dosis pemeliharaan nuntuk pasien yang memiliki fungsi ginjal menurun. Namun, persamaan
klirens yang disesuaikan ini hanya valid jika metabolit obat bersifat inaktif dan jika klirens
metabolik memang tidak dipengaruhi oleh disfungsi ginjal seperti yang diasumsikan. Penurunan
fungsi organ eliminasi sangat berpengaruh jika organ tersebut berperan sebagai rute utama
eliminasi obat. Akan tetapi, ketika jalur eliminasi mayor semakin memburuk, jalor “minor’’
menjadi lebih signifikan karena jalur tersebut mengambil proporsi yamg lebih besar dalam
klirens total. Sebagai contoh, obat yang biasanya dieliminasi 67% melalui rute ginjal dan 33%
melalui rute metabolic akan dimetabolisme 100% pada kondisi gagal ginjal total; akan tetapi,
Cara lain untuk menyesuaikan Clt untuk menghitung laju pendosisan adalah dengan
mendistribusikan fraksi dari klirens total yang merupakan klirens metabolik dan klirens ginajal
pada Clm dan Clt. Dengan menggunakan teknik ini, dapat diperoleh persamaan berikut:
peeliharaan untuk pasien yang memiliki fungsi ginjal yang telah berubah.
Sebagai contoh, suatu obat dimetabolisme sebesar 25%, dibersihkan oleh ginjal sebesar
75%, dan biasanya diberikan sebanyak 100 mg setiap 12 jam. Jika obat ini diberikan pada pasien
yang fungsi ginjal normalnya hanya tinggi 33%, Faktor Penyesuaian Laju Pendosisan adalah 0,5.
Faktor Penyesuaian Lau Pendosisan:
(Fraksi yang dieliminasi secara metabolik) +[ (Fraksi yang Dielimansi Lewat ginjal) (fraksi
= (0,25) + (0,25)
=0,5
Faktor Penyesuaian Laju Pendosisan sebesar 0,5 menyatakan bahwa obat harus diberikan
dengan laju separuh laju normal. Hal ini dapat dicapai dengan mengurangi dosis dan
memperpanjang interval (misalnya 100 mg setiap 24 jam). Salah satu metode ini (atau kombinasi
penyesuaian dosis dan interval pendosisan) dapat digunakan bergantung pada situasi dan tujuan
teraupetik.