PEMBAHASAN
Kata Mahram berasal dari bahasa Arab yaitu Mahram, Mahram memiliki arti
sesuatu yang dilarang. Dalam fiqih istilah mahram ini digunakan untuk menyebut wanita
yang haram dinikahi oleh pria([1]). Sedangkan mahram dimasyarakat lebih dikenal dengan
istilah khusus yaitu haram dinikahi karena masih termasuk keluarga dan dalam mazhab
Syafi’i dengan tambahan tidak membatalkan wudhu bila disentuh. Dan selanjutnya sebagai
penunjang penjelasan pengertian mahram lebih banyak lagi maka dibawah ini akan
dijelaskan beberapa pendapat para mujtahid sebagai berikut:
1. Imam Ibnu Atsir rahimahullah berkata , ”Mahram adalah orang-orang yang haram untuk
dinikahi selama-lamanya seperti bapak, anak, saudara, paman, dan lain-lain” (definisi diatas
adalah mahram dalam pengertian umum).
2. Menurut Imam Ibnu Qudamah rahimahullah, “Mahram adalah semua orang yang haram
untuk dinikahi selama-lamanya karena sebab nasab, persusuan dan pernikahan.”
3. Menurtut Syaikh Sholeh Al-Fauzan, “Mahram wanita adalah suaminya dan semua orang
yang haram dinikahi selama-lamanya karena sebab nasab seperti bapak, anak, dan
saudaranya, atau dari sebab-sebab mubah yang lain seperti saudara sepersusuannya, ayah
atau pun anak tirinya”.
Dari pengertian-pengertian diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa mahram
adalah orang-orang yang haram untuk dinikahi selama-lamanya seperti bapak, anak,
saudara, paman (sebab nasab), sepersusuan, dan pernikahan. Masalah tentang Mahram
disinggung didalam Al-Qur’an seperti dalam surah an-Nisa ayat 23 :
اتُ َاألخ َو َبن ِ ات ُ ََخ َواتُ ُك ْم َو َع َّماتُ ُك ْم َو َخ االتُ ُك ْم َو َبن
َ ت َعلَْي ُك ْم أ َُّم َه اتُ ُك ْم َو َبنَ اتُ ُك ْم َوأ
ْ ُح ِّر َم
س ائِ ُك ْم َو َربَ ائِبُ ُك ُم ِ ُ اع ِة وأ َُّم َه
َ ات ن َ َ ض َّ ض ْعنَ ُك ْم َوأَ َخ َواتُ ُك ْم ِم َن
َ الر َ ت َوأ َُّم َه اتُ ُك ُم الالتِي أ َْر ِ األ ْخ
ِ ِ ِ ِ ِالالتِي فِي حج و ِر ُكم ِمن ن
َ َس ائ ُك ُم الالتي َد َخلْتُ ْم ب ِه َّن فَ ِإ ْن لَ ْم تَ ُكونُ وا َد َخلْتُ ْم ب ِه َّن فَال ُجن
اح َ ْ ْ ُُ
ف إِ َّنَ ََص البِ ُك ْم َوأَ ْن تَ ْج َمعُ وا َب ْي َن األ ْخَت ْي ِن إِال َم ا قَ ْد َس ل ِ علَي ُكم وحالئِ ل أَبن ائِ ُكم الَّ ِذ
ْ ين م ْن أ َ ُ َْ ُ َ َ ْ ْ َ
ِ
يماً ورا َرح ً اللَّهَ َكا َن غَ ُف
mmmm
Artinya: Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang
perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang
perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari
saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang
perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara
perempuan sepersusuan; ibu-ibu istrimu (mertua); anak-anak istrimu yang dalam
pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur
dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya;
(dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan
(dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada
masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Dari ayat ini dapat kita rinci ada beberapa kriteria orang yang haram dinikahi.Dan
sekaligus juga menjadi orang yang boleh melihat bagian aurat tertentu dari wanita. Mereka
adalah:
1. Ibu kandung
2. Anak-anakmu yang perempuan
3. Saudara-saudaramu yang perempuan,
4. Saudara-saudara bapakmu yang perempuan
5. Saudara-saudara ibumu yang perempuan
6. Anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki
7. Anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan
8. Ibu-ibumu yang menyusui kamu
9. Saudara perempuan sepersusuan
10. Ibu-ibu isterimu
11. Anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri,
12. Isteri-isteri anak kandungmu
Secara garis besar larangan-larangan perkawinan dalam Syara’ itu dibagi dua, yaitu;
Keharaman yang bersifat Abadi (Tahrim Mu’abbad), dan keharaman yang bersifat
sementara (Tahrim Mu’aqqat).
Di antara halangan-halangan abadi ada yang telah disepakati dan ada pula yang
masih diperselisihkan. Yang telah disepakati ada tiga yaitu:
1.hubungan keturunan atau nasab
2.hubungan kekeluargaan karena tali pernikahan atau besanan
3.hubungan persusuan.
Sedangkan yang diperselisihkan ada dua yaitu:
1.Zina
2.Li’an
Imam Syafi’I dan Imam Malik bependapat bahwa zina dengan seorang wanita tidak
menyebabkan haramnya menikahi ibu wanita tersebut atau anak wanitanya.Sedangkan
menurut Abu Hanifah, Tsauri, dan Auza’I berpendapat bahwa zina menyebabkan
keharaman.
Keharaman yang bersifat Sementara yaitu karena bilangan, mengumpulkan, kafir,
ihram, sakit, iddah, perceraian tiga kali bagi suami yang menceraikan, dan halangan
peristrian. Di Makala ini akan dijelaskan masing-masing macam perbedaan pendapat-
pendapat para ijtihad, sebagai berikut:
Mencakup ayah suami atau bapak dari ayah & ibu suami juga bapak-bapak mereka
keatas
Anak tiri (anak suami dari istri lain)
Termasuk anak tiri adalah cucu tiri baik cucu dari anak tiri laki-laki maupun
perempuan, begitu juga keturunan mereka
Ayah tiri (suami ibu tapi bukan bapak kandungnya)
Haramnya pernikahan dengan ayah tiri ini berlaku ketika ibunya telah jima’ dengan
ayah tirinya sebelum bercerai. Namun, jika belum terjadi jima’, maka
diperbolehkan.Abdullah Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata, “Seluruh wanita yang
pernah dinikahi oleh bapak maupun anakmu, maka dia haram bagimu.”
Menantu laki-Laki (suami putri kandung)
kemahraman ini terjadi sekedar putrinya di akadkan kepada suaminya.
b.Tahrim Muaqqat (keharaman yang bersifat sementara) dan Jenis-jenisnya
Kemahraman ini bersifat sementara, bila terjadi sesuatu, laki-laki yang tadinya
menikahi seorang wanita, menjadi boleh menikahinya. Diantara para wanita yang termasuk
ke dalam kelompok haram dinikahi secara sementara waktu saja adalah :
1. Istri orang lain, tidak boleh dinikahi tapi bila sudah diceraikan oleh suaminya, maka boleh
dinikahi.
2. Saudara ipar, atau saudara wanita dari istri. Tidak boleh dinikahi tapi juga tidak boleh
khalwat atau melihat sebagian auratnya. Hal yang sama juga berlaku bagi bibi dari istri.
Namun bila hubungan suami istri dengan saudara dari ipar itu sudah selesai, baik karena
meninggal atau pun karena cerai, maka ipar yang tadinya haram dinikahi menjadi boleh
dinikahi.Demikian juga dengan bibi dari istri.
3. Wanita yang masih dalam masa Iddah, yaitu masa menunggu akibat dicerai suaminya atau
ditinggal mati. Begitu selesai masa iddahnya, maka wanita itu halal dinikahi.
4. Istri yang telah ditalak tiga, untuk sementara haram dinikahi kembali. Tetapi seandainya
atas kehendak Allah dia menikah lagi dengan laki-laki lain dan kemudian diceraikan suami
barunya itu, maka halal dinikahi kembali asalkan telah selesai iddahnya dan posisi
suaminya bukan sebagai muhallil belaka.
5. Menikah dalam keadaan Ihram, seorang yang sedang dalam keadaan berihram baik untuk
haji atau umrah, dilarang menikah atau menikahkan orang lain. Begitu ibadah ihramnya
selesai, maka boleh dinikahi.
6. Menikahi wanita budak padahal mampu menikahi wanita merdeka. Namun ketika tidak
mampu menikahi wanita merdeka, boleh menikahi budak.
7. Menikahi wanita pezina,Dalam hal ini selama wanita itu masih aktif melakukan
zina.Sebaliknya, ketika wanita itu sudah bertaubat dengan taubat nashuha, umumnya ulama
membolehkannya.
8. Menikahi istri yang telah dili`an, yaitu yang telah dicerai dengan cara dilaknat.
9. Menikahi wanita non muslim yang bukan kitabiyah atau wanita musyrikah. Namun begitu
wanita itu masuk Islam atau masuk agama ahli kitab, dihalalkan bagi laki-laki muslim
untuk menikahinya.
Bentuk kemahraman yang ini semata-mata mengharamkan pernikahan saja, tapi
tidak membuat seseorang boleh melihat aurat, berkhalwat dan bepergian bersama.Yaitu
mahram yang bersifat muaqqat atau sementara.Yang membolehkan semua itu hanyalah bila
wanita itu mahram yang bersifat abadi.
Terkait dengan dalil mahram baik itu dalam Al-Qur’an atau hadits sebetulnya sudah
disinggung dalam penjelasan-penjelasan diatas tadi tapi pemateri akan memaparkannya lagi
yaitu sebagai berikut:
2.3.1 Dalam Alqur’an
1.Dalam surat An-Nur ayat 31 yaitu:
ين ِزينََت ُه َّن إِال َم ا ظَ َه َر ِ ِ ض ن ِمن أَب ِ َوقُ ل لِلْم ْؤ ِمن
َ وج ُه َّن َوال ُي ْب د َ ْن ُف ُر َ ص ا ِره َّن َويَ ْح َفظ
َْ ْ َ ْ ض ُ ْات َيغ ُ ْ َ
ين ِزينََت ُه َّن إِال لُِبعُ ولَتِ ِه َّن أ َْو آبَ ائِ ِه َّن أ َْو آبَ ِاء ِ ِ ِ ِ ْ َِم ْن َه ا ولْي
َ ض ِربْ َن ب ُخ ُم ِره َّن َعلَى ُجيُ وب ِه َّن َوال ُي ْب د َ
َ ُبعُ ولَتِ ِه َّن أ َْو أ َْبنَ ائِ ِه َّن أ َْو أ َْبنَ ِاء ُبعُ ولَتِ ِه َّن أ َْو إِ ْخ َوانِ ِه َّن أ َْو بَنِي إِ ْخ َوانِ ِه َّن أ َْو بَنِي أ
َخ َواتِ ِه َّن أ َْو
ِ َّ ِ ِّ اإلربَ ِة ِمن ِ ِِ ْ س ائِ ِه َّن أ َْو َم ا َملَ َك ِ
َ الر َج ال أَ ِو الطِّْف ِل الذ
ين لَ ْم َ ْ ين غَْي ِر أُولي َ ت أَيْ َم ا ُن ُه َّن أَ ِو التَّابع َن
ين ِم ْن ِزينَتِ ِه َّن َوتُوبُ وا إِلَى ِ ِ ِ ِ ْ ات النِّس ِاء وال ي ِ يظ َْه روا َعلَى َع ور
َ ض ِربْ َن ب أ َْر ُجل ِه َّن ل ُي ْعلَ َم َم ا يُ ْخف َ َ َ َْ ُ َ
اللَّ ِه َج ِم ًيعا أ َُّي َها ال ُْم ْؤ ِمنُو َن لَ َعلَّ ُك ْم ُت ْفلِ ُحو َن
Artinya : Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan
perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka
menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali
kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra
mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau
putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau
wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki
yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti
tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui
perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai
orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.
2. Dalam Surah An-Nisa’ ayat 23 yaitu:
اه ُرو َن ِم ْن ُه َّن أ َُّم َه اتِ ُك ْم
ِ َما جع ل اللَّه لِرج ٍل ِمن َقلْبي ِن فِي جوفِ ِه وم ا جع ل أَ ْزواج ُكم الالئِي تُظ
ُ َ َ َ ََ ََ َْ َْ ْ ُ َ ُ َ َ َ َ
ِ َّ ْح َّق و ُهو َي ْه ِدي ُ اء ُك ْم ذَلِ ُك ْم َق ْولُ ُك ْم بِأَ ْف َو ِاه ُك ْم َواللَّهُ َي ُق ِ
يل
َ السب َ َ َ ول ال َ ََو َما َج َع َل أَ ْدعي
َ َاء ُك ْم أ َْبن
Artinya: Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang
perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang
perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari
saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang
perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu
istrimu (mertua); anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah
kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu
ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) istri-istri
anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan
yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang,
3.Dalam surah Al-Ahzab ayat 4 yaitu:
Yang artinya“Dan Allah tak menjadikan anak-anak angkatmu
sebagai anak kandungmu.”
4.Dalam Surah An-Nur ayat 31 yaitu:
Yang artinya, “Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan
mereka kecuali kepada suami mereka,atau ayah mereka,atau ayah
suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka
3.1 Kesimpulan