Disusun Oleh :
Rendy Pribadi
9906918006
PROGRAM DOKTOR
ILMU PENDIDIKAN BAHASA
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2019
1
Hegemoni Tandingan dalam novel Perempuan berkalung sorban
Pendahuluan
Namun Sara Mills memberikan sebuah ranah yang harus diselesaikan pada
ranah wacana. Sara Mills (1995:13) mengatakan Feminist Stylistics bertujuan untuk
membuat asumsi yang ada dalam stilistika konvensional menjadi lebih jelas, dengan
tidak hanya menambahkan topik Gender ke daftar elemen yang dianalisa, namun
menggunakan stilistika menjadi sebuah fase baru dalam analisis wacana. Hal ini
bertujuan untuk memaksimalkan stilistika dalam analisis bahasa, tidak lagi bahwa
bahasa itu sekedar ada, atau memang harus ada dan dimunculkan. Stilistika
dimunculkan sebagai pengaruh atas subjek yang menulis tentang sebuah objek
termasuk bagaimana tata bahasa yang digunakan lalu bagaimana kemunculan
perempuan diatur dalam sebuah teks dan bagaimana peran pembaca
mempengaruhi si pembuat teks.
Sara Mills lebih menekankan pada ranah teks karena daya stilistika yang
lebih terukur dari jenis wacana yang lainnya. Selain Mills, Teun A. van Dijk juga
mnegutarakan pendapatya tentang wacana. Dijk mengatakan bahwa wacana
bermain pada sebuah perputaran fundamental dalam keseharian dalam reproduksi
ideologi. Maka dari itu wacana mengandung perhatian utama dalam setiap bentuk
pengaruh ideologi dalam beberapa tingkatan beberapa tahapan dari bentuk wacana
yang mengandung intonasi, sintaks dan imaji dan beberapa aspek dari pengertian
2
seperti topik, koherensi, preposisi, metafora, dan argumentasi, dan banyak lainnya
(Teun A. van Dijk, 2000).
Salah satu bentuk wacana tulis yang penulis kaji adalah novel. Sebagai
bentuk amanat dari perwujudan suatu wacana secara tertulis. Wujud novel sebagai
teks tidak hanya dipandang sebagai wacana tulis semata yang memuat berbagai
tulisan, tetapi sebagai representasi tentang kultur, kepengarangan, dan sejarah.
Sebagai salah satu bentuk prosa, novel memang tergolong karya tulis yang panjang.
Dalam membaca suatu novel, seseorang bisa berhari-hari dalam menyelesaikan
sebuah novel. Novel Perempuan Berkalung Sorban yang akan menjadi kajian dalam
penelitian ini. Novel yang bertemakan kultur dan perempuan yang menjadi tema
dalam di dalam karya ini. Kedua tema ini menjadi hal yang menarik untuk dikaji
karena berada dalam suatu institusi besar (pesantren). Institusi yang mencetak para
ustadz dan ustadzah ini memiliki suatu kultur yang kuat karena sistem yang di buat
oleh seorang intelektual organik (ulama) yang begitu mengakar dalam diri setiap
santr dan santriwati dalam kurun waktu yang cukup lama. Sistem ini yang coba
digugat oleh intelektual organik (santriwati) lainnya yang melihat ada ketimpangan
3
dalam dirinya ketika ia mendengarkan diskusi yang melihat perempuan selalu lebih
rendah dari ilmu dan emosi seperti kutipan yang telah dipaparkan di atas. Tokoh
Annisa yang selalu mempertanyakan hal ini yang seolah memojokkan kaumnya
dalam setiap pengajian maupun diskusi ringan. Lalu hegemoni dari kultur yang
sudah ada turun temurun lewat pepatah dan sistem. Ada kata kunci dalam hal ini
yang coba dikaji dalam esai ini. Sebuah pola hegemoni dari kelas atas kepada kelas
kedua.
Hal ini menjadi isu yang terkemuka karena peran ideologi dan hegemoni
menjadi tema inti dari cerita ini. Fakta dan makna di atas dapat di identikkan dalam
sebuah citra yang di buat oleh pengarang. Hal ini perlu ditelusuri secara
komprehensif dan seimbang dalam analisis dari segala sisi .analisis wacana kritis
mampu untuk membaca makna ini. tidak hanya membaca makna, analisis wacana
kritis juga membantu seorang pengarang (subjek) dalam memperjuangkan
harapannya dari wacana teks yang telah ia konstruksi untuk memberikan gambaran
baru dari apa yang telah ditulisnya baik local maupun secara global.
4
Hakikat Hegemoni
Ada dua hal yang dikemukakan oleh Gramsci dalam hegemoni .1 Pertama,
hegemoni berarti dasar persetujuan secara umum dari adanya sistem politik dalam
masyarakat sipil. Pengertian ini berlawanan dengan konsep “dominasi”: Monopoli
Negara dalam setiap kekerasan dan itu diakibatkan perputaran sebagai akhir dari
semua perselisihan. Kekuatan Negara sangat dominan dalam setiap berbagai
aktivitas kaum proletariat. Kedua, hegemoni adalah sebuah penyelesaianan dari
1
Walter L. Adamson, Hegemony and Revolution : A Studi of Antonio Gramsci’s Political and Cultural
Theory, ( Berkeley and California : University Of California Press, 1980), h. 170
5
“kerjasama ekonomi ”. Hal disini adalah keterangan menuju bagian dalam tingkatan
sampai peristiwa politik. Tingkat hegemoni merepresentasikan kemajuan dalam
“kesadaran kelas”, dimana pengertian kelas tidak hanya bersifat bersifat ekonomi
tetapi juga istilah yang berarti intelektual, kesadaran moral, dan kesadaran kultur.
6
narasi dari setiap penutur yang menjadi penyebar hegemoni dominan atau
emergent.
Posisi Pembaca
Hal yang penting dan menarik dalam model yang diperkenalkan oleh Sara
Mills adalah bagaimana posisi pembaca ditampilkan dalam teks. Sara berpandangan
bahwa dalam suatu teks posisi pembaca sangatlah penting dan haruslah
diperhitungkan dalam teks.
Sara Mills menolak pandangan banyak ahli yang menempatkan dan
mempelajari konteks semata dari sisi penulis, sementara dari sisi pembaca
diabaikan. Dalam model seperti ini, teks dianggap semata sebagai produksi dari sisi
penulis dan tidak ada hubungannya sama sekali dengan pembaca.
Pembaca hanya dan ditempatkan semata sebagai konsumen yang tidak
mempengaruhi pembuatan teks. Model yang diperkenalkan oleh Mills justru
sebaliknya. Teks adalah suatu hasil negosiasi antara penulis dan pembaca. Oleh
sebab itu, pembaca disini tidaklah dianggap semata sebagai pihak yang hanya
menerima teks, tetapi juga ikut melakukan transaksi sebagaimana akan terlihat
dalam teks.
7
Kerangka Analisis
Sara Mills dengan memakai analisis Althusser lebih menekankan bagaimana
aktor diposisikan dalam teks. Posisi ini dilihat sebagai bentuk pensubjekan
seseorang: satu pihak mempunyai posisi sebagai penafsir sementara pihak lain
menjadi objek yang ditafsir.
Secara umum, ada dua hal yang diperhatikan dalam analisis, yakni:
Pertama, bagaimana aktor dalam berita tersebut diposisikan dalam pemberitaan.
Siapa pihak yang diposisikan sebagai penafsir dalam teks untuk memaknai
peristiwa, dan apa akibatnya. Kedua, bagaimana pembaca diposisikan dalam teks.
Teks berita dimaknai disini sebagai hasil negosiasi antara penulis dan pembaca
Pembahasan
Marginalisasi perempuan di
media
Konstruksi Perempuan
dan Laki-laki di karya
sastra
2)
Setiap aspek kosakata yang ada dalam teks, memuat suatu maksud dan
tujuan tertentu. Penggunaan aspek kosakata memiliki pengaruh yang cukup besar
bagi si penutur yang menggunakannya, terlebih dalam menunjukkan tingkat
pendidikan dan pengalaman dalam kehidupan bermasyarakat. Annisa
merepresentasikan setiap kosakata yang ia ambil untuk memperjuangkan siapa
dirinya.
9
membalasnya dengan kosakata qishas yang diluar perkiraan Rizal. Sejenak Rizal
hanya diam dan menegaskan kepada Annisa, apakah kosakata itu lazim digunakan.
Kata qishas sendiri memang memiliki arti ‘balas dendam’ dalam melakukan
suatu tindak kriminal atau tercela. Saling balas-membalas dalam hal membunuh,
hal yang diperkuat pula oleh Rizal “kisos itu hukuman untuk pembunuh.” Dari segi
pengetahuan, Annisa banyak menyerap ilmu-ilmu agama dari setiap ia mengaji dan
bertanya kepada orang-orang di sekitarnya, terutama lek Khudhori sehingga
pengetahuannya bertambah dan bahkan dengan orang yang usianya lebih tua,
Annisa selalu pandai untuk mengungkapkan hal yang tidak bisa ditebak atau
dikalahkan.
Posisi Subjek - Objek Posisi subjek diisi oleh seorang perempuan bernama
Annisa sebagai seorang santriwati. Ia berpendapat
dengan sejumlah kosakata-kosakata dan sikap yang
merujuk kepada bentuk tandingan (counter) terhadap
budaya dominan (hegemoni dominan).
10
Simpulan
11
Daftar Pustaka
Patria, Nezar & Adi Arief. 2003. Antonio Gramsci, Negara dan
Hegemoni.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
12