Anda di halaman 1dari 23

A.

Anatomi dan Fisiologi


Organ reproduksi wanita terbagi atas organ eksterna dan interna.
Organ eksterna berfungsi dalam kopulasi, sedangkan organ interna
berfungsi dalam ovulasi, sebagai tempat fertilisasi sel telur dan perpindahan
blastosis, dan sebagai tempat implantasi, dapat dikatakan berfungsi untuk
pertumbuhan dan kelahiran janin.
1. Struktur Eksterna

Gambar 1: Organ Reproduksi Eksterna pada wanita.


a. Mons Pubis
Mons Pubis atau Mons Veneris adalah jaringan lemak subkutan
berbentuk bulat yang lunak dan padat serta merupakan jaringan ikat
jarang diatas simfisis pubis. Mons pubis mengandung banyak
kelenjar sebasea (minyak) dan ditumbuhi Rambut berwarna hitam,
kasar dan ikal pada masa pubertas, yakni sekitar satu sampai dua
tahun sebelum awitan haid. Fungsinya sebagai bantal pada saat
melakukan hubungan sex.
b. Labia Mayora
Labia Mayora ialah dua lipatan kulit panjang melengkung yang
menutupi lemak dan jaringan ikat yang menyatu dengan mons
pubis. Keduanya memanjang dari mons pubis ke arah
bawahmengelilingi labia mayora, meatus urinarius, dan introitus
vagina ( muara vagina ).
c. Labia Minor
Labia Minora, terletak diantara dua labia mayora, merupakan
lipatan kulit yang panjang, sempit dan tidak berambut yang
memanjang ke arah bawah dari bawah klitoris dan menyatu dengan
fourchette. Sementara bagian lateral dan anterior labia biasanya
mengandung pigmen, permukaan medial labia minora sama dengan
mukosa vagina; merah muda dan basah. Pembuluh darah yang
sangat banyak membuat labia berwarna merah kemurahan dan
memungkinkan labia minora membengkak, bila ada
stimulusemosional atau stimulus fisik.
d. Klitoris
Klitoris adalah organ pendek berbentuk silinder dan erektil yang
terletak tepat dibawah arkus pubis. Dalam keadaan tidak
terangsang, bagian yang terlihat adalah sekitar 6 x 6 mm atau
kurang. Ujung badan klitoris dinamai glans dan lebih sensitif
daripada badannya. Saat wanita secara seksual terangsang, glans
dan badan klitoris membesar. Fungsi klitoris adalah menstimulasi
dan meningkatkan ketegangan seksualitas.
e. Prepusium Klitoris
Dekat sambungan anterior, labia minora kanan dan kiri memisah
menjadi bagian medial dan lateral. Bagian lateral menyatu di bagian
atas klitoris dan membentuk prepusium, penutup yang berbentuk
seperti kait. Bagian medial menyatu di bagian bawah klitoris untuk
membentuk frenulum. Kadang-kadangprepusium menutupi klitoris.
f. Vestibulum
Vestibulum ialah suatu daerah yang berbentuk seperti perahu atau
lonjong, terletak di antara labia minora, klitoris dan fourchette.
Vestibulum terdiri dari muara uretra, kelenjar parauretra (vestibulum
minus atau skene), vagina dan kelenjar paravagina(vestibulum
mayus,vulvovagina, atau Bartholin). Permukaan
vestibulum yang tipis dan agak berlendir mudah teriritasi oleh bahan
kimia (deodorant semprot, garam-garaman, busa sabun), panas,
rabas dan friksi (celana jins yang ketat).
g. Fourchette
Fourchette adalah lipatan jaringan transversal yang pipih dan tipis,
terletak pada pertemuan ujung bawah labia mayora dan minora di
garis tengah dibawah orifisium vagina. Suatu cekungan kecil dan
fosa navikularis terletak di antara fourchette dan himen.
h. Perineum
Perineum ialah daerah muscular yang ditutupi kulit antara introitus
vagina dan anus. Perineum membentuk dasar badan perineum.
Penggunaan istilah vulva dan perineum kadang-kadangtertukar,
2. Struktur Intenal

Gambar 2: Organ Reproduksi Internal pada wanita.


a. Ovarium
Sebuah ovarium terletak di setiap sisi uterus, dibawah dan di
belakang tuba falopii. Dua ligamen mengikat ovarium pada
tempatnya, yakni bagian mesovarium ligamen lebar uterus, yang
memisahkan ovarium dari sisi dinding pelvis lateral kira-kira setinggi
Krista iliaka antero superior, dan ligamentum ovarii proprium.
Dua fungsi ovarium ialah menyelenggarakan ovulasi dan
memproduksi hormon. Saat lahir, ovarium wanita normal
mengandung sangat banyak ovum primordial (primitif). Ovarium
juga merupakan tempat utama produksi hormon seks steroid
(estrogen, progesterone, dan androgen) dalam jumlah yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan, perkembangan dan fungsi wanita
normal.
Hormon estrogen adalah hormon seks yang di produksi oleh
rahim untuk merangsang pertumbuhan organ seks seperti payudara
dan rambut pubik serta mengatur sirkulasi manstrubasi. Hormon
estrogen juga menjaga kondisi kesehatan dan elasitas dinding
vagina. Hormon ini juga menjaga teksture dan fungsi payudara.
pada wanita hamil hormon estrogen membuat puting payudara
membesar dan merangsang pertumbuhan kelenjar ASI dan
memperkuat dinding rahim saat terjadi kontraksi menjelang
persalinan. Hormon progesterone berfungsi untuk menghilangkan
pengaruh hormon oksitoksin yang dilepaskan oleh kelenjar pituteri.
Hormon ini juga melindungi janin dari serangan sel-sel kekebalan
tubuh dimana sel telur yang di buahi menjadi benda asing dalam
tubuh ibu. hormon androgen berfungsi untuk menyeimbangkan
antara hormon estrogen dan progesteron. ( Harunyaha,2015)
b. Tuba Falopii (Tuba Uterin)
Panjang tuba ini kira-kira 10 cm dengan diameter 0,6 cm.
Setiap tuba mempunyai lapisan peritoneum di bagian luar, lapisan
otot tipis di bagian tengah, dan lapisan mukosa di bagian dalam.
Lapisan mukosa terdiri dari sel-sel kolumnar, beberapa di antaranya
bersilia dan beberapa yang lain mengeluarkan secret. Lapisan
mukosa paling tipis saat menstruasi. Setiap tuba dan lapisan
mukosanya menyatu dengan mukosa uterus dan vagina.
c. Uterus
Uterus adalah organ berdinding tebal, muscular, pipih, cekung
yang tampak mirip buah pir terbalik. Pada wanita dewasa yang
belum pernah hamil, berat uterus ialah 60 g. Uterus normal memiliki
bentuk simetris, nyeri bila ditekan, licin dan teraba padat. Derajat
kepadatan ini bervariasi bergantung kepada beberapa faktor.
Misalnya, uterus mengandung lebih banyak rongga selama fase
sekresi
Tiga fungsi uterus adalah siklus menstruasi dengan
peremajaan endometrium, kehamilan dan persalinan. Fungsi-fungsi
ini esensial untuk reproduksi, tetapi tidak diperlukan untuk
kelangsungan fisiologis wanita.
d. Dinding Uterus
Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan: endometrium,
miometrium, dan sebagian lapisan luar peritoneum parietalis.
e. Serviks
Bagian paling bawah uterus adalah serviks atau leher. Tempat
perlekatan serviks uteri dengan vagina, membagi serviks menjadi
bagian supravagina yang panjang dan bagian vagina yang lebih
pendek. Panjang serviks sekitar 2,5 sampai 3 cm, 1 cm menonjol ke
dalam vagina pada wanita tidak hamil. Serviks terutama disusun
oleh jaringan ikat fibrosa serta sejumlah kecil serabut otot dan
jaringan elastis.
f. Vagina
Vagina, suatu struktur tubular yang terletak di depan rectum
dan di belakang kandung kemih dan uretra, memanjang dari
introitus (muara eksterna di vestibulum di antara labia minora vulva)
sampai serviks.
Vagina adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat melipat
dan mampu meregang secara luas. Karena tonjolan serviks ke
bagian atas vagina, panjang dinding anterior vagina hanya sekitar
7,5 cm, sedangkan panjang dinding posterior sekitar 9 cm.
Ceruk yang terbentuk di sekeliling serviks yang menonjol
tersebut disebut forniks: kanan, kiri, anterior dan posterior.
Mukosa vagina berespons dengan cepat terhadap stimulasi
estrogen dan progesterone. Sel-sel mukosa tanggal terutama
selama siklus menstruasi dan selama masa hamil. Sel-sel yang
diambil dari mukosa vagina dapat digunakan untuk mengukur kadar
hormon seks steroid.
Cairan vagina berasal dari traktus genitalia atas atau bawah.
Cairan sedikit asam. Interaksi antara laktobasilus vagina dan
glikogen mempertahankan keasaman. Apabila pH naik di atas lima,
insiden infeksi vagina meningkat.
B. Definisi
Pre eklamsia merupakan penyakit khas akibat kehamilan yang
memperlihatkan gejala trias (hipertensi, edema, dan proteinuria), kadang-
kadang hanya hipertensi dan edema atau hipertensi dan proteinuria (dua
gejala dari trias dan satu gejala yang harus ada yaitu hipertensi).
Preeklampsia adalah hipertensi pada kehamilan yang ditandai dengan
tekanan darah ≥ 140/90 mmHg setelah umur kehamilan 20 minggu, disertai
dengan proteinuria ≥ 300 mg/24 jam. Pada kondisi berat preeklampsia dapat
menjadi eklampsia dengan penambahan gejala kejang-kejang.(Nuning
Saraswati dan Mardiana / Unnes Journal of Public Health 5 (2) (2016))
Preeklamsia berat adalah kelainan kehamilan yang ditandai dengan
tekanan darah tinggi dan proteinuria yang signifikan setelah usia kehamilan
20 minggu. (International Journal of Women’s Health:2017)

C. Etiologi
Penyebab pre-eklampsia belum diketahui secara jelas. Penyakit ini
dianggap sebagai "maladaptation syndrome" akibat penyempitan pembuluh
darah secara umum yang mengakibatkan iskemia plasenta (ari-ari) sehingga
berakibat kurangnya pasokan darah yang membawa nutrisi ke janin. Namun
ada beberapa faktor predisposisi terjadinya pre eklamsia, diantaranya yaitu:
 Primigravida atau primipara mudab (85%).
 Grand multigravida
 Sosial ekonomi rendah.
 Gizi buruk.
 Faktor usia (remaja; < 20 tahun dan usia diatas 35 tahun).
 Pernah pre eklamsia atau eklamsia sebelumnya.
 Hipertensi kronik.
 Diabetes mellitus.
 Mola hidatidosa.
 Pemuaian uterus yang berlebihan, biasanya akibat dari kehamilan
ganda atau polihidramnion (14-20%).
 Riwayat keluarga dengan pre eklamsia dan eklamsia (ibu dan saudara
perempuan).
 Hidrofetalis.
 Penyakit ginjal kronik.
 Hiperplasentosis: mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis,
bayi besar, dan diabetes mellitus.
 Obesitas.
 Interval antar kehamilan yang jauh.

D. Klasifikasi
Menurut penggolongan dibagi menjadi 3 yaitu : PE ringan, sedang dan
berat(Menurut Sarwono, 2015 “Ilmu Kebidanan”).

Diagnosis Tekanan Darah Tanda Lain


Pre-Eklamsi Kenaikan TD diastolic 15 Protein Urin +1
Ringan mmHg/79 mmHg dengan
2x pengamatan berjarak 1
jam/tekanan diastolic
mencapai 110 mmHg.
Pre-Eklamsi Kenaikan TD systolic 30 Protein urin positif 2 oedem
Sedang mmHg/lebih atau umum, kaki, jari tangan dan
mencapai 140 mmHg. muka, kenaikan BB 1 kg tiap
minggu.
Pre-Eklamsi Tekanan diastolic >110 Protein urine positif ¾ oliguria
Berat mmHg (urine 5 gr/L) hiperefleksia,
gangguan penglihatan, nyeri
epigastrik, terdapat oedem paru
dan sinosis.
Klasifikasi pre eklamsia dibagi menjadi 2 yaitu sebagai berikut:
1. Pre eklamsia ringan
Pre eklamsia ringan ditandai dengan:
a. Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi
berbaring terlentang; kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih dari
tensi baseline (tensi sebelum kehamilan 20 minggu); dan kenaikan
sistolik 30 mmHg atau lebih. Cara pengukuran sekurang-kurangnya
pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam, atau berada
dalam interval 4-6 jam.
b. Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka; kenaikan berat badan 1
kg atau lebih dalam seminggu.
c. Proteinuria kuantatif 0,3 gr atau lebih per liter; kualitatif 1 + atau 2 +
pada urin kateter atau midstream (aliran tengah).
2. Pre eklamsia berat
Pre eklamsia berat ditandai dengan:
a. Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
b. Proteinuria 5 gr atau lebih per liter.
c. Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam .
d. Adanya gangguan serebral atau kesadaran, gangguan visus atau
penglihatan, dan rasa nyeri pada epigastrium.
e. Terdapat edema paru dan sianosis
f. Kadar enzim hati (SGOT, SGPT) meningkat disertai ikterik.
g. Perdarahan pada retina.
h. Trombosit kurang dari 100.000/mm.

E. Patofisiologi
Pada preeklampsia terdapat penurunan aliran darah sakibat spasme
pembuluh darah yang disertai dengan retensi garam dan air. Perubahan ini
menyebabkan prostaglandin plasenta menurun dan mengakibatkan iskemia
uterus. Keadaan iskemia pada uterus, merangsang pelepasan bahan
tropoblastik yaitu akibat hiperoksidase lemak dan pelepasan renin uterus.
Bahan tropoblastik menyebabkan terjadinya endotheliosis yang
menyebabkan pelepasan tromboplastin. Tromboplastin yang dilepaskan
mengakibatkan pelepasan tomboksan dan aktivasi/agregasi trombosit
deposisi fibrin. Pelepasan tromboksan akan menyebabkan terjadinya
vasospasme, sedangkan aktivasi/agregasi trombosit deposisi fibrin akan
menyebabkan koagulasi intravaskular yang mengakibatkan perfusi darah
menurun dan konsumtif koagulapati. Konsumtif koagulapati mengakibatkan
trombosit dan faktor pembekuan darah menurun dan menyebabkan
gangguan faal hemostasis. Renin uterus yang di keluarkan akan mengalir
bersama darah sampai organ hati dan bersama-sama angiotensinogen
menjadi angiotensi I dan selanjutnya menjadi angiotensin II. Angiotensin II
bersama tromboksan akan menyebabkan terjadinya vasospasme.
Vasospasme menyebabkan lumen arteriol menyempit. Lumen arteriol yang
menyempit menyebabkan lumen hanya dapat dilewati oleh satu sel darah
merah. Tekanan perifer akan meningkat agar oksigen mencukupi kebutuhan
sehingga menyebabkan terjadinya hipertensi. Selain menyebabkan
vasospasme, angiotensin II akan merangsang glandula suprarenal untuk
mengeluarkan aldosteron. Vasospasme bersama dengan koagulasi
intravaskular akan menyebabkan gangguan perfusi darah dan gangguan
multi organ.
Gangguan multiorgan terjadi pada organ- oragan tubuh diantaranya
otak, darah, paru-paru, hati/liver, renal dan plasenta. Pada otak akan dapat
menyebabkan terjadinya edema serebri dan selanjutnya terjadi peningkatan
tekanan intrakranial. Tekanan intrakranial yang meningkat menyebabkan
terjadinya gangguan perfusi serebral, nyeri dan terjadinya kejang sehingga
menimbulkan diagnosa keperawatan risiko cedera. Pada darah akan terjadi
enditheliosis menyebabkan sel darah merah dan pembuluh darah pecah.
Pecahnya pembuluh darah akan menyebabkan terjadinya pendarahan,
sedangkan sel darah merah yang pecah akan menyebabkan terjadinya
anemia hemolitik. Pada paru- paru, LADEP akan meningkat menyebabkan
terjadinya kongesti vena pulmonal, perpindahan cairan sehingga akan
mengakibatkan terjadinya oedema paru. Oedema paru akan menyebabkan
terjadinya kerusakan pertukaran gas. Pada hati, vasokontriksi pembuluh
darah menyebabkan akan menyebabkan gangguan kontraktilitas miokard
sehingga menyebabkan payah jantung dan memunculkan diagnosa
keperawatan penurunan curah jantung. Pada ginjal, akibat pengaruh
aldosteron, terjadi peningkatan reabsorpsi natrium dan menyebabkan retensi
cairan dan dapat menyebabkan terjadinya edema sehingga dapat
memunculkan diagnosa keperawatan kelebihan volume cairan. Selin itu,
vasospasme arteriol pada ginjal akan meyebabkan penurunan GFR dan
permeabilitas terrhadap protein akan meningkat. Penurunan GFR tidak
diimbangi dengan peningkatan reabsorpsi oleh tubulus sehingga
menyebabkan diuresis menurun sehingga menyebabkan terjadinya oligouri
dan anuri. Oligouri atau anuri akan memunculkan diagnosa keperawatan
gangguan eliminasi urin. Permeabilitas terhadap protein yang meningkat
akan menyebabkan banyak protein akan lolos dari filtrasi glomerulus dan
menyenabkan proteinuria. Pada mata, akan terjadi spasmus arteriola
selanjutnya menyebabkan oedem diskus optikus dan retina. Keadaan ini
dapat menyebabkan terjadinya diplopia dan memunculkan diagnosa
keperawatan risiko cedera. Pada plasenta penurunan perfusi akan
menyebabkan hipoksia/anoksia sebagai pemicu timbulnya gangguan
pertumbuhan plasenta sehinga dapat berakibat terjadinya Intra Uterin
Growth Retardationserta memunculkan diagnosa keperawatan risiko gawat
janin.
Hipertensi akan merangsang medula oblongata dan sistem saraf
parasimpatis akan meningkat. Peningkatan saraf simpatis mempengaruhi
traktus gastrointestinal dan ekstrimitas. Pada traktus gastrointestinal dapat
menyebabkan terjadinya hipoksia duodenal dan penumpukan ion H
menyebabkan HCl meningkat sehingga dapat menyebabkan nyeri epigastrik.
Selanjutnya akan terjadi akumulasi gas yang meningkat, merangsang mual
dan timbulnya muntah sehingga muncul diagnosa keperawatan
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Pada ektrimitas
dapat terjadi metabolisme anaerob menyebabkan ATP diproduksi dalam
jumlah yang sedikit yaitu 2 ATP dan pembentukan asam laktat.
Terbentuknya asam laktat dan sedikitnya ATP yang diproduksi akan
menimbulkan keadaan cepat lelah, lemah sehingga muncul diagnosa
keperawatan intoleransi aktivitas. Keadaan hipertensi akan mengakibatkan
seseorang kurang terpajan informasi dan memunculkan diagnosa
keperawatan kurang pengetahuan.
F. ManifestasiKlinik
Gambaran klinik preeklampsi bervariasi luas dan sangat individual.
Kadang –kadang sukar untuk menentukan gejala preeklampsia mana yang
timbul lebih dahulu. Secara teoritik urutan-urutan gejala yang timbul pada
preeclampsia ialah edema, hipertensi dan terakhir proteinuria. Sehingga bila
gejala-gejala ini timbul tidak dalam urutan diatas dapat dianggap bukan
preeklampsia. Dari semua gejala tersebut, timbulnya hipertensi dan
proteinuria merupakan gejala yang paling penting, namun penderita
seringkali tidak merasakan perubahan ini. Bila penderita sudah mengeluh
adanya gangguan nyeri kepala, gangguan penglihatan atau nyeri
epigastrium, maka penyakit ini sudah cukup lanjut.
Sedangkan eklampsia kasus akut pada penderita preeclampsia yang
disertai kejang dan koma, sama halnya dengan preeclampsia, eklampsia
dapat timbul pada ante, intra, dan postpartum. Eklampsia postpartum
umumnya hanya terjadi dalam waktu 24 jam pertama setelah persalinan.
Dua gejala yang sangat penting diatas pada preklampsia yaitu hipertensi
dan proteinuria yang biasanya tidak di sadari oleh wanita hamil, penyebab
dari kedua masalah diatas adalah sebagai berikut :
1. Tekanan darah
Peningkatan tekanan darah merupakan tanda peningkatan awal
yang penting pada preeklampsia. Tekanan diastolik merupakan tanda
prognostik yang lebih andal dibandingkan dengan tekanan sistolik.
Tekanan sistolik sebesar 90 mmHg atau lebih yang terjadi terus-
menerus menunjukkan kedaan abnormal.
2. Kenaikan berat badan
Peningkatan berat badan yang tiba-tiba mendahului serangan
preklampsia dan bahkan kenaikan berat badan (BB) yang berlebihan
merupakan tanda pertama preklampsia pada sebagian wanita.
Peningkatan BB normal adalah 0,5 Kg perminggu. Bila 1 Kg dalam
seminggu, maka kemungkinan terjadinya preklampsia harus dicurigai.
Peningkatan berat badan terutama di sebabkan kerena retensi cairan
dan selalu dapat ditemukan sebelum timbul gejala edema yang terlihat
jelas seperti kelopak mata yang bengkak atau jaringan tangan yang
membesar.
3. Proteinuria
Pada preklampsia ringan, proteinuria hanya minimal positif satu,
positif dua, atau tidak sama sekali. Pada kasus berat proteinuria dapat di
temukan dan dapat di capai 10 g/dL. Proteinuria hampir selalu timbul
kemudian dibandingkan hipertensi dan kenaikan BB yang berlebihan.
Gejala-gejala subjektif yang dirasakan pada preklampsia adalah
sebagai berikut:
a. Nyeri kepala
Jarang ditemukan pada kasus ringan, tetapi akan sering terjadi
pada kasus-kasus yang berat. Nyeri kepala sering terjadi pada
daerah frontal dan oksipital, serta tidak sembuh dengan pemberian
analgetik biasa.
b. Nyeri epigastrium
Merupakan keluhan yang sering ditemukan pada preklampsia
berat. Keluhan ini disebabkan karena tekanan pada kapsula hepar
akibat edama atau pendarahan.
c. Gangguan penglihatan
Keluhan penglihatan yang tertentu dapat disebabkan oleh spasies
arterial, iskemia, dan edema rutina dan pada kasus-kasus yang
langka disebabkan oleh ablasio retina, pada preklampsia ringan
tidak ditemukan tanda-tanda subjektif.

G. Pemeriksaanpenunjang
Manuaba dkk (2013) dan Purwaningsih & Fatmawati(2010)
menyebutkan pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada ibu hamil
dengan hipertensi diantaranyana :
1. Uji urin kemungkinan menunjukkan proteinuria
2. Pengumpulan urin selama 24 jam untuk pembersihan kreatinin dan
protein.
3. Fungsi hati : meningkatnya enzim hati (meningkatnya alamine
aminotransferase atau meningkatnya aspartate ).
4. Fungsi ginjal : profil kimia akan menunjukkan kreatinin dan elektrolit
abnormal, karena gangguan fungsi ginjal.
5. Tes non tekanan dengan profil biofisik.
6. USG seri dan tes tekanan kontraksi untuk menentukan status janin
7. Evaluasi aliran doppler darah untuk menentukan status janin dan ibu.

H. Penatalaksanaan
Manuaba dkk(2013), menjelaskan beberapa penatalaksanaan yang dapat
dilaukan pada pasien dengan hipertensi dalam kehamilan diantaranya :
1. Pencegahan
Pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu serta teliti
mengenai tanda-tanda sedini mungkin (preeklampsia ringan), lalu
diberikan pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak menjadi lebih
berat. Harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya pre-
eklampsia. Berikan penerangan tentang manfaat istirahat dan tidur,
ketenangan, serta pentingnya mengatur diit rendah garam, lemak, serta
karbohidrat dan tinggi protein, juga menjaga kenaikan berat badan yang
berlebihan.
2. Penanganan
a. Menurut Mansjoer (2011), penanganan preeklampsia ringan adalah:
1. Pada pasien rawat jalan, anjurkan untuk istirahat baring 2 jam
siang hari dan tidur >8 jam malam hari. Bila susah tidur, berikan
fenobarbital 1-2 x 30 mg kunjungan ulang diakukan 1 minggu
kemudian.
2. Rawat pasien jika tidak ada perbaikan dalam 2 minggu
pengobatan rawat jalan, BB meningkat >1kg/minggu, selama 2 kali
berturut-turut atau tampak adanya tanda preeklampsia berat.
Berikan obat antihipertensi Metildopa 3 x 125 mg, nifedipin 3-8 x 5-
10 mg atau pindolol 1-3 x 5 mg. Jangan berikan antidiuretik dan
tidak perlu diet rendah garam.
3. Jika keadaaan ibu membaik dan tekanan darah dapat
dipertahankan 140-150/90-100mmHg, pertahanakan sampai aterm
sehingga ibu dapat berobat jalan dan anjurkan periksa tiap
minggu. Kurangi dosisi hngga mencapai dosis optimal, tekanan
darah tidak boleh < 120mmHg.

b. Penanganan Preeklamsia Berat:


1. Ibu yang didiagnosa preeklamsia berat/ (preeklamsia berat disertai
keluhan-keluhan lainnya) menderita penyakit kritis dan
memerlukan penanganan yang tepat. Protokol pelaksanannya
masih kontroversi antar rumah sakit saat ini. Pengenalan
temuanklinis dan laboratorium  sangatlah penting jika terapi yang
agresif dan dini perlu dilakukan untuk mencegah mortalitas
maternal dan perinatal. Serviks yang belum siap (belum berdilatasi
atau melunak) karena usia kehamilan dan sifat agresif penyakit ini
mendukung dilakukannya operasi sesaria. Induksi persalinan yang
lama dapat meningkatkan morbiditas maternal.
2. Segera rawat pasien di rumah sakit. Berikan MgSO4 dalam infuse
Dekstrose 5% dengan kecepatan 15-20 tetes permenit. Dosisi
awal MgSO4 2 g IV dalam 10 menit selanjutnya 2 g perjam ddalam
drip infuse sampai tekanan darah antara 140-150/90-100 mmHg.
Syarat pemberian MgSO4 adalah reflek patella kuat, RR>16 kali
permenit, dan dieresis dalam 4 jam sebelumnya (0.5ml/kg BB/jam)
adalah  > 100cc. Selama pemberian MgSO4, perhatikan tekanan
darah, suhu, perasaan panas, serta wajah merah.
3. Berikan nifedipin 9-3-4 x 10 mg per oral. Jika pada jam ke 4
diastolik belum turun sampai 20%, tambahkan 10 mg oral. Jika
tekanan diastolic meningkat ≥110mmHG, berikan tambahan
suglingual. Tujuannya adalah penurunan tekanan darah 20%
dalam 6 jam, kemudian diharapkan stabil antara 140-150/90-
100mmHg.
4. Periksa tekanan darah, nadi, dan pernapasan tiap jam. Pasang
kateter urin dan kantong urin. Ukur urin tiap 6 jam. Jika < 100ml/4
jam, kurangi dosis MgSO4 menjadi 1g/jam.

I. Komplikasi
1. Komplikasi preeklamsia :
Bergantung pada derajat preeklamsia yang dialami. Namun, yang
termasuk komplikasi antara lain sebagai berikut :
a. Pada ibu
1) Eklamsia
2) Solusio plasenta
3) Perdarahan subkapsula hepar
4) Kelainan pembekuan darah (DIC)
5) Sindrom HELLP (hemolisis, elevated, liver, enzymes, dan low
platelet count).
6) Ablasio retina
7) Gagal jantung hingga syok dan kematian.
b. Pada janin
1) Terhambatnya pertumbuhan dalam uterus
2) Prematur
3) Asfiksia neonatorum
4) Kematian dalam uterus
5) Peningkatan angka kematian dan kesakitan perinatal.
ASKEP TEORI

A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Suatu
proses kolaborasi melibatkan perawat, ibu dan tim kesehatan lainnya.
Pengkajian dilakukan melaui wawancara dan pemeriksaan fisik. Dalam
pengkajian dibutuhkan kecermatan dan ketelitian agar data yang terkumpul
lebih akurat, sehingga dapat dikelompokkan dan dianalisis untuk mengetahui
masalah dan kebutuhan ibu terhadap perawatan.
Pengkajian yang dilakukan pada ibu dengan preeklamsia/eklamsia antara
lain sebagai berikut :
1. Identitas umum ibu.
2. Data riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu
 Kemungkinan ibu menderita penyakit hipertensi sebelum
hamil.
 Kemungkinan ibu mempunyai riwayat preeklamsia pada
kehamilan terdahulu.
 Biasanya mudah terjadi pada ibu dengan obesitas.
 Ibu mungkin pernah menderita penyakit gagal kronis.
b. Riwayat kesehatan sekarang
 Ibu merasa sakit kepala di daerah frontal.
 Terasa sakit di ulu hati/nyeri epigastrum.
 Gangguan virus : penlihatan kabur, skotoma, dan diplopia.
 Mual dan muntah, tidak ada nafsu makan.
 Gangguan serebral lainnya : terhuyung-huyung, refleks tinggi,
dan tidak tenang.
 Edema pada ekstremitas.
 Tengkuk terasa berat.
 Kenaikan berat badan mencapai 1 kg seminggu.
c. Riwayat kesehatan keluarga : Kemungkinan mempunyai riwayat
preeklamsia dan eklamsia dalam keluarga.
d. Riwayat perkawinan : Biasanya terjadi pada wanita yang menikah
dibawah usia 20 tahun atau diatas 35 tahun.
e. Riwayat kehamilan: riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa,
hidramnion serta riwayat kehamilan dengan pre eklamsia atau
eklamsia sebelumnya
f. Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok
maupun selingan
g. Psikososial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan
kecemasan, oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi
resikonya.
h. Pola Aktivitas
1) Aktivitas
Gejala : Biasanya pada pre eklamsi terjadi kelemahan,
penambahan berat badan atau penurunan BB, reflek fisiologis +/+,
reflek patologis -/-.
Tanda : Pembengkakan kaki, jari tangan, dan muka
2) Sirkulasi
Gejala : Biasanya terjadi penurunan oksegen.
3) Abdomen
Gejala :
Inspeksi : Biasanya Perut membuncit sesuai usia kehamilan
aterm, apakah adanya sikatrik bekas operasi atau tidak ( - )
Palpasi :
Leopold I : Biasanya teraba fundus uteri 3 jari di bawah proc.
Xyphoideus teraba massa besar, lunak, noduler
Leopold II : Teraba tahanan terbesar di sebelah kiri, bagian –
bagian kecil janin di sebelah kanan.
Leopold III : Biasanya teraba masa keras, terfiksir
Leopold IV : Biasanya pada bagian terbawah janin telah masuk
pintu atas panggul
Auskultasi : Biasanya terdengar BJA 142 x/1’ regular
4) Eliminasi
Gejala : Biasanya proteinuria + ≥ 5 g/24 jam atau ≥ 3 pada tes
celup, oliguria
5) Makanan / cairan
Gejala : Biasanya terjadi peningkatan berat badan dan
penurunan , muntah-muntah
Tanda : Biasanya nyeri epigastrium,
6) Integritas ego
Gejala : Perasaan takut.
Tanda : Cemas.
7) Neurosensori
Gejala : Biasanya terjadi hipertensi
Tanda : Biasanya terjadi kejang atau koma
8) Nyeri / kenyamanan
Gejala : Biasanya nyeri epigastrium, nyeri kepala, sakit kepala,
ikterus, gangguan penglihatan.
Tanda : Biasanya klien gelisah,
9) Pernafasan
Gejala : Biasanya terjadi suara nafas antara vesikuler, Rhonki,
Whezing, sonor
Tanda : Biasanya ada irama teratur atau tidak, apakah ada bising
atau tidak.
10) Keamanan
Gejala : Apakah adanya gangguan pengihatan, perdarahan
spontan.
11) Seksualitas
Gejala : Status Obstetrikus

3. Pemeriksaan fisik biologis


a. Keadaan umum : lemah.
b. Kepala : sakit kepala, wajah edema.
c. Mata : konjungtifa sedikit anemis, edema pada
retina.
d. Abdomen : nyeri daerah epigastrium, anoreksia, mual
dan muntah
e. Ektremitas : oedema pada kaki juga pada tangan dan
jari-jari
f. Sistem persyarafan : hiperrefleksia, klonus pada kaki.
g. Genituorinaria : oligura, proteinuria.
h. Pemeriksaan janin : bunyi detak janin tidak teratur, gerakan
janin melemah.
4. Pemeriksaan penunjang :
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah :
 Penurunan hemoglobin ( nilai rujukan atau kadar normal
hemoglobin untuk wanita hamil adalah 12-14 gr% ).
 Hematokrit meningkat ( nilai rujukan 37 – 43 vol% ).
 Trombosit menurun ( nilai rujukan 150 – 450 ribu/mm3 ).
2) Urinalisis :Ditemukan protein dalam urine.
3) Pemeriksaan Fungsi hati :
 Bilirubin meningkat ( N= < 1 mg/dl ).
 LDH ( laktat dehidrogenase ) meningkat.
 Aspartat aminomtransferase ( AST ) > 60 ul.
 Serum Glutamat pirufat transaminase (SGPT) meningkat
(N= 15-45 u/ml).
 Serum glutamat oxaloacetic trasaminase (SGOT)
meningkat (N= <31 u/l).
 Total protein serum menurun ( N= 6,7-8,7 g/dl ).
 Tes kimia darah :Asam urat meningkat ( N= 2,4-2,7 mg/dl).
b. Radiologi
1) Ultrasonografi :Ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra
uterus. Pernafasan intrauterus lambat, aktivitas janin lambat,
dan volume cairan ketuban sedikit.
2) Kardiofotografi :Diketahui denyut jantung janin bayi lemah.
3) )   USG : untuk mengetahui keadaan janin
c. Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu
d. Tingkat kesadaran : penurunan GCS sebagai tanda adanya
kelainan pada otak
e. NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin
B. Diagnosa Keperawatan
1. Intoleransi aktifitas b/d ketidak seimbangan suplai oksigen
2. Ansietas berhubungan Kurang terpaparnya informasi
3. Resiko cidera pada janin b/d mal posisi janin
4. Nyeri akut berhubungan dengan agens pencedera fisik
5. resiko cidera pada ibu b/d penyakit penyerta (ht)
6. risiko infeksi b/d prosedur invasif

C. Rencana Keperawatan
1. Nyeri akut b/d agens pencedera fisik
Tujuan :
Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam nyeri
menurun
SLKI :
 Tingkat nyeri L.08066
Keluhan nyeri sedang
Meringis sedang
Tekanan darah meningkat
 Kontrol nyeri L.08063
Melaporkan nyeri terkontrol sedang
Kemampuan mengenali penyebab nyeri sedang
Penggunaan analgesic sedang
SIKI :
 Manajemen nyeri 1.08238
a. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri.
b. Identifikasi skala nyeri
c. Fasilitasi istirahat tidur
d. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
e. Anjurkan menggunakan analgesic secara tepat
f. Kolaborasi pemberian analgesic
 Pemantauan nyeri 1.08242
a. Identifikasi faktor pencetus dan pereda nyeri
b. Monitor kualitas nyeri
c. Monitor durasa dan frekuensi nyeri
d. Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi
pasien
e. Informasikan hasil pemantauan

2. risiko infeksi b/d prosedur invasif


Tujuan :
Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam infeksi
menurun
SLKI       :
 Tingkat infeksi L.14137
Kebersihan tangan sedang
Kemerahan meningkat
Nyeri sedang
Bengkak sedang
 Integritas kulit dan jaringan L.14125
Kerusakan jaringan sedang
Perdarahan meningkat
Suhu kulit sedang
SIKI :
 Pencegahan infeksi 1.14539
a. Monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik
b. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
dan lingkungan pasien
c. Berikan perawatan kulit pada area edema
d. Jelaskan tanda gejala infeksi
e. Ajarkan cuci tangan dengan benar
 Perawatan area insisi 1.14558
a. Periksa lokasi insisi adanya kemerahan, bengkak atau
tanda-tanda dehisen atau eviserasi
b. Monitor tanda gejala infeksi
c. Bersihkan area insisi dengan pembersih yang tepat
d. Ganti balutan sesuai jadwal
e. Ajarkan cara merawat area insisi
3. Ansietas berhubungan Kurang terpaparnya informasi
Tujuan                :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam ansietas
menurun.
SLKI       :
 Tingkat ansietas L.01006
Tingkat kesadaran sedang
Kelemahan otot sedang
Frekuensi nafas sedang
 Dukungan social L.13113
Kemampuan minta bantuan pada orang lain sedang
Bantuan yang di tawarkan oleh orang lain sedang
SIKI :
 Reduksi ansietas 1.09314
a. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
b. Monitor tanda-tanda ansietas
c. Temani pasien untuk mengurangi kecemasan
d. Gunakan pendekatan yang tenang dan yang meyakinkan
e. Informasikan secara factual mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis
f. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien
g. Latih tehnik relaksasi
 Teknik distraksi 1.08247
a. Identifikasi pilihan tehnik distraksi yang di inginkan
b. Gunakan tehnik distraksi (mis, membaca bukiu, menonton
televise, bermain, aktivitas terapi, membaca cerita,
bernyanyi)
c. Anjurkan penggunaan tehnik distraksi sesuai dengan
tingkat energy, kemampuan, usia, tingkat perkembangan.
d. Anjurkan berlatih tehnik distraksi.
DAFTAR PUSTAKA

Herdman, T. H. (2015). Diagnosis keperawatan: definisi dan klasifikasi 2012-


2014. Jakarta: EGC.
Sumiati & Dwi F. (2015). “Hubungan obesitas terhadap pre eklamsia pada
kehamilan di RSU Haji Surabaya”. Embrio, Jurnal Kebidanan, Vol 1,
No.2, Hal. 21-24.
Widiastuti, N. P. A. (2016). “Asuhan keperawatan pre eklamsia”.
http://nursingisbeautiful.wordpress.com/2010/12/03/askep-
preeklampsia/.
Solwayo, N. (2017). Severe preeclampsia and eclampsia: incidence,
complications, and perinatal outcomes at a low-resource setting, Mpilo
Central Hospital, Bulawayo, Zimbabwe.International Journal of
Women’s Health, 9, 353–357.
Nuning Saraswati &Mardiana. (2016). Faktor resiko yang berhubungan dengan
kejadian pre eklamsia pada ibu hamil. Unnes Journal of Public Health,
5 (2), 90-99.
Muhani & Besral. (2015). Severe Preeclampsia and Maternal Death. Jurnal
Kesehatan Masyarakat Nasional, 10 (2), 80-86
Prawirohardjo, Sarwono.2015.Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Manuaba, Chandranita.dkk. 2013.Gawat Darurat Obstetri Ginekologi & Obstetri
Ginekologi Sosial Untuk Profesi Bidan . Jakarta : EGC
SDKI,SLKI,SIKI, 2018

Anda mungkin juga menyukai