Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


DENGAN SINDROME KORONER AKUT

Disusun Oleh:

Ahmadan Nur NIM : 17.11.4066.E.A.0001

Afipah Aprilia NIM : 17.11.4066.E.A.0002

Aisyah Chairah NIM : 17.11.4066.E.A.0003

Annisa Septyani NIM : 17.11.4066.E.A.0004

AKADEMI KEPERAWATAN YARSI SAMARINDA

TAHUN AKADEMIK 2020


KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat, Taufik dan Inayah kepada
semua hambaNya. Salawat dan salam selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad
saw beserta keluarga, sahabat dan kerabat beliau hingga akhir jaman. Alhamdulillah karena
berkat Rahmat Allah-lah kami dapat menyelesaikan penulisan makalah dengan judul
“Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Dengan Sindrom Koroner” sebagai tugas kelompok
Keperawatan Gawat Darurat.
Selama penyusunan makalah ini kami selaku penulis telah banyak mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak. Ucapan terima kasih tak lupa kami persembahkan kepada semua pihak
yang telah ikut andil dan terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam
membantu penulisan makalah ini, yang mana tidak bisa kami sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari adanya kekurangan dan kesalahan dalam makalah ini, oleh karena itu
saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhirnya kami hanya berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan
menambah wawasan bagi kita semua, khususnya di bidang Keperawatan.

Samarinda, 1 Maret 2020


Penulis

KELOMPOK 1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sindrom koroner akut (acute coronary syndrome/ACS) meliputi spektrum
penyakit dari infark miokard akut (MI) sampai angina tak stabil (unstable
angina).Penyebab utama penyakit ini adalah trombosis arteri koroner yang berakibat
pada iskemi dan infark miokard.Derajat iskemik dan ukuran infark ditentukan oleh
derajat dan lokasi trombosis.
Sejak 1960‐an, ketika terapi standard menjadi istirahat penuh (bed rest) dan
defibrilasi (jika diperlukan), angka kematian infark miokard akut menurun terus.
Sindrom koroner akut (SKA) merupakan keadaan darurat jantung dengan manifestasi
klinis rasa tidak enak didada atau gejala lain sebagai akibat iskemia miokardium. SKA
terdiri atas angina pektoris tidak stabil, infarct myocard acute (IMA) yang disertai
elevasi segmen ST. Penderita dengan infark miokardium tanpa elevasi ST.3 SKA
ditetapkan sebagai manifestasi klinis penyakit arteri koroner. Penyakit jantung koroner
(PJK) merupakan manifestasi utama proses aterosklerosis.
The American Heart Association memperkirakan bahwa lebih dari 6 juta
penduduk Amerika, menderita penyakit jantung koroner (PJK) dan lebih dari 1 juta
orang yang diperkirakan mengalami serangan infark miokardium setiap tahun.
Kejadiannya lebih sering pada pria dengan umur antara 45 sampai 65 tahun, dan tidak
ada perbedaan dengan wanita setelah umur 65 tahun.4–6 Penyakit jantung koroner juga
merupakan penyebab kematian utama (20%) penduduk Amerika.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk Mengetahui dan Memahami Tentang Konsep Dasar Teori dan Asuhan
Keperawatan Gawat Darurat pada Pasien dengan Sindrom Koroner Akut.
2. Tujuan Khusus
a. Dapat menganalisis kesenjangan antara teori dengan praktik nyata dalam
mengatasi masalah keperawatan pada klien dengan dengan Sindrom Koroner
Akut.
b. Mampu melakukan asuhan keperawatan secara komprehensif pada pasien
dengan Sindrom Koroner Akut meliputi:
1) Melakukan pengkajian secara komprehensif baik fisik maupun data
penunjang
2) Merusmuskan diagnosa keperawatan dengan mengklasifikasikan data
berdasarkan data objektif dan data subjektif yang tepat, dan menentukan
prioritas diagnosis keperawatan
3) Menentukan tujuan keperawatan dan menetapkan kriteria pencapaian
tujuan
4) Merencanakan tindakan keperawatan / intervensi
5) Melaksanakan tindakan keperawatan / implementasi
6) Melakukan mengevaluasi asuhan keperawatan yang diberikan,
melakukuan tindakan asuhan keperawatan (follow up care) dengan
pendekatan SOAP (subjektif, objektif, analisa, dan planing)
7) Memodifikasi perencanaan keperawatan berdasarkan hasil evaluasi
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Sindrom Koroner Akut

a. Pengertian

Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan suatu masalah kardiovaskular


yang utama karena menyebabkan angka perawatan rumah sakit dan angka kematian
yang tinggi (Irmalita dkk, 2015).

Sindrom koroner akut adalah terminologi yang digunakan pada keadaan


gangguan aliran darah koroner parsial hingga total ke miokard secara akut (Lily,
2012).

Sindrom koroner akut merupakan sekumpulan gejala yang diakhibatkan oleh


gangguan aliran darah pembuluh darah koroner secara akut. Umumnya disebabkan
oleh penyempitan pembuluh darah koroner akibat kerak aterosklerosis yang lalu
mengalami perobekan dan hal ini memicu terjadinya gumpalan-gumpalan darah
(thrombosis) (Erik, 2005).

b. Klasifikasi

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan elektrokardiogram


(EKG), dan pemeriksaan marka jantung, Sindrom Koroner Akut dibagi menjadi
(Lily, 2012):

1) Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI: ST segment elevation


myocardial infarction)
2) Infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI: non ST segment
elevation myocardial infarction)
3) Angina Pektoris tidak stabil (UAP: unstable angina pectoris) Infark miokard
dengan elevasi segmen ST akut (STEMI) merupakan indicator kejadian oklusi
total pembuluh darah arteri koroner. Keadaan ini memerlukan tindakan
revaskularisasi untuk mengembalikan aliran darah dan reperfusi miokard
secepatnya; secara medikamentosa menggunakan agen fibrinolitik atau secara
mekanis, intervensi koroner perkutan primer. Diagnosis STEMI ditegakkan jika
terdapat keluhan angina pektoris akut disertai elevasi segmen ST yang persisten
di dua sadapan yang bersebelahan. Inisiasi tatalaksana revaskularisasi tidak
memerlukan menunggu hasil peningkatan marka jantung ( Darma,2009).
c. Etiologi
1) Faktor penyebab
a) Suplai oksigen ke miocard berkurang yang disebabkan oleh 3 faktor :
(1) Faktor pembuluh darah :
(a) Aterosklerosis
(b) Spasme
(c) Arteritis
(2) Faktor sirkulasi :
(a) Hipotensi
(b) Stenosis aorta
(c) Insufisiensi
(3) Faktor darah :
(a) Anemia
(b) Hipoksemia
(c) Polisitemia
b) Curah jantung yang meningkat :
(1) Aktifitas berlebihan
(2) Emosi
(3) Makan terlalu banyak
(4) Hypertiroidisme
c) Kebutuhan oksigen miocard meningkat pada :
(1) Kerusakan miocard
(2) Hypertropi miocard
(3) Hypertensi diastolik
2) Faktor predisposisi Faktor resiko biologis yang tidak dapat diubah :
a) Usia > 40 tahun
b) Jenis kelamin : insiden pada pria, sedangkan pada wanita meningkat setelah
menopause
c) Hereditas
d) Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam.
3) Faktor resiko yang dapat diubah :
a) Mayor :
(1) Hiperlipidemia
(2) Hipertensi
(3) Merokok
(4) Diabetes
(5) Obesitas
(6) Diet tinggi lemak jenuh, kalori
b) Minor:
(1) Inaktifitas fisik
(2) Pola kepribadian tipe A (emosional, agresif, ambisius, kompetitif).
(3) Stress psikologis berlebihan.
d. Patofisiologi

Aterosklerosis dimulai ketika kolesterol berlemak tertimbun di intima


arteri besar. Timbunan ini, dinamakan ateroma atau plak akan menggangu
absorbsi nutrient oleh sel-sel endotel yang menyusun lapisan dinding dalam
pembuluh darah dan menyumbat aliran darah karena timbunan menonjol ke lumen
pembuluh darah. Endotel pembuluh darah yang terkena akanmengalami nekrotik
dan menjadi jaringan parut, selanjutnya lumen menjadi sempit dan aliran darah
terhambat. Pada lumen yang menyempit dan berdinding kasar, akan cebderung
terjadi pembentukan bekuan darah, hal ini menjelaskan bagaimana terjadinya
koagulasi intravaskuler, diikuti oleh penyakit tromboemboli, yang merupakan
penyakit aterosklerosis.

Mekanisme pembentukan lesi aterosklerosis adalah pembentukan


thrombus pada permukaan plak, konsolidasi thrombus akibat efek fibrin,
perdarahan ke dalam plak, dan penimbunan lipid terus menerus. Bila fibrosa
pembungkus plak pecah, maka debris lipid akan terhanyut dalam aliran darah dan
menyumbat arteri koroner dan kapiler di sebelah distal plak yang pecah. Hal ini di
dukung dengan struktur arteri koroner yang rentan terhadap ateroskerosis, dimana
arteri koroner tersebut berpilin dan berkelok-kelok saat memasuki jantung,
menimbulkan kondisi yang rentan untuk terbentuknya atheroma
Dari klasifikasinya, maka ACS dapat dilihat dari dua aspek, yaitu Iskemik
dan Infark.Iskemia adalah suatu keadaan kekurangan oksigen yang bersifat
sementara dan reversibel. Penurunan suplai oksigen akan meningkatkan
mekanisme metabolisme anaerobik. Iskemia yang lama dapat menyebabkan
kematian otot atau nekrosis.Keadaan nekrosis yang berlanjut dapat menyebabkan
kematian otot jantung (infark miokard).Ventrikel kiri merupakan ruang jantung
yang paling rentan mengalami iskemia dan infark, hal ini disebabkan kebutuhan
oksigen ventrikel kiri lebih besar untuk berkontraksi.Metabolisme anaerobik
sangat tidak efektif selain energi yang dihasilkan tidak cukup besar juga
meningkatkan pembentukan asam laktat yang dapat menurunkan PH sel
(asidosis). Iskemia secara khas ditandai perubahan EKG: T inversi, dan depresi
segmen ST. Gabungan efek hipoksia, menurunnya suplai energi, serta asidosis
dapat dengan cepat mengganggu fungsi ventrikel kiri. Kekuatan kontraksi pada
daerah yang terserang mengalami gangguan, serabut ototnya memendek, serta
daya kecepatannya menurun.Perubahan kontraksi ini dapat menyebakan
penurunan curah jantung.Iskemia dapat menyebabkan nyeri sebagai akibat
penimbunan asam laktat yang berlebihan.Angina pektoris merupakan nyeri dada
yang menyertai iskemia miokardium.

Angina pektoris dapat dibagi: angina pektoris stabil (stable angina), angina
pektoris tidak stabil (unstable angina), angina variant (angina prinzmetal). Angina
Pektoris Stabil: Nyeri dada yang tergolong angina stabil adalah nyeri yang timbul
saat melakukan aktifitas. Rasa nyeri tidak lebih dari 15 menit dan hilang dengan
istirahat. Angina Pektoris Tidak Stabil (UAP): Pada UAP nyeri dada timbul pada
saat istirahat, nyeri berlangsung lebih dari 15 menit dan terjadi peningkatan rasa
nyeri. Angina Varian: Merupakan angina tidak stabil yang disebabkan oleh
spasme arteri koroner.

Iskemia yang berlangsung lebih dari 30 menit dapat menyebabkan


kerusakan sel yang ireversibel dan kematian otot (nekrosis). Bagian miokardium
yang mengalami nekrosis atau infark akan berhenti berkontraksi secara permanen
(yang sering disebut infark). (Irmalita dkk, 2015).
e. Pathway
Arterosklerosis, trombosis, kontriksi arteri koroneria

Aliran darah ke jantung menurun

Oksigen dan nutrisi menurun

Jaringan miokard iskemik

Nekrose lebih dari 30 menit

Suplai kebutuhan oksigen ke jantung tidak sumbang

Gangguan Penurunan Curah


Suplai oksigen ke miokard menurun
Pertukaran Gas Jantung

Metabolisme anaerob Nyeri Akut Hipoksia

Timbunan asam laktat Integritas sel berubah

Fatique Ansietas Kontraktilitas turun

COP turun

Gangguan Perfusi
Jaringan
f. Manifestasi klinis

Gejala sindrom koroner akut berupa keluhan nyeri ditengah dada, seperti:
rasa ditekan, rasa diremas-remas, menjalar ke leher,lengan kiri dan kanan, serta
ulu hati, rasa terbakar dengan sesak napas dan keringat dingin, dan keluhan nyeri
ini bisa merambat ke kedua rahang gigi kanan atau kiri, bahu,serta punggung.
Lebih spesifik, ada juga yang disertai kembung pada ulu hati seperti masuk angin
atau maagh.Menurut Tapan (2002) menambahkan gejala kliniknya meliputi :

1. Terbentuknya thrombus yang menyebabkan darah sukar mengalir ke otot


jantung dan daerah yang diperdarahi menjadi terancam mati
2. Rasa nyeri, rasa terjepit, kram, rasa berat atau rasa terbakar di dada (angina).
Lokasi nyeri biasanya berada di sisi tengah atau kiri dada dan berlangsung
selama lebih dari 20 menit. Rasa nyeri ini dapat menjalar ke rahang bawah,
leher, bahu dan lengan serta ke punggung. Nyeri dapat timbul pada waktu
istirahat. Nyeri ini dapat pula timbul pada penderita yang sebelumnya belum
pernah mengalami hal ini atau pada penderita yang pernah mengalami angina,
namun pada kali ini pola serangannya menjadi lebih berat atau lebih sering.
3. Selain gejala-gejala yang khas di atas, bisa juga terjadi penderita hanya
mengeluh seolah pencernaannya terganggu atau hanya berupa nyeri yang
terasa di ulu hati. Keluhan di atas dapat disertai dengan sesak, muntah atau
keringat dingin.

g. Komplikasi
1. Aritmia
2. Emboli Paru
3. Gagal Jantung
4. Syok kardiogenik
5. Kematian mendadak
6. Aneurisma Ventrikel
7. Ruptur septum ventikuler
8. Ruptur muskulus papilaris
h. Pemeriksaan Penunjang
1. Elektrokardiografi (EKG), membantu menentukan area jantung dan arteri
koroner mana yang terlibat
2. Ekokardiografi, menunjukkan keabnormalan pergerakan dinding ventrikular
dan mendeteksi ruptur otot papiler atau septal
3. Rangkaian kadar enzim kardiak dan protein, menunjukkan kenaikan khas pada
CK – MB, protein troponin T dan I serta mioglobin
4. Sinar X dada, menunjukkan gagal jantung sisi kiri, kardiomegali atau
penyebab non kardiak lain terhadap dispnea serta nyeri di dada
5. Ekokardiografi transesofageal, memperlihatkan area berkurangnya pergerakan
dinding otot jantung yang mengindikasikan iskemia
6. Scan citra nuklir menggunakan thallium 201 atau technetium 99 m, untuk
mengidentifikasi area infarksi dan sel otot yang aktif
7. Pengujian laboratoris, memperlihatkan jumlah sel darah putih yang meningkat
dan tingkat sedimentasi eritrosit berubah dalam tingkat elektrolit yang naik;
8. Kateterisasi kardiak, untuk mengetahui arteri koroner yang terlibat,
memberikan informasi mengenai fungsi ventrikular srta tekanan dan volume
didalam jantung.

i. Penatalaksanan
Prinsip umum :
1. Mengembalikan aliran darah koroner dengan trombolitik/ PTCA primer untuk
menyelamatkan oto jantung dari infark miokard
2. Membatasi luasnya infark miokard
3. Mempertahankan fungsi jantung
4. memperlambat atau menghentikan progresifitas penyakit
5. Memperbaiki kualitas hidup dengan mengurangi frekuensi serangan
angina
6. Mengurangi atau mencegah infark miokard dan kematian mendadak.
a) Terapi Awal
Dalam 10 menit pertama harus selesai dilaksanakan adalah sebagai berikut:
1) Pemeriksaan klinis dan penilaian rekaman EKG 12 sadapan,
2) Periksa enzim jantung CK/CKMB atau CKMB/cTnT
3) Oksigenasi
Langkah ini segera dilakukan karena dapat memperbaiki kekurangan
oksigen pada miokard yang mengalami cedera serta menurunkan
beratnya ST-elevasi. Ini dilakukan sampai dengan pasien stabil dengan
level oksigen 2–3 liter/ menit secara kanul hidung.
4) Nitrogliserin (NTG)
Kontraindikasi bila TD sistolik < 90 mmHg), bradikardia (< 50
kali/menit), takikardia. Mula-mula secara sublingual (SL) (0,3 – 0,6
mg ), atau aerosol spray. Jika sakit dada tetap ada setelah 3x NTG setiap
5 menit dilanjutkan dengan drip intravena 5–10 ug/menit (jangan lebih
200 ug/menit) dan tekanan darah sistolik jangan kurang dari 100 mmHg.
Manfaatnya ialah memperbaiki pengiriman oksigen ke miokard;
menurunkan kebutuhan oksigen di miokard; menurunkan beban awal
(preload) sehingga mengubah tegangan dinding ventrikel; dilatasi arteri
koroner besar dan memperbaiki aliran kolateral; serta menghambat
agregasi platelet (masih menjadi pertanyaan).
5) Morphine
Obat ini bermanfaat untuk mengurangi kecemasan dan kegelisahan;
mengurangi rasa sakit akibat iskemia; meningkatkan venous capacitance;
menurunkan tahanan pembuluh sistemik; serta nadi menurun dan
tekanan darah juga menurun, sehingga preload dan after load menurun,
beban miokard berkurang, pasien tenang tidak kesakitan. Dosis 2 – 4 mg
intravena sambil memperhatikan efek samping mual, bradikardi, dan
depresi pernapasan. Dapat diulang tiap 5 menit sampai dosis total 20 mg
atau petidin 25-50 mg intravena atau tramadol 25-50 mg iv
6) Aspirin
Harus diberikan kepada semua pasien sindrom koroner akut jika tidak
ada kontraindikasi (ulkus gaster, asma bronkial). Efeknya ialah
menghambat siklooksigenase –1 dalam platelet dan mencegah
pembentukan tromboksan-A2. Kedua hal tersebut menyebabkan agregasi
platelet dan konstriksi arterial. Dosis yang dianjurkan ialah 160–325 mg
perhari, dan absorpsinya lebih baik "chewable" dari pada tablet. Aspirin
suppositoria (325 mg) dapat diberikan pada pasien yang mual atau
muntah.
b) Terapi lanjutan (Reperfusi) : dilakukan oleh yang berkompeten dan
dalam pengawasan ketat di ICCU
1) Trombolitik
Penelitian menunjukan bahwa secara garis besar semua obat
trombolitik bermanfaat.Trombolitik awal (kurang dari 6 jam)
dengan strptokinase atau tissue Plasminogen Activator (t-PA) telah
terbukti secara bermakna menghambat perluasan infark,
menurunkan mortalitas dan memperbaiki fungsi ventrikel kiri.
Indikasi :
(a) Umur < 70 tahun
(b) Nyeri dada khas infark, lebih dari 20 menit dan tidak hilang
dengan pemberian nitrat.
(c) Elevasi ST lebih dari 1 mm sekurang-kurangnya pada 2
sadapan EKG
Kontraindikasi :
a) Perdarahan aktif organ dalam
b) Perkiraan diseksi aorta
c) Resusitasi kardio pulmonal yang berkepanjangan dan traumatik
d) Trauma kepala yang baru atau adanya neoplasma intrakranial
e) Diabetic hemorrhage retinopathy
f) Kehamilan
g) TD > 200/120 mmHg
h) Telah mendapat streptokinase dalam jangka waktu 12 bulan

2) Antikoagulan dan antiplatelet


Beberapa hari setelah serangan IMA, terdapat peningkatan
resiko untuk terjadi tromboemboli dan reinfark sehingga perlu
diberikan obat-obatan pencegah.Heparin dan Aspirin referfusion
trias menunjukkan bahwa heparin (intravena) diberikan segera
setelah trombolitik dapat mempertahankan potensi dari arteri yang
berhubungan dengan infark.
Pada infus intravena untuk orang dewasa heparin 20.000-
40.000 unit dilarutkan dalam 1 liter larutan glukosa 5% atau NaCl
0,9% dan diberikan dalam 24 jam. Untuk mempercepat efek,
dianjurkan menambahkan 500 unit intravena langsung
sebelumnya.Kecepatan infus berdasarkan pada nilai APTT
(Activated Partial Thromboplastin Time).Komplikasi perdarahan
umumnya lebih jarang terjadi dibandingkan dengan pemberian
secara intermiten.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
GAWAT DARURAT
A. Pengkajian
1. Data Umum
a. Identitas klien meliputi : nama, jenis kelamin, umur agama, status
perkawinan, pendidikan, alamat, pekerjaan, tanggal masuk, no register dan
diagnosa medis
b. Identitas penanggung jawab meliputi : nama, alamat, pekerjaan dan
hubungn dengan pasien
2. Primery Survey
a. Airway
1) Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara atau
bernafas dengan bebas?
2) Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain:
a) Adanya snoring atau gurgling
b) Stridor atau suara napas tidak normal
c) Agitasi (hipoksia)
d) Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest movements
e) Sianosis
3) Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas
dan potensial penyebab obstruksi :
a) Muntahan
b) Perdarahan
4) Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien
terbuka.
5) Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien
sesuai indikasi:
a) Chin lift/jaw thrust
b) Lakukan suction (jika tersedia)
c) Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal Mask
Airway
d) Lakukan intubasi
b. Breathing (Pernafasan)
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada pasien antara
lain :
1) Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan
oksigenasi pasien.
a) Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah ada
tanda-tanda sebagai berikut : cyanosis, penetrating injury, flail
chest, sucking chest wounds, dan penggunaan otot bantu
pernafasan.
b) Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur ruling iga,
subcutaneous emphysema, perkusi berguna untuk diagnosis
haemothorax dan pneumotoraks.
c) Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada.
2) Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada pasien jika
perlu.
3) Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji lebih lanjut
mengenai karakter dan kualitas pernafasan pasien.
4) Penilaian kembali status mental pasien.
5) Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan
6) Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan / atau
oksigenasi:
a) Pemberian terapi oksigen
b) Bag-Valve Masker
c) Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi penempatan
yang benar), jika diindikasikan
c. Circulation
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi pasien,
antara lain :
1) Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
2) CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan.
3) Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan
pemberian penekanan secara langsung.
4) Palpasi nadi radial jika diperlukan:
a) Menentukan ada atau tidaknya
b) Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
c) Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
d) Regularity
5) Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau hipoksia
(capillary refill).
6) Lakukan treatment terhadap hipoperfusi
d. Disability
Disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU :
1) A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi
perintah yang diberikan
2) V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang
tidak bisa dimengerti
3) P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika
ekstremitas awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk
merespon)
4) U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus
nyeri maupun stimulus verbal.
3. Secondary Survey
a. Keluhan utama, alasan masuk rumah sakit, riwayat penyakit.
b. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
2) Riwayat kesehatan masa lalu
Meliputi penyakit yang pernah dialami (riwayat perawatan, operasi,
pengobatan), kecelakaan yang pernah dialami dan riwayat alergi
3) Riwayat kesehatan keluarga
Kaji apakah keluarga pasien memiliki riwayat penyakit
4) Riwayat Psikologi dan Spiritual
Meliputi riwayat psikologi ( tempat tinggal, lingkungan rumah,
hubungan antar anggota keluarga), riwayat spiritual ( support system,
kegiatan keagamaan), riwayat hospitalisasi (pemahaman keluarga
tentang sakit & rawat inap di rumah sakit)
5) Pola Fungsi Kesehatan (11 pola fungsional Gordon)
Meliputi pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan, pola
nutrisi, pola eliminasi, pola aktivitas dan latihan, pola tidur dan
istirahat, pola kognitif-perseptual, pola persepsi diri/konsep diri, pola
seksual dan reproduksi, pola peran hubungan, pola manajemen coping
stress dan pola keyakinan nilai.
4. Pemeriksaan Fisik
Meliputi keadaan umum klien, pemeriksaan fisik head to toe, pengkajian data
fokus, data penunjang.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi –
perfusi
3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload
4. perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan peningkatan tekanan darah
5. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap kematian

C. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan

1 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan - Identifikasi lokasi,


berhubungan keperawatan selama 3x24 jam karakteristik, durasi,
dengan agen diharapkan masalah nyeri akut frekuensi, kualitas, insensitas
pencedera dapat teratasi, dengan kriteria nyeri
fisiologis hasil : - Identifikasi skala nyeri
- Berikan teknik non
- Keluhan nyeri menurun farmakologis untuk
- Meringis menurun mengurangi rasa nyeri (teknik
- Gelisah menurun relaksasi nafas dalam)
- Kesulitan tidur - Kontrol lingkungan yang
menurun memperberat rasa nyeri (suhu
- Diaphoresis menurun ruangan, pencahayaan,
- Anoreksia menurun kebisingan)
- Frekuensi nadi - Jelaskan strategi
membaik meredakan nyeri Anjurkan
- Pola napas membaik memonitor nyeri secara
- Tekanan darah mandiri
membaik
- Nafsu makan membaik
2 Gangguan Setelah dilakukan tindakan - Identifikasi adanya
pertukaran gas keperawatan selama 3x24 jam kelelahan otot bantu nafas
berhubungan diharapkan masalah nyeri akut - Monitor status respirasi
dengan dapat teratasi, dengan kriteria dan oksigenasi sesuai
ketidakseimbang hasil : kebutuhan
an ventilasi – - Tingkat kesadaran - Pertahankan kepatenan
perfusi meningkat jalan nafas
- Dyspnea menurun - Berikan posisi semi
- Takikardi menurun fowler
- Pusing menurun - Falisitasi mengubah
- Diaphoresis mennurun posisi senyaman mungkin
- Gelisah menurun - Berikan oksigenasi sesuai
- Napas cuping hidung kebutuhan
menurun - Ajarkan melakukan
- Sianosis membaik teknik relaksasi nafas dalam
- Pola nafas membaik - Ajarkan mengubah posisi
- Warna kulit membaik secara mandiri

3 Penurunan curah Setelah dilakukan tindakan - Identifikasi tanda / gejala


keperawatan selama 3x24 jam primer penurunan curah
jantung
diharapkan masalah nyeri akut jantung (meliputi dyspnea,
berhubungan dapat teratasi, dengan kriteria kelelahan, edema, ortopnea,)
hasil : - Monitor tekanan darah
dengan
- Tanda Vital dalam rentang - Monitor saturasi oksigen
perubahan normal (Tekanan darah, - Monitor keluhan nyeri dada
Nadi, respirasi) (mis. Intensitas, lookasi,
afterload
- Lelah menurun radiasi, durasi, presivitassi
- Edema menurun yang mengurangi nyeri)
- Dyspnea menurun - Posisikan pasien semi fowler
- Pucat / sianosis menurun - Berikan diet jantung yang
- Pengisian kapiler membaik sesuai (mis. Batasi asupan
kafein, natrium, kolesterol, dan
makanan tinggi lemak)
- Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturaasi
oksigen
- Anjurkan beraktivitas fisik
sesuai toleransi
- Anjurkakn beraktivitas fisik
secara bertahap
- Anjurkan berhenti merokok

4 perfusi perifer Setelah dilakukan tindakan - Periksa sirkulasi perifer


keperawatan selama 3x24 jam (mis. Nadi perifer, edema,
tidak efektif
diharapkan masalah nyeri akut pengisian kapiler, warna,,
berhubungan dapat teratasi, dengan kriteria suhu)
hasil : - Monitor panas,
dengan
kemerahan, nyeri atau bengkak
peningkatan - Kekuatan nadi perifer pada ekstremitas
tekanan darah meningkat - Lakukakn pencegahan
- Warna kulit pucat infeksi
menurun - Anjurkan berhenti
- Edema menurun merokok
- Nyeri ekstremitas - Anjurkan berolahraga
menurun rutin
- Pengisiam kapiler - Anjurkan minum obat
membaik pengontrol tekanan darah
- Turgor kulit membaik secara teratur
- Tekanan darah sistolik - Anjurkan program diet
membaik untuk memperbaiki sirkulasi
- Tekanan darah diastolik (mis. Rendah lemak jenuh,
membaik minyak ikn omega 3)

5 Ansietas Setelah dilakukan tindakan - Monitor tanda – tanda


keperawatan selama 3x24 jam ansietas (verbal dan nonverbal)
berhubungan
diharapkan masalah nyeri akut - Ciptakan suasana
dengan ancaman dapat teratasi, dengan kriteria terapeutik untuk
hasil : menumbuhkan kepercayaan
terhadap
- Temani pasien untuk
kematian - Verbalisasi kebingungan mnegurangi kecemasan, jika
menurun memungkinkan
- Verbalisasi khawatir akibat - Dengarkan dengan penuh
kondisi yang dihadapi perhatian
menurun - Gunakan pendekatan
- Perilaku gelisah menurun yang tenang dan meyakinkan
- Perilaku tegang menurun - Informasikan secara
- Keluhan pusing menurun factual mengenai diagnosis,
- Anoreksia menurun pengobatan dan prognosis
- Diaphoresis menurun - Anjurkan keluarga untuk
- Tremor menurun tetap bersama pasien, jika perlu
- Pucat menurun - Anjurkan
- Konsentrasi membaik mengungkapkan perasaan dan
- Pola tidur membaik persepsi
- Frekuensi pernapasan - Latih teknik relaksasi
membaik - Kolaborasi pemberian
- Frekuensi nadi membaik obat antiansietas, jika perlu
- Tekanan darah membaik
D. Implementasi

No Diagnosa Tindakan Evaluasi


Keperawatan
1 Nyeri akut - Mengidentifikasi S:
berhubungan lokasi, karakteristik,
 klien mengeluh nyeri
dengan agen durasi, frekuensi, kualitas,
pencedera insensitas nyeri di bagian dada
fisiologis - Mengidentifikasi
skala nyeri  klien mengeluh susah
- Memberikan teknik tidur
non farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri  klien mengatakan
(teknik relaksasi nafas masih sulit makan
dalam)
- Mengontrol O:
lingkungan yang  TTV
memperberat rasa nyeri
(suhu ruangan, TD : 130 / 90 mmHg
pencahayaan, kebisingan) N : 90 x/ menit
- Menjelaskan strategi
meredakan nyeri T : 37 Derajat
- Menganjurkan Celcius
memonitor nyeri secara
mandiri RR : 22 x / menit
 Klien sesekali terlihat
meringis
 Klien terlihat gelisah
 Klien terlihat
diaphoresis
 Pola nafas membaik
A:
 Masalah belum
teratasi

P : Intervensi
dilanjutkan
 Mengidentifikasi
lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi,
kualitas, insensitas
nyeri
 Mengidentifikasi
skala nyeri
Memberikan teknik
non farmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri (teknik
relaksasi nafas
dalam)
 Mengontrol
lingkungan yang
memperberat rasa
nyeri (suhu ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
 Menjelaskan strategi
meredakan nyeri
Menganjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
 Menganjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri

2 Gangguan - Mengidentifikasi S:
pertukaran gas adanya kelelahan otot bantu
 Klien mengatakan
berhubungan nafas
dengan - Menonitor status pusing nya menurun
ketidakseimbanga respirasi dan oksigenasi
n ventilasi – sesuai kebutuhan  Klien mengatakan
perfusi - Mempertahankan tidak sesak nafas lagi
kepatenan jalan nafas
- Memberikan posisi 
semi fowler
- Memfalisitasi
mengubah posisi senyaman
mungkin
- Memberikan
oksigenasi sesuai kebutuhan
- Mengajarkan
melakukan teknik relaksasi
nafas dalam
- Mengajarkan
mengubah posisi secara
mandiri

3 Penurunan curah - Mengidentifikasi tanda /


gejala primer penurunan
jantung
curah jantung (meliputi
berhubungan dyspnea, kelelahan, edema,
ortopnea,)
dengan perubahan
- Memonitor tekanan darah
afterload - Memonitor saturasi oksigen
- Memonitor keluhan nyeri
dada (mis. Intensitas,
lookasi, radiasi, durasi,
presivitassi yang
mengurangi nyeri)
- Memposisikan pasien semi
fowler
- Memberikan diet jantung
yang sesuai (mis. Batasi
asupan kafein, natrium,
kolesterol, dan makanan
tinggi lemak)
- Memberikan oksigen untuk
mempertahankan saturaasi
oksigen
- Menganjurkan beraktivitas
fisik sesuai toleransi
- Menganjurkakn beraktivitas
fisik secara bertahap
- Menganjurkan berhenti
merokok

4 perfusi perifer - Memeriksa sirkulasi


perifer (mis. Nadi perifer,
tidak efektif
edema, pengisian kapiler,
berhubungan warna,, suhu)
- Memonitor panas,
dengan
kemerahan, nyeri atau
peningkatan bengkak pada ekstremitas
- Melakukan
tekanan darah
pencegahan infeksi
- Menganjurkan
berhenti merokok
- Menganjurkan
berolahraga rutin
- Menganjurkan minum
obat pengontrol tekanan
darah secara teratur
- Menganjurkan
program diet untuk
memperbaiki sirkulasi (mis.
Rendah lemak jenuh,
minyak ikn omega 3)
5 Ansietas - Memonitor tanda –
tanda ansietas (verbal dan
berhubungan
nonverbal)
dengan ancaman - Menciptakan suasana
terapeutik untuk
terhadap kematian
menumbuhkan kepercayaan
- Menemani pasien
untuk mnegurangi
kecemasan, jika
memungkinkan
- Mendengarkan
dengan penuh perhatian
- Menggunakan
pendekatan yang tenang
dan meyakinkan
- Meginformasikan
secara factual mengenai
diagnosis, pengobatan dan
prognosis
- Menganjurkan
keluarga untuk tetap
bersama pasien, jika perlu
- Menganjurkan
mengungkapkan perasaan
dan persepsi
- Melatih teknik
relaksasi
- Berkolaborasi
pemberian obat
antiansietas, jika perlu

Mengidentifikasi skala nyeri


Memberikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (teknik relaksasi nafas
dalam)
Mengontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
Menjelaskan strategi meredakan nyeri
Menganjurkan memonitor nyeri secara mandiri

Anda mungkin juga menyukai