Anda di halaman 1dari 2

8.

Dinamika Pancasila sebagai Sistem Filsafat


Pancasila sebagai sistem filsafat mengalami dinamika sebagai berikut.
Pada era pemerintahan Soekarno, Pancasila sebagai sistem filsafat dikenal
dengan istilah “Philosofische Grondslag”. Gagasan tersebut merupakan
perenungan filosofis Soekarno atas rencananya berdirinya negara Indonesia
merdeka. Ide tersebut dimaksudkan sebagai dasar kerohanian bagi
penyelenggaraan kehidupan bernegara. Ide tersebut ternyata mendapat
sambutan yang positif dari berbagai kalangan, terutama dalam sidang BPUPKI
pertama, persisnya pada 1 Juni 1945. Namun, ide tentang Philosofische
Grondslag belum diuraikan secara rinci, lebih merupakan adagium politik
untuk menarik perhatian anggota sidang, dan bersifat teoritis. Pada masa itu,
Soekarno lebih menekankan bahwa Pancasila merupakan filsafat asli Indonesia
yang diangkat dari akulturasi budaya bangsa Indonesia.

Pada era Soeharto, kedudukan Pancasila sebagai sistem filsafat


berkembang ke arah yang lebih praktis (dalam hal ini istilah yang lebih
tepat adalah weltanschauung). Artinya, filsafat Pancasila tidak hanya
bertujuan mencari kebenaran dan kebijaksanaan, tetapi juga digunakan sebagai
pedoman hidup sehari-hari. Atas dasar inilah, Soeharto mengembangkan
sistem filsafat Pancasila menjadi penataran P-4.

Pada era reformasi, Pancasila sebagai sistem filsafat kurang


terdengar resonansinya. Namun, Pancasila sebagai sistem filsafat bergema
dalam wacana akademik, termasuk kritik dan renungan yang dilontarkan
oleh Habibie dalam pidato 1 Juni 2011. Habibie menyatakan bahwa:

“Pancasila seolah-olah tenggelam dalam pusaran sejarah masa lalu


yang tidak lagi relevan untuk disertakan dalam dialektika reformasi.
Pancasila seolah hilang dari memori kolektif bangsa Indonesia.
Pancasila semakin jarang diucapkan, dikutip, dan dibahas baik dalam
konteks kehidupan ketatanegaraan, kebangsaan maupun
kemasyarakatan. Pancasila seperti tersandar di sebuah lorong sunyi
justru di tengah denyut kehidupan bangsa Indonesia yang semakin
hiruk-pikuk dengan demokrasi dan kebebasan berpolitik” (Habibie, 2011:
1--2).

9. Tantangan Pancasila sebagai Sistem


Filsafat
Beberapa bentuk tantangan terhadap Pancasila sebagai sistem
filsafat muncul dalam bentuk-bentuk sebagai berikut:

Pertama, kapitalisme, yaitu aliran yang meyakini bahwa kebebasan


individual pemilik modal untuk mengembangkan usahanya dalam rangka
meraih keuntungan sebesar-besarnya merupakan upaya untuk
menyejahterakan masyarakat. Salah satu bentuk tantangan kapitalisme
terhadap Pancasila sebagai sistem filsafat ialah meletakkan kebebasan
individual secara berlebihan sehingga dapat menimbulkan berbagai dampak
negatif, seperti monopoli, gaya hidup konsumerisme, dan lain-lain.

Kedua, komunisme adalah sebuah paham yang muncul sebagai


reaksi atas perkembangan kapitalisme sebagai produk masyarakat liberal.
Komunisme merupakan aliran yang meyakini bahwa kepemilikan modal
dikuasai oleh negara untuk kemakmuran rakyat secara merata. Salah
satu bentuk tantangan komunisme terhadap Pancasila sebagai sistem
filsafat ialah dominasi negara yang berlebihan sehingga dapat
menghilangkan peran rakyat dalam kehidupan bernegara.

Anda mungkin juga menyukai