Anda di halaman 1dari 5

Prinsip Arsitektur Hijau

1. Pembangunan yang berkelanjutan Diusahakan menggunakan kembali


bangunan yang ada dan dengan pelestarian lingkungan sekitar. Tersedianya
tempat penampungan tanah, Taman diatas atap, penanaman pohon sekitar
bangunan juga dianjurkan

2. Pelestarian air Dilakukan dengan berbagai cara termasuk diantaranya


pembersihan dan daur ulang air bekas serta pemasangan bangunan
penampung air hujan. Selain itu penggunaan dan persediaan air harus juga
di pantai secara berkelanjutan

3. Peningkatan efisiensi energy Dapat dilakukan dengan berbagai cara


misalnya membuat layout dengan orientasi bangunan yang mampu
beradaptasi dengan perubahan musim terutama posisi matahari.

4. Bahan bangunan terbarukan Material terbaik untuk arsitektur hijau


adalah usahakan menggunakan bahan daur ulang atau bisa juga dengan
menggunakan bahan terbarukan sehingga membutuhkan sedikit energi
untuk diproduksi. Bahan bangunan ini idealnya adalah bahan bangunan lokal
dan bebas dari bahan kimia berbahaya. Sifat bahan bangunan yang baik
dalam arsitektur hijau adalah bahan mentah tanpa polusi yang dapat
bertahan lama dan juga bisa didaur ulang kembali.

5. Kualitas lingkungan dan ruangan Dalam ruangan diperhatikan hal-hal


yang mempengaruhi bagaimana pengguna merasa dalam sebuah ruangan
itu. Hal ini seperti penilaian terhadap kenyamanan dalam sebuah ruang yang
meliputi ventilasi, pengendalian suhu, dan penggunaan bahan yang tidak
mengeluarkan gas beracun.

Konsep Pembangunan Kota Berkelanjutan

Graham Haughton and Colin Hunter (1994) menekankan tiga prinsip dasar
pembangunan kota berkelanjutan, yakni :

1. Prinsip kesetaraan antar generasi (intergeneration equity) yang


menjadi asas pembangunan berkelanjutan dengan orientasi masa
mendatang.
2. Prinsip keadilan sosial (social justice) dalam kesenjangan akses dan
distribusi sumberdaya alam secara intragenerasi untuk mengurangi
kemiskinan yang dianggap sebagai faktor degradasi lingkungan.
3. Prinsip tanggung-jawab transfrontier yang menjamin pergeseran
geografis dampak lingkungan yang minimal dengan upaya-upaya
kompensasi. Dalam konteks perkotaan diharapkan tidak terjadi
pemanfaatan sumberdaya alam dan penurunan kualitas lingkungan

Fathur Rahman Syach_ 41218120042


pada wilayah di luar perkotaan bersangkutan secara berlebihan yang
berdampak terhadap laju pertumbuhannya.

Lokakarya Indonesia Decentralized Environmental and Natural Resources


Management Project (IDEN) dan Urban and Regional Development Institute
(URDI) juga mengusulkan beberapa prinsip pembangunan kota berkelanjutan
di Indonesia yang diantaranya selaras dengan yang diutarakan oleh Graham
Haughton et al. Prinsip-prinsip berikut perlu disesuaikan kembali dengan
kondisi setempat (sumber : Lampiran F, Bahan Lokakarya, Penguatan Aksi
bagi Pembangunan Perkotaan secara Berkelanjutan di Indonesia, Laporan
Akhir Tahap Persiapan. Kerjasama antara Indonesia Decentralized
Environmental & Natural Resources Management Project (IDEN) dan Urban
and Regional Development Institute (URDI), serta partisipasi aktif dari
lembaga/pihak terkait lainnya, Desember 2004) :

1. Memiliki visi, misi dan strategi jangka panjang yang diwujudkan secara
konsisten dan kontinyu melalui rencana, program, dan anggaran
disertai mekanisme insentif-disinsentif secara partisipatif.
2. Mengintegrasikan upaya pertumbuhan ekonomi dengan perwujudan
keadilan sosial, kelestarian lingkungan, partisipasi masyarakat serta
keragaman budaya.
3. Mengembangkan dan mempererat kerjasama dan kemitraan antar
pemangku kepentingan, antar-sektor, dan antar-daerah.
4. Memelihara, mengembangkan, dan menggunakan secara bijak
sumberdaya lokal serta mengurangi secara bertahap ketergantungan
terhadap sumberdaya dari luar (global) dan sumberdaya tidak
terbarukan.
5. Meminimalkan tapak ekologis (ecological footprint) suatu kota dan
memelihara dan bahkan meningkatkan daya dukung ekologis
setempat.
6. Menerapkan keadilan sosial dan pengembangan kesadaran
masyarakat akan pola konsumsi dan gaya hidup yang ramah
lingkungan demi kepentingan generasi mendatang.
7. Memberikan rasa aman dan melindungi hak-hak publik.
8. Pentaatan hukum yang berkeadilan.
9. Menciptakan iklim yang kondusif yang mendorong masyarakat yang
belajar terhadap perbaikan kualitas kehidupan secara terus-menerus.

Terkait dengan pilar pembangunan berkelanjutan, konsepsi pembangunan


kota berkelanjutan juga berlandaskan pada empat pilar utama, yakni
dimensi ekonomi, sosial, dan lingkungan yang didukung oleh pilar
governance.

Fathur Rahman Syach_ 41218120042


Gambar 3 : Pilar Pembangunan Kota Berkelanjutan

Sumber : Forum Sustainable Urban Development (SUD)

Pilar governance sebagai perangkat pengaturan, pelaksanaan, dan kontrol


dielaborasi sebagai  prinsip analisis 5R, meliputi :

1. Kewajiban dan tanggungjawab (responsibility) untuk melaksanakan


dan mengimplementasikan pembangunan kota berkelanjutan.
2. Hak (right) untuk menjalankan kebijakan dan program pembangunan
kota keberlanjutan yang menjadi kepentingan publik secara luas.
3. Risiko (risk), sebagai pertimbangan pengambilan keputusan
pembangunan kota berkelanjutan kini dan pada masa mendatang.
4. Manfaat (revenue) penyelenggaraan kebijakan dan program
pembangunan kota berkelanjutan bagi publik kini dan pada masa
mendatang.
5. Hubungan (relation), sebagai manifestasi koordinasi para pemangku
kepentingan untuk mengoptimalkan perwujudan pembangunan kota
berkelanjutan.

Munasinghe mengelaborasi elemen pokok ketiga pilar, yakni pilar ekonomi


oleh elemen pertumbuhan, efisiensi, dan stabilitas; pilar sosial oleh elemen
pemberdayaan, peranserta, dan kelembagaan; dan pilar lingkungan oleh
elemen keanekaragaman, sumberdaya alam, dan pencemaran.

Fathur Rahman Syach_ 41218120042


Gambar 4 : Diagram Elemen Pokok Pembangunan Berkelanjutan

Sumber : Sumber: Munasinghe, M., Sustainable Development Triangle,


‘Sustainable Development’, edited by Cleveland, C. J. (2007).

Forum SUD mengelaborasi ketiga pilar menurut elemen yang relatif setara
dengan yang dikembangkan Munasinghe. Pilar ekonomi dielaborasi sebagai
elemen penggunaan sumberdaya alam secara bijaksana, mendorong
pemanfaatan ekonomi lokal, pengembangan nilai tambah ekonomi, dan
pengutamaan sumber daya lokal dibanding impor. Pilar sosial dielaborasi
menurut elemen jaminan kehidupan, pemerataan akses terhadap pelayanan
dasar, demokrasi dan partisipasi, interaksi sosial yang positif, dan
berkembangnya nilai (human values) bagi kehidupan yang berkualitas. Pilar
lingkungan dielaborasi menurut elemen kuantitas dan kualitas sumber daya
alam dan lingkungan dan keanekaragaman.

Dalam konteks kota dan perkotaan, maka pembangunan berkelanjutan pada


hakekatnya memposisikan ketiga pilar untuk saling memperkuat (mutual
reinforcing). Kota sebagai ekosistem binaan relatif tidak memiliki
sumberdaya alam yang memadai untuk mendukung kehidupannya secara
mandiri serta menghasilkan limbah yang lebih besar oleh konsentrasi
penduduk dan aktivitasnya, sehingga threshold daya-dukung suportif dan
daya-tampung asimilatif secara internal cenderung terlampaui oleh
perkembangan dan pertumbuhan kota. Dengan demikian konsep
pembangunan kota berkelanjutan perlu mempertimbangkan peran ilmu
pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan daya-dukung dan daya-
tampung melalui upaya prevention, proses, minimisasi, substitusi, dan
rekayasa lainnya serta keterkaitan dukungan dari wilayah lain. Oleh karena
dimensi lingkungan tidak selalu berposisi sebagai variabel independen dalam
menciptakan kualitas kehidupan kota, maka dimensi sosial menjadi penting
dalam membangun arah keberlanjutan melalui proses social engineering
dalam manifestasi peran serta masyarakat.

Fathur Rahman Syach_ 41218120042


Sebagai suatu proses, pembangunan kota berkelanjutan merepresentasikan
progres perubahan secara bertahap yang berlangsung secara kontinyu (loop
system) dengan arah menuju kualitas yang lebih baik berdasarkan feedback
tahapan yang dilalui. Christopher A. Haines menyatakannya sebagai proses
transformasi kota dengan benchmark yang mengindikasikan terjadinya
perubahan, yakni konservasi sumberdaya alam, rehabilitasi untuk konservasi
dan preservasi, menyediakan pelayanan transportasi publik, dan
mengendalikan urban sprawl. Transformasi menuju pembangunan kota yang
berkelanjutan oleh Forum SUD Indonesia diterjemahkan melalui benchmark
yang lebih tegas perbedaannya. Jika pembangunan pada awalnya
berorientasi secara penuh terhadap pertumbuhan ekonomi, maka
pembangunan berkelanjutan mensyaratkan keberlanjutan ekologis, dimana
pada daur selanjutnya diimbangi dengan keadilan sosial dan berikutnya
dengan pelestarian budaya. Sebagai proses tranformasi yang kontinyu,
maka daur pembangunan akan mengalami improvement terhadap nilai-nilai
keberlanjutan secara terus-menerus. Walaupun nilai keberlanjutan secara
ideal tidak dapat ditetapkan, namun esensi dari proses keberlanjutan adalah
nilai-nilai penghargaan yang lebih baik terhadap peningkatan kualitas
kehidupan ekonomi, sosial, dan lingkungan.

Fathur Rahman Syach_ 41218120042

Anda mungkin juga menyukai