Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hematemesis melena adalah suatu kondisi di mana pasien
mengalami muntah darah yang disertai dengan buang air besar (BAB)
berdarah dan berwarna hitam. Hematemesis melena merupakan suatu
perdarahan yang terjadi pada saluran cerna bagian atas (SCBA) dan
merupakan keadaan gawat darurat yang sering dijumpai di tiap rumah
sakit di seluruh dunia termasuk Indonesia. Pendarahan dapat terjadi karena
pecahnya varises esofagus, gastritis erosif atau ulkus peptikum. 86 % dari
angka kematian akibat pendarahan SCBA di Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI)/ Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo (RSCM) berasal dari pecahnya varises esofagus akibat
penyakit sirosis hati dan hepatoma
Di Indonesia sebagian besar (70-85%) hemetemesis disebabkan
oleh pecahnya varises esofagus yang terjadi pada pasien sirosis hati
sehingga prognosisnya tergantung dari penyakit yang mendasarinya.
Perdarahan akibat sirosis hati disebabkan oleh gangguan fungsi hati
penderita, alkohol, obat-obatan, virus hepatitis dan penyakit bilier.
Pendarahan SCBA dapat bermanifestasi sebagai hematemesis, malena,
atau keduanya. Walaupun perdarahan akan berhenti dengan sendirinya,
tetapi sebaiknya setiap pendarahan saluran cerna dianggap sebagi suatu
keaadaan serius yangs setiap saat dapat membahayakan pasien. Setiap
pasien dengan pendarahan harus dirawat di rumah sakit tanpa kecuali,
walaupun pendarahan dapat berhenti secara spontan. Hal ini harus
ditanggulangi secara saksama dan dengan optimal untuk mencegah
pendarahan lebih banyak, syok hemoragik, dan akibat lain yang
berhubungan dengan pendarahan tersebut, termasuk kematian pasien.
(Dwaney, 2012).

1
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa diharapkan mampu memberikan Asuhan Keperawatan pada
pasien hematemesis melena.

2. Tujuan khusus

a. Mampu menjelaskan definisi hematemesis melena


b. Mampu menyebutkan etiologi hematemesis melena
c. Mampu menyebutkan manifestasi klinis hematemesis melena
d. Mampu menjelaskan patofisiologi hematemesis melena
e. Mampu mengetahui pemeriksaan penunjang hematemesis melena
f. Mampu menyebutkan penatalaksanaan hematemesis melena

C. Manfaat

Manfaat dari penulisan makalah ini adalah :


a. Membentuk pola pikir mahasiswa menjadi terarah dan sistematik
b. Mahasiswa mampu menyusun tulisan ilmiah yang baik dan benar
c. Menambah pengetahuan mahasiswa tentang mekanisme penyakit pada
asuhan keperawatan gawat darurat sistem pencernaan

2
BAB II
TINJAUAN MATERI

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Anatomi Fisiologi
Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring),
kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem
pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak di luar saluran
pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.( Kus. 2008)
a) Mulut

Mulut (Abadi 2010)


Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air pada
Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya merupakan bagian awal
dari sistem pencernaan lengkap yang berakhir di anus. (Abadi. 2010)
Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam
dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ
perasa yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana,
terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf

3
olfaktorius di hidung dan lebih rumit, terdiri dari berbagai macam bau.
(Pearce. 2009)
Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh
gigi belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih
mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-
bagian dari makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai
mencernanya. Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya
lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri secara langsung.
Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis.
(Abadi. 2010)
b) Tenggorokan (Faring)

Tenggorokan (lynda.2008)

Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Berasal


dari bahasa yunani yaitu Pharynk. Didalam lengkung faring terdapat
tonsil ( amandel) yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung kelenjar
limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi. (Kus. 2008)
c) Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui
sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung.
Makanan berjalan melalui kerongkongan dengan menggunakan proses
peristaltik. (Syaifudin. 2010)

4
d) Lambung

Lambung (lynda.2008)
Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti kandang
keledai. Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui
otot berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam
keadaan normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke
dalam kerongkongan. (Kus. 2008). Lambung berfungsi sebagai gudang
makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan
dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat
penting :
1) Lendir
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung.
Setiap kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang
mengarah kepada terbentuknya tukak lambung.
2) Asam klorida (HCl)
Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan
oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga

5
berperan sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh
berbagai bakteri. (Kus. 2008)

3) Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)


e) Usus halus (usus kecil)

Usus halus (lynda.2008)

Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang
terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan
pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui
vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan
air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna).
Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna
protein, gula dan lemak. (Syaifudin. 2010)

f) Usus besar

6
Usus besar (lynda.2008)

Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna


beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam
usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K.
Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta
antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus
besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya
lendir dan air, dan terjadilah diare. (lynda.2008).

g) Usus Buntu (sekum)

Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam istilah
anatomi adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta
bagian kolon menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada
mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivora
memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora eksklusif memiliki
sekum yang kecil, yang sebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai
cacing.(syaifudin.2010)

h) Umbai Cacing (Appendix)

Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu.
Infeksi pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing.
Apendisitis yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan
membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis (infeksi
rongga abdomen). (Lynda.2008).

i) Rektum dan anus

Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah sebuah


ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan
berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan

7
sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di
tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon
desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan
untuk buang air besar (BAB). (Lynda.2008)

Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam


rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk
melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan
dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan kembali
dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi
dan pengerasan feses akan terjadi. (Syaifudin. 2010).

2. Definisi Penyakit

Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah pengeluaran feses


atau tinja yang berwarna hitam seperti teh yang disebabkan oleh adanya
perdarahan saluran makan bagian atas. Warna hematemesis tergantung
pada lamanya hubungan atau kontak antara darah dengan asam lambung
dan besar kecilnya perdarahan, sehingga dapat berwarna seperti kopi atau
kemerah-merahan dan bergumpal-gumpal. (syaifudin,2010)

3. Etiologi

Hematemesis Melena terjadi bila ada perdarahan di daerah proksimal


jejenum dan melena dapat terjadi tersendiri atau bersama-sama dengan
hematemesis. Paling sedikit terjadi perdarahan sebanyak 50-100 ml, baru
dijumpai keadaan melena. Banyaknya darah yang keluar selama
hematemesis atau melena sulit dipakai sebagai patokan untuk menduga
besar kecilnya perdarahan saluran makan bagian atas. Hematemesis dan
melena merupakan suatu keadaan yang gawat dan memerlukan perawatan
segera di rumah sakit. (Syaifudin.2010) Etiologi dari Hematemesis melena
adalah :

1. Kelainan esofagus : varise, esofagitis, keganasan.

8
2. Kelainan lambung dan duodenum: tukak lambung dan
duodenum,keganasan dan lain-lain.
3. Penyakit darah: leukemia, DIC (disseminated intravascular
coagulation), purpura trombositopenia dan lain-lain.
4. Penyakit sistemik lainnya: uremik, dan lain-lain.
5. Pemakaian obat-obatan yang ulserogenik: golongan salisilat,
kortikosteroid, alkohol, dan lain-lain.

Penting sekali menentukan penyebab dan tempat asal perdarahan saluran


makan bagian atas, karena terdapat perbedaan usaha penanggulangan
setiap macam perdarahan saluran makan bagian atas. Penyebab perdarahan
saluran makan bagian atas yang terbanyak dijumpai di Indonesia adalah
pecahnya varises esofagus dengan rata-rata 45-50 % seluruh perdarahan
saluran makan bagian atas (syaifudin.2010)

4. Tanda dan gejala

Gejala terjadi akibat perubahan morfologi dan lebih menggambarkan


beratnya kerusakan yang terjadi dari pada etiologinya. Didapatkan gejala
dan tanda sebagai berikut :
a. Gejala-gejala intestinal yang tidak khas seperti anoreksia, mual,
b. muntah dan diare.
c. Demam, berat badan turun, lekas lelah.
d. Ascites, hidratonaks dan edemo.
e. Ikterus, kadang-kadang urin menjadi lebih tua warnanya atau
kecoklatan.
f. Hematomegali, bila telah lanjut hati dapat mengecilkarena fibrosis.
Bila secara klinis didapati adanya demam, ikterus dan asites, dimana
demam bukan oleh sebab-sebab lain, ditambahkan sirosis dalam
keadaan aktif. Hati-hati akan kemungkinan timbulnya prekoma dan
koma hepatikum.

9
g. Kelainan pembuluh darah seperti kolateral-kolateral didinding, koput
medusa, wasir dan varises esofagus.
h. Kelainan endokrin yang merupakan tanda dari hiperestrogenisme
yaitu:
- Impotensi, atrosi testis, ginekomastia, hilangnya rambut axila
dan pubis.
- Amenore, hiperpigmentasi areola mamae
- Spider nevi dan eritema
- Hiperpigmentasi Jari tabuh

5. Komplikasi

Komplikasi yang bisa terjadi pada pasien Hematemesis Melena adalah


koma hepatik (suatu sindrom neuropsikiatrik yang ditandai dengan
perubahan kesadaran, penurunan intelektual, dan kelainan neurologis yang
menyertai kelainan parenkim hati), syok hipovolemik (kehilangan volume
darah sirkulasi sehingga curah jantung dan tekanan darah menurun),
aspirasi pneumoni (infeksi paru yang terjadi akibat cairan yang masuk
saluran napas), anemi posthemoragik (kehilangan darah yang mendadak
dan tidak disadari).

6. Patofisiologi

a. Ulkus peptikum

Ulkus peptikum terjadi terutama pada mukosa gastroduodenal karena


jaringan ini tidak dapat menahan kerja asam lambung pencernaan
(asam hidroklorida) dan pepsin. Erosi yang terjadi berkaitan dengan
peningkatan konsentrasi dan kerja asam pepsin, atau berkenaan dengan
penurunan pertahanan normal dari mukosa. Mukosa yang rusak tidak
dapat mensekresi mucus yang cukup bertindak sebagai barier terhadap
asam klorida.

b. Sekresi lambung

10
Sekresi lambung terjadi pada tiga fase yang serupa ; (1) fase sefalik
yaitu : fase yang dimulai dengan rangsangan seperti pandangan, bau,
atau rasa makanan yang bekerja pada reseptor kortikal serebral yang
pada gilirannya merangsang saraf vagal , (2) fase lambung, yaitu :
pada fase lambung dilepaskan asam lambung dilepaskan sebagai akibat
dari rangsangan kimiawi dan mekanis terhadap resptor di dinding
lambung, dan (3) fase usus, yaitu makanan pada usus halus
menyebabkan pelepasan hormon (dianggap sebagai gastrin) yang pada
waktunya akan merangsang sekresi asam lambung.

c. Barier mukosa lambung

Merupakan pertahanan utama lambung terhadap pencernaan yang


dilakukan lambung itu sendiri. Faktor lain yang mempengaruhi
pertahanan mukosa adalah suplai darah , keseimbangan asam basa,
integritas sel mukosa dan regenersi sel epitel. Seseorang mungkin akan
mengalami ulkus peptikum karena satu dari dua faktor ini , yaitu; (1)
hipersekresi asam lambung (2) kelemahan barier mukosa lambung.

Apapun yang menurunkan produksi mucus lambung atau merusak


mukosa lambung adalah ulserogenik ; salisilat, obat anti inflamasi non
steroid, alcohol dan obat antiinflamasi.

d. Sindrom Zollinger-Ellison

Sindrom ini diidentifikasi melalui temuan ; hipersekresi getah


lambung, ulkus duodenal, dan gastrinoma dalam pancreas.

e. Ulkus Stres

Merupakan istilah yang diberikan pada ulserasi mukosal akut dari


duodenal atau area lambung yang terjadi setelah kejadian penuh stress
secara fisiologis. Kejadian stress misalnya ; luka bakar, syok, sepsis
berat dan trauma organ multipel.

11
7. Pathway

Pathway (syaifudi.2010)

8. Pemeriksaan diagnostik
a. Laboratorium
1) Darah : Hb menurun / rendah

12
2) SGOT, SGPT yang meningkat merupakan petunjuk kebocoran dari
sel yang mengalami kerusakan.
3) Albumin, kadar albumin yang merendah merupakan cerminan
kemampuan sel hati yang kurang.
4) Pemeriksaan CHE (kolineterase) penting dalam menilai
kemampuan sel hati. Bila terjadi kerusakan kadar CHE akan turun.
5) Pemeriksaan kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretik
dan pembatasan garam dalam diet.
6) Peninggian kadar gula darah.
7) Pemeriksaan marker serologi pertanda ureus seperti
HBSAg/HBSAB, HBeAg, dll
b. Radiologi
1) USG untuk melihat gambaran pembesaran hati, permukaan
splenomegali, acites
2) Esofogus untuk melihat perdarahan esofogus
3) Angiografi untuk pengukuran vena portal
9. Penatalaksanaan
Bila pasien memuntahkan darah maka sumber cedera di bagian
atas saluran pencernaan seperti esofagus, duodenum dan lambung.
Muntahan darah segar di hubungkan dengan perdarahan varises esofagus
yang merupakan vena besar. Keadaan tersebut terjadi sabagai penyulit
penyakit hati berat, seperti alkoholisme menahun. Sokong sirkulasi
penderita dengan darah Ringer Laktat dan oksigen: penderita dapat
merasakan.
Muntah darah segar dengan riwayat berak hitam menggambarkan
ulkus yang berdarah yang tak semendesak perdarahan varices esofagus.
Pengeluaran darah segar dalam feses atau setelah buang air besar
merupakan tanda perdarahan saluran cerna bawah akibat hemoroid,
divertikula, penyakit keganasan atau polip. (Sayaifudin. 2010).
Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas harus sedini
mungkin dan sebaiknya dirawat di rumah sakit untuk mendapatkan

13
pengawasan yang teliti dan pertolongan yang lebih baik. Pengobatan
penderita perdarahan saluran makan bagian atas meliputi :

a. Pengawasan dan pengobatan umum


1) Penderita harus diistirahatkan mutlak, obat-obat yang
menimbulkan efek sedatif(penenang) morfin, meperidin
dan paraldehid sebaiknya dihindarkan.
2) Penderita dipuasakan selama perdarahan masih
berlangsung dan bila perdarahan berhenti dapat
diberikan makanan cair.
3) Infus cairan langsung dipasang dan diberilan larutan
garam fisiologis selama belum tersedia darah.
4) Pengawasan terhadap tekanan darah, nadi, kesadaran
penderita dan bila perlu dipasang CVP monitor.
5) Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit perlu
dilakukan untuk mengikuti keadaan perdarahan.
6) Transfusi darah diperlukan untuk menggati darah yang
hilang dan mempertahankan kadar hemoglobin 50-70 %
harga normal.
7) Pemberian obat-obatan hemostatik seperti vitamin K, 4
x 10 mg/hari, karbasokrom (Adona AC), antasida dan
golongan H2 reseptor antagonis (simetidin atau
ranitidin) berguna untuk menanggulangi perdarahan.
8) Dilakukan klisma atau lavemen dengan air biasa
disertai pemberian antibiotika yang tidak diserap oleh
usus, sebagai tindakan sterilisasi usus. Tindakan ini
dilakukan untuk mencegah terjadinya peningkatan

14
produksi amoniak oleh bakteri usus, dan ini dapat
menimbulkan ensefalopati hepatik.
b. Pemasangan pipa naso-gastrik
Tujuan pemasangan pipa naso gastrik adalah untuk aspirasi
cairan lambung, lavage (kumbah lambung) dengan air , dan
pemberian obat-obatan. Pemberian air pada kumbah lambung
akan menyebabkan vasokontriksi lokal sehingga diharapkan
terjadi penurunan aliran darah di mukosa lambung, dengan
demikian perdarahan akan berhenti. Kumbah lambung ini akan
dilakukan berulang kali memakai air sebanyak 100- 150 ml
sampai cairan aspirasi berwarna jernih dan bila perlu tindakan
ini dapat diulang setiap 1-2 jam. Pemeriksaan endoskopi dapat
segera dilakukan setelah cairan aspirasi lambung sudah jernih.
c. Pemberian pitresin (vasopresin)
Pitresin mempunyai efek vasokoktriksi, pada pemberian
pitresin per infus akan mengakibatkan kontriksi pembuluh
darah dan splanknikus sehingga menurunkan tekanan vena
porta, dengan demikian diharapkan perdarahan varises dapat
berhenti. Perlu diingat bahwa pitresin dapat menrangsang otot
polos sehingga dapat terjadi vasokontriksi koroner, karena itu
harus berhati-hati dengan pemakaian obat tersebut terutama
pada penderita penyakit jantung iskemik. Karena itu perlu
pemeriksaan elektrokardiogram dan anamnesis terhadap
kemungkinan adanya penyakit jantung koroner/iskemik.
d. Pemasangan balon SB Tube
Dilakukan pemasangan balon SB tube untuk penderita
perdarahan akibat pecahnya varises. Sebaiknya pemasangan SB
tube dilakukan sesudah penderita tenang dan kooperatif,
sehingga penderita dapat diberitahu dan dijelaskan makna
pemakaian alat tersebut, cara pemasangannya dan
kemungkinan kerja ikutan yang dapat timbul pada waktu dan

15
selama pemasangan. Beberapa peneliti mendapatkan hasil yang
baik dengan pemakaian SB tube ini dalam menanggulangi
perdarahan saluran makan bagian atas akibat pecahnya varises
esofagus. Komplikasi pemasangan SB tube yang berat seperti
laserasi dan ruptur esofagus, obstruksi jalan napas tidak pernah
dijumpai.

e. Pemakaian bahan sklerotik


Bahan sklerotik sodium morrhuate 5 % sebanyak 5 ml atau
sotrdecol 3 % sebanyak 3 ml dengan bantuan fiberendoskop
yang fleksibel disuntikan dipermukaan varises kemudian
ditekan dengan balon SB tube. Tindakan ini tidak memerlukan
narkose umum dan dapat diulang beberapa kali. Cara
pengobatan ini sudah mulai populer dan merupakan salah satu
pengobatan yang baru dalam menanggulangi perdarahan
saluran makan bagian atas yang disebabkan pecahnya varises
esofagus.
f. Tindakan operasi
Bila usaha-usaha penanggulangan perdarahan diatas mengalami
kegagalan dan perdarahan tetap berlangsung, maka dapat
dipikirkan tindakan operasi . Tindakan operasi yang basa
dilakukan adalah : ligasi varises esofagus, transeksi esofagus,
pintasan porto-kaval. Operasi efektif dianjurkan setelah 6
minggu perdarahan berhenti dan fungsi hari membaik.
Selain cara-cara tersebut diatas, adapula metode lain untuk
menghentikan perdarahan varises esophagus, antara lain :
1) Cyanoacrylate glue injection, memakai semacam lem
jaringan (His-toacryl R) yang langsung disuntikkan
intravena.
2) Endoscopic band ligator

16
Sedangkan pada perdarahan non variceal, dapat dilakukan
tindakan-tindakan sebagai berikut :
1) Laser photo coagulation.
2) Diathermy coagulation
3) Adrenalin injection
4) Sclerotheraphy injection. (Lynda.2008)

BAB II

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas pasien, meliputi :

Nama, Umur (biasanya bisa usia muda maupun tua), Jenis kelamin
(bisa laki-laki maupun perempuan), Suku bangsa, Pekerjaan,
Pendidikan, Alamat, Tanggal MRS, dan Diagnosa medis

2. Keluhan utama

Biasanya keluhan utama klien adalah muntah darah atau berak darah
yang datang secara tiba-tiba.

3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang

keluhan utama kx adalah muntah darah atau berak darah yang


datang secara tiba-tiba .

b. Riwayat kesehatan dahulu

Biasanya kx mempunyai riwayat penyakit hepatitis kronis,


sirosis hepatitis, hepatoma, ulkus peptikum, kanker saluran
pencernaan bagian atas, riwayat penyakit darah (misal : DM),

17
riwayat penggunaan obatulserorgenik, kebiasaan / gaya hidup
(alkoholisme, gaya hidup / kebiasaan makan).

c. Riwayat kesehatan keluarga

Biasanya apabila salah satu anggota keluarganya mempunyai


kebiasaan makan yang dapat memicu terjadinya hematemesis
melena, maka dapat mempengaruhi anggota keluarga yang lain

4. Pola-pola fungsi kesehatan


a. Pola perspsi dan tata laksana hidup sehat

Biasanya klien mempunyai kebiasaan alkoholisme, pengunaan obat-


obat ulseroge

b. Pola nutrisi dan metabolisme

Terjadi perubahan karena adanya keluhan pasien berupa mual,


muntah, kembung, dan nafsu makan menurun, dan intake nutrisi
harus dalam bentuk makanan yang lunak yang mudah dicerna

c. Pola aktivitas dan latihan

Gangguan aktivitas atau kebutuhan istirahat, kekurangan protein


(hydroprotein) yang dapat menyebabkan keluhan subjektif pada
pasien berupa kelemahan otot dan kelelahan, sehingga aktivitas
sehari-hari termasuk pekerjaan harus dibatasi atau harus berhenti
bekerja

d. Pola eliminasi

Pola eliminasi mengalami gangguan,baik BAK maupun BAB. Pda


BAB terjadi konstipasi atau diare. Perubahan warna feses menjadi
hitam seperti petis, konsistensi pekat. Sedangkan pada BAK, warna
gelap dan konsistensi pekat.

18
e. Pola tidur dan istirahat

Terjadi perubahan tentang gambaran dirinya seperti badan menjadi


kurus, perut membesar karena ascites dan kulit mengering, bersisik
agak kehitaman.

f. Pola hubungan peran

Dengan adanya perawatan yang lama makan akan terjadi hambatan


dalam menjalankan perannya seperti semula.

g. Pola reproduksi seksual

Akan terjadi perbahan karena ketidakseimbangan hormon, androgen


dan estrogen, bila terjadi pada lelaki (suami) dapat menyebabkan
penurunan libido dan impoten, bila terjadi pada wanita (istri)
menyebabkan gangguan pada siklus haid atau dapat terjadi aminore
dan hal ini tentu saja mempengaruhi pasien sebagai pasangan suami
dan istri.

h. Pola penaggulangan stres

Biasanya dengan koping stres yang baik, maka dapat mengatasi


masalahnya namun sebaliknya bagi kx yang tidak kopingnya maka
dapat destruktif lingkungan sekitarnya.

i. Pola tata nilai dan kepercayaan

Pada pola ini tidak terjadi gangguan pada klien.

 Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum

Keadaan umum klien Hematomesis melena akan terjadi ketidak


seimbangan nutrisi akibat anoreksia, intoleran terhadap makanan /
tidak dapat mencerna, mual, muntah, kembung.

19
b. Sistem respirasi

Akan terjadi sesak, takipnea, pernafasan dangkal, bunyi nafas


tambahan hipoksia, ascites.

c. Sistem kardiovaskuler

Riwayat perikarditis, penyakit jantung reumatik, kanker (malfungsi


hati menimbulkan gagal hati), distritnya, bunyi jantung (S3, S4).

d. Sistem gastrointestinal.

Nyeri tekan abdomen / nyeri kuadran kanan atas, pruritus, neuritus


perifer.

e. Sistem persyaratan

Penurunan kesadaran, perubahan mental, bingung halusinasi,


koma, bicara lambat tak jelas.

f. Sistem geniturianaria / eliminasi

Terjadi flatus, distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali.


asites), penurunan / tak adanya bising usus, feses warna tanah liat,
melena, urin gelap pekat, diare / konstipasi.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan
(kehilangan cairan tubuh secara aktif) ditandai dengan perubahan pada
status mental, penurunan tekanan darah, tekanan nadi, volume nadi,
turgor kulit, haluaran urine, pengisian vena, dan berat badan tiba-tiba,
membrane mukosa kering, kulit kering, peningkatan hematokrit, suhu
tubuh, frekuensi nadi, dan konsentrasi urine, haus, dankelemahan.
2. Risiko ketidakefektifan perfusi gastrointestinal dan/atau ginjal
berhubungan dengan hipovolemik karena perdarahan.

20
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (rasa
panas/terbakar pada mukosa lambung dan rongga mulut atau spasme
otot dinding perut).
4. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan mencerna makanan akibat perdarahan pada
saluran pencernaan
5. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pajanan
informasi tentang penyakitnya.
6. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan, ancaman
kematian.
(Doenges, 2008)

C. Perencanaan / Intervensi
1. Dx : Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan
(kehilangan cairan tubuh secara aktif)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x… jam
diharapkan terjadi pemulihan keseimbangan cairan dan elektrolit yang
optimal dengan kriteria hasil:
a. Kesadaran pasien composmentis
b. Tanda vital stabil : Suhu : 36,5-37,5° C, nadi : 60-100 x/menit,
pernapasan : 12-22 x/menit, tekanan darah :100/60-140/90
mmHg
c. Haluaran urine 0,5-1,0 ml/kg BB/jam, warna urine kuning dan
jernih
d. Kadar elektrolit serum dalam batas normal : Natrium (Na) =
135-145 mEq/L, Kalium (K) =3,5-5,3 mEq/L, Kalsium (Ca) =
4,5-5,5 mEq/L, Magnesium (Mg) = 1,5-2,5 mEq/L, Klorida (Cl
) =90-105 mEq/L, Fosfort (P) = 1,7-2,6 mEq/L, Hematokrit
=33-45 %, Hb = 13,5-17,5 g/dl –
e. Berat badan stabil
f. Membran mukosa lembab

21
g. Turgor kulit normal
h. Tidak mengalami muntah
 Intervensi Keperawatan :
 Amati tanda-tanda vital
R/: Memberikan pedoman untuk penggantian cairan dan
mengkaji respon kardiovaskuler. Hipovolemia merupakan
risiko utama yang segera terdapat sesudah perdarahan
masif. Pantau haluaran urin sedikitnya setiap jam sekali dan
menimbang berat badan pasien setiap hari.
 Pantau haluaran urine setiap jam, perhatikan warna urine
dan timbang berat badan tiap hari
R/ : Haluaran urin dan berat badan memberikan informasi
tentang perfusi renal, kecukupan penggantian cairan, dan
kebutuhan serta status cairan. Warna urine merah/hitam
menandakan kerusakan otot massif.
 Catat karakteristik muntah dan/ atau drainase.
R/ : Membantu dalam membedakan distress gaster. Darah
merah cerah menandakan adanya atau perdarahan arterial
akut, mungkin karena ulkus gaster; darah merah gelap
mungkin darah lama (tertahan dalam usus) atau perdarahan
vena dari varises.
 Catat respons fisiologis individual pasien terhadap
perdarahan, misalnya perubahan mental, kelemahan,
gelisah, ansietas, pucat, berkeringat, takipnea, peningkatan
suhu.
R/ : Memburuknya gejala dapat menunjukkan berlanjutnya
perdarahan atau tidak adekuatnya penggantian cairan.
 Awasi masukan dan haluaran dan hubungkan dengan
perubahan berat badan. Ukur kehilangan darah/ cairan
melalui muntah dan defekasi.
R/: Memberikan pedoman untuk penggantian cairan

22
 Pertahankan pemberian infuse dan mengaturan tetesannya
pada kecepatan yang tepat sesuai dengan program medik.
R/ : Pemberian cairan yang adejuat diperlukan untuk
mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit serta
perfusi organ-organ vital adekuat.
 Pertahankan tirah baring; mencegah muntah dan tegangan
pada saat defekasi. Jadwalkan aktivitas untuk memberikan
periode istirahat tanpa gangguan. Hilangkan rangsangan
berbahaya.
R/ : Aktivitas/ muntah meningkatkan tekanan intra-
abdominal dan dapat mencetuskan perdarahan lanjut.
 Kolaborasi pengamatan hasil elektrolit serum
R/ : Natrium urine kurang dari 10 mEq/L di duga
ketidakakuatan penggantian cairan.
 Kolaborasi pemeriksaan laboratorium; misalnya Hb/ Ht
R/ : Alat untuk menentukan kebutuhan penggantian darah
dan mengawasi keefektifan terapi.

2. Dx : Ketidakefektifan perfusi gastrointestinal dan/atau ginjal


berhubungan dengan hipovolemik karena perdarahan.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x…. jam diharapkan
perfusi jaringan gastrointestinal dan/atau ginjal efektif dengan Kriteria
hasil:
a) Kesadaran pasien composmentis
b) Tanda vital stabil: Suhu : 36,5-37,5° C, nadi : 60-100 x/menit,
pernapasan : 12-22 x/menit, tekanan darah :100/60-140/90 mmHg
c) Haluaran urine 0,5-1,0 ml/kg BB/jam
d) Akral teraba hangat
e) Turgor kulit normal
f) Capillary Refill Time dalam batas normal (< 2 detik)

23
 Intervensi Keperawatan :
 Selidiki perubahan tingkat kesadaran, keluhan pusing/ sakit
kepala
R/ : Perubahan dapat menunjukkan ketidakadekuatan
perfusi serebral sebagai akibat tekanan darah arterial.
 Auskultasi nadi apikal. Awasi kecepatan jantung/irama bila
EKG kontinu ada
R/ : Perubahan disritmia dan iskemia dapat terjadi sebagai
akibat hipotensi, hipoksia, asidosis, ketidakseimbangan
elektrolit, atau pendinginan dekat area jantung bila lavage
air dingin digunakan untuk mengontrol perdarahan.
 Amati tanda-tanda vital
R/ : memberikan pedoman untuk penggantian cairan dan
mengkaji respon kardiovaskuler. Hipovolemia merupakan
risiko utama yang segera terdapat sesudah perdarahan
masif. Pantau haluaran urin sedikitnya setiap jam sekali dan
menimbang berat badan pasien setiap hari.
 Kaji kulit terhadap dingin, pucat, berkeringat, pengisian
kapiler lambat, dan nadi perifer lemah.
R/ : Vasokontriksi adalah respon simpatis terhadap
penurunan volume sirkulasi dan/ atau dapat terjadi sebagai
efek samping pemberian vasopresin.
 Catat laporan nyeri abdomen, khususnya tiba-tiba nyeri
hebat atau nyeri menyebar ke bahu.
R/: Nyeri disebabkan oleh ulkus gaster sering hilang setelah
perdarahan akut karena efek bufer darah.
 Observasi kulit untuk pucat, kemerahan. Pijat dengan
minyak. Ubah posisi dengan sering.
R/ : Gangguan pada sirkulasi perifer meningkatkan risiko
kerusakan kulit.
 Kolaborasi pemberian oksigen tambahan sesuai indikasi

24
R/ : Mengobati hipoksemia dan asidosis laktat selama
perdarahan akut.
 Berikan cairan IV sesuai indikasi.
R/ : Mempertahankan volume sirkulasi dan perfusi.
3. Dx : Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (rasa
panas/terbakar pada mukosa lambung dan rongga mulut atau spasme
otot dinding perut).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x20 menit
dalam 3 hari diharapkan nyeri terkontrol dengan kriteria hasil:
a. Klien menyatakan nyerinya menurun atau terkontrol
b. Klien tampak rileks
c. Tanda vital stabil : suhu : 36,5-37,5°C
d. Nadi : 60-100 x/menit, pernapasan : 12-22 x/menit, tekanan
darah :100/60-140/90 mmHg
 Intervensi keperawatan:
1. Catat keluhan nyeri, lokasi, lamanya, intensitas
(skala 0-10).
R/: Nyeri tidak selalu ada tetapi bila ada harus
dibandingkan dengan gejala nyeri klien sebelumnya
dimana dapat membantu mendiagnosa etiologi
perdarahan dan terjadinya komplikasi.
2. Amati tanda-tanda vital
R/ : nyeri dapat mempengaruhi perubahan frekuensi
jantung, tekanan darah dan frekuensi nafas.
3. Kaji ulang faktor yang meningkatkan atau
menurunkan nyeri.
R/ : Membantu dalam membuat diagnosa dan
kebutuhan terapi.
4. Anjurkan makan sedikit tapi sering sesuai indikasi
untuk klien.

25
R/: Makanan mempunyai efek penetralisir, juga
mencegah distensi dan haluaran gastrin.
5. Identifikasi dan batasi makanan yang menimbulkan
ketidaknyamanan.
R/ : Makanan khusus yang menyebabkan distress
bermacam-macam antara individu.
6. Bantu latihan rentang gerak aktif/ aktif dan teknik
relaksasi nafas dalam.
R/: Menurunkan kekakuan sendi, meminimalkan
nyeri/ ketidaknyamanan.
7. Kolaborasi pemberian obat analgesik sesuai
indikasi.
R/ : Mengobati nyeri yang muncul.
4. Dx : Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan akibat
perdarahan pada saluran pencernaan
Tujuan:
 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x ….. jam
diharapkan status nutrisi seimbang dengan kriteria hasil:
a. Klien melaporkan intake cukup dari kebutuhan yang dianjurkan.
b. Berat badan ideal
c. Tonus otot baik
d. Nyeri abdomen tidak ada
e. Nafsu makan baik
f. Kadar protein serum berada dalam kisaran normal (3.40 – 4.80
g/dL)
 Intervensi Keperawatan:
1. Pantau berat badan pasien dan jumlah asupan
kalorinya setiap hari.
R/: Tindakan ini membantu menentukan apakah
kebutuhan makanan telah terpenuhi.

26
2. Kaji adanya distensi abdomen,volume residu
lambung yang besar atau diare.
R/: Tanda-tanda ini dapat menunjukkan intoleransi
terhadap jalur atau tipe pemberian nutrisi.
3. Berikan diet tinggi kalori dan tinggi protein;
mencakup kesukaan pasien dan makanan yang
dibuat di rumah. Berikan suplemen nutrisi sesuai
dengan ketentuan medik.
R/: Pasien memerlukan nutrient yang cukup untuk
peningkatan kebutuhan metabolisme.
4. Berikan suplemen vitamin dan mineral sesuai
dengan ketentuan medic
R/: Suplemen ini memenuhi kebutuhan nutrisi;
vitamin dan mineral yang adekuat perlu untuk
fungsi selular
5. Berikan nutrisi enteral atau parenteral total melalui
prototokol penanganan jika kebutuhan diet tidak
terpenuhi lewat asupan per oral
R/: Teknik intervensi nutrisi menjamin terpenuhinya
kebutuhan nutrisi
5. Dx : Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pajanan
informasi tentang penyakitnya.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x….. jam diharapkan
pengetahuan klien tentang hematemesis melena bertambah dengan
kriteria hasil:
a. Klien menyatakan pemahaman mengenai penyakitnya
(pengertian, penyebab, tanda dan gejala, dan pengobatan/
perawatan)
b. Klien tampak kooperatif mendengarkan penjelasan petugas
 Intervensi Keperawatan:

27
1. Kaji sejauh mana ketidakmengertian klien dan
keluarga tentang penyakit yang diderita.
R/ : Mengidentifikasi area kekurangan pengetahuan/
salah informasi dan memberikan kesempatan untuk
memberikan informasi tambahan sesuai kebutuhan.
2. Diskusikan dengan klien untuk melakukan
pendidikan kesehatan.
R/ : Partisipasi dalam perencanaan meningkatkan
antusias dan kerja sama dengan klien.
3. Berikan penjelasan tentang penyakit yang klien
derita, cara pengobatan dan perawatan di rumah
serta pencegahan kekambuhan penyakit.
R/ : Memberikan pengetahuan dasar dimana klien
dapat membuat pilihan informasi/ keputusan tentang
masa depan dan control masalah kesehatan.
4. Berikan kesempatan klien dan keluarga untuk
berpartisipasi aktif dalam pendidikan kesehatan.
R/: Memberikan kesempatan klien dan keluarga
untuk lebih memahami tentang penyakitnya.
5. Berikan evaluasi terhadap keefektifan pendidikan
kesehatan.
R/: Mengetahui sejauh mana pengetahuan klien
setelah diberi pendidikan kesehatan.
6. Dx : Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan,
ancaman kematian.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x ….. jam
diharapkan ansietas berkurang dengan kriteria hasil:
a. Klien melaporkan rasa ansietas berkurang –
b. Klien tampak rileks
 Intervensi Keperawatan :

28
1. Awasi respon fisiologis, misalnya takipnea,
palpitasi, pusing, sakit kepala dan sensasi
kesemutan.
R/ : Dapat menjadi indikatif derajat takut yang
dialami pasien tetapi dapat juga berhubungan
dengan kondisi fisik/ status syok
2. Catat petunjuk perilaku seperti gelisah, kurang
kontak mata dan perilaku melawan.
R/ : Indikator derajat takut yang dialami klien.
3. Dorong pernyataan takut dan ansietas, berikan
umpan balik.
R/ : Membantu klien menerima perasaan dan
memberikan kesempatan untuk memperjelas
konsep.
4. Berikan lingkungan tenang untuk istirahat.
R/: Meningkatkan relaksasi dan keterampilan
koping.
5. Dorong orang terdekat tinggal dengan klien.
Berespons terhadap tanda panggilan dengan cepat.
Gunakan sentuhan dan kontak mata dengan tepat.
R/ : Membantu menurunkan rasa takut karena
kesepian.

29
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. F UMUR 5 TAHUN DENGAN


DIAGNOSA HEMATEMESIS MELENA DI RUANG ICU RSUD HJ.
ANNA LASMANAH BANJARNEGARA

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : An. F

Umur : 5 tahun

Tanggal Lahir : 26 Oktober 2014

Jenis Klamin : Laki – laki

Alamat : Krandegan 1/3, Banjarnegara

Status : Anak

Agama : Islam

Suku : Jawa

Tanggal masuk RS : 14 Februari 2020, 04.30 WIB

Tanggal/jam pengkajian : 14 Februari 2020, 14.40 WIB

Sumber Informasi : Pasien, Rekam Medis, Keluarga


pasien

Diagnosa Medis : Hematemesis Melena

B. RIWAYAT KESEHATAN
a. Keluhan Utama
 Nyeri perut
P: Ditekan
Q: Melilit
R: Perut
S: 5
T: Hilang timbul

30
b. Riwayat Sakit Sekarang/alasan masuk RS
Pasien datang ke IGD dengan keluhan nyeri perut, muntah darah 3x,
berak darah hitam, merah 2x jumlah banyak, demam dari rabu siang,
batuk terus menerus dan pilek kemudian klien di pindahkan ke ruang
ICU
c. Riwayat penyakit dahulu
Keluarga klien mengatakan klien dahulu pernah mengalami gangguan
tumbuh kembang
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga klien mengatakan keluarganya tidak ada yang menderita
penyakit seperti hipertensi, diabetes, HIV atau penyakit menular dan
keturunan lainnya
e. Riwayat Alergi
Keluarga klien mengatakan klien tidak punya riwayat alergi baik
makanan ataupun obat-obatan

C. REVIEW OF SYSTEM
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : Komposmentis
TTV : TD : 103/66 , N: 146, S : 36,8, RR : 20, SPO2 : 100
Berat Badan : 15 kg, TB : 112 cm
IMT : BB x (TB)2
: 15 x (0.9 x 0.9)
: 15 x 1.1664
: 17.496
Kategori : Kurus

1. Sistem Neurologis
GCS : E: 4 M: 6 V:5
Pupil : Isokor

31
2. System Persepsi Sensori
Sclera : anikterik
Konjungtiva : anemis
3. System Perkemihan
Urine : Pempers ganti 4 kali sehari, kuning keruh,
+- 600 cc/24jam
Kateter : tidak terpasang
Kandung kemih membesar : tidak ada pembesaran
Nyeri tekan : tidak ada
Gangguan : tidak ada masalah
4. System Pencernaan
Bibir : kering
Tenggorokan : tidak ada tonsilitis
Abdomen : nyeri tekan
P: Ditekan
Q: Melilit
- +
R: Perut
- +
S: 5
T: Hilang timbul
Muntah : iya, paristaltik 17x / menit
Makan/Minum : terpasang NGT, 720cc/24jam
BAB : 2x sehari sedikit , berwarna hitam
Konstipasi : tidak
Gangguan anus : tidak ada masalah
5. System Integument
Warna Kulit : Pucat
Turgor : Sedang
Edema : tidak ada
Lesi : tidak ada
kelembaban : kering
Tekstur : kasar

32
6. Istirahat / Tidur
Waktu Tidur : 7 – 9 jam pada malam hari, 1 – 2 jam pada siang
hari
Pengantar Tidur : tidak ada pengantar tidur
Gangguan Tidur : tidak ada gangguan tidur
7. Personal Hygiene
Mandi : sekah 1 x / hari setiap pagi
Ganti Pakaiaan : 1 x / hari setiap pagi

33
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium | Tanggal 14-02-2020. Jam 09.43

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL


HEMATOLOGI

CBC + 5 DIFF
Eritrosit L 2.6 10^6/uL 3.80 – 5.80
Hemoglobin L 7.1 g/Dl 10.8 – 15.6
Hematokrit LL 20 % 33 – 45
MCV 78 fL 69 – 93
MCH 27 pg 22 – 34
MCHC 35 g/dL 32 – 36
RDWc 12.0 %
RDWs 32.7 fL 20.0 – 42.0
Trombosit 233 10^3/uL 150 – 400
PCT 0.21 %
MPV 9.2 fL 8.0 – 15.0
PDW 9.1 fL
Leukosit 6.8 10^3/uL 5.0 – 14.5

DIFF COUNT
LYM 1.49 10^3/uL 1.0 – 4.80
MONO 0.58 10^3/uL 0.0 – 0.8
NEUT 4.68 10^3/uL 1.80 – 7.80
Eosinofil 0.00 10^3/uL 0.0 – 0.45
BASO 0.01 10^3/uL 0.0 – 0.2
LYM L 22.0 % 25 – 40
Monosit H 8.60 % 2–8
Netrofil 69 % 50 – 70
Eosinofil L 0.00 % 2.00 – 4.00
Basofil 0.10 % 0–1

KIMIA KLINIK

SGOT H 74 u/L < 47


SGPT 25 u/L < 39

SERO IMUNO

NS – 1 Combo Negatif Negatif Negatif


NS – I

34
8. PROGRAM TERAPI
a. Program Terapi Obat Tanggal 14 Februari 2020

No OBAT DOSIS WAKTU


.
1 INJ. Ka En 3A 30 CC/JAM
2 INJ. OMEPRAZOLE 1 X 15 MG 13.00
3 INJ. ONDANCENTRON 3 X 1,5 MG 15.00, 21.00, 05.00
4 INJ. BACTECYN 3 X 500 MG 09.00, 17.00, 01,00
5 SUCRALFAT SYRUP 3 X 5 CC 12.00, 17.00, 01.00
6 TRANSFUSI PRC CEK DR+HBSAG
7 INJ. FUROSEMID 15 MG POST TRANSFUSI 18.00
8 PULVIS 3X1 12.00, 17.00, 07.00
9 DIIT SUSU 12 X 60 CC /2JAM SEKALI
10 L BIO 1X1 17.00
CEK HB 23.30

9. ANALISA DATA

Data Fokus Problem Etiologi


DS : Risiko defisien volume Kehilangan cairan aktif
- Ibu pasien mengatakan muntah cairan (00028)
darah hitam 3 kali, BAB
berwarna hitam 2 kali banyak.

DO :
- Pasien tampak lemah
- Mukosa bibir kering
- Kulit kering
- TTV :
TD : 107/52 mmHg
N : 142 x/menit
S : 37,3 C
RR :30 x/menit
SpO2: 99 %
- Hematokrit : 20 %
DS : Nyeri akut (00132) Agens cedera biologis
- Pasien mengatakan perut nyeri
- P: Ditekan
- Q: Melilit
- R: Perut
- S: 5
- T: Hilang timbul

35
DO :
- Terdapat nyeri tekan pada
abdomen bagian epigastrium
saat di palpasi kuadran 2 & 4
- Pasien tampak menahan rasa
nyeri (nangis)

DS : Ketidakefektifan Kurang informasi


- Ibu pasien mengatakan belum manajemen kesehatan
mengerti tentang penyakit (00078)
yang di dideritanya
DO :
- Ibu pasien tampak bingung
saat di tanya tentang
penyakitnya

10. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri akut berhubungan dengan agens cidra biologis

2. Risiko defisien cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif

3. Ketidakefektifan manajemen kesesehatan berhubungan dengan kurang


informasi

36
11. INTERVENSI KEPERAWATAN

No
Tanggal/
. NOC NIC TTD
Jam
DX
1 Setelah dilakukan tindakan Manajemen elektrolit/cairan
keperawatan selama 2x24 jam (2080):
masalah Defisiensi Volume 1. Monitor hemodinamik
Cairan dapat teratasi dengan 2. Lakukan tindakan –
kriteria hasil: Keseimbangan tindakan untuk
Cairan (0601) mengontrol kehilangan
elektrolit/cairan
No Indikator A T 3. Edukasi klien untuk
1 Tekanan darah 3 5 banyak minum
2 Turgor kulit 3 5 4. Konsultasikan dengan
Kelembaban ahli gizi tentang
3 membran 3 5 kebutuhan cairan yang
mukosa diperlukan
4 Hematokrit 2 5

Keterangan:
1: sangat terganggu
2: banyak terganggu
3: cukup terganggu
4: sedikit terganggu
5: tidak terganggu

2 Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri (1400):


keperawatan selama 2x24 jam 1. Lakukan pengkajian nyeri
masalah Nyeri Akut dapat komprehensif
diturunkan dengan kriteria hasil: 2. Lakukan tindakan
Kontrol Nyeri (1605) manajemen nyeri non
farmakologi
No Indikator A T 3. Berikan informasi
Mengenali mengenai nyeri
1 kapan nyeri 3 5 4. Kolaborasi medis tim
terjadi nyeri dengan cara
Menggambarkan distraksi
2 3 5
factor penyebab
Menggunakan
3 tindakan 2 5
pencegahan
Melaporkan
4 3 5
nyeri terkontrol

37
Keterangan:
1: tidak pernah menunjukkan
2: jarang menunjukkan
3: kadang – kadang
menunjukkan
4: sering menunjukkan
5: secara konsisten menunjukkan
3 Setelah dilakukan tindakan Peningkatan koping (5230):
keperawatan selama 2x24 jam 1. Lakukan pengkajian
masalah Ketidakefektidan tingkat pengetahuan
Manajemen Kesehatan dapat orang tua terhadap
terpenuhi dengan kriteria hasil: penyakit terkait
Pengetahuan: Proses Penyakit 2. Berikan penilaian
(1803) mengenai pemahaman
terhadap proses penyakit
No Indikator A T 3. Bantu pasien untuk
Tanda dan mengidentifikasi
1 2 5 informasi yang dia paling
gejala penyakit
Strategi untuk tertarik untuk didapat
meminimalkan 4. Kolaborasi dengan dokter
2 2 5 mengenai informasi
perkembangan
penyakit penyakit melena
Potensial
3 komplikasi 2 5
penyakit

Keterangan:
1: tidak ada pengetahuan
2: pengetahuan terbatas
3: pengetahuan sedang
4: pengetahuan banyak
5: pengetahuan sangat banyak

38
12. IMPLEMENTASI

Tanggal/ No. Tanda


Implementasi Respon
Jam Dx tangan
14/02/20 1,2,3 Mengkaji keluhan DS : Ibu pasien mengatakan
pasien muntah darah, BAB berwarna
hitam, nyeri, dan lemas.
DO: Mukosa bibir kering, pasien
terlihat memegang area nyeri
pada perut

1,2 Mengukur tanda vital DS: Ibu pasien bersedia untuk di


pasien ukur tanda vitalnya
DO: TD : 103/66 mmHg
N : 146 x/menit
RR :28 x/menit

2 Menanyakan skala DS : Ibu pasien mengatakan


nyeri pasien nyeri pada perut
P : Pendarahan di lambung
Q: Tertusuk
R: Abdomen
S: Skala nyeri 5
T: Hilang timbul
DO : pasien tampak menahan
rasa sakit, terlihat cemas,
keadaan umum lemas, kesadaran
komposmentis

Membantu
3 mengidentifikasi
DS: Ibu pasien mengatakan

39
informasi proses belum tau bagaimana proses
terjadinya penyakit terjadinya pernyakit terkait
DO: Ibu pasien tampak mengerti
apa yang sudah dijelaskan
perawat

Melakukan tindakan
2 mengontrol kehilangan DS: Ibu pasien mengatakan
cairan (transfuse Prc) pasien lemes
DO: Pasien tampak lemas,
Keadaan umum lemas.
Kesadaran composmentis
Hemoglobin 7.1 mg/dL
TTV:
TD: 94/53 mmHg
N: 142 x/menit
RR: 15 x/menit

Melakukan tindakan
2 mengontrol kehilangan DS: -
cairan (memberi sonde DO: pasien terpasang NGT
susu) Pasien kooperatif,
Intake: oral + infus 1150
cc/19jam
Output: urine + feces 600
cc/19jam

40
15/02/20 1,2,3 Mengkaji keluhan DS : Pasien mengatakan BAB
pasien masih berwarna hitam, nyeri, dan
lemas.
DO: Mukosa bibir kering, pasien
terlihat memegang area nyeri
pada perut

1,2 Mengukur tanda vital DS: Pasien bersedia untuk di


pasien ukur tanda vitalnya
DO: TD : 90/60 mmHg
N: 140 x/menit
S: 36,3 C
RR: 19 x/menit

2 Menanyakan skala DS : Pasien megatakan nyeri


nyeri pasien pada perut
P : Pendarahan di lambung
Q: Tertusuk
R: Abdomen

41
S: Skala nyeri 4
T: Hilang timbul
DO : pasien tampak menahan
rasa sakit, terlihat cemas,
keadaan umum lemas, kesadaran
composmentis

3 Membantu
mengidentifikasi DS: keluarga pasien mengatakan
informasi proses belum tau bagaimana proses
terjadinya penyakit terjadinya pernyakit terkait
DO: keluarga pasien tampak
mengerti apa yang sudah
dijelaskan perawat

Melakukan tindakan
2 mengontrol kehilangan DS: keluarga pasien mengatakan
cairan pasien lemes
DO: pasien tampak lemas,
Keadaan umum lemas.
Kesadaran composmentis
TTV:
TD: 91/78 mmHg
N: 140 x/menit
S: 36,6 C
RR: 13 x/menit
Intake: oral + infus 1350
cc/15jam
Output: urine + feces 750
cc/15jam

42
13. EVALUASI

Tanggal No. Tanda


Evaluasi
/Jam Dx tangan
14/02/20 1. S : Pasien mengatakan lemas ,
Pasien mengatakan masih merasa mual namun tidak muntah
20.00 BAB 1x dengan konsistensi lembek berwarna kuning kecoklatan

O : Mukosa bibir kering


TTV : TD : 97/80 mmHg
N : 132 x/menit
S : 36,5 C
RR :19 x/menit
Hematokrit : 20 %
Input cairan:  
Jumlah cairan masuk = 1150 cc
AM = 120 cc    +     (8 cc x 15kg)                          
                             ————————-
                                   = 1270 cc

Out put cairan:   


Jumlah cairan keluar = 600 cc
IWL         = 375 cc   +    (30-5 tahun) x 15 kg
                           —————————–
                                    975 cc/24jam
IWL = 1231 cc/19jam
Balance cairan = Intake cairan – Output Cairam
                                1270 cc – 1231 cc
                                + 39 cc  

A: Masalah teratasi sebagian


Keseimbangan Cairan (0601)

43
No Indikator A T A
1 Tekanan darah 3 5 4
2 Turgor kulit 3 5 4
3 Kelembaban membran mukosa 3 5 4
4 Hematokrit 2 5 3

P : Lanjutkan intervensi
- Monitoring cairan dalam elektrolit
Monitoring tanda-tanda vital
Membertahankan tirah baring
Mempertahankan diit cair
Lanjutkan terapi : anti muntah, anti pendarahan dan
elektrolit

2. S : Pasien mengatakan masih nyeri pada perut namun sudah ,


berkurang

O: KU : Sedang, kesadaran : Compos mentis


Nyeri :
P : Pendarahan di lambung
Q: Tertusuk
R: Abdomen
S: Skala nyeri 4
T: Hilang timbul

A: Masalah teratasi sebagian


Kontrol Nyeri (1605)

No Indikator A T A
1 Mengenali kapan nyeri terjadi 3 5 4
2 Menggambarkan factor penyebab 3 5 4
Menggunakan tindakan
3 2 5 4
pencegahan
4 Melaporkan nyeri terkontrol 3 5 5

44
P : Lanjutkan intervensi
- Menganjurkan teknik relaksasi dan nafas dalam saat nyeri
- Lanjutkan terapi obat OMZ
3. S: Pasien mengatakan belum mengerti tentang penyakit ,
Hematemesis melena

O: Pasien tampak bingung saat ditanya tentang penyakit


Hematemesis melena

A: Masalah teratasi sebagian


Proses Penyakit (1803)

No Indikator A T A
1 Tanda dan gejala penyakit 2 5 3
Strategi untuk meminimalkan
2 2 5 3
perkembangan penyakit
3 Potensial komplikasi penyakit 2 5 3

P : Lanjutkan intervensi
- Mengkaji tingkat pengetahuan pasien
- Lakukan pendidikan kesehatan tentang hematemesis melena
- Mengajarkan kepada pasien untuk menjaga pola makan dan
kebersihan
15/02/20 1. S : Pasien mengatakan lemas ,
20:00 Pasien mengatakan sudah tidak mual tidak muntah tetapi perut
masih nyeri

O : Mukosa bibir kering


TTV : TD : 91/65 mmHg
N : 134 x/menit
S : 36,3 C
RR :13 x/menit
Hematokrit : 27 %
Input cairan:  

45
Jumlah cairan masuk = 1350 cc
AM = 120 cc    +     (8 cc x 15kg)                          
                             ————————-
                                   = 1470 cc

Out put cairan:   


Jumlah cairan keluar = 750 cc
IWL         = 375 cc   +    (30-5 tahun) x 15 kg
                           —————————–
                                    1125 cc/24jam
IWL = 1800 cc/15jam
Balance cairan = Intake cairan – Output Cairam
                                1470 cc – 1125 cc
                                + 345 cc  

A: Masalah teratasi sebagian


Keseimbangan Cairan (0601)

No Indikator A T A
1 Tekanan darah 3 5 4
2 Turgor kulit 3 5 4
3 Kelembaban membran mukosa 3 5 4
4 Hematokrit 2 5 3

P : Lanjutkan intervensi
Monitoring cairan dalam elektrolit
Monitoring tanda-tanda vital
Membertahankan tirah baring
Mempertahankan diit cair
Lanjutkan terapi : anti muntah, anti pendarahan dan elektrolit KA-
EN 3A

2. S : Pasien mengatakan masih nyeri pada perut namun sudah ,


berkurang

O: KU : baik, kesadaran : Compos mentis

46
Nyeri :
P : Pendarahan di lambung
Q: Tertusuk
R: Abdomen
S: Skala nyeri 4
T: Hilang timbul

A: Masalah teratasi sebagian


Kontrol Nyeri (1605)

No Indikator A T A
1 Mengenali kapan nyeri terjadi 3 5 5
2 Menggambarkan factor penyebab 3 5 4
Menggunakan tindakan
3 2 5 4
pencegahan
4 Melaporkan nyeri terkontrol 3 5 5

P : Lanjutkan intervensi
- Menganjurkan teknik relaksasi dan nafas dalam saat nyeri
- Lanjutkan terapi obat omeprazole
3. S: Pasien mengatakan belum mengerti tentang penyakit ,
Hematemesis melena

O: Pasien tampak bingung saat ditanya tentang penyakit


Hematemesis melena
Pasien mulai muncul rasa keingintahuannya tentang penyakit
Hematemesis melena

A: Masalah teratasi sebagian


Proses Penyakit (1803)

No Indikator A T A
1 Tanda dan gejala penyakit 2 5 4
Strategi untuk meminimalkan
2 2 5 4
perkembangan penyakit

47
3 Potensial komplikasi penyakit 2 5 3

P : Lanjutkan intervensi
- Mengkaji tingkat pengetahuan pasien
- Lakukan pendidikan kesehatan tentang hematemesis melena
- Mengajarkan kepada pasien untuk menjaga pola makan dan
kebersihan

48
DAFTAR PUSTAKA

Bruner and Suddart, 2011. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3.
Jakarta: EGC

Dawney.2012. At A Glance Medicine, Jakarta, EMS

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Marlyn E. Doenges, 2002. Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta, EGC

Mc Closkey, C.J., et all. 2000. Nursing Interventions Classification (NIC) Second


Edition. New Jersey:Upper Saddle River

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.


Jakarta: Prima Medika

Suyono, 2001. Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: EGC

Sylvia,2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Keperawatan.Edisi


6.Jakarta : EGC

Hilmy.2010. Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam: Diagnosis Dan


Terapi(2ndEd.). Jakarta: EGC.

Manurung, N. (2018). Keperawatan Medikal Bedah Konsep, Mind Mapping dan


NANDA NIC NOC. Jakarta: TIM.

Nanda. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10


editor T Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru. Jakarta: EGC.

49

Anda mungkin juga menyukai