BUNGA POTONG
(Studi pada Desa Gunungsari, Kecamatan Bumiaji,
Kota Batu)
JURNAL ILMIAH
Disusun oleh:
Bahwa artikel Jurnal tersebut dibuat sebagai persyaratan ujian skripsi yang
dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 28 Januari 2016.
ABSTRAK
Pertanian bunga potong (florikultura) merupakan bagian dari subsektor pertanian hortikultura.
Tingginya kebutuhan masyarakat untuk menggunakan bunga potong dalam berbagai kesempatan serta
masa panen yang singkat, menyebabkan pertanian bunga potong sangat potensial untuk
dikembangkan. Kota Batu, tepatnya Desa Gunungsari merupakan salah satu penghasil bunga potong
terbesar di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor produksi
(input) terhadap produksi bunga potong (output) serta tingkat efisiensi teknis pada usahataninya.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan
dengan wawancara dan kuisioner pada 60 orang responden. Alat analisis data yang digunakan adalah
analisis regresi linear berganda dengan program SPSS 23.0 dan Data Envelopment Analysis (DEA)
dengan program Maxdea Pro.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap produksi
adalah luas lahan, jumlah jenis tanaman, kenaggotaan kelompok tani, dan status kepemilikan lahan.
Sementara itu, sebagian besar usahatani yang dinyatakan dalam Decision Making Units (DMU) masih
memiliki tingkat efisiensi rendah, dengan nilai Technical Efficiency (TE) di bawah rata-rata 0,714.
Hal ini disebabkan masih terdapat cukup banyak excess pada penggunaan input.
A. PENDAHULUAN
Sektor pertanian memiliki peran strategis dalam pembangunan nasional. Pasalnya, Indonesia
memiliki potensi yang cukup besar. Begitu pun mata pencaharian utama masyarakat Indonesia pada
periode yang sama adalah bertani. Selama periode 2010-2014, sektor pertanian masih merupakan
sektor dengan pangsa penyerapan tenaga kerja terbesar, walaupun ada kecenderungan menurun.
Sebagian besar dari masyarakat Indonesia menggantungkan hidupnya dari sektor agraris ini, baik
dalam bentuk sawah, ladang, kebun, atau yang lebih luas lagi dengan beternak, mencari hasil hutan,
serta sektor perikanan baik laut maupun air tawar sehingga memiliki penyerapan tenaga kerja yang
tinggi.
Menurut Badan Pusat Statistik, penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian pada tahun 2010
adalah sekitar 43,2 juta tenaga kerja atau sekitar 39,45% dari total penyerapan tenaga kerja. Pada tahun
2014 penyerapan tenaga kerja mengalami penurunan menjadi 38,9 juta tenaga kerja atau 33,99% dari
total penyerapan tenaga kerja.
Komoditas pertanian yang saat ini berpotensi dikembangkan di Indonesia adalah hortikultura.
Hortikultura merupakan salah satu subsektor dalam sektor pertanian yang potensial karena memiliki
nilai ekonomis yang cukup tinggi. Hortikultura terbagi atas komoditas sayuran, buah-buahan, tanaman
bunga dan tanaman biofarmaka (obat-obatan).
Salah satu kota di Indonesia yang memiliki keunggulan di sektor pertanian hortikultura adalah
Kota Batu, salah satunya dalam pertanian bunga di sentra bunga potong Kota Batu, yakni Desa
Gunungsari. Bunga potong merupakan salah satu produk yang banyak diusahakan dalam sektor
pertanian bunga. Tingginya kebutuhan masyarakat untuk menggunakan bunga potong dalam berbagai
kesempatan atau sebagai dekorasi, meningkatkan permintaan bunga dan potensi pengembangan
usahatani. Menurut Badan Pusat Statistik, pada tahun 2014, Jawa Timur mampu memproduksi
88.165.020 tangkai Krisan dengan peringkat provinsi produsen krisan terbesar ketiga di Indonesia
setelah Jawa Barat dan Jawa Tengah., sedangkan dalam produksi Mawar, Jawa Timur menempati
urutan pertama dengan produksi sebangak 122.610.373 tangkai pada tahun 2014 dan Kota Batu sangat
berperan dalam produksi bunga di Jawa Timur.
Tidak kurang dari 679 orang penduduk Desa Gunungsari memiliki mata pencaharian sebagai
petani dan 939 orang sebagai buruh tani. Warga petani sendiri rata-rata memiliki usaha penanaman,
pembudidayaan, serta penjualan aneka jenis bunga potong serta produk hortikultura lainnya. Kini
sebagian besar petani telah bergabung ke dalam Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Gunungsari
Makmur yang di dalamnya terdiri dari sembilan kelompok tani.
Pada dasarnya, seluruh kegiatan usahatani memiliki tujuan untuk meningkatkan produktivitas
agar keuntungan menjadi lebih tinggi dan meningkatkan taraf hidup petani. Di sisi lain, pasar hasil
pertanian yang bersifat monopolistik menyebabkan kebanyakan petani tidak memiliki daya tawar dan
kekuatan untuk mengatur harga dan hanya pertindak sebagai price taker dari para pengepul, tengkulak,
dan rantai distribusi lanjutan lainnya, sehingga cara yang dapat dilakukan petani untuk meningkatkan
pendapatan dan keuntungan adalah dengan meningkatkan produksi dan produkstivitas. Produksi dan
produktivitas tidak lepas dari faktor-faktor produksi yang dimiliki petani untuk meningkatkan produksi
hasil panennya, sehingga petani dituntut untuk menggunakan faktor-faktor produksi yang dimiliki
dalam pengelolaan usahatani secara efisien.
Maka, berdasarkan uraian tersebut serta ditunjang dengan kondisi pertanian bunga potong Kota
Batu yang sangat berpotensi untuk dikembangkan, penulis terdorong untuk melakukan penelitian
mengenai faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi serta lebih lanjut mengetahui efisiensi
produksi dalam usahatani bunga di Desa Gunungsari, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu.
B. KAJIAN PUSTAKA
Elastisitas Produksi
Elastisitas faktor produksi merupakan ukuran perubahan proporsional output yang disebabkan
oleh perubahan proporsional pada suatu faktor produksi (input) ketika faktor-faktor produksi lainnya
konstan.
Efisiensi Usahatani
Menurut Mardiasmo dalam Risandewi (2013) pengertian efisiensi berhubungan erat dengan
konsep produktivitas. Pengukuran efisiensi dilakukan dengan menggunakan perbandingan antara
output yang dihasilkan terhadap input yang digunakan (cost of output). Jika rasio output besar maka
efisiensi dikatakan semakin tinggi.
Dalam konsep efisiensi produksi ini, dikenal adanya efisiensi teknik. Efisiensi teknik mencakup
hubungan antara input dan output. Menurut Miller dan Meiners dalam Togatorop (2010), efisiensi
teknik mensyaratkan adanya proses produksi yang dapat memanfaatkan input yang sedikit demi
menghasilkan output dalam jumlah yang sama. Efisiensi teknik dalam usahatani bunga dipengaruhi
oleh kuantitas penggunaan faktor-faktor produksi.
C. METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Metode
penelitian kuantitatif digunakan untuk meneliti populasi atau sampel tertentu. Pengumpulan data
dilakukan menggunakan instrumen penelitian wawancara dan kuesioner. Analisis data bersifat
kuantitatif/statistik dengan tujuan menguji hipotesis yang telah ditentukan.
Metode Analisis
Analisis regresi linear berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh luas lahan, tenaga kerja,
banyaknya jenis tanaman, penggunaan pupuk, pestisida, keanggotaan kelompok tani, dan status
kepemilikan lahan terhadap jumlah produksi bunga di Desa Gunungsari yang dinyatakan dalam bentuk
fungsi sebagai berikut:
Namun demikian, untuk memastikan bahwa model regresi linier berganda yang ditentukan
merupakan model yang sesuai, maka sebelumnya akan diuji terlebih dahulu sebagai syarat penggunaan
regresi linier berupa asumsi-asumsi klasik. Hasil pengujian asumsi-asumsi klasik dapat dilihat sebagai
berikut:
A. Multikolinearitas
Pengujian multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai tolerance dan varians inflation factor
(VIF) pada model regresi. Adapun kriteria untuk variabel yang menyebabkan multikolinearitas dapat
dilihat dari nilai tolerance yang lebih besar daripada 0,1 atau nilai VIF yang lebih kecil daripada nilai
10. Hasil uji multikolinearitas dapat dilihat pada tabel Coefficientsa pada dua kolom terakhir.
B. Heteroskedastisitas
Pengujian heteroskedastisitas dilakukan dengan membuat Scatterplot (alur sebaran) antara
residual dan nilai prediksi dari variabel terikat yang telah distandarisasi. Hasil uji heteroskedastisitas
dapat dilihat pada gambar Scatterplot, seperti pada gambar di bawah ini:
C. Normalitas
Asumsi normalitas dalam asumsi klasik pendekatan OLS menyatakan bahwa (data) residual yang
dibentuk model regresi linier haruslah terdistribusi normal, bukan variabel bebas ataupun variabel
terikatnya. Kriteria sebuah data terdistribusi normal atau tidak dengan pendekatan Normal P-P Plot
dapat dilakukan dengan melihat sebaran titik- titik yang ada pada gambar. Apabila sebaran titik-titik
tersebut mendekati atau rapat pada garis lurus (diagonal) maka dikatakan bahwa data residual
terdistribusi normal, namun apabila sebaran titik-titik tersebut menjauhi garis maka tidak terdistribusi
normal. Normal P-P Plot hasil regresi dapat dilihat sebagai berikut:
Sebaran titik-titik dari gambar Normal P-P Plot di atas relatif mendekati garis lurus, sehingga
dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi normal. Hasil ini sejalan dengan asumsi klasik dari regresi
linier dengan pendekatan OLS.
2. Uji t
Pengujian secara parsial untuk hasil regresi dilakukan melalui uji t, di mana akan diketahui
pengaruh variabel bebas secara individu terhadap variabel dependennya. Variabel yang memiliki
pengaruh positif signifikan antara lain variabel luas lahan (X1), jumlah jenis tanaman (X2), dan
status lahan (D2), sedangkan variabel yang memiliki pengaruh negatif signifikan adalah variabel
keanggotaan kelompok tani (D1). Variabel lainnya, tenaga kerja (X3), penggunaan pupuk (X4),
dan penggunaan pestisida (X5) tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap produksi.
3. Koefisien Determinasi
Dari hasil estimasi regresi didapatkan nilai R2 sebesar 0,765. Hal ini berarti bahwa sebesar 76,5%
variasi jumlah produksi diapat dijelaskan oleh variabel luas lahan, jumlah jenis tanaman, tenaga
kerja, pupuk, pestisida, keanggotaan kelompok tani, dan status kepemilikan lahan, sedangkan
23,5% lainnya dijelaskan oleh variabel lain di luar model.
Berdasarkan persamaan hasil regresi maka didapatkan estimasi model regresi sebagai berikut:
Ln Y = -0,202 + 0,459 LnX1 + 0,280 Ln X2 + 0,017 Ln X3 + 0,292 Ln X4 + 0,031 Ln X5 - 0,234
D1 + 0,236 D2
Begitu pula selanjutnya dapat diketahui return to scale daru usahatani bunga potong di Desa
Gunungsari. Seperti yang diketahui bahwa pada fungsi Cobb-Douglas, return to scale diketahui
melalui penjumlahan koefisien regresi setiap variabel independen. Maka return to scale untuk
usahatani dalam penelitian ini adalah:
Return to scale usahatani bunga potong di Desa Gunungsari adalah sebesar 1,081. Berdasarkan
hasil tersebut, angka return to scale > 1 menunjukkan kondisi increasing return to scale. Hasil ini
sering terjadi pada skala produksi kecil hingga sedang di mana peningkatan output secara proporisonal
lebih besar dari peningkatan input. Skala produksi kecil dan menengah pada umumnya belum
mencapai kondisi efisien dan berarti bahwa terdapat peluang untuk mencapai kondisi yang optimal.
Nilai increasing return to scale sebesar 1,081 berarti penambahan faktor produksi sebesar 1 persen
akan menaikkan output sebesar 1,081 persen.
Lebih lanjut, besarnya pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen
yang digambarkan pada koefisien regresi dalam fungsi produksi dapat dilihat pada pembahasan berikut:
Tabel 4.2: Peringkat DMU Berdasarkan Nilai TE DEA VRS (BBC) Output Oriented
No Peringkat Efisiensi Nama DMU Persentase
1. Efisien (perfectly efficiently/ DMU 3, 5, 7, 17, 25, 27, 33, 38, 39, 23,33%
best practice) (TE = 1.00) 40, 43, 45, 47, 57 (14 DMU)
2. Baik/Tinggi DMU 1, 2, 9, 14, 22, 23, 35, 42, 49, 20%
(0.800 ≤ TE < 1.00) 52, 54, 55 (12 DMU)
3. Cukup Baik DMU 20, 50, 51 (3 DMU) 5%
(0.714 ≤ TE < 0.800)
4. Rendah DMU 4, 6, 8, 10, 11, 12, 13, 15, 16, 51,67%
(TE < 0.714) 18, 19, 21, 24, 26, 28, 29, 30, 31,
32, 34, 36, 37, 41, 44, 46, 48, 53,
56, 58, 59, 60 (31 DMU)
Sumber: Output Data Envelopment Analysis (DEA) diolah, 2016
Nilai efisiensi dalam DEA berkisar antara nol sampai satu. DMU dapat dikatakan efisien jika
memiliki nilai 1 atau 100%, sedangkan nilai yang mendekati nol menunjukkan efisiensi DMU yang
semakin rendah. Seperti pada tabel di atas, diketahui nilai Technical Efficiency (TE) untuk masing-
masing DMU dengan rata-rata TE sebesar 0,714.
Berdasarkan nilai TE model CRS output oriented yang dimiliki oleh masing-masing DMU, maka
DMU-DMU dalam observasi dapat diperingkatkan kedalam empat kategori yaitu, pertama, DMU yang
memiliki kinerja efisiensi tinggi/efisien dengan nilai TE= 1,000 (perfectly efficiently/best practice),
kedua, DMU yang memiliki kinerja efisiensi baik dengan nilai 0.800 ≤ TE < 1.00, ketiga, DMU yang
memiliki kinerja efisiensi cukup baik dengan nilai diatas rata-rata yaitu 0.714 ≤ TE < 0.800, dan
keempat, DMU yang memiliki kinerja efisiensi rendah dengan nilai dibawah rata-rata.
Selanjutnya, setelah dilakukan pengelompokan DMU ke dalam beberapa kategori efisiensi,
dilakukan pengelompokan lebih lanjut untuk mengetahui kecenderungan efisiensi berdasarkan skala
usahatani. Dalam hal ini, DMU akan digolongkan kembali berdasarkan luas lahan yang dikuasai dan
digunakan dalam proses produksi. Variabel luas lahan digunakan sebagai skala pengukuran usahatani
karena tanah relatif bersifat tetap dibandingkan faktor input produksi yang lain, selain itu menurut hasil
analisis regresi, jumlah output produksi paling kuat dipengaruhi oleh variabel luas lanah. Sebagaimana
telah dipaparkan sebelumnya dalam tabel distribusi frekuensi luas lahan, usahatani dikategorikan kecil
jika memiliki lahan < 5.000 m2; sedang jika memiliki lahan 5.000 ≤ x < 10.000 m2; dan besar jika
memiliki lahan ≥ 10.000 m2.
Pada skala usahatani besar, hanya sebesar 20% atau 1 DMU dari total 5 DMU kategori lahan luas
yang memiliki tingkat efisiensi sempurna. Sebesar 40% (2 DMU) lainnya memiliki tingkat efisiensi
tinggi, namun jumlah yang sama juga terdapat pada tingkat efisiensi rendah, yakni 40% (2 DMU).
Untuk skala usahatani besar, terdapat 1 DMU yang memiliki nilai Technical Efficiency =1 atau
relatif efisien sempurna, yakni DMU 45. Untuk menghasilkan output sebesar 17.000 pada DMU 45,
tidak terdapat kelebihan input yang digunakan (ditunjukkan oleh nilai slack movement seluruh variabel
input=0), sehingga kombinasi input tersebut menghasilkan nilai TE=1 atau relatif sempurna. Pada
projected value ditampilkan nilai input sama dengan original value karena produksi sudah berjalan
efisien dan kombinasi jumlah input yang digunakan telah sesuai.
Selanjutnya skala usahatani besar yang memiliki tingkat efisiensi tinggi diwakili oleh DMU 2
dengan nilai TE= 0,875. Untuk menghasilkan output sebesar 7.000, masih terdapat cukup banyak
kelebihan dalam penggunaan input seperti ditunjukkan slack movement. Variabel input luas lahan
terlalu banyak digunakan sebesar 7.500 m2 sedangkan jumlah yang sebaiknya digunakan untuk
menghasilkan produksi secara relatif efisien sempurna adalah 7.500 m2 saja, setengah dari total luas
lahan. Begitu pula dengan HOK yang terlalu tinggi 69 unit dan seharusnya hanya digunakan 36 unit.
Begitu pula untuk variabel input pupuk terlalu banyak digunakan sebesar Rp 1.300.000,00 sedangkan
jumlah yang sebaiknya digunakan untuk menghasilkan produksi secara relatif efisien sempurna adalah
Rp 2.200.000,00 seperti tercantum pada projected value. Variabel input pestisida penggunaannya
berlebihan Rp 3.900.000,00 sedangkan seharusnya digunakan Rp 3.600.000,00. Variabel input jumlah
jenis tanaman memiliki nilai slack movement sebesar 0 yang berarti bahwa jumlah yang digunakan
telah sesuai.
DMU 12 diambil sebagai contoh acak untuk mewakili DMU dalam usahatani besar yang
memiliki tingkat efisiensi rendah dengan TE=0,542. Menurut nilai slack movement pada DMU 12
masih terdapat kelebihan penggunaan input tenaga kerja sebesar 33,72 HOK, pupuk Rp 2.000.000,00
dan pestisida Rp 3.681.818,00. Tenaga kerja yang seharusnya digunakan agar mencapai efisiensi relatif
sempurna adalah 50,57, pupuk sebesar Rp 1.500.000,00, dan pestisida sebesar Rp 2.318.181,00 seperti
pada nilai projected value.
Saran
Beberapa saran yang dapat dikemukakan berdasarkan kesimpulan adalah sebagai berikut:
1. Peningkatan efisiensi dapat difokuskan pada luas lahan usahatani, produktivitas tenaga kerja,
dan penggunaan input penunjang tanaman seperti pupuk dan pestisida, karena keempat
variabel tersebut yang diketahui paling banyak mengalami kelebihan penggunaan. Hal ini
disebabkan usahatani bunga yang sangat tergantung pada faktor eksternal seperti iklim. Jika
jumlahnya tidak dapat dikurangi atau usahatani tidak emmungkinkan untuk diperluas, perlu
dikembangkan sistem budidaya bunga potong dengan naungan untuk meningkatkan efisiensi
dalam penggunaan pestisida, pupuk, dan menekan resiko hama serta kerusakan tanaman.
2. Pengembangan kelompok tani juga perlu diarahkan menuju kelompok yang mandiri, misalnya
difokuskan pada kegiatan yang menunjang produktivitas petani, sehingga mampu menjadi
perantara bagi pemerintah untuk meningkatkan kemampuan usahatani melalui kebijakan
pertanian. Akan lebih baik jika kelompok tani hanya berfungsi sebagai sarana perantara
program, bantuan, dan kebijakan pertanian dari pemerintah, namun turut melakukan kegiatan
swadaya yang bermanfaat bagi pengembangan potensi pertanian bunga Desa Gunungsari,
seperti pada wisata petik bunga yang mulai menurun, perlu dihidupkan kembali karena sangat
potensial bagi pengembangan kegiatan dan kemampuan kelompok.
3. Kebijakan Pemerintah Kota Batu dalam mengatur harga pupuk untuk petani skala kecil-
menengah perlu disertai dengan transfer pengetahuan mengenai efisiensi pertanian, misalnya
melalui penyuluhan tentang dosis penggunaan pupuk yang tepat untuk berbagai cuaca atau
tentang penerapan teknik budidaya bunga dengan naungan sehingga tidak lagi terdapat excess
input yang terbuang untuk menghadapi kendala cuaca dan hama.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2005. Manajemen Penelitian Cetakan Ketujuh. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Djojodipuro, Marsudi. 1992. Teori Lokasi. Jakarta : Lembaga. Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia.
Gunawan, S. dan I.G. Lanang. 1994. Ekonomi Produksi. Bandung: Fakultas Pascasarjana Universitas
Padjajaran.
Joesron, Suhartati dan Fathorrozi, 2003. Teori Ekonomi Mikro. Jakarta: Salemba Empat.
Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian edisi Ketiga. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia.
Nisjar dan Winardi . 1997. Ilmu Ekonomi Makro (Satu Pengantar). Bandung: Mandar.
Rifa’i Ahmad. 2013. Pendidikan dan Efisiensi: Metode Data Envelopment Analysis. Jurnal Perspektif
Bisnis, Vol.1, No.1, Juni 2013
Risandewi, Tri. 2013. Analisis Efisiensi Produksi Kopi Robusta di Kabupaten Temanggung (Studi
Kasus Kecamatan Candiroto). Jurnal Litbang Provinsi Jawa Tengah, Volume 11 Nomor 1 –
Juni 2013
Singarimbun, Masri. 1995. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES.
Soekartawi. 1996. Pembangunan Pertanian. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
-------------. 1986. Ilmu Usaha Tani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. Jakarta: UI–
Press.
Togatorop, Berliana Rodo. 2010. Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan Pada Usahatani Jagung
di Kecamatan Wirosari, Kabupaten Grobongan, Skripsi, Semarang: Fakultas Ekonomi
Universitas Diponegoro.
Yustika, Ahmad Erani. 2008. Ekonomi Kelembagaan: Definisi, Teori, dan Strategi. Malang: Bayu
Media
Lampiran: Nilai Technical Efficiency, Slack Movement dan Projected Value DEA VRS (BCC) Output Oriented