Anda di halaman 1dari 20

WACANA KOMPAS.

COM DALAM
PEMBERITAAN MENGENAI PERNIKAHAN ANAK
(PUBLIKASI JUNI 2015 HINGGA OKTOBER 2015)

Jennifer Sidharta
13140110345
Program Studi Multimedia Journalism
Fakultas Ilmu Komunikasi
Universitas Multimedia Nusantara
surel: jennifersidharta@gmail.com

Abstract
18 June 2015, the plead to raise the minimum age for girls to get married, from 16
to 18 years old, was rejected by Indonesia‟s court (Mahkamah Konstitusi). The decision
contradicted international value—that children, defined as anyone under 18 years old,
should not have their rights violated through marriage—concerning child marriage as well
as highlighted the fact that Indonesia‟s Law of Marriage legalize child—16 years old girl or
younger if her religion or belief allows it—marriage. The case, and the issue of child
marriage or child brides in Indonesia, embodied conflicting discourses. This paper attempts
to reveal the discourses on child marriage as reproduced by Kompas.com‟s—one of
Indonesia‟s online media—June 2015 to October 2015 publications (14 articles) and
unmask the ideology behind Kompas.com‟s position, using Wodak‟s (2001, p. 72-73;
Wodak and Meyer, 2009, p. 93-118; with Rybnikova‟s (2016, p. 120) and author‟s own
modification) discourse-historical approach (DHA) of critical discourse analysis (CDA).

Keywords: child marriage, Indonesia, media studies, Law of Marriage, Wodak, CDA, DHA

Abstrak
18 Juni 2015, pengajuan uji materi Undang-Undang Perkawinan untuk menaikkan
batas usia perkawinan perempuan, dari 16 menjadi 18 tahun, ditolak Mahkamah Konstitusi.
Keputusan itu bertentangan dengan nilai internasional—bahwa anak, yang didefinisikan
sebagai semua yang belum berusia 18 tahun, dilindungi haknya dari eksploitasi apapun,
termasuk dari perkawinan—dan membuktikan hukum Indonesia melegalkan pernikahan
anak. Kasus ini, dan topik pernikahan anak atau pengantin anak di Indonesia, merefleksikan
konflik wacana. Penelitian ini bertujuan memetakan wacana pernikahan anak sebagaimana
direproduksi Kompas.com dalam pemberitaannya terkait usia menikah anak perempuan
publikasi Juni 2015 hingga Oktober 2015 (14 artikel) dan mengungkap ideologi yang
melatarbelakanginya, menggunakan analisis wacana kritis Wodak. Hasil penelitian
menunjukkan pemberitaan Kompas.com mendukung pencegahan pernikahan anak untuk
melindungi hak anak, khususnya anak perempuan. Ideologi feminisme liberal—kampanye
demi kesetaraan bagi perempuan atas hak warga negara dan alokasi sumber daya sosial
seperti pendidikan (Freedman, 2001, h. 8; Giddens, 2001, h. 692)—melandasi posisi
Kompas.com tersebut.

Kata kunci: feminisme liberal, pernikahan anak, media massa daring, Kompas.com, AWK

Sidharta, J. | 2016 | Wacana Kompas.com dalam Pemberitaan Mengenai Pernikahan Anak (Publikasi Juni 2015 hingga Oktober 2015) 1
Pendahuluan Irianto dalam Kompas 28 Juli
18 Juni 2015, Yayasan Kesehatan 2015, “Media, Hukum dan Kecerdasan
Perempuan dan Koalisi 18+ mengajukan Nurani” (Candraningrum, Dhewy dan
uji materi atas Undang-Undang (UU) Pratiwi, 2016, h. 151) juga menguraikan
1/1974 tentang Perkawinan dengan tujuan bahwa keputusan MK menunjukkan:
menaikkan batas minimum usia
perkawinan perempuan dari 16 tahun pengabaian terhadap hak-hak
menjadi 18 tahun. Namun, Mahkamah dasar anak perempuan yang
Konstitusi (MK) menolak permohonan itu terputus karena kawin sebelum
(Koalisi 18, 2015). umur 15-18 tahun akan berpotensi
Keputusan MK tersebut mempertinggi angka kematian ibu
bertentangan dengan isi kesepakatan- (359/100.000 kelahiran), angka
kesepakatan dunia yang melarang kematian bayi (32/1000
pernikahan anak—definisi anak sebagai kelahiran), melahirkan bayi
semua yang belum berusia 18 tahun—. malnutrisi (4,5 juta/tahun) yang
Dilansir dari African Child Policy Forum menyebabkan “generasi hilang”
(2013, dalam Girls Not Brides, 2015), bagi bangsa di masa depan. Atau
kesepakatan internasional yang dilanggar memiskinkan anak perempuan dan
yaitu Konvensi Hak Anak 1989; merendahkannya karena
Deklarasi Hak Asasi Manusia Universal berpotensi menjadi anak yang
1948; Deklarasi dan Program Aksi dilacurkan, dijadikan budak, atau
Vienna 1993; Konvensi Perbudakan pengedar narkoba dalam
1956; Konvensi Persetujuan untuk perdagangan manusia.
Menikah, Usia Minimum untuk Menikah
dan Registrasi Pernikahan 1964; Pelanggaran atas hak asasi
Konvensi Persatuan Bangsa-Bangsa manusia yang diakui secara internasional
untuk Menghilangkan Semua Bentuk dan berkontribusi pada ketidaksetaraan
Diskriminasi Terhadap Perempuan sosial adalah ketidakadilan (van Dijk,
(CEDAW) 1979; Perjanjian Internasional dalam Wodak dan Meyer, 2009, h. 63).
tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Ketidakadilan berkaitan dengan wacana,
Budaya (ICESCR) 1966; serta Perjanjian mengingat melalui proses pengontrolan
Internasional tentang Hak Sipil dan pikiran yang kompleks (pengetahuan,
Politis (ICCPR) 1966. tingkah laku, ideologi, norma, nilai, niat)
Penolakan MK menaikkan batas terhadap pengguna bahasa, dan secara tak
usia menikah perempuan dinilai langsung aksi berdasarkan representasi
“melanggengkan perkawinan anak” mental tersebut, wacana mungkin
(Yayasan Pemantau Hak Anak, 2015). merupakan kondisi penting di balik
Pernikahan anak juga dinilai membuat ketidakadilan sosial, dan di sisi lain
anak kehilangan perlindungan hukum adalah alat perlawanan dan penentangan
mengingat status sebagai anak hilang saat sebagai bentuk kontra kekuasaan (van
ia menikah, walau usianya belum 18 Dijk, 2011, h. 4).
tahun atau usia dewasa menurut UU Salah satu tipe atau genre wacana
Perlindungan Anak (Hakim dalam adalah laporan berita oleh media massa
Kompas.com, 2016). (van Dijk, 2011, h. 5). Dalam penelitian
ini, wacana media massa yang dimaksud

Sidharta, J. | 2016 | Wacana Kompas.com dalam Pemberitaan Mengenai Pernikahan Anak (Publikasi Juni 2015 hingga Oktober 2015) 2
yaitu pemberitaan Kompas.com mengenai tersebut diinterpretasikan peneliti
pernikahan anak atau pernikahan yang mewakili media massa daring mana yang
terjadi sebelum mempelai perempuan memiliki lebih banyak pembaca. Selain
berusia 18 tahun publikasi Juni 2015 itu, media massa yang merilis artikel
hingga Oktober 2015. saduran tersebut diinterpretasikan peneliti
Juni 2015 ditetapkan sebagai batas sebagai media yang memiliki ketertarikan
awal obyek penelitian lantaran saat itu lebih terhadap topik pernikahan anak.
Mahkamah Konstitusi memutuskan
menolak pengajuan uji materi atas UU Rumusan Masalah
Perkawinan terkait usia minimum Berdasarkan latar belakang
perkawinan bagi perempuan tersebut, penelitian ini dilakukan guna
Oktober 2015 ditetapkan sebagai menjawab bagaimana Kompas.com
batas akhir obyek penelitian sebab mewacanakan pernikahan anak dan
setidaknya enam media massa daring, ideologi apa yang melatarbelakanginya.
termasuk Kompas.com, memublikasikan
advokasi UNICEF terkait batas minimum Tinjauan Pustaka
usia pernikahan perempuan di Indonesia Pengantin anak didefinisikan
dalam UU Perkawinan dalam bentuk sebagai anak yang menikah sebelum
saduran atas artikel “Masa Kecil yang dirinya mencapai usia 18 tahun (Nour,
Tercuri: Pengantin Anak di Sulawesi 2006, h. 1644). Istilah pengantin anak
Barat” karya Nick Baker. dalam penelitian ini memiliki makna yang
Dari keenam media massa daring sama dengan istilah pernikahan dini,
tersebut, Kompas.com dipilih karena saat pernikahan anak, dan menikah muda.
dilakukan pencarian di Google, posisi Berdasarkan penelitian Nour
artikel saduran dari UNICEF tentang (2006, h. 1644), walau definisi
pengantin anak yang dirilisnya lebih pernikahan anak mencakup anak laki-laki,
tinggi daripada artikel media lain. sebagian besar pengantin anak adalah
Posisi artikel menjadi perempuan. Di Mali, perbandingan anak
pertimbangan sebab karakteristik perempuan dibanding anak laki-laki yang
pembaca media daring atau artikel dan menikah sebelum berusia 18 tahun adalah
berita daring adalah membaca mulai dari 72:1, di Kenya 21:1, dan di Amerika
tautan yang muncul di posisi pertama di Serikat 8:1. Di Indonesia, menurut data
halaman pertama Google sehingga posisi dari UNICEF, satu dari setiap enam anak
teratas mendapat banyak pembaca, perempuan adalah pengantin anak.
dengan penurunan jumlah pembaca Dalam penelitian ini, fenomena
sejalan dengan menurunnya posisi tautan pengantin anak dianalisis dengan
dalam halaman pencarian Google dibandingkan dengan hukum dan agama
(Chitika Insights, 2013). Jumlah pembaca dari sudut pandang Feminist Standpoint
dianggap penting lantaran media massa Theory.
dicirikan sebagai medium yang
meyampaikan pesan pada banyak orang Hukum
pada saat bersamaan (Biagi, 2007, h. 8). Marx (Marx dan Engels, 1976, h.
Posisi artikel saduran UNICEF 494-495, dalam Noebel, 2006)
dijadikan tolok ukur sebab posisi artikel memandang “hukum, moralitas, agama,
yang kontennya hampir sama persis adalah (bagi kaum proletar) prakonsepsi-

Sidharta, J. | 2016 | Wacana Kompas.com dalam Pemberitaan Mengenai Pernikahan Anak (Publikasi Juni 2015 hingga Oktober 2015) 3
prakonsepsi kaum borjuis, yang di Kile Jones menyatakan agama dapat
baliknya menyimpan kepentingan- dilihat sebagai fenomena teologis,
kepentingan para pemilik modal.” filosofis, antropologis, sosiologis, dan
Hukum dipersepsikan berasal dari psikologis bagi umat manusia.
konflik antar kelas dalam masyarakat. Menurutnya, membatasi definisi agama
“Agar kelas-kelas dengan kepentingan sebagai satu bagian dari aspek-aspek
ekonomi yang berkonflik ini tidak tersebut berarti mengabaikan kebera-
melenyapkan diri mereka dan masyarakat gaman elemen dalam agama dan dengan
dalam perjuangan sia-sia, perlu ada begitu tak mampu dengan akurat
kekuasaan yang berkuasa atas masyarakat mendefinisikan agama.
dan berfungsi menekan konflik dan Dalam masyarakat kapitalis,
menjaga “aturan.” Dan kekuasaan ini, menurut Karl Marx sebagaimana dimuat
yang tumbuh dari masyarakat, tapi di situs Boundless, agama memegang
memiliki supremasi atasnya dan menjadi peran penting dalam mempertahankan
semakin terpisah darinya, adalah negara” status quo yang tidak setara, dengan
(Engels, 1902, h. 206, dalam Noebel, adanya kelompok orang yang memiliki
2006). jauh lebih banyak sumber daya dan
Negara menjaga keteraturan kekuasaan daripada kelompok lainnya.
dalam masyarakat dengan melang- Walau masyarakat Indonesia
gengkan konflik karena kelas dominan sering mengklaim diri sebagai non-
memiliki kuasa atas kelas yang kurang kapitalis, fenomena sosial yang nyata
berkuasa, dan dari sudut pandang terjadi menunjukkan bangsa ini telah
Marxist, kelas-kelas yang bersaing untuk terpengaruh ideologi kapitalisme; maka
mendapat kuasa adalah kaum pemilik konsep Marx ini dapat diterapkan dalam
modal dengan kaum pekerja (Noebel, konteks agama di Indonesia digunakan
2006). kelompok mayoritas untuk membungkam
Dilansir dari Noebel (2006), minoritas.
masyarakat yang mengizinkan kaum Dalam Theses on Feurbach (1845,
borjuis membuat keputusan moral dan h. 2), Marx menyatakan bahwa sentimen
membentuk hukum adalah masyarakat keagamaan merupakan produk sosial.
yang tidak adil. Di sisi lain, menurut teori Menurutnya, kaum berkuasa menggu-
hukum Marxist, kelas pekerja bisa nakan agama sebagai alat untuk mene-
menghancurkan hukum kapitalis jika aksi nangkan kaum yang kurang berkuasa.
tersebut dilakukan untuk mencapai Agama dapat melakukan hal
kesetaraan (Noebel, 2006). tersebut karena ia menjanjikan imbalan
dalam kehidupan setelah kematian, dan
Agama bukannya kehidupan saat ini. Bagi Marx,
Agama didefinisikan (Marx dan peniadaan agama sebagai ilusi
Engels, 1975, h. 39) sebagai keluhan dari kebahagiaan rakyat adalah apa yang
mereka yang ditekan, hati dari dunia dibutuhkan demi mencapai kebahagiaan
tanpa hati, sama seperti semangat dari mereka yang sesungguhnya.
kondisi tanpa semangat. Agama adalah Pendekatan konflik sosial Marx
candu bagi masyarakat. terhadap agama menekankan bagaimana
Dalam esainya yang dimuat di agama, sebagai fenomena perilaku
situs Religious Tolerance, ahli teologi manusia, berfungsi untuk menjaga

Sidharta, J. | 2016 | Wacana Kompas.com dalam Pemberitaan Mengenai Pernikahan Anak (Publikasi Juni 2015 hingga Oktober 2015) 4
ketidakseimbangan sosial dengan cara patriarki secara fundamental terletak pada
menyediakan kerangka berpikir yang kontrol pria atas kerja perempuan (…)
membenarkan penindasan. [itu] bukan hanya mencakup mengurus
anak dalam keluarga, tetapi pada semua
Feminisme dan Patriarki struktur sosial yang memampukan pria
Feminisme memiliki arti yang luas mengontrol kerja perempuan (…) Kontrol
dan beragam. Namun, dalam penelitian dijaga dengan menutup akses perempuan
ini feminisme yang dimaksud adalah pada sumber daya ekonomi produktif
penafsiran yang digolongkan sebagai yang dibutuhkan dan dengan membatasi
feminis liberal. seksualitas perempuan.”
Mengutip uraian Wellington Namun, menurut German (1981)
Samkange dalam penelitiannya tentang bukan pria yang membatasi perempuan,
aplikasi teori feminis liberal (2015, h. melainkan pemilik modal. German
1173), definisi teori liberal menurut berargumen bahwa pada era industri,
Giddens (2001, h. 692) adalah teori wanita turut bekerja sehingga sistem yang
feminis yang percaya ketidaksetaraan diuraikan Hartmann tidak berlaku bagi
gender dihasilkan pengurangan akses bagi kaum pekerja atau proletar. Di sisi lain,
perempuan dan anak perempuan terhadap wanita yang bekerja lebih berisiko
hak warga negara dan alokasi sumber keguguran atau memutuskan tidak hamil,
daya sosial seperti pendidikan dan sementara hal tersebut berarti
ketenagakerjaan. menurunnya generasi muda, generasi
Sementara, Jane Freedman (2001, yang kelak akan menjadi pekerja. Dilansir
h. 8) menguraikan bahwa feminis liberal dari German (1981, diterjemahkan oleh
mencakup semua pihak yang melakukan penulis):
kampanye demi hak yang setara bagi
perempuan dalam kerangka berpikir Kapitalisme menyediakan potensi
negara yang liberal, dengan argumentasi tercapainya kesetaraan, tetapi
bahwa basis teoritis dibangunnya negara kesetaraan itu tidak dapat
liberal adalah logis tetapi hak asasi dan terwujud di dalam sistem. Demi
hak istimewa yang ditawarkannya harus kepentingan reproduksi tenaga
diperluas kepada perempuan untuk kerja, perempuan diisolasi dan
memberi kewarganegaraan yang setara dirumahkan. Pekerjaan mereka
dengan pria. ditetapkan sebagai melayani
Feminisme berkaitan dengan suami dan keluarga mereka.
patriarki, yang juga memiliki beragam Ketidaktergantungan finansial
definisi. Hartmann (1979, dalam German, mereka ditolak. Situasi “ideal” ini
1981, diterjemahkan oleh penulis) mende- tidak pernah merupakan realitas
finisikan patriarki sebagai, “seperangkat bagi semua perempuan dari
hubungan sosial antara pria, yang golongan pekerja; banyak dari
berbasis pada material, dan yang mana, mereka selalu terlibat dalam
melalui hierarki, menetapkan atau pekerjaan kasar. Tapi ide-ide kelas
menciptakan ketergantungan atau yang berkuasa menyebarkan
solidaritas antara pria yang memampukan kepercayaan bahwa keluarga
mereka mendominasi perempuan (…) adalah sesuatu yang sacral,
basis material yang menjadi landasan memproyeksikan stereotip kelas

Sidharta, J. | 2016 | Wacana Kompas.com dalam Pemberitaan Mengenai Pernikahan Anak (Publikasi Juni 2015 hingga Oktober 2015) 5
borjuis pada kelas pekerja sebagai German (1981, diterjemahkan
sarana memastikan terjadinya oleh penulis) kemudian menguraikan
reproduksi. Dan stereotip itu wacana kapitalisme dalam membentuk
adalah apa yang diterima peran perempuan dalam keluarga:
perempuan dan pria kelas pekerja
sebagai “norma” bahkan ketika itu Peran perempuan sebagai ibu dan
tidak sesuai dengan realitas pengasuh anak membentuk
pribadi mereka. (…) Bukan hanya keseluruhan hidup mereka.
pria tidak diuntungkan dari peran Pekerjaan paruh waktu adalah
perempuan untuk bekerja dalam produk dari peran perempuan
keluarga (sebaliknya sistem sebagai ibu. Gaji yang tidak setara
kapitalis secara keseluruhan yang dan secara umum rendah adalah
meraih keuntungan), melainkan produk dari pemikiran bahwa
juga tidak benar bahwa pria dan mereka bukanlah pencari nafkah.
pemilik modal berkonspirasi Sejak awal hidup mereka dalam
untuk menghentikan perempuan masyarakat kapitalis, ada asumsi
mengakses produksi ekonomis. bahwa mereka akan menjadi
sesuatu yang berbeda dari pria.
Seiring perkembangan kapitalisme Puncak pencapaian mereka
menjadi sistem dunia, suatu totalitas, ia diwacanakan sebagai menjadi ibu
melingkupi dan mengubah semua struktur dan menikah. Secara teoritis tidak
prakapitalis, termasuk keluarga (Engels, ada alas an mengapa perempuan
dalam German, 1981). German juga harus mengasuh anak dan
menyatakan perempuan memang diwa- mengerjakan pekerjaan rumah
canakan untuk mengambil peran di tangga, hanya karena mereka
rumah, tetapi bukan demi keuntungan melahirkan anak. Tapi di dunia
pria, melainkan demi keuntungan pemilik yang memprivatisasi reproduksi,
modal karena perempuan dibuat tidak dengan pembagian pekerjaan yang
bisa berpartisipasi dalam pergerakan kaku dan berbasis seks, di mana
untuk mengubah sistem yang ada. perempuan pekerja tidak dibayar
Kapitalisme memiliki kepentingan sebesar pria, bagi kebanyakan
ekonomis dalam menjaga sistem keluarga keluarga tidak ada alternative lain.
karena keluarga berperan dalam “Masuk akal” bagi perempuan
mereproduksi tenaga kerja dan generasi untuk menjadi pihak yang diam di
pekerja masa depan (Smith, 1978; rumah, maka lingkaran itu
Bruegel, 1978; dalam German, 1981). berlanjut. Pembicaraan mengenai
Mengutip German (1981), gaji keluarga, pembagian pekerjaan rumah tang-
yang hampir mencukupi reproduksi ga, tentang pria mengambil peran
keluarga dengan dukungan negara serta “ibu rumah tangga” dalam dunia
pemasukan tambahan dari perempuan, seperti itu hanya mungkin bagi
dan pekerjaan di rumah yang tidak minoritas masyarakat di mana
dibayar membuat biaya reproduksi sangat perempuan memiliki profesi atau
murah. Oleh karena itu, kapitalisme kemampuan yang memungkin-
berupaya mempertahankan sistem ini. kannya mendapat gaji sebanyak
atau lebih banyak dari pria. (…)

Sidharta, J. | 2016 | Wacana Kompas.com dalam Pemberitaan Mengenai Pernikahan Anak (Publikasi Juni 2015 hingga Oktober 2015) 6
Keluarga juga menyediakan se- dan laten, yang sering tampil terselubung
men ideologis yang memper- sebagai analogi dan metafora konseptual,
tahankan sistem itu. (…) Meman- yang menarik perhatian ahli bahasa,
faatkan bagaimana ibu rumah seperti “hidup adalah perjalanan,
tangga, diisolasi di rumah dan organisasi sosial adalah tumbuhan, cinta
terpisah dari masyarakat luas yang adalah perang” (Lakoff, 1987; Lakoff dan
terbentuk mengelili produksi Johnson, 1980, 1999, dalam Wodak dan
industri, lebih patuh pada ide-ide Meyer, 2009, h. 8).
yang tidak berubah mengenai Konsep ini berkaitan dengan
“peran sesorang dalam masya- hegemoni, sebagaimana dinyatakan
rakat”; bergantung pada suami Gramsci, dilansir dari Bates (1975, h.
mereka untuk nafkah sehingga 352), bahwa hegemoni adalah kepe-
mereka bisa dibujuk bahwa mimpinan politis berdasarkan persetujuan
perubahan sosial apapun adalah dari yang dipimpin, persetujuan yang
ancaman terhadap keluarga dan ditangguhkan difusi dan popularisasi cara
keamanan mereka. Struktur ini pandang atas dunia (world view) dari
juga bisa bergantung pada perspektif kelas yang berkuasa.
bagaimana pekerja pria, yang Hegemoni adalah ketika sebagian
mengkhawatirkan keamanan istri besar orang dalam masyarakat memiliki
dan anaknya serta dirinya sendiri, cara pikir serupa tentang hal tertentu, atau
cenderung berpikir dua kali bahkan melupakan adanya alternatif pada
sebelum melibatkan diri dalam status quo (Gramsci, dalam Wodak dan
protes. Slogan “ketahanan Meyer, 2009, h. 8).
keluarga” menjadi slogan untuk Kekuasaan, dalam pandangan
memobilisasi kaum pekerja agar analisis wacana kritis, umumnya mengacu
mempertahankan status quo. pada elemen atau karakteristik sistemik
dalam membentuk masyarakat (Foucault,
Ideologi, Hegemoni, dan Kekuasaan 1975; Giddens, 1984, dalam Wodak dan
Ideologi memiliki banyak definisi, Meyer, 2009, h. 9) khususnya karena teks
salah satunya tafsiran Engels akan konsep dalam AWK sering dipandang sebagai
Marx (van Dijk, 2000, h. 7) yaitu ideologi manifestasi aksi sosial yang banyak
sebagai bentuk “kesadaran palsu” alias ditentukan struktur sosial sehingga teks
kepercayaan populer yang salah arah dan bagi AWK seringkali adalah situs
ditanamkan kelas berkuasa untuk perjuangan yang memperlihatkan jejak
mempertahankan status quo, dan untuk beragam wacana dan ideologi yang
menutupi kondisi sosio-ekonomi nyata bersaing demi dominasi (Wodak dan
dari kaum pekerja. Meyer, 2009, h. 10).
Ideologi ada pada kondisi terkuat AWK bukan hanya memerhatikan
saat ia tidak terdeteksi, ketika wacana gagasan tentang perjuangaan demi
telah dinaturalisasi dan menjadi bagian kekuasaan dan kontrol, melainkan juga
dari akal sehat kita sehari-hari, menurut intertekstualitas dan rekontekstualisasi
Hilary Janks (1997, h. 341). wacana yang bersaing di beragam
Ideologi yang ingin diungkap wilayah dan genre publik (Iedema, 1997;
analisis wacana kritis (AWK) adalah Iedema dan Wodak, 1999; Muntigl et al.,
kepercayaan sehari-hari yang tersembunyi

Sidharta, J. | 2016 | Wacana Kompas.com dalam Pemberitaan Mengenai Pernikahan Anak (Publikasi Juni 2015 hingga Oktober 2015) 7
2000, dalam Wodak dan Meyer, 2009, h. bahwa pada dasarnya feminisme adalah
10). mode analisis, metode mendekati hidup
dan politik, daripada kesatuan kesimpulan
Feminist Standpoint Theory politis tentang penindasan terhadap
Usaha mengembangkan, pada perempuan; dan kekuatan metode feminis
basis metodologis yang disediakan teori adalah ia memungkinkan kita terhubung
Marx, alat epistemologis penting untuk pada kehidupan sehari-hari melalui
memahami dan menentang semua bentuk analisis institusi sosial yang membentuk
dominasi, adalah definisi standpoint kehidupan itu.
feminism menurut Hartsock (1983, h. 28, Dilansir dari Internet
dalam York University). Standpoint Encyclopedia of Philosophy (IEP), FST
sendiri dimaknai sebagai identitas atau mengklaim bahwa posisi sosio-politis
kesadaran kolektif (Bowell dalam Internet tertentu ditempati perempuan (dan ke-
Encyclopedia of Philosophy [IEP]). lompok lain yang kekurangan keuntungan
Walau perspektif dibentuk posisi sosial dan ekonomi) bisa menjadi situs
sosio-historis seseorang dan mungkin bisa epistemic privilege dan selanjutnya tolok
menyediakan titik awal munculnya ukur produktif untuk mempertanyakan
standpoint, standpoint ada melalui siapa yang secara sosial dan politis
pengalaman kolektif akan perjuangan terpinggirkan serta siapa, yang dengan
politis, perjuangan yang membutuhkan keuntungan sosial dan politis, menempati
ilmu pengetahuan dan politik (Hartsock posisi penindas.
dalam Harding, 2004, h. 8, dalam Bowell, Sebagaimana diurai Sandra
IEP). Harding (2004, h. 7-8, dalam Bowell,
Berdasarkan uraian York IEP), teori standpoint memetakan
University, pengetahuan dipaparkan bagaimana ketidak-menguntungkan sosial
secara umum dari perspektif yang dan politis bisa diubah menjadi
bergantung pada gender dan perempuan keuntungan epistemik, saintifik dan
biasanya dipinggirkan dari pengetahuan politis.
itu, maka sebagai “strategi politis” teori FST memandang semua usaha
standpoint melawan dominasi sudut untuk tahu disituasikan secara sosial.
pandang pria untuk memperoleh Situasi sosial seorang agen epistemis—
perspektif yang lebih berimbang atas gender, kelas, ras, etnisitas, seksualitas
beragam isu. dan kemampuan fisik—berperan dalam
Feminist Standpoint Theory (FST) membentuk apa yang ia ketahui dan
mempertanyakan bagaimana kita membatasi apa yang bisa ia ketahui.
menjustifikasi kebenaran klaim feminis Pengaruh lokasi sosial pada konten dan
bahwa perempuan telah dan sedang kapasitas epistemis dapat dirasakan
ditekan serta mengeksplorasi bagaimana melalui praktik epistemis, membentuk
pengetahuan bisa disituasikan dan tetap bukan hanya cara kita memahami dunia,
“benar” dan bagaimana kita mengakui melainkan juga cara dunia diperlihatkan
perbedaan tanpa menyingkirkan kemung- pada kita melalui pengalaman (Bowell,
kinan analisis mendalam dan kesuksesan IEP).
politik feminis (Hekman, 1997, h. 342). Menurut FST (Bowell, IEP),
Hartsock (1981, h. 35-36, dalam standpoint muncul ketika mereka yang
Hekman, 1997, h. 342-343) mengurai termarjinalkan dan relatif tidak terlihat

Sidharta, J. | 2016 | Wacana Kompas.com dalam Pemberitaan Mengenai Pernikahan Anak (Publikasi Juni 2015 hingga Oktober 2015) 8
dari titik keuntungan (vantage point) dari pernikahan anak “terkait dengan
mereka yang secara epistemis diun- ekspektasi sosial dan ekonomis …
tungkan menjadi sadar akan situasi sosial [pernikahan anak dipengaruhi] konflik
mereka terkait kekuatan dan tekanan dan tekanan untuk menjaga norma
sosio-politis, dan mulai bersuara; ini perilaku sosial dan gender.”
adalah proses kolektif yang terjadi Konflik dan tekanan tersebut bisa
melalui penyadaran dan pengakuan dari datang dari pihak-pihak yang berbeda.
orang lain yang menempati standpoint Sebagaimana termanifestasi dalam
serupa. Undang-Undang Perkawinan, kontradiksi
Menurut Bowell (IEP), definisi dalam beragam bagiannya adalah hasil
akan diri sendiri dalam konteks pertentangan wacana budaya feminisme
standpoint menyediakan tolok ukur dengan patriarki dalam wujud agama,
penilaian pribadi atas identitas diri khususnya Islam.
sendiri, menantang identitas yang Menurut Candraningrum, Dhewy,
dipaksakan stereotip konvensional yang dan Pratiwi (2016, h. 158)
membentuk hegemoni cara-cara berpikir fundamentalisme agama mendasari
dari sudut pandang kaum yang dominan pemikiran bahwa “untuk menghindari
secara sosial dan politis. fitna dan zina - maka dari itu anak-anak
Penegasan identitas, akan siapa perempuan harus segera dinikahkan
diri seseorang secara pribadi, meskipun mereka belum lulus sekolah
menambahkan pengetahuan tentang sekali pun (Candraningrum, 2013: 83-84
bagaimana hidup pribadi dan bagaimana berjudul Negotiating Veiling: Politics and
orang itu mengalami dunia. Kebenaran itu Sexuality in Contemporary Indonesia).”
membongkar mitos tentang diri Selain itu, UU Perkawinan masih
seseorang, tentang hubungannya dengan bias gender dan merugikan perempuan
dunia, dan tentang hubungannya dengan sehingga “dalam hal ini anak-anak
orang lain dalam dunia yang sebelumnya perempuan mengalami subordinasi secara
dianggap sebagai benar (Bowell, IEP). berlapis-lapis, yaitu dalam 1. sistem kapi-
FST menunjukkan bahwa untuk talisme global dengan diperdagangkan
bertahan dalam struktur sosial di mana dan 2. tafsir keagamaan yang tidak ramah
seseorang ditekan, ia harus memahami gender” (Candraningrum, 2015).
praktik penekanan, memahami pihak Sistem kapitalisme yang disebut
yang ditekan dan menekan; tetapi Candraningrum, jika dilihat dari
bipolaritas epistemik ini tidak diwajibkan paradigma kritis Marxism (League for the
dan tidak tersedia bagi pihak dominan. Revolutionary Party, 1989),
Pemahaman ini memicu pertanyaan yang memanfaatkan ideologi bahwa peran
membuat kita mengkaji ulang keper- “utama” perempuan adalah di rumah.
cayaan, stereotip dan bias dari kelompok Perempuan ditekan karena mereka
dominan di masyarakat, proposisi yang menanggung beban pekerjaan di rumah
sebelumnya dianggap sebagai pengeta- sekaligus produksi sosial. Pekerjaan di
huan (Bowell, IEP). rumah tidak “dibayar” dalam artian
perempuan tidak memperoleh hak yang
Konflik Ideologi seharusnya diterimanya sebagai
Menurut Gangoli, McCarry, dan kontraprestasi dari apa yang ia lakukan.
Razak (2009) dalam Erin A. Frost (2011),

Sidharta, J. | 2016 | Wacana Kompas.com dalam Pemberitaan Mengenai Pernikahan Anak (Publikasi Juni 2015 hingga Oktober 2015) 9
Dalam sistem yang menilai semua dalam Frost (2011) dalam konteks anak
berdasarkan produktivitasnya, nilai perempuan disosialisasi agar ingin
perempuan ditekan karena nilai dari apa menyenangkan orangtua mereka sehingga
yang diproduksinya dianggap sebagai mereka merasa sungkan untuk menolak
peran yang harus dijalankan perempuan, menikah dini.
bukannya sebagai pekerjaan yang
seharusnya dibayar dengan nilai yang Diskriminasi
sepadan. Pernikahan anak adalah bentuk
Ideologi ini membuat posisi diskriminasi terhadap perempuan
perempuan rentan, bahkan wanita bisa (Equality Now, 2014). Diskriminasi
diperdagangkan dengan cara dinikahkan dalam pengertian dasarnya adalah
demi kepentingan ekonomi keluarganya. pembedaan perlakuan maupun.
Tafsir keagamaan yang disebut Menurut Reskin (1998, h. 32) dan
Candraningrum dari sudut pandang kritis National Research Council (2004, h. 39-
Karl Marx sebagaimana diulas dalam 40) dalam Pager dan Shepherd (2008,
situs Boundless, menempatkan agama 181-209), pembedaan terjadi ketika
sebagai pemegang peran penting dalam individu diperlakukan setara menurut
mempertahankan status quo yang tidak seperangkat aturan dan prosedur tetapi
setara, dengan adanya kelompok orang prosedur dikonstruksi dalam cara yang
yang memiliki jauh lebih banyak sumber lebih menguntungkan anggota-anggota
daya dan kekuasaan daripada kelompok kelompok tertentu daripada kelompok
lainnya. lainnya.
Dalam konteks ini, agama Dalam penelitian ini, makna
membuat patriarki jauh lebih berkuasa diskriminasi mencakup pemberlakuan
daripada usaha perempuan memper- standar ganda bagi perempuan dan pria,
juangkan haknya dengan memperta- seperti pembedaan batas usia minimum
hankan kodrat bahwa perempuan harus menikah yaitu 16 tahun bagi perempuan,
tunduk pada lelaki. atau usia kanak-kanak, sementara bagi
Dalam Theses on Feurbach (1845, pria 19 tahun.
h. 3), Marx menyatakan bahwa sentimen
keagamaan merupakan produk sosial. Budaya dan Pernikahan Anak
Menurutnya, kaum berkuasa meng- Menurut Anshor (2016, h. 119-
gunakan agama sebagai alat untuk 123), “praktik perkawinan anak tidak
menenangkan kaum yang kurang lepas dari konstruksi patriarkhi yang
berkuasa mempengaruhi berbagai faktor kehidupan
Pendekatan konflik sosial Marx yang merugikan bagi anak perempuan,
terhadap agama menekankan bagaimana indikasinya antara lain” “rentan menjadi
agama, sebagai fenomena perilaku korban perceraian,” “rentan menjadi
manusia, berfungsi untuk menjaga korban kekerasan seksual dan
ketidakseimbangan sosial dengan cara pedophilia,” “rentan menjadi korban
menyediakan kerangka berpikir yang KDRT; relasi timpang mengakibatkan
membenarkan penindasan. kejiwaan istri terganggu,” “akses
Konsep penjagaan ketidak- pendidikan formal terputus (drop out) dan
seimbangan sosial tersebut juga diamati membatasi akses ke dunia kerja,” “anak
oleh Gangoli, McCarry, dan Razak (2009) perempuan dianggap sebagai beban atau

Sidharta, J. | 2016 | Wacana Kompas.com dalam Pemberitaan Mengenai Pernikahan Anak (Publikasi Juni 2015 hingga Oktober 2015) 10
properti,” serta terjadinya “eksploitasi ningrum, Dhewy dan Pratiwi, 2016, h.
seksual melalui pengantin pesanan bagi 157-158):
wisatawan.”
Pandangan tradisional pun Mereka (masyarakat Subang yang
“menuntut perempuan patuh pada laki- mendukung pernikahan anak) itu
laki dan memposisikan perempuan di cuma pokoknya sudahlah daripada
bawah laki-laki sehingga perempuan sekolah tinggi-tinggi apapun juga
harus dapat menerima berbagai perlakuan tetap perempuan itu ke dapur-
termasuk kekerasan melalui kawin paksa” dapur juga. Ya udah umur sekian
(Anshor, 2016, h. 121). nikah aja, gak papa. (…) Terjadi
Faktor lain yang menyebabkan pernikahan di bawah umur karena
dilakukannya pernikahan anak yaitu memang berdasarkan cara
pandangan bahwa anak-anak adalah aset pandang mereka begitu ya. Jadi
orangtua. “Orang tua merasa bahwa pernikahan itu lebih cepat
mereka memiliki kontrol penuh terhadap dilaksanakan ketimbang itu akan
aset-aset mereka dan oleh karena itu mendekati perzinaan. Jadi itu
mereka berhak untuk memutuskan kalau menurut saya sih karena
bagaimana dan ke arah mana aset tersebut dampak dari persepsi agama dan
dimanfaatkan (…) Anak laki-laki juga norma sosial di masyarakat.
dieksploitasi untuk mencari uang di luar Orang di Sukabumi itu rata-rata
rumah sedangkan anak perempuan berpikirnya kalau mereka
dieksploitasi untuk mengurus pekerjaan memiliki anak gadis, mereka
rumah tangga, meringankan beban orang serasa sudah resah begitu ya,
tua dengan membangun keluarga baru, dalam artian resah itu dia sudah
dan melahirkan anak untuk menghasilkan tidakn nyaman kalau misalnya
aset yang baru” (Anshor, 2016, h. 122). anaknya itu sudah punya pacar
Karim dan Slamet (2013, dalam seperti itu. Jadi mereka lebih baik
Anshor, 2016, h. 122) juga menemukan menikahkan secepatnya saja untuk
“bahwa banyak orangtua dan keluarga menghindari beberapa hal yang
khususnya dari masyarakat ekonomi tidak diinginkan.
lemah yang menikahkan anaknya yang
masih di bawah umur karena beranggapan Selain itu, “perempuan masih
agar terbebas dari beban pembiayaan tetap terpinggir dalam arena
kehidupan sehari-hari, untuk mengurangi kepemimpinan pendidikan (…)
beban ekonomi keluarga bahkan dianggap Perempuan pemimpin berada di luar
sebagai property yang dapat membantu jaringan pria, dimarjinalkan dalam
beban ekonomi keluarganya.” budaya dominan dan memiliki
Konsep peran gender tradisional ketertarikan lebih rendah terhadap status
juga berkontribusi dalam pembenaran quo, mengingat marjinalisasi yang
pernikahan anak, sebagaimana dilansir mereka hadapi” (Court, 1995, dalam
dari paparan fasilitator lapangan PEKKA Candraningrum, Dhewy dan Pratiwi,
(Perempuan Kepala Keluarga) Jawa Barat 2016, h. 168).
Mibnasah Rukamah di Desa Cikidang, Candraningrum, Dhewy dan
Sukabumi, 14 November 2015 (Candra- Pratiwi (2016, h. 167-168) juga
menemukan bahwa “rendahnya

Sidharta, J. | 2016 | Wacana Kompas.com dalam Pemberitaan Mengenai Pernikahan Anak (Publikasi Juni 2015 hingga Oktober 2015) 11
kepemimpinan perempuan dalam ruang dengan laki-laki maka kemudian
publik merupakan penyumbang dari dinikahkan agar tidak membawa
disparitas gender terutama dalam malu baik pada keluarga dan
pendidikan (…) Sulitnya akses masyarakat. Ini merupakan
pendidikan dan angka drop-out tinggi di kerentanan yang berlapis yang
kalangan anak perempuan merupakan dialami anak perempuan
penyumbang besar bagi pernikahan anak. ketimbang anak laki-laki dalam
(… Sebaliknya,) pendidikan tinggi kasus pernikahan anak.
menjadi peretas penting dalam
mengurangi perkawinan anak-anak Mengutip Candraningrum, Dhewy
perempuan (…) Kepribadian, kapasitas dan Pratiwi (2016, h. 173-174), “latar
dan kompetensi anak perempuan belakang ekonomi merupakan pemicu
memiliki pengaruh kuat pada utama KDRT terhadap anak perempuan
berkurangnya prevalensi pernikahan di samping juga adanya budaya patriarkal
anak.” yang masih kuat di Jawa Barat
Motif lain menikahkan anak (…sementara) sekolah-sekolah belum
perempuan, sebagaimana dijabarkan belum begitu memiliki kewaspadaan
Candraningrum, Dhewy dan Pratiwi perihal bahaya laten KDRT dalam
(2016, h. 170-171) dari Focus Group pernikahan anak.”
Discussion (FGD) di Desa Cikidang, Selain itu, Candraningrum,
Sukabumi, pada 13 November 2015: Dhewy dan Pratiwi (2016, h. 177-181)
menyatakan:
Pandangan bahwa melepaskan
anak perempuan sebagai keinginan memiliki bayi setelah
membebaskan sebuah unit menikah dini paling banyak dipicu
keluarga dari kemiskinan masih oleh keluarga sang suami, dimana
kuat mendominasi wilayah- keberadaan seorang cucu
wilayah perdesaan di hampir merupakan perihal utama
seluruh wilayah kantung-kantung mengapa mereka dinikahkan tanpa
pernikahan anak di Indonesia. (…) memikirkan bahwa kesehatan
Kesulitan melanjutkan pendidikan reproduksi sang pengantin
bagi anak perempuan, kemudian perempuan belum matang dan
mereka dinikahkan dalam rangka laiknya perempuan berusia 20-21
membebaskan keluarga tersebut tahun yang disebut matang secara
dari kemiskinan. (…) Sekolah medis. Bahkan anak-anak
untuk anak perempuan merupakan perempuan yang baru dinikahkan
beban bagi keluarga, maka jalan merasa sangat takut ketika akan
keluarnya adalah dengan berhubungan seks atau hamil atau
menikahkan anak-anak melahirkan. Dari fakta tersebut
perempuan, meskipun di bawah ditemukan bahwa kualitas dan
umur. (…) Anak perempuan yang kematangan reproduksi seksual
tidak sekolah dan miskin, dalam mereka amat tidak layak dan
beberapa kasus, justru dianggap rentan terhadap eksploitasi. Hal
membebani keluarga dan ini diperparah oleh buruknya
masyarakat. Apabila telah bergaul pengetahuan masyarakat bahwa

Sidharta, J. | 2016 | Wacana Kompas.com dalam Pemberitaan Mengenai Pernikahan Anak (Publikasi Juni 2015 hingga Oktober 2015) 12
anak-anak perempuan di bawah 18 opsi kesehatan reproduksi
tahun belum siap dan matang fisik mengingat banyak anak
dan psikologisnya dalam perempuan melahirkan mengalami
menghadapi dan mengarungi komplikasi dan bahkan terenggut
bahtera rumah tangga. Agama nyawanya.
merupakan pemicu utama
menuntaskan faktor-faktor Agama dan Pernikahan Anak
tersebut meskipun anak-anak “Fundamentalisme agama”
perempuan kemudian mengalami menurut Candraningrum, Dhewy dan
keguguran, bahkan kematian Pratiwi (2016, h. 158) mendasari
akibat hamil dan melahirkan. (…) penyebaran diskursus zina, yang
Pernikahan anak banyak dipicu selanjutnya dijadikan justifikasi praktik
oleh absennya pendidikan seksual pernikahan anak.
komprehensif (CSE- Dikutip dari Candraningrum,
Comprehensive Sexual Dhewy dan Pratiwi (2016, h. 165):
Education). Kekosongan ini
terjadi karena peningkatan Zina merupakan satu diskursus
diskursus tabu atas diskusi tubuh baru sejak tahun 2000-an dimana
dan seksualitas. (…) sebuah keluarga memutuskan
untuk mengawinkan anak-anaknya
Narasi takut akan zina (juga) jika kedapatan terlalu dekat dan
masih mendominasi pernikahan telah berhubungan seksual. Rasa
anak di Sukabumi, selain karena takut atas zina terutama dipicu
kemiskinan dan pendidikan buruk. oleh tafsir konservatif yang amat
(…) Hampir seluruh fakta yang berat, yaitu dicambuk atau
terkumpul di lapangan dilempari batu. Dalam temuan
mengonfirmasi bahwa faktor FGD di Desa Cikidang dipaparkan
“kehamilan di luar nikah” atau bahwa rasa takut atas perbuatan
kerap disebut “kecelakaan” zina ini melebihi rasa takut
mendominasi sebagai penyebab masyarakat atas kematian anak
pernikahan anak. Satu-satunya perempuan akibat pernikahan dini
solusi kecelakaan kehamilan atau hilangnya masa depan anak-
adalah dengan menikahkan anaknya karena pernikahan dini.
anaknya untuk menutup malu, (…)
tanpa memikirkan status
kesehatan reproduksi, psikis dan Masyarakat sering menyebut
fisik calon ibu yang masih anak- pemicu zina adalah „pergaulan
anak. Pilihan aborsi sebagai jalan bebas‟. Via pergaulan bebas inilah
lain menyelamatkan masa depan kemudian masyarakat mengalami
anak masih dilihat sebagai pilihan ketakutan massal atas pacaran dan
tabu dan berdosa dari kacamata konsekuensi zina. Para tokoh
agama. Inilah mengapa kemudian agama dan orang tua kemudian
pernikahan anak-anak menjadi memutuskan bahwa pernikahan
tinggi di Indonesia karena aborsi adalah jalan terbaik menghindari
tidak dipilih sebagai salah satu zina. (…)

Sidharta, J. | 2016 | Wacana Kompas.com dalam Pemberitaan Mengenai Pernikahan Anak (Publikasi Juni 2015 hingga Oktober 2015) 13
Selain dinikahkan secara dini, Mereka yang terlibat “perkawinan
salah satu penyelesaian lain adalah anak juga mengakui adanya
nikah siri. Nikah siri dinilai dapat kekurangmatangan baik dari suami
menyelamatkan kehormatan maupun istri untuk merespon
keluarga apabila kedapatan permasalahan rumah tangga sehingga
anaknya telah melakukan mereka lebih rentan terhadap perceraian”
hubungan seks di luar nikah atau (Anshor, 2016, h. 119).
hanya pacaran saja (…) Rasa takut Menurut Candraningrum, Dhewy
pada zina ini diakselerasi oleh rasa dan Pratiwi (2016, h. 153), “perkawinan
takut yang berlebihan pada dalil- anak dengan kehamilan dini di bawah
dalil agama tentang hukum usia 18 tahun berisiko tinggi mengalami
cambuk, hukum rajam, sampai komplikasi saat kehamilan, kelahiran, dan
mati, yang mustahil diterapkan di bahkan bisa menyebabkan kematian sang
Indonesia yang tidak menganut anak perempuan karena si ibu masih
hukum punitif seperti ini. dalam masa pertumbuhan sehingga terjadi
Ternyata narasi-narasi seperti ini perebutan gizi antara si ibu dengan janin.”
telah tersosialisasikan dengan baik “Anak perempuan merupakan
di kalangan masyarakat hingga korban yang paling rentan dari
menaikkan indeks pernikahan perdagangan dan pernikahan anak”
anak (Indonesia menjadi) tertinggi (Candraningrum, Dhewy dan Pratiwi,
kedua se-Asia Tenggara. 2016, h. 152) mengingat “dalam
pernikahan kontrak di Puncak, Jawa
Dampak Pernikahan Anak Barat, Arivia menemukan bahwa hapir
Dilansir dari Candraningrum, separuh anak-anak perempuan diperbudak
Dhewy dan Pratiwi (2016, h. 151) anak seksual dalam akta kawin-kontrak (Arivia
perempuan menjadi korban paling rentan & Gina, 2015 di Jurnal Perempuan 84).
dari pernikahan anak mengingat: Selain itu, “anak-anak yang
diperdagangkan untuk tujuan eksploitasi
1. Anak perempuan dari daerah seksual komersial, seperti pekerja rumah
perdesaan mengalami kerentanan tangga, pengantin-anak, dan pekerja anak,
dua kali lipat lebih banyak untuk sering dikirim untuk bekerja di
menikah dibanding dari daerah lingkungan yang berbahaya: seperti di
perkotaan. 2. Pengantin anak yang perkebunan, sementara bayi yang
paling mungkin berasal dari diperdagangkan untuk diadopsi ilegal dan
keluarga miskin. 3. Anak diambil organnya. Anak-anak ini berisiko
perempuan yang kurang ditinggalkan, diabaikan, dan
berpendidikan dan drop-out dari diperdagangkan (Briant, 2005 dalam
sekolah umumnya lebih rentan Silva Leander, Annika, Laporan Anak-
menjadi pengantin-anak daripada anak dan Migrasi untuk UNICEF
yang bersekolah. Akan tetapi saat Indonesia, 2009” dalam Candraningrum,
ini UNICEF melaporkan bahwa Dhewy dan Pratiwi, 2016, h. 152).
prevalensi ini bergeser terutama di Perkawinan anak juga bisa
daerah perkotaan: pada tahun menyebabkan terjadinya kekerasan dalam
2014 25% perempuan berusia 20- rumah tangga (KDRT) karena
24 menikah di bawah usia 18. ketidakstabilan ekonomi dapat memicu

Sidharta, J. | 2016 | Wacana Kompas.com dalam Pemberitaan Mengenai Pernikahan Anak (Publikasi Juni 2015 hingga Oktober 2015) 14
penganiayaan istri oleh suami serta suami oleh tidak keluarnya ASI anak perempuan
meninggalkan istri dan mengabaikan saat ia harus menyusui bayinya” dan anak
tanggung jawab sebagai suami (Mukhtar perempuan yang mengandun berisiko
dan Mulyono, 2013, dalam Anshor, 2016, mengalami keguguran.
h. 120). Akses pendidikan bagi anak
Pusat Studi Kebijakan dan perempuan yang menikah dan hamil
Kependudukan Universitas Gadjah Mada terputus pula, “baik karena peraturan
(PSKK UGM) pada 2011 menyatakan sekolah maupun karena dipaksa oleh
pernikahan anak berdampak buruk karena keluarga untuk mengurusi rumah
“secara psikologis kesehatan jiwa anak tangganya” sementara anak laki-laki yang
terganggu baik saat dihadapkan pada telah menikah maupun melakukan
pertengkaran rumah tangga maupun pada hubungan seksual sebelum menikah bisa
saat harus menerima beban tanggung tetap mendapat hak atas pendidikan
jawab dalam mengurusi rumah tangga (Anshor, 2016, h. 121).
khususnya yang belum sepantasnya UNFPA pada 2013 menegaskan
dilakukan oleh anak (Anshor, 2016, h. juga bahwa bukan kemiskinan, melainkan
120). perkawinan, yang “merupakan akibat
Anak perempuan juga belum langsung putus sekolah bagi anak
berkemampuan cukup untuk bekerja dan perempuan (…) Hal tersebut semakin
menerima upah layak, dan seringkali memunculkan ketidaksetaraan bagi
dinikahkan dengan suami yang umurnya perempuan dimana anak perempuan yang
jauh lebih tua sehingga “cenderung mengalami pernikahan dini dan
bergantung secara finansial terhadap kehamilan justru dibuang dari sekolah
suaminya dan dapat berakibat pada dan lingkungan sekitarnya. Padahal,
kekerasan rumah tangga tanpa putusnya pendidikan memicu munculnya
perlawanan” (Anshor, 2016, h. 120). mata rantai kemiskinan (…) Dengan
Perempuan yang melahirkan pada pendidikan formal yang rendah mereka
usia 10 hingga 14 tahun lima kali lebih tidak dapat memperoleh pekerjaan yang
berisiko meninggal saat hamil maupun lebih baik” (Anshor, 2016, h. 121-122).
ketika melahirkan daripada kelompok
usia 20-24 tahun, dan risiko ini Metode
meningkat dua kali lipat pada anak usia Penelusuran dengan kata kunci
15-19 tahun, menurut UNICEF “perkawinan” pada berita yang
sebagaimana dikutip dari Candraningrum, dipublikasi Kompas.com pada Juni 2015
Dhewy dan Pratiwi (2016, h. 176). hingga Oktober 2015 menghasilkan 14
Komplikasi terkait kehamilan dan artikel yang relevan dengan Undang-
persalinan juga menjadi penyebab Undang Perkawinan dan usia menikah
kematian terbesar anak perempuan, yaitu perempuan.
70 ribu kematian per tahun, (UNFPA, 14 artikel tersebut lalu dianalisis
2013, h. 18 dalam Candraningrum, dengan pendekatan analisis wacana kritis
Dhewy dan Pratiwi, 2016, h. 176). Wodak (2001, h. 72-73; Wodak dan
Menurut Candraningrum, Dhewy Meyer, 2009, h. 93-118) dengan
dan Pratiwi (2016, h. 176-177), modifikasi Rybnikova (2016, h. 120) dan
“kelahiran anak oleh anak juga penulis.
mengakibatkan gizi buruk karena dipicu

Sidharta, J. | 2016 | Wacana Kompas.com dalam Pemberitaan Mengenai Pernikahan Anak (Publikasi Juni 2015 hingga Oktober 2015) 15
Simpulan dan Saran Daftar Pustaka
Pengantin anak adalah masalah
karena idealnya anak-anak tidak menikah, African Child Policy Forum. 2013.
sebagaimana diatur Undang-Undang “Provisions of International and
Perlindungan Anak. Pernikahan dini Regional Instruments Relevant to
adalah pelanggaran hak anak dan secara Protection from Child Marriage”
khusus merugikan anak perempuan dalam Girls Not Brides (“Child
sebagai pihak yang lebih rentan. Marriage & The Law,” 2015).
Kompas.com memosisikan diri Diambil pada 8 Juni 2016 dari
sebagai media yang berideologi feminis http://www.girlsnotbrides.org/wp-
liberal dengan definisi membela hak anak content/uploads/2015/03/Intl-and-
dan perempuan atas kesetaraan sehingga Reg-Standards-for-Protection-
dalam pemberitaannya mengenai from-Child-Marriage-By-ACPF-
pernikahan anak media massa daring May-2013.pdf
tersebut mengambil arah pemberitaan
yang membela pengantin anak. Anshor, Maria Ulfah. 2016. “Kerentanan
Fenomena pengantin anak di Anak Perempuan dalam Pernikahan
Indonesia terjadi antara lain karena Anak.” Jurnal Perempuan, vol. 21
hegemoni ide yang memihak pelanggaran no. 1, h. 116-129.
hak anak dalam wujud perspektif bahwa
anak perempuan harus segera menikah Arivia, Gadis dan Gina, Abby. 2015.
guna menghindari seks sebelum “Budaya, Seks dan Agama: Kajian
pernikahan, bahkan jika sang anak belum Kawin Kontrak di Cisarua &
lulus sekolah. Jakarta.” Jurnal Perempuan 84, vol.
Selain itu, hukum Indonesia yang 20, no. 1, h. 120-136.
kontradiktif menyediakan pembenaran
atas praktik pernikahan dini yang Baker, Nick. 2015. “Masa Kecil yang
sebenarnya merupakan eksploitasi anak Tercuri: Pengantin Anak di
dan pelanggaran Undang-Undang Sulawesi Barat.” Diambil pada 5
Perlindungan Anak yang menyatakan April 2016 dari http://indonesia
orangtua harus dan bertanggungjawab unicef.blogspot.co.id/2015/08/masa
untuk mencegah pernikahan anak. -kecil-yang-tercuri-pengantin-
Saran peneliti adalah bagi anak.html
pemerintah untuk mengkaji ulang
Undang-Undang Perkawinan Anak dan Bates, Thomas R. 1975. “Gramsci and the
membuat peraturan yang melarang Theory of Hegemony”. Journal of
pernikahan anak, sebagaimana telah the History of Ideas, vol. 36, no. 2,
diatur dalam Peraturan Bupati Gunung h. 351-366. University of
Kidul Nomor 36 Tahun 2015 tentang Pennsylvania Press, doi:10.2307/
Pencegahan Perkawinan Pada Usia Anak. 2708933. Diambil pada 11 Juni
Selain itu, peningkatan kesadaran publik 2016 dari http://www.jstor.org/
akan pentingnya melindungi hak anak stable/2708933?seq=1#page
atas pendidikan dan hak lainnya yang _scan_tab _contents
dilanggar pernikahan anak juga peneliti
sarankan.

Sidharta, J. | 2016 | Wacana Kompas.com dalam Pemberitaan Mengenai Pernikahan Anak (Publikasi Juni 2015 hingga Oktober 2015) 16
Biagi, Shirley. 2007. Media / Impact: An Contemporary Indonesia. EHESS:
Introduction to Mass Media. IRASEC.
Australia: Thomson/ Wadsworth.
——. 2015. “Pernikahan Anak: Status
Blank, RM, Dabady, M, Citro, CF, Anak Perempuan?” Diambil pada
(editors). National Research 28 Maret 2016 dari http://www.
Council. 2004. Measuring Racial jurnalperempuan.org/pernikahan-
Discrimination. Panel on Methods anak-status-anak-perempuan. html
for Assessing Discrimination
. Washington, DC: Comm. Natl. Candraningrum, Dhewy, dan Pratiwi.
Stat., Div. Behav. Soc. Sci. Educ., 2016. “Takut akan Zina,
Natl. Acad. Press. Pendidikan Rendah, dan
Kemiskinan: Status Anak
Boundless. Tanpa Tahun. “Marxist Perempuan dalam Pernikahan
Theory of Religion.” Diambil pada Anak di Sukabumi Jawa Barat.”
28 Maret 2016 dari https://www. Jurnal Perempuan, vol. 21, no. 1,
boundless.com/sociology/textbooks h. 149-184.
/boundless-sociology-
textbook/religion-14/the-conflict- Chitika Insights. 2013. “The Value of
perspective-on-religion- Google Result Positioning.”
107/religion-and-social-control- Diambil pada 6 April 2016 dari
596-2095/ https://chitika .com/google-
positioning-value
Bowell, T. Tanpa Tahun. “Feminist
Standpoint Theory.” Internet Court, M. 1995. “Good Girls and
Encyclopedia of Philosophy. Naughty Girls‟: Rewriting the
Diambil pada 10 Juni 2016 dari Scripts for Women‟s Anger.”
http://www.iep.utm.edu/fem- Gender and Changing
stan/#H3 Educational Management, ed. B.
Limerick dan B. Lingard, h. 162-
Briant. 2009. Laporan Anak-anak dan 173. Sydney: Hodder and
Migrasi untuk UNICEF Indonesia. Stoughton.
dalam Annika Silva Leander, 2009.
Engels, Frederick. 1902. The Origin of
Bruegel, Irene. 1978. “What Keeps the the Family, Private Property and
Family Going?” International the State. Chicago: Kerr.
Socialism, vol. 2, no. 1. Diambil
pada 9 Juni 2016 dari Equality Now. 2014. “Protecting the Girl
https://www.marxists.org/history/et Child: Using the Law to End Child,
ol/newspape/isj2/1978/no2- Early and Forced Marriage and
001/bruegel.html Related Human Rights Violations.”
Diambil pada 21 Mei 2016 dari
Candraningrum, Dewi. 2013. Negotiating http://www.equalitynow.org/sites/d
Veiling: Practice of Veiling in efault/files/Protecting_the_Girl_Chi
ld.pdf

Sidharta, J. | 2016 | Wacana Kompas.com dalam Pemberitaan Mengenai Pernikahan Anak (Publikasi Juni 2015 hingga Oktober 2015) 17
Freedman, Jane. 2001. Feminism. Feminism.” Capital and Class,
Buckingham: Open University no. 8.
Press.
Hartsock, Nancy. 1981. "Fundamental
Frost. 2011. “Preventing Child Marriage: Feminism: Prospect and
A Complex Cultural Battle.” Perspective." Building Feminist
Diambil pada 6 April 2016 dari Theory, ed. Charlotte Bunch, h.
http://erinafrost.com/2011/08/10/p 32-43. New York: Longman.
reventing-child-marriage-a-
complex-cultural-battle/ ——. 1983. “The Feminist Standpoint.”
Discovering Reality. Sandra
Gangoli, G., McCarry, M., dan Razak, A. Harding and Merril B. Hintikka
2009. “Child marriage or forced (Eds). Holland; Boston; London:
marriage?: South Asian Communi- D. Reidel Publishing Company.
ties in North East England.
” Children & Society, vol. 23, h. ——. 2004. “The Feminist Standpoint:
418-429. Developing the Ground for a
Specifically Feminist Historical
German, Lindsey. 1981. “Theories of Materialism” dalam Harding,
Patriarchy.” International Socia- 2004.
lism, vol. 2, no. 12. Diambil pada 9
Juni 2016 dari https://www. Hekman, Susan. 1997. “Truth and
marxists.org/history/etol/writers/ger Method: Feminist Standpoint
man/ 1981/xx/patriarchy. htm#n7 Theory Revisited.” Signs, vol. 22,
no. 22, h. 341-365. Diambil pada
Giddens, A. 2001. Sociology. Oxford: 10 Juni 2016 dari http://home.ku.
Polity Press. edu.tr/~mbaker/cshs503/hekman.p
df
Hakim, Rakhmat Nur. 2016. “Praktik
Perkawinan Anak Dinilai Jadi Irianto, Sulistyowati. 2015. “Media,
Salah Satu Penyebab Kekerasan Hukum dan Kecerdasan Nurani.”
Seksual pada Anak.” Kompas. Kompas 28 Juli 2015. (dalam
com, 2016. Diambil pada 8 Juni Candraningrum, Dhewy dan
2016 dari http://nasional.kompas. Pratiwi, 2016).
com/read/2016/05/30/20155451/p
raktik.perkawinan.anak.dinilai.jad Janks, Hilary. 1997. “Critical Discourse
i.salah.satu.penyebab.kekerasan.se Analysis as a Research Tool.”
ksual.pada.anak Discourse: Studies in the Cultural
Politics of Education, vol. 18, no. 3,
Harding, Sandra. 2004. The Feminist h. 329-342.
Standpoint Theory Reader. New
York dan London: Routledge. Karim, Muchit A. dan Slamet. 2013.
“Pelaksanaan Perkawinan di
Hartmann, Heidi. 1979. “The Unhappy Bawah Umur dan Perkawinan
Marriage of Marxism and Tidak Tercatat di Kabupaten

Sidharta, J. | 2016 | Wacana Kompas.com dalam Pemberitaan Mengenai Pernikahan Anak (Publikasi Juni 2015 hingga Oktober 2015) 18
Indramayu, Jawa Barat” (dalam Noebel, David. 2006. Understanding the
Anshor, 2016). Times: The Collision of Today’s
Competing Worldviews (Rev
nd
Koalisi 18. 2015. “Delapan Hakim 2 ed). Chelsea: Summit Press.
Mahkamah Konstitusi Masih Pro Diambil pada 9 Juni 2016 dari
Perkawinan Anak di Indonesia.” http://www.allaboutworldview.org/
Diambil pada 8 Juni 2016 dari marxist-law.htm
http://www.hukumpedia.com/18c
oalition/delapan-hakim- Nour N. 2006. “Health Consequences of
mahkamah-konstitusi-masih-pro- Child Marriage in Africa.”
perkawinan-anak-di-indonesia Emerging Infectious Diseases, vol.
12, no. 11, h. 1644-1649.
Marx, Karl. 1845. “Theses on Feurbach.”
Appendix to Engels' Ludwig Pager dan Shepherd. 2008. “The
Feuerbach and the End of Sociology of Discrimination: Racial
Classical German Philosophy, Discrimination in Employment,
1886. Marx/Engels Selected Housing, Credit, and Consumer
Works, vol. 1, h. 13- 15. Markets.” Annu Rev Sociol, vol. 1,
no. 34, h. 181-209.
——. 1964. Early Writings (terj.) T. B.
Bottomore. New York: McGraw- League for the Revolutionary Party. 1989.
Hill “Women and the Capitalist Family:
The Ties that Bind.” Proletarian
Marx, Karl dan Engels, Frederick. 1940. Revolution, vol. 34. Diambil pada
The German Ideology. New York: 12 Juni 2016 dari https://www.
International Publishers marxists.org/history/etol/newspape/
socialistvoice/womenPR34.html
——. 1975. On Religion. Moscow:
Progress Publishers Reskin, BF. 1998. The Realities of
Affirmative Action in Employment
——. 1976. Collected Works, 40 vols. . Washington, DC: Am. Sociol.
New York: International Assoc
Publishers.
Rybnikova, Rainhart Lang Irma. 2016.
Mukhtar dan Mulyono, Agus. 2013. "Discursive Constructions of
“Problem Perkawinan di Bawah Women Managers in German
Umur dan Perkawinan Tidak Mass Media in the Gender Quota
Tercatat di Kabupaten Brebes Debate 2011-2013." Gender in
Jawa Tengah” (dalam Anshor, Management: An International
2016). Journal, vol. 31, no. 5/6.

Nagi, B. S. 1993. Child Marriage in Samkange, Wellington. 2015. “The


India: A Study of Its Differential Liberal Feminist Theory: Assessing
Patterns in Rajasthan. New Delhi, Its Applicability To Education In
India: Mittal Publications. General And Early Childhood

Sidharta, J. | 2016 | Wacana Kompas.com dalam Pemberitaan Mengenai Pernikahan Anak (Publikasi Juni 2015 hingga Oktober 2015) 19
Development (E.C.D) In Particular Yayasan Pemantau Hak Anak. 2015.
Within The Zimbabwean Context.” “Peneliti PSKK UGM: MK
Global Journal Of Advanced Melanggengkan Perkawinan
Research, vol. 2, no. 7, h. 1172- Anak.” Diambil pada 8 Juni 2016
1178. dari http://www.ypha.or.id/web/?
tag=putusan-mk-melegalkan-
Smith, Joan. 1978. “Women‟s Oppression perkawinan-anak
and Male Alienation.” Interna-
tional Socialism, 2:3. Diambil York University. Tanpa Tahun. “Stand-
pada 9 Juni 2016 dari https:// point Feminism: An Overview.”
www.marxists.org/history/etol/ne Diambil pada 9 Juni 2016 dari
wspape/isj2/1978/no2-003/smith http://www.yorku.ca/mlc/sosc399
.html 0A/projects/standfem/standfem.ht
ml
UNFPA. 2013. Motherhood in
Childhood-Facing the Challenge Peraturan Perundang-undangan
of Adolescent Pregnancy. New
York: UNFPA. Keputusan Presiden 36/1990

van Dijk, Teun A. 2000. Ideology and Undang-Undang No. 1 Tahun 1974
Discourse. Barcelona: Pompeu tentang Perkawinan
Fabra University.
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945
——. 2009. “Critical Discourse Studies:
A Sociocognitive Approach.” Keputusan Presiden 36/1990 tentang
Wodak dan Meyer. (Eds). Pengesahan Convention on the
Methods of Critical Discourse Rights of the Child (Konvensi
Analysis. 2nd Edition. London: tentang Hak-Hak Anak)
Sage.
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974
——. 2011. Discourse Studies: A tentang Perkawinan
Multidisciplinary Introduction. 2nd
Edition. London: Sage. Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan
Amandemennya
Wodak, Ruth. 2001. “The Discourse-
Historical Approach.” R. Wodak UU Nomor 24 Tahun 2013, Perubahan
dan M. Meyer (Eds), Methods of Atas Undang-Undang Nomor 23
Critical Discourse Analysis. Tahun 2006 Tentang Administrasi
London: Sage. Kependudukan.

Wodak, Ruth dan Meyer, Michael. 2009. Peraturan Bupati Gunung Kidul Nomor
Methods of Critical Discourse 36 Tahun 2015 tentang Pencegahan
Analysis. 2nd Edition. London: Perkawinan Pada Usia Anak pada
Sage. 24 Juli 2015

Sidharta, J. | 2016 | Wacana Kompas.com dalam Pemberitaan Mengenai Pernikahan Anak (Publikasi Juni 2015 hingga Oktober 2015) 20

Anda mungkin juga menyukai