier berupa asumsi-asumsi klasik. Hasil pengujian asumsi-asumsi klasik dapat dilihat sebagai
berikut:

A. Multikolinearitas
Pengujian multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai tolerance dan varians inflation factor
(VIF) pada model regresi. Adapun kriteria untuk variabel yang menyebabkan multikolinearitas dapat
dilihat dari nilai tolerance yang lebih besar daripada 0,1 atau nilai VIF yang lebih kecil daripada nilai
10. Hasil uji multikolinearitas dapat dilihat pada tabel Coefficientsa pada dua kolom terakhir.

Tabel 4.1: Pengujian Multikolinearitas

Sumber: Hasil output regresi SPSS 23.0, 2015


Berdasarkan syarat asumsi klasik regresi linier dengan OLS, model regresi linier yang baik
adalah yang terbebas dari adanya multikolinieritas. Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa nilai
tolerance untuk keseluruhan variabel bebas adalah lebih besar dari 0,1, sedangkan nilai VIF untuk
keseluruhan variabel bebas lebih kecil dari 10, sesuai dengan kriteria pengujian multikolinearitas.
Maka, dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multiokolinearitas pada ketujuh variabel bebas tersebut.

B. Heteroskedastisitas
Pengujian heteroskedastisitas dilakukan dengan membuat Scatterplot (alur sebaran) antara
residual dan nilai prediksi dari variabel terikat yang telah distandarisasi. Hasil uji heteroskedastisitas
dapat dilihat pada gambar Scatterplot, seperti pada gambar di bawah ini:

Gambar 4.1: Pengujian Heteroskedastisitas

Sumber: Hasil output regresi SPSS 23.0, 2015


Dari gambar di atas terlihat bahwa sebaran titik tidak membentuk suatu pola/alur tertentu sesuai
dengan kriteria pengujian heteroskedastisitas, sehingga dapat disimpulkan tidak terjadi
heteroskedastisitas dalam model. Asumsi klasik tentang heteroskedastisitas dalam model ini terpenuhi,
yaitu terbebas dari heteroskedastisitas.

C. Normalitas
Asumsi normalitas dalam asumsi klasik pendekatan OLS menyatakan bahwa (data) residual yang
dibentuk model regresi linier haruslah terdistribusi normal, bukan variabel bebas ataupun variabel
terikatnya. Kriteria sebuah data terdistribusi normal atau tidak dengan pendekatan Normal P-P Plot
dapat dilakukan dengan melihat sebaran titik- titik yang ada pada gambar. Apabila sebaran titik-titik
tersebut mendekati atau rapat pada garis lurus (diagonal) maka dikatakan bahwa data residual
terdistribusi normal, namun apabila sebaran titik-titik tersebut menjauhi garis maka tidak terdistribusi
normal. Normal P-P Plot hasil regresi dapat dilihat sebagai berikut:

Gambar 4.2: Pengujian Normalitas


Sumber: Hasil output regresi SPSS 23.0, 2015

Sebaran titik-titik dari gambar Normal P-P Plot di atas relatif mendekati garis lurus, sehingga
dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi normal. Hasil ini sejalan dengan asumsi klasik dari regresi
linier dengan pendekatan OLS.

Analisis Regresi Linear Berganda


Hasil output regresi yang telah lolos uji asumsi klasik perlu diuji kembali untuk mengetahui
pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat, yakni secara simultan dan parsial. Dari pengujian
hipotesis tersebut didapatkan hasil sebagai berikut:
1. Uji F
Uji F dilakukan untuk melihat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependennya
secara simultan dengan metode statistik. Dalam model digunakan taraf keyakinan 95% atau
α=0,05, maka diketahui F tabel sebesar 2,01. F tabel ini kemudian dibandingkan dengan nilai F
statistik, dimana kriteria pengujiannya adalah F statistik > F tabel. Sesuai dengan pengolahan
regresi didapatkan F statistik sebesar 24,234. Maka, dapat disimpulkan bahwa F statistik > F
tabel dan variabel-variabel independen dalam model secara simultan berpengaruh signifikan
terhadap variabel dependennya.

2. Uji t
Pengujian secara parsial untuk hasil regresi dilakukan melalui uji t, di mana akan diketahui
pengaruh variabel bebas secara individu terhadap variabel dependennya. Variabel yang memiliki
pengaruh positif signifikan antara lain variabel luas lahan (X1), jumlah jenis tanaman (X2), dan
status lahan (D2), sedangkan variabel yang memiliki pengaruh negatif signifikan adalah variabel
keanggotaan kelompok tani (D1). Variabel lainnya, tenaga kerja (X3), penggunaan pupuk (X4),
dan penggunaan pestisida (X5) tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap produksi.

3. Koefisien Determinasi
Dari hasil estimasi regresi didapatkan nilai R2 sebesar 0,765. Hal ini berarti bahwa sebesar 76,5%
variasi jumlah produksi diapat dijelaskan oleh variabel luas lahan, jumlah jenis tanaman, tenaga
kerja, pupuk, pestisida, keanggotaan kelompok tani, dan status kepemilikan lahan, sedangkan
23,5% lainnya dijelaskan oleh variabel lain di luar model.

Berdasarkan persamaan hasil regresi maka didapatkan estimasi model regresi sebagai berikut:
Ln Y = -0,202 + 0,459 LnX1 + 0,280 Ln X2 + 0,017 Ln X3 + 0,292 Ln X4 + 0,031 Ln X5 - 0,234
D1 + 0,236 D2

Begitu pula selanjutnya dapat diketahui return to scale daru usahatani bunga potong di Desa
Gunungsari. Seperti yang diketahui bahwa pada fungsi Cobb-Douglas, return to scale diketahui
melalui penjumlahan koefisien regresi setiap variabel independen. Maka return to scale untuk
usahatani dalam penelitian ini adalah:

Return to scale = β1 + β2 + β3 + β4 + β5 + β6 + β7 = 1,081

Return to scale usahatani bunga potong di Desa Gunungsari adalah sebesar 1,081. Berdasarkan
hasil tersebut, angka return to scale > 1 menunjukkan kondisi increasing return to scale. Hasil ini
sering terjadi pada skala produksi kecil hingga sedang di mana peningkatan output secara proporisonal
lebih besar dari peningkatan input. Skala produksi kecil dan menengah pada umumnya belum
mencapai kondisi efisien dan berarti bahwa terdapat peluang untuk mencapai kondisi yang optimal.
Nilai increasing return to scale sebesar 1,081 berarti penambahan faktor produksi sebesar 1 persen
akan menaikkan output sebesar 1,081 persen.

Lebih lanjut, besarnya pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen
yang digambarkan pada koefisien regresi dalam fungsi produksi dapat dilihat pada pembahasan berikut:

Pengaruh Luas Lahan terhadap Jumlah Produksi


Dari hasil estimasi didapatkan koefisien regresi variabel luas lahan sebesar 0,459. Maka dapat
diartikan bahwa jika dilakukan penambahan input luas lahan sebesar 1%, jumlah produksi bunga
potong akan mengalami kenaikan sebesar 0,459% dengan asumsi bahwa variabel lainnya dianggap
konstan.
Luas lahan pertanian akan mempengaruhi skala usaha dan skala usaha ini pada akhirnya akan
mempengaruhi efisiensi dari usahatani yang ada. Namun secara umum dapat dikatakan bahwa semakin
luas lahan yang dikelola, semakin besar pula potensi produksi yang dihasilkan oleh lahan tersebut.
Dalam pengelolaan lahan pertanian dikenal adanya intensifikasi dan ekstensifikasi lahan
pertanian. Dalam intensifikasi, digunakan lebih banyak faktor produksi tenaga kerja dan modal atas
sebidang lahan untuk mencapai hasil produksi yang lebih besar. Sebaliknya ekstensifikasi merupakan
perluasan lahan dengan cara membuka lahan-lahan pertanian baru (Mubyarto, 1989). Lahan pada
usahatani bunga potong merupakan usahatani yang dapat dikelola secara intensif dan ekstensif,
tergantung pada ketersediaan lahan kosong pada daerah tersebut dan ketersediaan modal.
Namun kendala yang ada dalam usaha ekstensifikasi adalah keperluan modal yang besar, yang
belum tentu dimiliki oleh rata-rata petani skala kecil-menengah di Desa Gunungsari. Selain itu, dapat
terjadi perebutan lahan dengan sektor lain, misalnya pariwisata, atau dengan subsektor pertanian lain,
misalnya perkebunan apel.
Maka, usaha yang dapat dilakukan petani untuk dapat meningkatkan produksi adalah melalui
intensifikasi pertanian dengan menerapkan teknologi budidaya tanaman bunga yang dapat menghemat
lahan. Namun, konsekuensinya petani perlu keluar dari kebiasaan tata cara budidaya konvensional dan
mau melakukan uji coba penerapan teknik atau media tanam yang baru.

Pengaruh Jumlah Jenis Tanaman terhadap Jumlah Produksi


Koefisien regresi sebesar 0,280 menunjukkan bahwa peningkatan satu jenis tanaman mampu
meningkatkan produksi sebanyak 28%. Meskipun jenis tanaman yang berbeda memiliki cara
perawatan yang berbeda pula, namun dengan variabel lain yang dianggap konstan, tidak menurunkan
jumlah produksi itu sendiri.
Penambahan jenis tanaman dalam suatu usahatani dapat digolongkan ke dalam usaha diversifikasi
pertanian. Diversifikasi pertanian adalah usaha penganekaragaman jenis usaha atau tanaman pertanian
untuk menghindariketergantungan pada salah satu hasil pertanian.
Meskipun menguntungkan, namun penerapan diversifikasi tanaman tidak selalu dapat dilakukan
oleh setiap individu petani. Luas lahan yang dimiliki petani sangat mempengaruhi berapa jenis
tanaman yang dapat ditanam, sebab dalam usahatani bunga, satu jenis tanaman dan lainnya ditanam
dalam petak-petak yang terpisah dan tidak dapat dilakukan secara polikultur (tumpangsari).

Pengaruh Tenaga Kerja terhadap Jumlah Produksi


Menurut estimasi hasil regresi, variabel tenaga kerja memiliki pengaruh sebesar 0,017 terhadap
produksi, yang diartikan bahwa peningkatan tenaga kerja sebanyak 1% meningkatkan produksi sebesar
0,017% dengan asumsi variabel yang lain dianggap konstan. Jika dilihat dari elastisitasnya,
penambahan input tenaga kerja tidak menghasilkan penambahan output dalam jumlah yang besar,
maka hal ini menunjukkan bahwa usahatani bunga bukanlah usahatani yang labor intensive.
Hal ini dikarenakan dengan jumlah Hari Orang Kerja dalam pertanian haruslah disesuaikan
dengan kondisi pertanian tersebut, artinya Hari Orang Kerja (HOK) yang digunakan dalam proses
produksi tidak selalu banyak. Hal ini memberikan gambaran bahwa dalam usahatani bunga potong
penggunaan Hari Orang Kerja yang terlalu tinggi tidak lebih menguntungkan apabila memang tidak
sesuai dengan kondisi pertanian.
Menurut Soekartawi (1989), analisa ketenagakerjaan dalam pertanian sering dikaitkan dengan
tahap-tahap pekerjaan yang diperlukan dalam usaha pertanian itu sendiri. Informasi semacam itu
sangat penting untuk emnentukan alokasi sebaran penggunaan tenaga kerja selama proses produksi,
sehingga pada kegiatan tertentu tidak terjadi kekurangan atau kelebihan tenaga kerja.

Pengaruh Penggunaan Pupuk terhadap Jumlah Produksi


Pupuk adalah salah satu variabel input yang rutin digunakan dalam usahatani bunga potong.
Besarnya pengaruh penggunaan pupuk terhadap jumlah produksi diketahui sebesar 0,292, maka
peningkatan jumlah pupuk yang digunakan sebanyak 1% meningkatkan produksi sebesar 0,292% dan
tidak berpengaruh signifikan.
Menurut Soekartawi (1989), besar kecilnya harga input akan mempengaruhi besar kecilnya
jumlah input yang digunakan. Bila harga faktor produksi turun, maka petani akan cenderung membeli
lebih banyak. Dengan demikian, jumlah penggunaan faktor produksi yang biasanya terbatas akan
meningkat penggunaannya, maka produksi akan meningkat.
Rata-rata pengeluaran petani untuk pembelian input pupuk dalam satu bulan adalah Rp
1.080.000,00. Namun pada penelitian, variabel input hanya memiliki pengaruh yang kecil terhadap
produksi bunga. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor endowment dari daerah pertanian itu sendiri.
Menurut Djojodipuro (1992), faktor endowment adalah tersedianya faktor produksi secara
kualitatif maupun kuantitatif di suatu negara atau daerah. Faktor endowment dapat berbentuk tanah,
tenaga kerja, dan modal. Kota Batu termasuk ke dalam daerah yang memiliki faktor endowment pada
lahan. Dengan ditunjang ketinggian tempat, curah hujan, rata-rata suhu, dan jenis tanah yang sesuai
untuk pertanian, produksi bunga dapat dihasilkan dengan relatif stabil sepanjang tahun, sehingga tidak
bergantung sepenuhnya pada penggunaan pupuk untuk menunjang produksi.

Pengaruh Penggunaan Pestisida terhadap Jumlah Produksi


Menurut hasil estimasi regresi, variabel penggunaan pestisida memiliki nilai koefisien regresi
sebesar 0,031 yang menunjukkan bahwa penambahan input pestisida sebanyak 1% mampu
meningkatkan produksi sebanyak 0,031% dan tidak berpengaruh signifikan.
Sama seperti input pupuk, pengaruh penggunaan input pestisida terhadap produksi relatif kecil,
disebabkan oleh faktor endowment daerah pertanian yang mendukung usahatani, sehingga pestisida
tidak banyak mempengaruhi peningkatan jumlah produksi.

Pengaruh Keanggotaan Kelompok Tani terhadap Jumlah Produksi


Kelompok tani merupakan salah satu organisasi masyarakat pedesaan berbasis pertanian.
Keanggotaan kelompok tani merupakan pilihan yang diberikan kepada setiap individu petani, baik
ingin berhimpun ataupun tidak. Namun terbentuknya suatu kelompok tani ada umumnya didasari
kesamaan wilayah, tujuan, dan kebutuhan masyarakat petani, sehingga sebagian besar petani memilih
untuk bergabung ke dalam kelompok, seperti pada pertanian bunga potong di Desa Gunungsari.
Menurut hasil estimasi regresi, keanggotaan kelompok tani mempunyai nilai koefisien -0,236,
yang menandakan bahwa keanggotaan kelompok tani berpengaruh negatif terhadap jumlah produksi,
sedangkan kelompok tani dibentuk dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan petani, maka hal
ini akan dijelaskan melalui konsep kelembagaan dan dapat dikatakan bahwa kelembagaan yang ada
belum mencapai efisiensi.
Di dalam suatu komunitas, termasuk kelompok tani, dikenal adanya modal sosial. Dalam konsep
modal sosial, modal sosial merupakan penampilan organisasi sosial, seperti jaringan-jaringan dan
kepercayaan yang memfasilitasi adanya koordinasi dan kerja sama bagi keuntungan bersama.
Namun modal sosial juga memiliki kelemahan. Yustika (2008) memaparkan dampak negatif
adanya modal sosial antara lain ikatan sosial yang terlalu kuat cenderung akan mengabaikan dan
membatasi akses pihak luar untuk memperoleh peluang yang sama dalam melakukan kegiatan
(ekonomi). Selain itu, kelembagaan usahatani, terutama bagi kelompok petani cenderung hanya
diposisikan sebagai alat untuk mengimplementasikan kebijakan pemerintah, mendapatkan bantuan
pemerintah, belum sebagai upaya untuk pemberdayaan yang lebih mendasar.
Maka dari hal-hal diatas yang dapat diduga sebagai penyebab belum efektifnya kelembagaan
kelompok tani adalah perbedaan kepemilikan akses yang menyebabkan penerimaan informasi yang
berbeda antar anggota dan pengurus. Selain itu, jika dilihat dari fungsi kelompok yang juga sebagai
sarana pemasaran, dikhawatirkan justru akan memperpanjang rantai distribusi dan meningkatkan biaya
transaksi bagi petani.

Pengaruh Status Kepemilikan Lahan terhadap Jumlah Produksi


Hasil estimasi regresi menunjukkan nilai koefisien sebesar 0,236 untuk variabel status
kepemilikan lahan. Variabel ini berpengaruh signifikan dan positif terhadap produksi. Petani yang
menggunakan lahan milik sendiri dalam usahatani dinyatakan lebih dapat memproduksi dalam jumlah
yang lebih banyak dibandingkan petani penyewa lahan. Menurut Bishop dan Toussaint (1958) hal ini
karena pemilik berhak menjual atau menggunakan tanahnya sebagaimana ia inginkan. Petani pemilik
memiliki lebih banyak kebebasan dalam merencanakan produksi daripada golongan petani yang lain,
terutama dalam rencana jangka panjang.

Data Envelopment Analysis (DEA)


Penelitian ini menggunakan DEA Model VRS dengan pendekatan output (output oriented). DEA
Model VRS merupakan model DEA memiliki karakteristik teknologi bersifat variable (varying) return
to scale, dimana DMU dimungkinkan untuk beroperasi pada kondisi yang tidak optimal. Keadaan
tidak optimal ini bisa disebabkan misalnya adanya keterbatasan modal, hambatan pada faktor cuaca,
adanya gangguan hama dan penyakit, dan lain-lain. Sehingga DMU dimungkinkan untuk beroperasi
pada skala menaik (increasing return to scale) atau skala menurun (decreasing return to scale).
Sedangkan pendekatan output (output oriented) yaitu model dimana setiap DMU diharapkan
memproduksi sejumlah output terbesar yang memungkinkan dengan sejumlah input tertentu
(maksimasi output), dengan demikian output merupakan sesuatu yang dapat dikontrol. Dalam DEA ini
dilakukan pengujian terhadap 60 DMU, di mana keseluruhan DMU tersebut merupakan rumah tangga
petani selaku unit produksi dalam usahatani bunga.
Pengelompokan DMU berdasarkan tingkat efisiensinya sebagaimana dirangkum pada tabel
berikut:

Tabel 4.2: Peringkat DMU Berdasarkan Nilai TE DEA VRS (BBC) Output Oriented
No Peringkat Efisiensi Nama DMU Persentase
1. Efisien (perfectly efficiently/ DMU 3, 5, 7, 17, 25, 27, 33, 38, 39, 23,33%
best practice) (TE = 1.00) 40, 43, 45, 47, 57 (14 DMU)
2. Baik/Tinggi DMU 1, 2, 9, 14, 22, 23, 35, 42, 49, 20%
(0.800 ≤ TE < 1.00) 52, 54, 55 (12 DMU)
3. Cukup Baik DMU 20, 50, 51 (3 DMU) 5%
(0.714 ≤ TE < 0.800)
4. Rendah DMU 4, 6, 8, 10, 11, 12, 13, 15, 16, 51,67%
(TE < 0.714) 18, 19, 21, 24, 26, 28, 29, 30, 31,
32, 34, 36, 37, 41, 44, 46, 48, 53,
56, 58, 59, 60 (31 DMU)
Sumber: Output Data Envelopment Analysis (DEA) diolah, 2016

Nilai efisiensi dalam DEA berkisar antara nol sampai satu. DMU dapat dikatakan efisien jika
memiliki nilai 1 atau 100%, sedangkan nilai yang mendekati nol menunjukkan efisiensi DMU yang
semakin rendah. Seperti pada tabel di atas, diketahui nilai Technical Efficiency (TE) untuk masing-
masing DMU dengan rata-rata TE sebesar 0,714.
Berdasarkan nilai TE model CRS output oriented yang dimiliki oleh masing-masing DMU, maka
DMU-DMU dalam observasi dapat diperingkatkan kedalam empat kategori yaitu, pertama, DMU yang
memiliki kinerja efisiensi tinggi/efisien dengan nilai TE= 1,000 (perfectly efficiently/best practice),
kedua, DMU yang memiliki kinerja efisiensi baik dengan nilai 0.800 ≤ TE < 1.00, ketiga, DMU yang
memiliki kinerja efisiensi cukup baik dengan nilai diatas rata-rata yaitu 0.714 ≤ TE < 0.800, dan
keempat, DMU yang memiliki kinerja efisiensi rendah dengan nilai dibawah rata-rata.
Selanjutnya, setelah dilakukan pengelompokan DMU ke dalam beberapa kategori efisiensi,
dilakukan pengelompokan lebih lanjut untuk mengetahui kecenderungan efisiensi berdasarkan skala
usahatani. Dalam hal ini, DMU akan digolongkan kembali berdasarkan luas lahan yang dikuasai dan
digunakan dalam proses produksi. Variabel luas lahan digunakan sebagai skala pengukuran usahatani
karena tanah relatif bersifat tetap dibandingkan faktor input produksi yang lain, selain itu menurut hasil
analisis regresi, jumlah output produksi paling kuat dipengaruhi oleh variabel luas lanah. Sebagaimana
telah dipaparkan sebelumnya dalam tabel distribusi frekuensi luas lahan, usahatani dikategorikan kecil
jika memiliki lahan < 5.000 m2; sedang jika memiliki lahan 5.000 ≤ x < 10.000 m2; dan besar jika
memiliki lahan ≥ 10.000 m2.

Skala Usahatani Kecil


Menurut hasil survei, terdapat total 44 DMU yang termasuk ke dalam skala usahatani kecil. Jika
ditinjau dari peringkat efisiensinya, proporsinya adalah sebagai berikut:

Gambar 4.3: Peringkat Efisiensi pada Skala Usahatani Kecil


Sumber: Output Data Envelopment Analysis (DEA) diolah, 2016
Sebagaimana dapat dilihat pada diagram di atas, pada skala usahatani kecil, lebih dari setengah
anggota kelompok berada pada peringkat efisiensi rendah, yakni sebesar 54,55% (24 DMU) dari total
DMU kategori lahan sempit (44 DMU). Namun terdapat pula DMU yang memiliki efisiensi sempurna
dengan nilai TE=1 sebesar 25.01% (11 DMU). Hal ini menandakan bahwa lebih banyak dari petani
kecil yang belum melakukan produksi secara efisien. DMU yang telah melakukan memiliki nilai TE
tinggi adalah 13,63% (6 DMU) dan nilai TE cukup adalah 6,81% (3 DMU).
Dalam output Data Envelopment Analysis (DEA) dikenal adanya projected value dan slack
movement. Projected value adalah jumlah input yang seharusnya digunakan dalam produksi agar DMU
dapat beroperasi secara relatif efisien, sedangkan slack movement adalah jumlah input yang dapat
dikurangi penggunaannya karena dalam pencapaian output yang relatif efisien masih terdapat
kelebihan/excess input.
Dalam lampiran telah dicantumkan projected value dan slack movement dari 60 DMU beserta
peringkat efisiensi yang dinilai dati TE value. Untuk skala usahatani kecil, terdapat 11 DMU yang
memiliki nilai Technical Efficiency =1 atau relatif efisien sempurna. Sebagai pembahasan output DEA
VRS output oriented skala usahatani kecil yang memiliki efisiensi sempurna, diambil contoh acak dari
11 DMU, yakni DMU 3. Untuk menghasilkan output sebesar 1000 pada DMU 3, tidak terdapat
kelebihan input yang digunakan (ditunjukkan oleh nilai slack movement seluruh variabel input = 0),
sehingga kombinasi input tersebut menghasilkan nilai TE=1 atau relatif sempurna. Pada projected
value ditampilkan nilai input sama dengan original value karena produksi sudah berjalan efisien dan
kombinasi jumlah input yang digunakan telah sesuai.
Selanjutnya untuk usahatani skala kecil yang memiliki nilai TE tinggi 0.800 ≤ TE < 1.00 adalah
sejumlah 6 DMU dan diambil contoh acak yaitu DMU 1 dengan nilai TE=0,9. Untuk menghasilkan
output sebanyak 1500, masih terdapat kelebihan pada input pestisida sehingga dapat dikurangi sebesar
250.000, ditunjukkan dari slack movement -250.000. Sedangkan nilai 0 pada slack movement input
lainnya menunjukkan bahwa jumlahnya telah sesuai, sehingga nilai projected value yang dihasilkan
juga tidak jauh berbeda dengan original valuenya.
Usahatani skala kecil yang memiliki nilai efisiensi cukup baik (0.714 ≤ TE < 0.800) adalah
sebanyak 3 DMU atau sebesar 6,81% dari total 44 DMU skala kecil, dan diambil contoh acak DMU 20
dengan nilai TE=0,714 . Jika ditinjau dari slack movement, masih terdapat excess input, yakni sebesar
Rp 368.662,00 pada input pupuk. Input yag seharusnya digunakan untuk mencapai efisiensi relatif
sempurna adalah sebesar Rp 881.337,00 seperti terdapat pada projected value. Slack movement
variabel input lainnya bernilai 0, menandakan bahwa jumlah yang digunakan telah sesuai untuk
menghasilkan output sejumlah 3.000.
Terakhir, usahatani skala kecil yang memiliki tingkat efisiensi rendah adalah sejumlah 24 DMU
atau sebesar 54,54% dari total DMU skala kecil. Dari 24 DMU tersebut diambil contoh secara acak
DMU 8 yang memiliki nilai TE= 0,415. Variabel input pada slack movement yang masih mengalami
kelebihan penggunaan adalah variabel pupuk (Rp 203.565,00) dan variabel pestisida (Rp 558.110,00),
sedangkan input pupuk dan pestisida yang seharusnya digunakan untuk menghasilkan output sebanyak
2.500 agar mencapai efisiensi yang relatif sempurna adalah masing-masing sebesar Rp 1.296.434,00
dan Rp 2.441.889,00 seperti tercatum pada projected value.

Skala Usahatani Menengah


Menurut tabel distribusi frekuensi luas lahan, terdapat total 11 DMU yang termasuk ke dalam
skala usahatani kecil. Jika ditinjau dari peringkat efisiensinya, proporsinya adalah sebagai berikut:

Gambar 4.5: Peringkat Efisiensi pada Skala Usahatani Menengah


Sumber: Output Data Envelopment Analysis (DEA) diolah, 2016
Pada skala usahatani sedang, sebanyak 45,45% (5 DMU) dari total 11 DMU kategori lahan
sedang yang berada pada peringkat efisiensi rendah. Sedangkan terdapat 18,18% (2 DMU) yang
memiliki efisiensi sempurna dan 36,36% (4 DMU) memiliki efisiensi tinggi.
DMU 43 diambil sebagai contoh acak untuk merepresentasikan usahatani skala menengah yang
memiliki tingkat efisiensi relatif sempurna (TE=1). Ditinjau dari nilai slack movement, untuk seluruh
variabel input bernilai 0, menandakan bahwa kombinasi input yang digunakan untuk menghasilkan
output sebesar 11.000 telah sesuai. Sehingga pada projected value nilainya sama dengan original value
atau dengan kata lain tidak perlu dilakukan perubahan jumlah kombinasi input.
Selanjutnya skala usahatani menengah yang memiliki tingkat efisiensi tinggi diwakili oleh DMU
22 dengan nilai TE= 0,875. Untuk menghasilkan output sebesar 5.500, masih terdapat kelebihan dalam
penggunaan input seperti ditunjukkan slack movement. Variabel input pupuk terlalu banyak digunakan
sebesar Rp 5.827,00 sedangkan jumlah yang sebaiknya digunakan untuk menghasilkan produksi secara
relatif efisien sempurna adalah Rp 1.494.172,00 seperti tercantum pada projected value. Variabel input
lain memiliki nilai slack movement sebesar 0 yang berarti bahwa jumlah yang digunakan telah sesuai.
Pada skala usahatani menengah yang memiliki nilai efisiensi rendah (TE < 0.714), diambil contoh
acak DMU 26 dengan TE= 0,617. Menurut nilai slack movement pada DMU 26 masih terdapat
kelebihan penggunaan input luas lahan sebesar 2.039,83 m2, artinya lahan yang digunakan terlalu luas
jika hanya untuk memproduksi 3.000 unit. Lahan yang seharusnya digunakan agar mencapai efisiensi
relatif sempurna adalah 2.960,16 m2 saja, seperti pada nilai projected value.

Skala Usahatani Besar


Menurut tabel distribusi frekuensi luas lahan, terdapat total 5 DMU yang termasuk ke dalam skala
usahatani kecil. Jika ditinjau dari peringkat efisiensinya, proporsinya adalah sebagai berikut:

Gambar 4.5: Peringkat Efisiensi pada Skala Usahatani Besar


Sumber: Output Data Envelopment Analysis (DEA) diolah, 2016

Pada skala usahatani besar, hanya sebesar 20% atau 1 DMU dari total 5 DMU kategori lahan luas
yang memiliki tingkat efisiensi sempurna. Sebesar 40% (2 DMU) lainnya memiliki tingkat efisiensi
tinggi, namun jumlah yang sama juga terdapat pada tingkat efisiensi rendah, yakni 40% (2 DMU).
Untuk skala usahatani besar, terdapat 1 DMU yang memiliki nilai Technical Efficiency =1 atau
relatif efisien sempurna, yakni DMU 45. Untuk menghasilkan output sebesar 17.000 pada DMU 45,
tidak terdapat kelebihan input yang digunakan (ditunjukkan oleh nilai slack movement seluruh variabel
input=0), sehingga kombinasi input tersebut menghasilkan nilai TE=1 atau relatif sempurna. Pada
projected value ditampilkan nilai input sama dengan original value karena produksi sudah berjalan
efisien dan kombinasi jumlah input yang digunakan telah sesuai.
Selanjutnya skala usahatani besar yang memiliki tingkat efisiensi tinggi diwakili oleh DMU 2
dengan nilai TE= 0,875. Untuk menghasilkan output sebesar 7.000, masih terdapat cukup banyak
kelebihan dalam penggunaan input seperti ditunjukkan slack movement. Variabel input luas lahan
terlalu banyak digunakan sebesar 7.500 m2 sedangkan jumlah yang sebaiknya digunakan untuk
menghasilkan produksi secara relatif efisien sempurna adalah 7.500 m2 saja, setengah dari total luas
lahan. Begitu pula dengan HOK yang terlalu tinggi 69 unit dan seharusnya hanya digunakan 36 unit.
Begitu pula untuk variabel input pupuk terlalu banyak digunakan sebesar Rp 1.300.000,00 sedangkan
jumlah yang sebaiknya digunakan untuk menghasilkan produksi secara relatif efisien sempurna adalah
Rp 2.200.000,00 seperti tercantum pada projected value. Variabel input pestisida penggunaannya
berlebihan Rp 3.900.000,00 sedangkan seharusnya digunakan Rp 3.600.000,00. Variabel input jumlah
jenis tanaman memiliki nilai slack movement sebesar 0 yang berarti bahwa jumlah yang digunakan
telah sesuai.
DMU 12 diambil sebagai contoh acak untuk mewakili DMU dalam usahatani besar yang
memiliki tingkat efisiensi rendah dengan TE=0,542. Menurut nilai slack movement pada DMU 12
masih terdapat kelebihan penggunaan input tenaga kerja sebesar 33,72 HOK, pupuk Rp 2.000.000,00
dan pestisida Rp 3.681.818,00. Tenaga kerja yang seharusnya digunakan agar mencapai efisiensi relatif
sempurna adalah 50,57, pupuk sebesar Rp 1.500.000,00, dan pestisida sebesar Rp 2.318.181,00 seperti
pada nilai projected value.

D. KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dalam penelitian, didapatkan kesimpulan:
1. Seluruh variabel bebas secara simultan diketahui memiliki pengaruh nyata terhadap variabel
terikatnya.
2. Variabel yang memiliki pengaruh positif signifikan antara lain variabel luas lahan (X1), jumlah
jenis tanaman (X2), dan status lahan (D2), sehingga dalam penggunaannya masih dapat
ditingkatkan guna menunjang produksi bunga.
3. Variabel yang memiliki pengaruh negatif signifikan adalah variabel keanggotaan kelompok
tani (D1). Diduga karena dalam aspek kelembagaan, organisasi kelompok tani masih belum
efektif.
4. Variabel yang tidak memiliki pengaruh signifikan antara lain tenaga kerja (X3), penggunaan
pupuk (X4), dan penggunaan pestisida (X5), selain itu ketiga variabel tersebut juga paing
banyak mengalami inefisiensi penggunaan. Untuk itu, penggunaannya dapat dikurangi atau
digunakan dalam jumlah tetap dengan skala usaha yang diperluas.
5. Rata-rata nilai efisiensi teknis menunjukkan bahwa sebagian besar petani memiliki tingkat
efisiensi rendah karena masih terdapat excess input. Sejalan dengan hal tersebut, increasing
return to scale menunjukkan bahwa produksi dan efisiensi pada rata-rata skala usahatani
kecil-menengah yang ada masih dapat ditingkatkan hingga mencapai optimu

Saran
Beberapa saran yang dapat dikemukakan berdasarkan kesimpulan adalah sebagai berikut:
1. Peningkatan efisiensi dapat difokuskan pada luas lahan usahatani, produktivitas tenaga kerja,
dan penggunaan input penunjang tanaman seperti pupuk dan pestisida, karena keempat
variabel tersebut yang diketahui paling banyak mengalami kelebihan penggunaan. Hal ini
disebabkan usahatani bunga yang sangat tergantung pada faktor eksternal seperti iklim. Jika
jumlahnya tidak dapat dikurangi atau usahatani tidak emmungkinkan untuk diperluas, perlu
dikembangkan sistem budidaya bunga potong dengan naungan untuk meningkatkan efisiensi
dalam penggunaan pestisida, pupuk, dan menekan resiko hama serta kerusakan tanaman.

2. Pengembangan kelompok tani juga perlu diarahkan menuju kelompok yang mandiri, misalnya
difokuskan pada kegiatan yang menunjang produktivitas petani, sehingga mampu menjadi
perantara bagi pemerintah untuk meningkatkan kemampuan usahatani melalui kebijakan
pertanian. Akan lebih baik jika kelompok tani hanya berfungsi sebagai sarana perantara
program, bantuan, dan kebijakan pertanian dari pemerintah, namun turut melakukan kegiatan
swadaya yang bermanfaat bagi pengembangan potensi pertanian bunga Desa Gunungsari,
seperti pada wisata petik bunga yang mulai menurun, perlu dihidupkan kembali karena sangat
potensial bagi pengembangan kegiatan dan kemampuan kelompok.

3. Kebijakan Pemerintah Kota Batu dalam mengatur harga pupuk untuk petani skala kecil-
menengah perlu disertai dengan transfer pengetahuan mengenai efisiensi pertanian, misalnya
melalui penyuluhan tentang dosis penggunaan pupuk yang tepat untuk berbagai cuaca atau
tentang penerapan teknik budidaya bunga dengan naungan sehingga tidak lagi terdapat excess
input yang terbuang untuk menghadapi kendala cuaca dan hama.

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2005. Manajemen Penelitian Cetakan Ketujuh. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Djojodipuro, Marsudi. 1992. Teori Lokasi. Jakarta : Lembaga. Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia.
Gunawan, S. dan I.G. Lanang. 1994. Ekonomi Produksi. Bandung: Fakultas Pascasarjana Universitas
Padjajaran.
Joesron, Suhartati dan Fathorrozi, 2003. Teori Ekonomi Mikro. Jakarta: Salemba Empat.
Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian edisi Ketiga. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia.
Nisjar dan Winardi . 1997. Ilmu Ekonomi Makro (Satu Pengantar). Bandung: Mandar.
Rifa’i Ahmad. 2013. Pendidikan dan Efisiensi: Metode Data Envelopment Analysis. Jurnal Perspektif
Bisnis, Vol.1, No.1, Juni 2013
Risandewi, Tri. 2013. Analisis Efisiensi Produksi Kopi Robusta di Kabupaten Temanggung (Studi
Kasus Kecamatan Candiroto). Jurnal Litbang Provinsi Jawa Tengah, Volume 11 Nomor 1 –
Juni 2013
Singarimbun, Masri. 1995. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES.
Soekartawi. 1996. Pembangunan Pertanian. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
-------------. 1986. Ilmu Usaha Tani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. Jakarta: UI–
Press.
Togatorop, Berliana Rodo. 2010. Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan Pada Usahatani Jagung
di Kecamatan Wirosari, Kabupaten Grobongan, Skripsi, Semarang: Fakultas Ekonomi
Universitas Diponegoro.
Yustika, Ahmad Erani. 2008. Ekonomi Kelembagaan: Definisi, Teori, dan Strategi. Malang: Bayu
Media
Lampiran: Nilai Technical Efficiency, Slack Movement dan Projected Value DEA VRS (BCC) Output Oriented

Slack Movement Projection Value


Nama Kategori
Nilai TE
DMU Efisiensi X1 X2 X3 X4 X5 X1 X2 X3 X4 X5

DMU 1 0.9 Tinggi 0 0 0 0 -250000 600 1 8 500000 500000


DMU 2 0.875 Tinggi -7500 0 -69 -1300000 -3900000 7500 1 36 2200000 3600000
DMU 3 1 Efisien 0 0 0 0 0 400 1 10 500000 500000
DMU 4 0.671965 Rendah -678.709677 0 0 0 0 2321.290323 1 20 1000000 2000000
DMU 5 1 Efisien 0 0 0 0 0 400 1 10 300000 500000
DMU 6 0.559971 Rendah -678.7096 0 0 0 0 2321.290 1 20 1000000 2000000
DMU 7 1 Efisien 0 0 0 0 0 3000 1 7 1000000 3000000
DMU 8 0.415679 Rendah 0 0 0 -203565.06 -558110.516 4000 1 35 1296434.938 2441889.48
DMU 9 0.851852 Tinggi 0 0 0 -326086.9565 -130434.7826 1500 1 7 673913.0435 1369565.217
DMU 10 0.677419 Rendah -30.357143 0 0 0 -196428.5714 769.642857 1 10 500000 553571.4286
DMU 11 0.641248 Rendah 0 0 0 -464527.6292 -391800.3565 3000 1 35 1035472.371 2108199.643
DMU 12 0.542254 Rendah 0 0 -33.727273 -2000000 -3681818.182 10000 3 50.272727 1500000 2318181.818
DMU 13 0.646288 Rendah 0 0 0 -310810.8108 -175675.6757 1000 1 28 439189.1892 824324.3243
DMU 14 0.874134 Tinggi 0 0 0 -186987.52 -327896.6132 3500 1 20 1313012.478 2422103.387
DMU 15 0.5625 Rendah 0 0 0 0 0 500 1 9 500000 500000
DMU 16 0.386207 Rendah -146.785714 0 0 0 -482142.8571 723.214286 1 8 500000 517857.1429
DMU 17 1 Efisien 0 0 0 0 0 2000 3 7 1000000 2000000
DMU 18 0.380952 Rendah 0 0 -1.75 -112500 0 800 1 26.25 387500 750000
DMU 19 0.323529 Rendah 0 0 -9.454545 -345454.5455 -109090.9091 2500 1 60.545455 654545.4545 1690909.091
DMU 20 0.714941 Cukup 0 0 0 -368662.4896 0 2000 1 21 881337.5104 1750000
Slack Movement Projected Value
Nama Kategori
Nilai TE
DMU Efisiensi X1 X2 X3 X4 X5 X1 X2 X3 X4 X5

DMU 21 0.608639 Rendah -357.419 0 0 0 0 2642.580645 1 28 1000000 2000000


DMU 22 0.875165 Tinggi 0 0 0 -5827.255279 0 5000 1 35 1494172.745 2500000
DMU 23 0.822857 Tinggi 0 0 -1.78889 0 0 1000 1 26.2111 450000 800000
Rendah 1.11702 1
DMU 24 0.382114 0 -0.889 0 0 -287234.0426 1000 14 500000 712765.9574
Efisien 1
DMU 25 1 0 0 0 0 0 2000 1 63 500000 1500000
DMU 26 0.61753 Rendah -2039.8387 0 0 0 0 2960.16129 1 30 1000000 1750000
DMU 27 1 Efisien 0 0 0 0 0 700 1 7 500000 500000
DMU 28 0.182371 Rendah -487.6666 -0.533 0 0 0 2512.333333 1.44166 35 500000 1200000
Rendah 7
DMU 29 0.1675 0 0 0 -19819.57774 0 2500 1 45 480180.4223 1000000
DMU 30 0.376513 Rendah -730.61117 0 0 0 0 4269.38883 1 30 1250000 2000000
DMU 31 0.549714 Rendah 0 -1 0 -20270.27027 -391891.8919 800 1 14 479729.7297 608108.1081
DMU 32 0.47797 Rendah 0 0 0 -102509.6525 -146138.9961 500 1 12 397490.3475 503861.0039
DMU 33 1 Efisien 0 0 0 0 0 400 1 14 350000 500000
DMU 34 0.665455 Rendah -3303.9619 0 0 0 -658469.9453 6696.038251 1 35 2000000 3341530.055
DMU 35 0.938776 Tinggi 0 0 -11.2608 -6521.73913 0 1000 1 9.7391 493478.2609 500000
DMU 36 0.418909 Rendah 0 0 - 0 0 1000 1 15.555 400000 500000
Rendah 12.44444
DMU 37 0.586345 -1209.5890 0 0 0 0 2790.41095 1 21 750000 1000000
DMU 38 1 Efisien -2975 0 0 0 -250000 1025 1 21 500000 750000
DMU 39 1 Efisien 0 0 0 0 0 2200 2 21 500000 1500000
DMU 40 1 Efisien 0 0 0 0 0 3000 1 28 450000 500000
Slack Movement Projected Value
Kategori
Nama DMU Nilai TE
Efisiensi X1 X2 X3 X4 X5 X1 X2 X3 X4 X5

DMU 41 0.49839 Rendah 0 -2 0 -530694.980 -2822007.722 1000 1 24 469305.0193 777992.278


DMU 42 0.857798 Tinggi 0 0 -3.2727 -293939.393 -1845454.545 7000 2 52.72727 1206060.606 1754545.455
DMU 43 1 Efisien 0 0 0 0 0 7000 3 56 1500000 6000000
DMU 44 0.464991 Rendah -1647.2632 0 0 -86169.1542 0 3352.73 1 56 913830.8458 2000000
DMU 45 1 Efisien 0 0 0 0 0 15000 4 42 2000000 1500000
DMU 46 0.70408 Rendah 0 0 -18.260 -6521.73913 0 1000 1 9.73913 493478.2609 500000
DMU 47 1 Efisien 0 0 0 0 0 7500 1 36 2200000 3600000
DMU 48 0.697761 Rendah 0 0 0 -191443.850 -150534.7594 6000 1 36 1808556.15 3099465.241
DMU 49 0.82012 Tinggi 0 0 0 0 -121695.7834 3000 2 20 1000000 1878304.217
DMU 50 0.78651 Cukup -591.9646 0 0 0 -205357.1429 1408.03 1 12 750000 1294642.857
DMU 51 0.72884 Cukup -919.67741 0 0 0 0 2080.32 1 14 1000000 2000000
DMU 52 0.86363 Tinggi 0 0 -46 -1366666.67 -3100000 10000 2 38 2133333.333 2900000
DMU 53 0.69672 Rendah -764.70588 0 -1.8823 0 -764705.8824 5235.29 1 47.11764 1500000 2735294.118
DMU 54 0.96590 Tinggi -147.05882 0 -16.829 0 -647058.8235 6852.94 1 39.17647 2000000 3352941.176
DMU 55 0.87415 Tinggi 0 0 0 -1247593.53 -2199108.734 7000 2 48 1252406.417 1800891.266
DMU 56 0.49734 Rendah 0 0 0 -356684.492 -283957.2193 3000 1 24 1143315.508 2216042.781
DMU 57 1 Efisien 0 0 0 0 0 2000 1 12 1000000 2000000
DMU 58 0.541935 Rendah -30.357143 0 0 0 -196428.5714 769.642 1 10 500000 553571.4286
DMU 59 0.58299 Rendah 0 0 -1.5556 0 0 600 1 12.44444 400000 500000
DMU 60 0.58333 Rendah -114.28574 0 0 0 -357142.8571 885.7142 1 15 500000 642857.1429
86

Anda mungkin juga menyukai