Anda di halaman 1dari 18

farmakologi 1

TUGAS
FARMAKOLOGI
PENJELASAN

HISTAMIN DAN ANTIHISTAMIN

DOSEN : Diany Astuti ,M.Si., Apt

Nama : Sudrajat

NIM : 17416248201043

Kelas : FM17D

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS TEKNOLOGI DAN ILMU KOMPUTER

UNIVERSITAS BUANA PERJUANGAN


KARAWANG
2018
farmakologi 2

PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG

Dalam hidup sehari-hari, manusia tidak terpisah dengan makhluk lainnya baik hewan,
tumbuhan maupun benda-benda mikroskopik seperti debu, tungau, serbuk bunga sampai
berbagai makanan yang kita konsumsi sehari-hari seperti susu, telur, kacang-kacangan dan
seafood.

Alergi merupakan suatu reaksi abnormal yang terjadi di tubuh akibat masuknya suatu
zat asing. Zat asing yang dinamakan alergen tersebut masuk ke dalam tubuh melalui saluran
nafas (inhalan) seperti debu, tungau, serbuk bunga. Alergen juga dapat masuk melalui
saluran percernaan (ingestan) seperti susu, telur, kacang-kacangan dan seafood. Di samping
itu juga dikenal alergen kontak yang menempel pada kulit seperti komestik dan
perhiasan.(http://www.kompasiana.com/diah_marliati_a_soeradiredja/Histamin, Penyebab
Gatal-gatal karena Alergi)

Saat alergen masuk ke dalam tubuh, sistem imunitas atau kekebalan tubuh bereaksi
secara berlebihan dengan membuat antibodi yang disebut Imunoglobulin E. Imunoglobulin E
tersebut kemudian menempel pada sel mast (mast cell). Pada tahap berikutnya, alergen akan
mengikat Imunoglobulin E yang sudah menempel pada sel mast. Ikatan tersebut memicu
pelepasan senyawa Histamin dalam darah. Peningkatan Histamin menstimulasi rasa gatal
melalui mediasi ujung saraf sensorik. Senyawa Histamin yang teramat banyak juga bisa
disebabkan oleh stress dan
depresi.(http://www.kompasiana.com/diah_marliati_a_soeradiredja/Histamin, Penyebab
Gatal-gatal karena Alergi)

Pengobatan gatal-gatal karena alergi dilakukan dengan jalan pemberian obat


antihistamin yang banyak dijual secara bebas. Efek samping dari pemakaian obat diantaranya
linglung, pusing, sembelit, sulit berkemih dan penglihatan kabur, namun jarang ada penderita
yang mengalami hal tersebut. Dewasa ini terdapat obat antihistamin generasi terbaru yang
tidak berefek sedatif (mengantuk) dan beraksi lebih lama, namun harganya lebih mahal dan
harus ditebus dengan resep dokter. (http://www.kompasiana.com)

Sesungguhnya pemakaian obat antihistamin hanya menghilangkan gejala alergi dan


menghindari serangan yang lebih besar di masa mendatang, tidak menyembuhkan alergi. Jika
penderita kontak lagi dengan alergen, maka alergi akan muncul kembali. Oleh karena itu,
yang terbaik untuk mengatasi alergi adalah dengan menghindari kontak dengan alergen,
menjaga kebersihan diri dan lingkungan, meningkatkan sistem kekebalan tubuh serta
menjauhi stress.
farmakologi 3

DASAR TEORI

HISTAMIN

Histamin adalah suatu alkaloid yang disimpan di dalam sel mast, dan menimbulkan
berbagai proses faalan dan patologik. Histamin pada manusia adalah mediator penting untuk
reaksi-reaksi alergi yang segera dan reaksi inflamasi, mempunyai peranan penting pada
sekresi asam lambung, dan berfungsi sebagai neurotransmitter dan modulator. (Udin
Sjamsudin: 1995)

Histamin adalah senyawa jenis amin yang terlibat dalam reaksi imun lokal, selain itu senyawa
ini juga berperan dalam pengaturan fungsi fisiologis di lambung dan sebagai
neurotransmitter. Jika tubuh terpapar patogen, maka tubuh memproduksi histamin di dalam
basofil dan sel mast, dengan adanya histamin maka terjadi peningkatan permeabilitas kapiler-
kapiler terhadap sel darah putih dan protein lainnya. Hal ini akan mempermudah sel darah
putih dalam memerangi infeksi di jaringan tersebut.
(http://www.apoteker.info/arsip_histamin.htm)

Histamin adalah suatu amin nabati (bioamin) yang ditemukan oleh dr. Paul Ehlirch (1878)
dan merupakan produk normal dari pertukaran zat histidin melalui dekarboksilasi enzimatis.
(Tan Hoan Tjai: 2006)

Histamin didapatkan pada banyak jaringan,sehingga dinamakan histamine (histos= jaringan)


memiliki efek fisiologis dan patologis yang kompleks melalui bebagai subtype reseptor, dan
sering kali dilepaskan setempat. Histamine dan serotonin bersama dengan peptide endogen,
prostaglandin dan leukotrien . histamine dihasilkan oleh bakteri yang terkontaminasi ergot.
(Anonim, 2007)

Histamin adalah suatu senyawa nitrogen organik lokal yang terlibat dalam respon imun serta
mengatur fungsi fisiologis dalam usus dan bertindak sebagai neurotransmitter. Jika tubuh
terpapar patogen, maka tubuh memproduksi histamin di dalam basofil dan sel mast, dengan
adanya histamin maka terjadi peningkatan permeabilitas kapiler-kapiler terhadap sel darah
putih dan protein lainnya. Hal ini akan mempermudah sel darah putih dalam memerangi
infeksi di jaringan tersebut. (http://www.wikipedia/histamin.html)

Jadi Histamin adalah senyawa jenis amin yang disimpan dalam sel mast dan dikeluarkan
ketika tubuh terpapar oleh antigen sebagai respon dar sistim kekebalan tubuh.
farmakologi 4

SINTESIS DAN METABOLISME

Histamin berasal dari dekarboksilasi dari asam amino histidin , reaksi dikatalisis oleh
enzim -histidin dekarboksilase L yang merupakan hidrofilik vasoaktif amina .

Setelah dibentuk, histamin disimpan dan di nonaktifkan oleh enzim histamin-N-


methyltransferase atau oksidase diamina . Dalam SSP, histamin dilepaskan ke dalam sinaps
dan diuraikan oleh histamin-N-methyltransferase. (http://www.wikipedia/histamin.html)

Bakteri juga mampu menghasilkan dekarboksilase histamin menggunakan enzim yang


berbeda dengan enzim yang ditemukan pada hewan. Bentuk non infeksi penyakit dari
keracunan makanan adalah karena produksi histamin oleh bakteri dalam makanan basi,
terutama ikan.

PENYIMPANAN DAN PELEPASAN

Histamin dapat dibebaskan dari sel mast oleh beberapa factor:

 Rusaknya sel

Histamine banyak dibentuk di jaringan yang sedang berkembang dengan cepat atau sedang
dalam proses perbaikan, misalnya luka.

 Senyawa kimia

Banyak obat atau zat kimia bersifat antigenic, sehingga akan melepaskan histamine dari sel
mast dan basofil. Contohnya adalah enzim kemotripsin, fosfolipase, dan tripsin.

 Reaksi hipersensitivitas

Pada orang normal, histamine yang keluar dirusak oleh enzim histamin dan diamin oksidase
sehingga histamine tidak mencapai reseptor Histamin. Sedangkan pada penderita yang
sensitif terhadap histamine atau mudah terkena alergi jumlah enzim-enzim tersebut lebih
rendah daripada keadaan normal.

 Sebab lain

Proses fisik seperti mekanik, thermal, sinar UV, atau radiasi cukup untuk merusak sel
terutama sel mast yang akan melepaskan histamin.

(http://habib.blog.ugm.ac.id/histamin)
farmakologi 5

MEKANISME KERJA

Histamin memegang peranan utama pada proses peradangan dan system daya tangkis.
Kerjanya berlangsung melaui beberapa reseptor. Histamin memiliki khasiat farmakologi yang
hebat, antara lain dapat menyebabkan vasodilatasi yang kuat dari kapiler-kapiler, serentak
dengan konstriksi (penciutan) dari vena-vena dan arteri-arteri, sehingga mengakibatkan
penurunan tekanan darah perifer. Sehubungan dengan sirkulasi darah yang tidak sempurna
ini, maka diuresis dihalangi. Juga permeabilitas dari kapiler-kapiler menjadi lebih tinggi,
artinya lebih mudah ditembusi, sehingga cairan dan protein-protein plasma dapat mengalir
ke cairan diluar sel dan menyebabkan udema. Disamping ini organ-organ yang memiliki
otot-otot licin, sebagai kandungan dan saluran lambung usus, mengalami konstriksi, sehingga
menimbulkan rasa nyeri, muntah-muntah, diare. Begitu pula di paru-paru terjadi konstriksi
dari ranting-ranting tenggorok (bronchioli) dengan akibat nafas menjadi sesak (dyspnoe)
atau timbulnya serangan asma (bronchiale).

Histamin juga mempertinggi sekresi kelenjar-kelenjar, misalnya ludah, asam dan


getah lambung, air mata dan juga adrenalin. Dalam keadaan normal jumlah histamin dalam
darah adalah sedikit sekali, sehingga tidak menimbulkan efek-efek tersebut diatas. Histamin
yang berlebihan diuraikan oleh enzim histaminase (=diamino-oksidase) yang terdapat pada
ginjal, paru-paru, selaput lendir usus, dan jaringan-jaringan lainnya.

RESEPTOR DAN AKTIVITAS

Jenis Lokasi Fungsi


Reseptor histamine H1 Ditemukan pada otot polos , Penyebab, bronkokonstriksi , bronkial otot
endotel , dan sistem saraf polos kontraksi, pemisahan sel-sel endotel
pusat jaringan (bertanggung jawab untuk gatal-gatal ),
dan nyeri dan gatal-gatal karena sengatan
serangga, reseptor utama yang terlibat
dalam rhinitis alergi gejala dan mabuk ;
peraturan tidur
Reseptor histamine H2 Terletak di sel parietal dan sel- Terutama yang terlibat dalam vasodilatasi.
sel otot polos pembuluh darah Juga merangsang sekresi asam lambung
Reseptor histamine H3 Ditemukan pada sistem saraf Penurunan neurotransmiter rilis: histamin,
pusat dan tingkat yang lebih asetilkolin , norepinefrin , serotonin
rendah sistem saraf perifer
jaringan
Reseptor histamine H4 Ditemukan terutama di basofil Memainkan peran dalam chemotaxis
dan di sumsum tulang . Hal ini
juga ditemukan pada timus ,
usus kecil , limpa , dan usus .
farmakologi 6

ALERGI

Alergi (hipersensitifitas) menggambarkan reaktivitas khusus host terhadap suatu


unsure eksogen pada kontak kedua kali. Reaksi hipersensitivitas meliputi sejumlah peristiwa
autoimun dan alergi serta merupakan kepekaan berbeda terhadap suatu antigen eksogen atas
dasar proses imunologi. (Hoan Tjai: 2007)

Alergi atau hipersensitivitas tipe I adalah kegagalan kekebalan tubuh di mana tubuh
seseorang menjadi hipersensitif dalam bereaksi secara imunologi terhadap bahan-bahan yang
umumnya imunogenik (antigenik)atau dikatakan orang yang bersangkutan bersifat atopik.
Dengan kata lain, tubuh manusia bereaksi berlebihan terhadap lingkungan atau bahan-bahan
yang oleh tubuh dianggap asing dan berbahaya, padahal sebenarnya tidak untuk orang-orang
yang tidak bersifat atopik. Bahan-bahan yang menyebabkan hipersensitivitas tersebut disebut
alergen

Alergi adalah sebuah reaksi yang dilakukan tubuh terhadap masuknya sebuah benda
asing. Ketika sebuah substansi tak dikenal masuk, antigen, tubuh serta merta akan
meningkatkan daya imunitasnya untuk bekerja lebih giat.

Reaksi alergi merupakan respon sistem kekebalan yang diperkuat secara tidak tepat
atau buruk terhadap sesuatu yang tidak membahayakan. pada umumnya, reaksi alergi dapat
berbentuk rasa sakit kepala atau kelelahan, bersin-bersin, mata berair dan hidung tersumbat.

Menurut berbagai pengertian di atas , dapat diambil kesimpulan bahwa alergi


merupakan reaksi berlebihan yang dilakukan tubuh terhadap masuknya antigen (allergen),
sebagai respon system kekebalan tubuh.

PATOSIFIOLOGI

Bila suatu protein asing (antigen masuk) berulangkali ke dalam aliran darah seseorang
yang berbakat hipersensitif, maka limfosit b akan membentuk antibodies dari tipe Ig E. IgE
ini yang juga disebut reagin , mengikat diri pada membrane sel mast tanpa menimbulkan
gejala. Apabila kemudian antigen (allergen ) yang sama atau yang mirip rumus bangunnya
memasuki darah lagi, maka IgE akan mengenali dan mengikat padanya. (Hoan Tjai: 2007)

Hasilnya adalah suatu reaksi alergi akibat pecahnya membrane sel mast (degranulasi).
Sejumlah zat perantara (mediator dilepaskan yakni histamine bersama serotonin, bradikinin
dan asam arachidonat), yang kemudian diubah menjadi prostaglandin dan leukotrien. Zat itu
menarik makrofag dan neutrofil ke tempat infeksi untuk memusnahkan penyerbu. Disamping
itu mengakibatkn beberapa gejala, seperti vasodilatasi, bronchoconstriksi dan pembengkakan
jaringan sebagai reaksi terhadap masuknya antigen. (Hoan Tjai: 2007)
farmakologi 7

MEKANISME TERJADINYA
ALERGI

Hipersensitivitas terjadi dalam reaksi jaringan terjadi dalam beberapa menit setelah
antigen bergabung dengan antibodi yang sesuai. Ini dapat terjadi sebagai anafilaksis sistemik
(misalnya setelah pemberian protein heterolog) atau sebagai reaksi lokal (misalnya alergi
atopik seperti hay fever). (Brooks: 2005)

Urutan kejadian reaksi hipersensitifias adalah sebagai berikut: (Baratawidjaja, 2006).

 Fase Sensitisasi, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai
diikatnya oleh reseptor spesifik (Fcε-R) pada permukaan sel mast dan basofil.
 Fase Aktivasi, yaitu waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan antigen yang
spesifik dan sel mast melepas isinya yang berisikan granul yang menimbulkan reaksi.
 Fase Efektor, yaitu waktu terjadi respons yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek
mediator-mediator yang dilepas sel mast dengan aktivitas farmakologik.

Mekanisme alergi, misalnya terhadap makanan, dapat dijelaskan sebagai berikut.


Secara imunologis, antigen protein utuh masuk ke sirkulasi dan disebarkan ke seluruh tubuh.
Untuk mencegah respon imun terhadap semua makanan yang dicerna, diperlukan respon
yang ditekan secara selektif yang disebut toleransi atau hiposensitisasi. Kegagalan untuk
melakukann toleransi oral ini memicu produksi antibodi IgE berlebihan yang spesifik
terhadap epitop yang terdapat pada alergen. Antibodi tersebut berikatan kuat dengan reseptor
IgE pada basofil dan sel mast, juga berikatan dengan kekuatan lebih rendah pada makrofag,
monosit, limfosit, eosinofil, dan trombosit. (Rengganis dan Yunihastuti: 2007).

Ketika protein melewati sawar mukosa, terikat dan bereaksi silang dengan antibodi
tersebut, akan memicu IgE yang telah berikatan dengan sel mast. Selanjutnya sel mast
melepaskan berbagai mediator (histamine, prostaglandin, dan leukotrien) yang menyebabkan
vasodilatasi, sekresi mukus, kontraksi otot polos, dan influks sel inflamasi lain sebagai bagian
dari hipersensitivitas cepat. Sel mast yang teraktivasi juga mengeluarkan berbagai sitokin lain
yang dapat menginduksi reaksi tipe lambat (Rengganis dan Yunihastuti: 2007).
farmakologi 8

ANTIHISTAMIN

Antihistaminika adalah zat zat yang dapat mengurangi atau menghalagi efek hisyamin
terhadap tubuh dengan jalan mengeblok reseptor histamine ( penghambatan saingan) pada
awalnya hanya di kenal 1 tipe antihistaminikum, tetapi setelah ditemukannya jenis reseptor
kusus pada tahun 1972, yang disebut reseptor H2, maka secara farmakologis reseptor
histamine dapat di bagi dalam 2 tipe yaitu reseptor H1 dan reseptor H2.

Berdasarkan penemuan ini, antihistaminika juga dapat dibagi dalam 2 kelompok,


yakni antagonis reseptor H1(singkatnya disebut H1 blokers atau antihistaminika ) antagonis
reseptor H2(H2 blokers atau zat penghambat asam)

Antihistamin (antagonis histamin) adalah zat yang mampu mencegah penglepasan


atau kerja histamin. Istilah antihistamin dapat digunakan untuk menjelaskan antagonis
histamin yang mana pun, namun seringkali istilah ini digunakan untuk merujuk kepada
antihistamin klasik yang bekerja pada reseptor histamin H1.

Antihistamin ini biasanya digunakan untuk mengobati reaksi alergi, yang disebabkan
oleh tanggapan berlebihan tubuh terhadap alergen (penyebab alergi), seperti serbuk sari
tanaman. Reaksi alergi ini menunjukkan penglepasan histamin dalam jumlah signifikan di
tubuh.

PENGGOLONGAN

Antihistaminika dapat digolongkan menurut struktur kimianya sebagai berikut :

Persenyawaan-persenyawaan aminoalkileter (dalam rumus umum X = O)


difenhidramin dan turunan-turunannya; klorfenoksamin (Systral), karbinoksamin
(Rhinopront), feniltoloksamin dalam Codipront. Persenyawaan-persenyawaan ini memiliki
daya kerja seperti atropin dan bekerja depresif terhadap susunan saraf pusat. Efek
sampingannya: mulut kering, gangguan penglihatan dan perasaan mengantuk.

Persenyawaan-persenyawaan alkilendiamin (X = N) tripelenamin, antazolin, klemizol


dan mepiramin. Kegiatan depresif dari persenyawaan ini terhadap susunan saraf pusat hanya
lemah. Efek sampingannya: gangguan lambung usus dan perasaan lesu.

Persenyawaan-persenyawaan alkilamin (X = C) feniramin dan turunan-turunannya,


tripolidin. Didalam kelompok antihistaminika ini terdapat zat-zat yang memiliki kegiatan
merangsang maupun depresif terhadap susunan saraf pusat.
farmakologi 9

Persenyawaan-persenyawaan piperazin: siklizin dan turunan-turunannya, sinarizin


Pada percobaan binatang beberapa persenyawaan dari kelompok ini ternyata memiliki
kegiatan teratogen, yang berkaitan dengan struktur siklis etilaminnya. Walaupun sifat
teratogen ini tidak dapat dibuktikan pada manusia, namun sebaiknya obat-obat demikian
tidak diberikan pada wanita hamil.

Sebelumnya antihistamin dikelompokkan menjadi 6 grup berdasarkan struktur kimia,


yakni etanolamin, etilendiamin, alkilamin, piperazin, piperidin, dan fenotiazin. Penemuan
antihistamin baru yang ternyata kurang bersifat sedatif, akhirnya menggeser popularitas
penggolongan ini. Antihistamin kemudian lebih dikenal dengan penggolongan baru atas dasar
efek sedatif yang ditimbulkan, yakni generasi pertama, kedua, dan ketiga.

Generasi pertama dan kedua berbeda dalam dua hal yang signifikan. Generasi pertama
lebih menyebabkan sedasi dan menimbulkan efek antikolinergik yang lebih nyata. Hal ini
dikarenakan generasi pertama kurang selektif dan mampu berpenetrasi pada sistem saraf
pusat (SSP) lebih besar dibanding generasi kedua. Sementara itu, generasi kedua lebih
banyak dan lebih kuat terikat dengan protein plasma, sehingga mengurangi kemampuannya
melintasi otak.

Sedangkan generasi ketiga merupakan derivat dari generasi kedua, berupa metabolit
(desloratadine dan fexofenadine) dan enansiomer (levocetirizine). Pencarian generasi ketiga
ini dimaksudkan untuk memperoleh profil antihistamin yang lebih baik dengan efikasi tinggi
serta efek samping lebih minimal. Faktanya, fexofenadine memang memiliki risiko aritmia
jantung yang lebih rendah dibandingkan obat induknya, terfenadine. Demikian juga dengan
levocetirizine atau desloratadine, tampak juga lebih baik dibandingkan dengan cetrizine atau
loratadine.

Pengelompokan berdasarkan sasaran kerjanya terhadap reseptor histamine:

Antagonis Reseptor Histamin H1

Secara klinis digunakan untuk mengobati alergi. Contoh obatnya adalah: difenhidramina,
loratadina, desloratadina, meclizine, quetiapine (khasiat antihistamin merupakan efek
samping dari obat antipsikotik ini), dan prometazina.

Antagonis Reseptor Histamin H2

Reseptor histamin H2 ditemukan di sel-sel parietal. Kinerjanya adalah meningkatkan


sekresi asam lambung. Dengan demikian antagonis reseptor H2 (antihistamin H2) dapat
digunakan untuk mengurangi sekresi asam lambung, serta dapat pula dimanfaatkan untuk
menangani peptic ulcer dan penyakit refluks gastroesofagus. Contoh obatnya adalah
simetidina, famotidina, ranitidina, nizatidina, roxatidina, dan lafutidina.
farmakologi 10

Antagonis Reseptor Histamin H3

Antagonis H3 memiliki khasiat sebagai stimulan dan memperkuat kemampuan


kognitif. Penggunaannya sedang diteliti untuk mengobati penyakit Alzheimer's, dan
schizophrenia. Contoh obatnya adalah ciproxifan, dan clobenpropit.

Antagonis Reseptor Histamin H4

Memiliki khasiat imunomodulator, sedang diteliti khasiatnya sebagai antiinflamasi


dan analgesik. Contohnya adalah tioperamida.

Beberapa obat lainnya juga memiliki khasiat antihistamin. Contohnya adalah obat
antidepresan trisiklik dan antipsikotik. Prometazina adalah obat yang awalnya ditujukan
sebagai antipsikotik, namun kini digunakan sebagai antihistamin.

Senyawa-senyawa lain seperti cromoglicate dan nedocromil, mampu mencegah


penglepasan histamin dengan cara menstabilkan sel mast, sehingga mencegah
degranulasinya.

MEKANISME KERJA

Antihistaminika adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau menghindarkan efek atas
tubuh dari histamin yang berlebihan, sebagaimana terdapat pada gangguan-gangguan alergi.

Bila dilihat dari rumus molekulnya, bahwa inti molekulnya adalah etilamin, yang juga
terdapat dalam molekul histamin. Gugusan etilamin ini seringkali berbentuk suatu rangkaian
lurus, tetapi dapat pula merupakan bagian dari suatu struktur siklik, misalnya antazolin.

Antihistaminika tidak mempunyai kegiatan-kegiatan yang tepat berlawanan dengan


histamin seperti halnya dengan adrenalin dan turunan-turunannya, tetapi melakukan
kegiatannya melalui persaingan substrat atau ”competitive inhibition”.

Obat-obat inipun tidak menghalang-halangi pembentukan histamin pada reaksi


antigen-antibody, melainkan masuknya histamin kedalam unsur-unsur penerima didalam sel
(reseptor-reseptor) dirintangi dengan menduduki sendiri tempatnya itu. Dengan kata lain
karena antihistaminik mengikat diri dengan reseptor-reseptor yang sebelumnya harus
menerima histamin, maka zat ini dicegah untuk melaksanakan kegiatannya yang spesifik
terhadap jaringan-jaringan. Dapat dianggap etilamin lah dari antihistaminika yang bersaing
dengan histamin untuk sel-sel reseptor tersebut. Sebagai inverse agonist, antihistamin H1
beraksi dengan bergabung bersama dan menstabilkan reseptor H1 yang belum aktif, sehingga
berada pada status yang tidak aktif. Penghambatan reseptor histamine H1 ini bisa mengurangi
permiabilitas vaskular, pengurangan pruritus, dan relaksasi otot polos saluran cerna serta
napas. Tak ayal secara klinis, antihistamin H1 generasi pertama ditemukan sangat efektif
berbagai gejala rhinitis alergi reaksi fase awal, seperti rhinorrhea, pruritus, dan sneezing.
farmakologi 11

Tapi, obat ini kurang efektif untuk mengontrol nasal congestion yang terkait dengan reaksi
fase akhir.

Sementara itu antihistamin generasi kedua dan ketiga memiliki profil farmakologi
yang lebih baik. Keduanya lebih selektif pada reseptor perifer dan juga bisa menurunkan
lipofilisitas, sehingga efek samping pada SSP lebih minimal. Di samping itu, obat ini juga
memiliki kemampuan antilergi tambahan, yakni sebagai antagonis histamin. Antihistamin
generasi baru ini mempengaruhi pelepasan mediator dari sel mast dengan menghambat
influks ion kalsium melintasi sel mast/membaran basofil plasma, atau menghambat pelepasan
ion kalsium intraseluler dalam sel. Obat ini menghambat reaksi alergi dengan bekerja pada
leukotriene dan prostaglandin, atau dengan menghasilkan efek anti-platelet activating factor.

Selain berefek sebagai anti alergi, antihistamin H1 diduga juga memiliki efek anti
inflamasi. Hal ini terlihat dari studi in vitro desloratadine, suatu antihistamin H1 generasi
ketiga. Studi menunjukkan, desloratadine memiliki efek langsung pada mediator inflamatori,
seperti menghambat pelepasan intracellular adhesion molecule-1 (ICAM-1) oleh sel epitel
nasal, sehingga memperlihatkan aktivitas anti-inflamatori dan imunomodulatori. Kemampuan
tambahan inilah yang mungkin menjelaskan kenapa desloratadine secara signifikan bisa
memperbaiki nasal congestion pada beberapa double-blind, placebo-controlled studies. Efek
ini tak ditemukan pada generasi sebelumnya, generasi pertama dan kedua. Sehingga perlu
dilakukan studi lebih lanjut untuk menguak misteri dari efek tambahan ini.

NASIB OBAT DALAM TUBUH

Pemberian antihistamin H1 secara oral bisa diabsorpsi dengan baik dan mencapai
konsentrasi puncak plasma rata-rata dalam 2 jam. Ikatan dengan protein plasma berkisar
antara 78-99%. Sebagian besar antihistamin H1 dimetabolisme melalui hepatic microsomal
mixed-function oxygenase system. Konsentrasi plasma yang relatif rendah setelah pemberian
dosis tunggal menunjukkan kemungkinan terjadi efek lintas pertama oleh hati.

Waktu paruh antihistamin H1 sangat bervariasi. Klorfeniramin memiliki waktu paruh


cukup panjang sekitar 24 jam, sedang akrivastin hanya 2 jam. Waktu paruh metabolit aktif
juga sangat berbeda jauh dengan obat induknya, seperti astemizole 1,1 hari sementara
metabolit aktifnya, N-desmethylastemizole, memiliki waktu paruh 9,5 hari. Hal inilah yang
mungkin menjelaskan kenapa efek antihistamin H1 rata-rata masih eksis meski kadarnya
dalam darah sudah tidak terdeteksi lagi. Waktu paruh beberapa antihistamin H1 menjadi lebih
pendek pada anak dan jadi lebih panjang pada orang tua, pasien disfungsi hati, danm pasien
yang menerima ketokonazol, eritromisin, atau penghambat microsomal oxygenase lainnya.
farmakologi 12

OBAT OBAT ANTIHISTAMIN

Antagonis reseptor H1

Difenhidramin : Benadryl (Parke Davis)

Disamping khasiat antihistaminiknya yang kuat, difenhidramin juga bersifat spasmolitik


sehingga dapat digunakan pada pengobatan penyakit parkinson, dalam kombinasi dengan
obat-obat lain yang khusus digunakan untuk penyakit ini.

Dosis : oral 4 kali sehari 25 – 50 mg, i.v. 10-50 mg

Dimenhidrinat: difenhidramin-8-klorotheofilinat, Dramamin (Searle), Antimo (Phapros).


Pertama kali digunakan pada mabuk laut (“motion sickness”) dan muntah-muntah sewaktu
hamil.

Dosis : oral 4 kali sehari 50 – 100 mg, i.m. 50 mg.

Metildifenhidramin : Neo-Benodin (Brocades)

Adalah derivat, yang khasiatnya sama dengan persenyawaan induknya, tetapi sedikit lebih
kuat.

Dosis : oral 3 kali sehari 20 – 40 mg.

Tripelenamin : Pyribenzamin (Ciba-Geigy), Azaron (Organon)

Rumus bangun dari zat ini menyerupai mepiramin, tetapi tanpa gugusan metoksil (OCH3).

Khasiatnya sama dengan difenhidramin, hanya efek sampingannya lebih sedikit.

Dosis : oral 3 kali sehari 50 – 100 mg.

Antazolin : fenazolin, Antistine (Ciba-Geigy)

Khasiat antihistaminiknya tidak begitu kuat seperti yang lain, tetapi kebaikannya terletak
pada sifatnya yang tidak merangsang selaput lendir. Maka seringkali digunakan untuk
mengobati gejala-gejala alergi pada mata dan hidung (selesma) Antistine-Pirivine, Ciba
Geigy

Dosis : oral 2 – 4 kali sehari 50 – 100 mg

Feniramin : profenpiridamin, Avil (hoechst)

Terutama digunakan sebagai garam p-aminosalisilatnya

Dosis : oral 3 kali sehari 25 mg


farmakologi 13

klorfenamin (klorfeniramin, Methyrit-SKF; CTM, KF; Pehaclor, Phapros)

adalah derivateklor, Substitusi dari satu atom klor pada molekul feniramin
meningkatkan khasiatnya 20 kali lebih kuat, tetapi derajat toksisitasnya praktis tidak
berubah. Efek sampingan dari obat ini hanya sedikit dan tidak memiliki sifat menidurkan.

Dosis : oral 4 kali sehari 2 – 8 mg, parenteral 5 – 10 mg.

deksklorfeniramin (Polaramin, Schering)

adalah d- isomer dari klorfeniramin (terdiri dari suatu campuran rasemis) yang
terutama bertanggung jawab untuk kegiatan antihistaminiknya. Toksisitasnya dari campuran
d-isomer ini tidak melebihi daripada campuran rasemiknya.

Dosis : oral 3 kali sehari 2 mg.

Siklizin : Marezin (Burroughs Welcome)

Zat ini khusus digunakan sebagai obat mabuk perjalanan.

Dosis : oral 3 kali sehari 50 mg.

meklozin (meclizin,Suprinal)

Sifat antihistaminiknya kuat dan terutama digunakan untuk menghindarkan dan mengobati
perasaan mual karena mabuk jalan dan pusing-pusing (vertigo). Mulai bekerjanya lambat,
tetapi berlangsung lama (9 – 24 jam). Berhubung dengan peristiwa thalidomide, zat ini
dilarang penggunaannya di Indonesia. Kerja teratogennya hingga kini belum dibuktikan.

Sinarizin : Cinnipirine(ACF), Stugeron (Jansen)

Adalah suatu antihistaminika dengan daya kerja lama dan sedikit saja sifat menidurkannya.
Disamping ini juga memiliki sifat menghilangkan rasa pusing-pusing, maka sangat efektif
pada bermacam-macam jenis vertigo (dizzines, tujuh keliling); mekanisme kerjanya belum
diketahui.

Selain itu sinarizin memiliki khasiat kardiovaskuler, yakni melindungi jantung terhadap
rangsangan-rangsangan iritasi dan konstriksi. Perdarahan di pembuluh-pembuluh otak dan
perifer (betis, kaki, tangan) diperbaiki dengan jalan vasodilatasi, tetapi tanpa menyebabkan
tachycardia dan hipertensi secara reflektoris seperti halnya dengan vasodilator-vasodilator
lainnya.

Dosis : pada vertigo 1 – 3 kali sehari 25 – 50 mg, untuk memperbaiki sirkulasi: oral 3 kali
sehari 75 mg
farmakologi 14

primatour (ACF)

adalah kombinasi dari sinarizin 12,5 mg dan klorsiklizin HCl 25 mg. Preparat ini adalah
kombinasi dari dua antihistaminika dengan kerja yang panjang dan Singkat. Obat ini khusus
digunakan terhadap mabuk jalan dan mulai kerjanya cepat, yaitu ¼ sampai ½ jam dan
berlangsung cukup lama.

Dosis : dewasa 1 tablet.

Oksomemazin : Doxergan, Toplexil (Specia)

Adalah suatu persenyawaan fenothiazin dengan khasiat antihistaminikum yang sangat kuat,
tetapi toksisitasnya rendah. Penggunaan dan efek sampingannya sama seperti antihistaminika
lain dari golongan fenothiazin.

Dosis : 10 – 40 mg seharinya

Promethazin : Phenergan (Rhodia)

Persenyawaan fenothiazin ini adalah antihistaminikum yang kuat dan memiliki kegiatan yang
lama (16 jam). Memiliki kegiatan potensiasi untuk zat-zat penghalang rasa nyeri (analgetika)
dan zat-zat pereda (sedativa).

Berhubung sifat menidurkannya yang kuat maka sebaiknya diberikan pada malam hari.

Dosis : oral 3 kali sehari 25 – 50 mg; parenteral 25 mg lazimnya sampai 1 mg per Kg berat
badan

promethazin-8-klorotheofilinat (Avomin)

adalah turunan dari promethazin yang memiliki khasiat dan penggunaan yang sama dengan
dimenhidrinat, tetapi tanpa efek menidurkan.

Thiazinamium : Multergan (Specia)

Disamping khasiatnya sebagai antihistaminikum juga memiliki khasiat antikolinergik yang


kuat, sehingga banyak dugunakan pada asma bronchiale dengan sekresi yang berlebihan.

Siproheptadin : Periactin (Specia)

Persenyawaan piperidin ini adalah suatu antihistaminikum dengan khasiat antikolinergik


lemah dan merupakan satu-satunya zat penambah nafsu makan tanpa khasiat hormonal.
Zat ini merupakan antagonis serotonin seperti zat dengan rumus pizotifen (Sandomigran),
sehingga dianjurkan sebagai obat interval pada migrain.

Efek sampingannya : perasaan mengantuk, pusing-pusing, mual dan mulut kering. Tidak
boleh diberikan pada penderita glaucoma, retensi urine dan pada wanita hamil.

Mebhidrolin : Incidal (Bayer)


farmakologi 15

Mengandung 50 mg zat aktif, yakni suatu antihistaminikum yang praktis tidak memiliki sifat-
sifat menidurkan.

Dosis : rata-rata 100 – 300 mg seharinya

Antagonis Reseptor Histamin H2

Reseptor histamin H2 ditemukan di sel-sel parietal. Kinerjanya adalah meningkatkan sekresi


asam lambung. Dengan demikian antagonis reseptor H2 (antihistamin H2) dapat digunakan
untuk mengurangi sekresi asam lambung, serta dapat pula dimanfaatkan untuk menangani
peptic ulcer dan penyakit refluks gastroesofagus. Contoh obatnya adalah simetidina,
famotidina, ranitidina, nizatidina, roxatidina, dan lafutidina.

Antagonis Reseptor Histamin H3

Antagonis H3 memiliki khasiat sebagai stimulan dan memperkuat kemampuan kognitif.


Penggunaannya sedang diteliti untuk mengobati penyakit Alzheimer's, dan schizophrenia.
Contoh obatnya adalah ciproxifan, dan clobenpropit.

Antagonis Reseptor Histamin H4

Memiliki khasiat imunomodulator, sedang diteliti khasiatnya sebagai antiinflamasi dan


analgesik. Contohnya adalah tioperamida. Beberapa obat lainnya juga memiliki khasiat
antihistamin. Contohnya adalah obat antidepresan trisiklik dan antipsikotik. Prometazina
adalah obat yang awalnya ditujukan sebagai antipsikotik, namun kini digunakan sebagai
antihistamin.

INDIKASI

Antihistamin generasi pertama di-approve untuk mengatasi hipersensitifitas, reaksi


tipe I yang mencakup rhinitis alergi musiman atau tahunan, rhinitis vasomotor, alergi
konjunktivitas, dan urtikaria. Agen ini juga bisa digunakan sebagai terapi anafilaksis adjuvan.
Difenhidramin, hidroksizin, dan prometazin memiliki indikasi lain disamping untuk reaksi
alergi. Difenhidramin digunakan sebagai antitusif, sleep aid, anti-parkinsonism atau motion
sickness. Hidroksizin bisa digunakan sebagai pre-medikasi atau sesudah anestesi umum,
analgesik adjuvan pada pre-operasi atau prepartum, dan sebagai anti-emetik. Prometazin
digunakan untuk motion sickness, pre- dan postoperative atau obstetric sedation.
farmakologi 16

KONTRA INDIKASI

Antihistamin generasi pertama: hipersensitif terhadap antihistamin khusus atau terkait


secara struktural, bayi baru lahir atau premature, ibu menyusui, narrow-angle glaucoma,
stenosing peptic ulcer, hipertropi prostat simptomatik, bladder neck obstruction,
penyumbatan pyloroduodenal, gejala saluran napas atas (termasuk asma), pasien yang
menggunakan monoamine oxidase inhibitor (MAOI), dan pasien
tua. (http://agungrakhmawan.wordpress.com/anti-histamin/)

Antihistamin generasi kedua dan ketiga : hipersensitif terhadap antihistamin khusus atau
terkait secara struktural.

EFEK SAMPING

Terjadi pada 15 -25% pasien yang di beri antihistamin, dengan derajat intensitas yang berada
secara individual. (Imam Budi: 2008)

Depresi atau stimulasi susunan saraf pusat

Depresi susunan saraf pusat berupa sedasi bahkan sampai spoor sering menggangu aktivitas
sehari-hari, teqadi pada pemakaian golongan amino alkil ether dan phenothiazine, tolerans
terhadap efek sedasi dapat terjadi setelah beberapa hari pemberian.

Efek terhadap susunan syaraf pusat yang lain dizinus, tinnitus, gangguan koordinasi,
konsentrasi berkurang dan gangguan penglihatan/ diplopia.

Stimulasi susunan saraf pusat berupa nervous, irritable, insomnia dan tremor dapat terjadi
pada pemakaian golongan alkylamine.

efek anti kolinergik berupa : retensi urine, disuri, impotensia dan mulut/ mukosa kering dapat
terjadi pada pemakaian golongan amino ethyl ether, phenothrazine dan piperazine.

Hipotensi dapat terjadi pada pemberian anti histamine intravena yang terlalu cepat.

Dermatitis, erupsi obat menetap, fotosensitisasi, urtikaria dan patechiae di kulit terutama
setelah pemakaian secara topical.

Keracunan akut terutama pada anak anak seperti keracunan atropine berupa

halusinasi, ataksia, gangguan koordinasi, konvulsi dan efek entikolinergik (flusing, pupil
lebar, febris).
farmakologi 17

KESIMPULAN & SARAN

Alergi merupakan suatu reaksi abnormal yang terjadi di tubuh akibat masuknya suatu
zat asing. Saat alergen masuk ke dalam tubuh, sistem imunitas atau kekebalan tubuh bereaksi
secara berlebihan dengan membuat antibodi yang disebut Imunoglobulin E. Imunoglobulin E
tersebut kemudian menempel pada sel mast. Pada tahap berikutnya, alergen akan mengikat
Imunoglobulin E yang sudah menempel pada sel mast. Ikatan tersebut memicu pelepasan
senyawa Histamin dalam darah. Peningkatan Histamin menstimulasi rasa gatal melalui
mediasi ujung saraf sensorik. Senyawa Histamin yang teramat banyak juga bisa disebabkan
oleh stress dan depresi.

Pengobatan gatal-gatal karena alergi dilakukan dengan jalan pemberian obat


antihistamin yang banyak dijual secara bebas. Sesungguhnya pemakaian obat antihistamin
hanya menghilangkan gejala alergi dan menghindari serangan yang lebih besar di masa
mendatang, tidak menyembuhkan alergi.

Sebaiknya, alergi dapat dihindari dengan cara-cara berikut ini.

 Hindari pemicu alergi, misalnya makanan atau obat. Cari tahu komposisi atau
kandungan makanan atau obat. Biasakan membaca label yang tertera di luar kemasan.
 Jika anak Anda alergi makanan tertentu, kenalkan jenis makanan baru dalam porsi
kecil sehingga Anda dapat mengetahui reaksi alerginya.
 Penderita alergi sebaiknya selalu membawa kartu atau daftar jenis alergi atau alergen
yang dideritanya. Simpan dalam dompet untuk keadaan darurat.
 Selalu bawa obat anti alergi sesuai rekomendasi dokter Anda.
farmakologi 18

DAFTAR PUSTAKA

Anang Endaryanto, Ariyanto Harsono, Prospek Probiotik dalam pencegahan alergi melalui
induksi aktif toleransi imunologis: Divisi Alergi Imunologi: Bagian/SMF Ilmu Kesehatan
Anak FK-Unair/RSU Dr.Soetomo Surabaya
Baratawidjaja, Karnen G. 2006. Imunologi Dasar Edisi Ke Tujuh. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
Brooks, Geo F. Butel, Janet S. Morse, Stephen A. 2005. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 21.
Jakarta: Salemba Medika.
Kresno, Siti Boedina. 2001. Imunologi : Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Jakarta:
FKUI
Budi, Imam. 2008. Pemakaian Antihistamin Pada Anak : FK-USU.
Rengganis, Iris. Yunihastuti, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Tan, Hoan Tjai. Obat-obat Penting. 2007.Jakarta: PT. Gramedia
Sukandar, Elin Yulinah, ISO Farmakoterapi. 2008. Jakarta: PT. ISFI

Anda mungkin juga menyukai