Anda di halaman 1dari 14

PENDIDIKAN PANCASILA

“ Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa Indoneia Era Orde Baru dan Era
Reformasi “

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH

Pendidikan Pancasila

Yang dibimbing oleh Bapak Margono

Disusun Oleh :

1. Achmad Faris N ( 190711637315 )


2. Aliyah Putri Darmawi ( 190711637365 )
3. Dewi Riza Yuliana ( 190711637203 )
4. Defrina Eka Damayanti ( 190711637217 )

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN HUKUM DAN KEWARGANEGARAAN
PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN PANCSILA DAN KEWARGANEGARAAN
NOVEMBER 2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Orde baru merupakan sebuah istilah yang di gunakan untuk memisahkan


antara kekuasaan masa Sukarno (orde lama) dengan masa Suharto. Sebagai
masa yang menandai sebuah masa baru setelah pemberontakan Gerakan 30
September tahun 1965. Orde baru lahir sebagai upaya untuk mengoreksi
total penyimpangan yang di lakukan pada masa orde lama, penataan
kembali seluruh aspek kehidupan rakyak, bangsa, dan negara Indonesia,
melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen serta
menyusun kembali kekuatan bangsa untuk menumbuhkan stabilitas nasional
guna mempercepat proses pembangunan bangsa.

Selang beberapa ahun lahirlah era reformasi. Reformasi adalah menata


kehidupan bangsa dan negara dalam suatu sistem negara di bawah nilai-nilai
Pancasila, bukan menghancurkan dan membubarkan bangsa dan negara
Indonesia. Banyak faktor yang melatar belakangi lahirnya era reformasi
pada masa pemerintahan orde baru, terutama dalam ketidakadilan kehidupan
politik, ekonomi, dan hukum. Pemerintahan orde baru yang di pimpin
Presiden Suharto selama 32 tahun ternyata tidak konsisten dan konsekuen.
Pada awal kelahirannya tahun 1966 orde baru bertekad untuk menata
kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD NRI
1945. Namun dalam pelaksanaannya pemerintahan banyak melakukan
penyimpangan terhadap nilai nilai Pancasila yang sangat merugikan.
Bahkan Pancasila di jadikan legitimasi untuk mempertahankan kekuasaan.

2
Pembanding

Orde baru
Presiden Soeharto juga mengatakan, “Pancasila sama sekali bukan sekedar
semboyan untuk dikumandangan, Pancasila bukan dasar falsafah, yang sekedar
dikeramatkan dalam UUD, melainkan Pancasila harus
diamalkan(Setiardji,1994:5).
Jadi pancasila, digunakan sebagai dasar negara, maka 1 Juni 1968 Presiden
Soeharto mengatakan “ Pancasila sebagai pegangan hidup bangsa akan membuat
bangsa Indonesia tida loyo, bahkan jika ada pihak-pihak tertentu mau mengganti,
merubah Pancasila dan menyimpang dari Pancasila pasti digagalkan(Pronoto
dalam Dodo dan Endah(ed),2010:42). Yang membuat bangsa Indonesia menjadi
melempem sebuah bangsanya bisa dibilang loyo (kendor), tidak punya daya juang
melawan bangsa asing, bahkan cenderung menjadi kaum komprador. Akibatnya
kondisi negeri ini semakin carut-marut (Koesman,2009:17).
Era reformasi
Setelah orde baru tumbang, muncul fobia terhadap Pancasila. Dasar negara itu
dilupakan karena hampir selalu identik dengan rezim Orde Baru. Dasar negara itu
berubah menjadi ideologi tunggal dan satu-satunya sumber nilai serta kebenaran.
Negara menjadi maha tahu mana yang benar mana yang salah. Nilai-nilai itu
selalu ditaman kepada masyarakat melalui indroktinasi(Ali,2009:50).
Makna penting dari sejarah Indonesia. Karena itu seluruh komponen bangsa harus
secara imperatif kategoris menghayati dan melaksanakan Pancasila baik sebagai
Dasar Negara maupun sebagai Pandangan Hidup Bangsa, dengan berpedoman
kepada nilai-nilai Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dan secara konsisten
menaati ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal UUD 1945.

3
B. Rumusan Masalah

a. Bagaimana penerapan Pancasila pada masa Orde Baru?


b. Apa yang menyebabkan melemahnya nilai Pancasila pada masa Orde
Baru?
c. Bagaimana kedudukan dan fungsi Pancasila pada Era Reformasi?
d. Mengapa Pancasila di jadikan sebagai Paradigma Reformasi?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pemerintah di era Orde Baru sendiri terkesan “menunggangi” Pancasila


(Hendro Muhaimin.UGM), karena dianggap menggunakan dasar negara
sebagai alat politik untuk memperoleh kekuasaan. Disamping hal tersebut,
penanaman nilai-nilai Pancasila di era Orde Baru juga dibarengi dengan
praktik dalam kehidupan sosial rakyat Indonesia. Kepedulian antar
warga sangat kental, toleransi di kalangan masyarakat cukup baik, dan
budaya gotong-royong sangat dijunjung tinggi. Visi Orde Baru pada saat itu
adalah untuk mewujudkan tatanan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara
yang melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Di era Orde Baru, terdapat kebijakan Pemerintah terkait penanaman nilai-
nilai Pancasila, yaitu Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4).
Materi penataran P4 bukan hanya Pancasila, terdapat juga materi lain seperti
UUD 1945, Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), Wawasan Nusantara,
dan materi lain yang berkaitan dengan kebangsaan, nasionalisme dan
patriotisme. Kebijakan tersebut disosialisaikan pada seluruh komponen
bangsa sampai level bawah termasuk penataran P4 untuk siswa baru Sekolah
Dasar (SD) sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA), yang lalu

4
dilanjutkan di perguruan tinggi hingga di wilayah kerja. Penanaman nilai-
nilai Pancasila pada saat itu dilakukan tanpa sejalan dengan fakta yang terjadi
di masyarakat, berdasarkan perbuatan pemerintah. Akibatnya, bukan nilai-
nilai Pancasila yang meresap ke dalam kehidupan masyarakat, akan tetapi
kemunafikan yang tumbuh subur dalam masyarakat. Penguasa tidak
memberikan contoh keteladan yang terdapat pada nilai-nilai pancasila.
B.
Penanaman ortodoksi ideologis yang memiliki indoktrinasi Pancasila dalam
bentuk tafsir tunggal tentang Pancasila, upaya-upaya sistematis untuk
mendesukainosasi interpretasi definitif tentang Pancasila versi orde baru yaitu
uraian Pancasila, verifikasi dan sakralisasi Pancasila sebagai petunjuk moral
dan kekuatan spiritual bangsa Indonesia pelaksanaanya di sekolah dalam
bentuk teks pendidikan moral Pancasila dan penataraan, dan hampir semua
lembaga pemerintah dan kemasyarakatan serta pemanfaatan sejarah untuk
memperkuat pengaruh ideologisnya. Misalnya dalam pembuatan film
G30S/PKI. Persaingan integralisme dan koporatisme yang meliputi
perdebatan tentang letak paham integralisme dalam hukum konstitusional
Indonesia, perubahan-perubahan ekonomi dan sosial yang di akibatkan oleh
kebijakan pembangunan pemerintah.

Rekayasa hegemoni adalah sebuah rekayasa yang mempertahankan


kekuasaan dan mengamankan posisi Soeharto sebagai Presiden RI lewat
kelompok intelektual binaan Ali Moestopo di Opsus dan CSIS, inkorporasi
masyarakat lewat pengiriman pegawai negeri secara otomatis menjadi korpri
dan pembubaran organisasi buruh yang lama dan pembentukan (FBSI) yang
diatur gerakan sekaligus ideologinya lewat doktrin (HIP) serta pelabelan
aktivis dan partai politik islam mahasiswa yang kritis dan senior yang tidak
senang dengan cara-cara ABRI di politisasi sebagai musuh ideologis
Pancasila yang menggelarkan Pancasila dan mengilhami pemberontakan
tanpa akhir.

Ketika gelombang gerakan reformasi melanda Indonesia maka seluruh aturan


main dalam wacana politik mengalami keruntuhan terutama praktek elit
politik yang di hinggapi penyakit KKN. Pancasila seharusnya sebagai sumber

5
nilai dasar moral etik bagi negara dan aparat pelaksana negara dalam
kenyataan yang digunakan sebagain alat legitimasi politik semua
kebijaksanaan dan tindakan penguasa mengatas namakan Pancasila bahkan
kebijaksanaan dan tindakan yang bertentangan sekalipun di istilahkan sebagai
pelaksana Pancasila yang murni dan konsekuen. Namun, demikian dibalik
berbagai macam keterpurukan bangsa Indonesia tersebut masih tersisa satu
keyakinan yang dimilikinya yaitu nilai yang berakar dari pandangan hidup
bangsa Indonesia sendiri, yaitu nilai-nilai Pancasila.

C.
Makna “Reformasi” secara etimologis berasal dari kata “reformation” dengan
akar kata “Reform” yang secara mantik semantik bermakna “Make or be come
better be removing or putting right what is bad or wrong” secara harviah
Reformasi memiliki makna suatu gerakan untuk memformat ulang, menata ulang
atau menata kembali hal-hal yang menyimpang untuk di kembalikan pada format
atau bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai ideal yang di cita-citakan rakyat.

Oleh karena itu suatu gerakan reformasi memiliki kondisi syarat-syarat sebagai
berikut :

1. Suatu gerakan reformasi dilakukan karena adanya suatu penyimpangan-


penyimpangan.

2. Suatu gerakan reformasi dilakukan harus dengan suatu cita-cita yang


jelas atau landasan ideologi tertentu.

3. Suatu gerakan reformasi dilakukan dengan berdasar kepada suatu


kerangka struktur tertentu sebagai kerangka acuan reformasi.

4. Reformasi dilakukan kearah suatu perubahan ke arah kondisi serta


keadaan baik.

5. Reformasi dilakukan dengan suatu dasar moral dan etik sebagai manusia
yang berketuhanan Yang Maha Esa serta terjadinya persatuan dan
kesatuan bangsa.

6
Pancasila sebagai dasar filsafat negara Indonesia serta pandangan hidup bangsa
Indonesia dalam perjalanan sejarah nampaknya tidak diletakkan dalam
kedudukan dan fungsi yang sebenarnya. Oleh karena itu maka gerakan
reformasi harus diletakkan dalam kerangka perspektif Pancasila sebagai cita-
cita dan ideologi sebab tanpa adanya suatu dasar nilai yang jelas maka suatu
reformasi akan mengarah kepada suatu disintegrasi anarkisme brutalisme serta
pada akhirnya menuju kehancuran bangsa dan negara Indonesia. Maka
hakikatnya pancasila harus berdasarkan pada nilai-nilai yang terkandung
didalamnya.

Dalam perspektif Pancasila gerakan reformasi sebagai suatu upaya untuk


menata ulang dengan melakukan perubahan-perubahan sebagai realisasi
kedinamisan dan keterbukaan Pancasila dalam kebijakan dan penyelenggaraan
negara sebagai suatu ideologi yang bersifat terbuka dan dinamis Pancasila
harus mampu mengantisipasi perkembanagan zaman terutama pada
perkembangan dinamika aspirasi rakyat. Nilai-nilai Pancasila adalah ada pada
filsafat hidup bangsa Indonesia dan sebagai bangsa maka akan senantiasa
memiliki perkembangan aspirasi sesuai dengan tuntutan zaman. Oleh karena
itu, Pancasila sebagai sumber nilai memiliki sifat yang reformatif artinya
memiliki aspek pelaksanaan yang senantiasa mampu menyesuaikan dengan
dinamika aspirasi rakyat dalam mengantisipasi perkembangan zaman yaitu
menata kembali kebijakan yang tidak sesuai dengan aspirasi rakyat akan tetapi
nilai-nilai esensialnya bersifat tetap yaitu Ketuhanan kemanusiaan persatuan
kerakyatan dan keadilan.

D.
Ketika gelombang gerakan reformasi melanda indonesia maka seluruh aturan
main dalam wacana politik mengalami keruntuhan terutama praktek-praktek
elit politik yang di hinggapi penyakit KKN. Bangsa Indonesia ingin
mengadakan suatu perubahan, yaitu menata kembali kehidupan berbangsa dan
bernegara demi terwujudnya masyarakat madani yang sejahtera, masyarakat
yang bermartabat kemanusiaan, yang menghargai ha-hak asasi manusia,
masyarakat yang demokratis yang bermoral religius serta masyarakat yang
bermoral kemanusiaan dan beradab. Dalam kenyataannya gerakan reformasi

7
ini harus dibayar mahal oleh bangsa Indonesia yaitu dampak sosial, politik,
ekonomi, terutama kemanusiaan.

Para elit politik memanfaatkan gelombang reformasi ini demi meraih


kekuasaan sehingga tidak mengherankan jikalau banyak terjadi perbenturan
kepentingan politik. Berbagai gerakan muncul disertai dengan akibat tragedi
kemanusiaan yang sangat memilukan. Tragedi yang sangat memilukan itu
antara lain peristiwa amuk masa di Jakarta, Tangerang, Solo, Jawa Timur,
Kalimantan, serta daerah lainnya.

Ancaman disintegrasi dan sentimen SARA semakin merongrong eksistensi


bangsa Indonesia, aparat keamanan diletakkan dalam posisi yang sangat sulit
bahkan krisis kepatuhan terhadap hukum semakin merosot sehingga hukum
seakan-akan sudah tidak berfungsi lagi. Kondisi ekonomi semakin
memprihatinkan sektor riil sudah tidak berdaya, banyak perusahaan maupun
perbankan gulung tikar. Rakyat benar-benar menjerit bahkan banyak kondisi
kehidupan sehari-harinya memprihatinkan, ironisnya kalangan elit politik serta
para pelaku politik lainnya seakan tidak bergeming dengan jeritan kemanusiaan
tersebut. Namun demikian, dibalik berbagai macam keterpurukan bangsa
Indonesia tersebut masih tersisa satu keyakinan akan nilai yang dimilikinya
yaitu nilai-nilai Pancasila yang berakar dari pandangan hidup bangsa Indonesia
itu sendiri.

Secara historis telah kita pahami bersama para pendiri negara telah
menentukan suatu asas, sumber nilai serta sumber norma yang funda mental
dari negara Indonesia yaitu Pancasila, yang bersumber dari apa yang dimiliki
oleh bangsa Indonesia sendiri yaitu nilai-nilai yang merupakan pandangan
hidup sehari-hari bangsa Indonesia. Nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan
Kerakyatan dan Keadilan adalah ada secara objektif dan melekat pada bangsa
Indonesia yang merupakan pandangan dalam kehidupan bangsa pada sehari-
hari. Oleh karena itu, bila mana bangsa Indonesia meletakkan sumber nilai
dasar filosofi serta sumber norma kepada nilai-nilai tersebut bukanlah suatu
keputusan yang bersifat politis saja melainkan suatu keharusan yang bersumber

8
dari kenyataan hidup pasa bangsa Indonesia sendiri sehingga dengan lain
perkataan bersumber pada kenyataan objektif pada bangsa Indonesia sendiri.

Bahkan pada hakikatnya reformasi itu sendiri adalah mengembalikan tatanan


kenegaraan ke arah sumber nilai yang merupakan platform kehidupan bersama
bangsa Indonesia, yang selama ini diselewengkan demi kekuasaan sekelompok
orang baik pada masa orde lama maupun orde baru. Oleh karena itu, proses
reformasi walaupun dalam lingkungan pengertian reformasi total harus
memiliki platform dan sumber nilai yang jelas yang merupakan arah, tujuann,
serta cita-cita, yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Maka dalam
kehidupan politik kenegaraab dewasa ini yang sedang melakukan reformasi
bukan berati kita akan mengubah cita-cita, dasar nilai serta pandangan hidup
bangsa melainkan melakukan perubahan dengan menata kembali dalam suatu
platform yang bersumber pada nilai-nilai sari sila-sila tersebut dalam segala
bidang hukum, politik, ekonomi serta bidang-bidang lainnya. Reformasi
dengan melakukan perubahan dalam berbagai bidang yang sering diteriakkan
dengan jargon reformasi total idak mungkin melakukan perubahan terhadap
sumbernya itu sendiri.

BAB III

ANALISIS KASUS

Marsinah merupakan salah seorang pejuang HAM yang juga merupakan aktivis
dan buruh pada pabrik PT. Catur Putra Surya (CPS) Porong, Sidoarjo, Jawa
Timur. Yang mayatnya mengilang selama 3 hari setelah terjadi aksi unjuk para
buruh, mayat Marsinah di temukan di hutan di Dusun Jegong Kecamatan
Wilangan Nganjuk dengan tanda-tanda banyak luka penyiksaan berat. Pada awal
tahun 1993, Gubernur Jawa Timur mengeluarkan edaran untuk para pengusaha
untuk menaikkan upah para buruh 20%, hal ini membuat buruh senang namun di
sisi lain para pengusaha yang rugi dengan pengeluaran perusahaan. Pada
pertengahan bulan April, surat edaran ini di bahas dan memutuskan untuk
melakukan unjuk rasa. Marsinah yang aktif terlibat dalam mengikuti aksi ini
seperti pada tanggal 2 Mei 1933 yang ikut membahas rencana unjuk rasa, pada
tanggal 3 Mei para buruh mencegah teman-temannya untuk bekerja sampai
koramil sempat ikut turun tanggan. Pada tanggal 4 Mei para buruh mogok kerja
total sampai dengan tanggal 5 Mei Marsinah tetap aktif melakukan unjuk rasa dan
perundingan dan dia menjadi salah satu dari 15 orang yang mewakili untuk
melakukan perundingan, Namun pada siang hari 13 orang dianggap sebagai
penghasut adanya unjuk rasa dan di tuduh telah mengadakan rapat gelap agar

9
buruh tidak masuk kerja yang kemudian di giring oleh Kodim Sidoarjo, Marsinah
bahkan sampai bertanya kepada Kodim Sidoarjo tentang keberadaan rekan-
rekannya namun justru pada jam 10 malam Marsinah lenyap dari sana. Mulai dari
tanggal 6,7,8 Mei Marsinah sudah tidak di ketahui keberadaannya sampai dengan
pada tanggal 8 Mei di temukan jasad Marsinah. Pada tanggal 30 September 1993
di bentuk Tim Terpadu Bakorstanasda Jatim yang berfungsi untuk melakukan
penyelidikan terhadap kasus yang menimpa Marsinah, 8 anggota tinggi PT. Catur
Putra Surya (CPS) di tangkap secara diam-diam, setelah 18 hari mereka
mendekam di penjara akhirnya Pengacara Yudi Susanto, Trimoelja D. Soerjadi,
mengungkap terjadinya pembunuhan terhadap Marsinah. Hasil penyidikan polisi
menyebutkan bahwa Suprapto (pekerja di bagian kontrol CPS) menjemput
Marsinah dengan motornya di dekat rumah kos Marsinah. Dia dibawa ke pabrik,
lalu dibawa lagi dengan Suzuki Carry putih ke rumah Yudi Susanto di Jalan
Puspita, Surabaya. Setelah tiga hari Marsinah disekap, Suwono (satpam CPS)
mengeksekusinya. Yudi Susanto divonis 17 tahun penjara, sedangkan sejumlah
stafnya yang lain itu dihukum berkisar empat hingga 12 tahun, namun mereka
naik banding ke Pengadilan Tinggi dan Yudi Susanto dinyatakan bebas, pada
tingkat kasasi, Mahkamah Agung Republik Indonesia membebaskan para
terdakwa dari segala dakwaan (bebas murni) Marsinah memperoleh Penghargaan
Yap Thiam Hien pada 1993. Ia menjadi simbol perjuangan kaum buruh. Kasus ini
pun menjadi catatan Organisasi Buruh Internasional atau ILO, dikenal sebagai
kasus 1713. Namun, pembunuh yang sebenarnya belum menerima hukuman.

https://www.kompasiana.com/asrinayuni/kasus-marsinah //

Solusi :

Dari cerita Marsinah tersebut terjadi pelanggaran HAM berat yakni penganiyayan
dan pembunuhan yang tidak memperhatikan adanya nilai-nilai pancasila sama
sekali sehingga menurut kelompok kami untuk mengatasi hal ini dapat
mempertegas peraturan-peraturan perundang-undangan tentang pelanggaran
HAM. Kurangnya ketegasan pemerintah terhadap kasus yang menimpa Marsinah
yang seharusnya hukuman penjara seumur hidup karena hal ini telah bersngkutan
dengan nyawa seseorang, untuk mengantisipasi terjadinya masalah yang serupa
seharusnya ada tindakan khusus dari pemerintah untuk memberi efek jera pada
pelaku.

10
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sejalan dengan dasar empirik sebelumnya, masa awal orde baru ditandai oleh
terjadinya perubahan besar dalam pegimbangan politik di dalam Negara dan
masyarakat, sebelumya pada era Orde Lama kita tahu bahwa pusat kekuasaan
ada di tangan presiden, militer dan PKI. Namun pada Orde Baru terjadi
pergeseran pusat kekuasaan dimana dibagi dalam militer, teknokrat, dan
kemudian birokrasi. Namun harapan itu akhirnya menemui ajalnya ketika pada
pemilu 1971, golkar secara mengejutkan memenangi pemilu lebih dari separuh
suara dalam pemilu. Itulah beberapa sekelumit cerita tentang Orde Lama dan
Orde Baru, tentang bagaimana kehidupan sosial, politik dan ekonomi di masa

11
itu. Yang kemudian pada orde baru akhirnya tumbang bersamaan dengan
tumbangnya Pak Harto atas desakan para mahasiswa di depan gendung DPR
yang akhrinya pada saat itu titik tolak era Reformasi lahir. Dan pasca
reformasilah demokrasi yang bisa dikatakan demokrasi yang di Inginkan pada
saat itu perlahan-lahan mulai tumbuh hingga sekarang ini.

B. Saran

Perjalanan kehidupan birokrasi di Indonesia selalu dipengaruhi oleh kondisi


sebelumnya. Budaya birokrasi yang telah ditanamkan sejak jaman
kolonialisme berakar kuat hingga reformasi saat ini. Paradigma yang
dibangun dalam birokrasi Indonesia lebih cenderung untuk kepentingan
kekuasaan. Struktur, norma, nilai, dan regulasi birokrasi yang demikian
diwarnai dengan orientasi pemenuhan kepentingan penguasa daripada
pemenuhan hak sipil warga negara. Budaya birokrasi yang korup semakin
menjadi sorotan publik saat ini. Banyaknya kasus KKN menjadi cermin
buruknya mentalitas birokrasi secara institusiona l maupun individu. Sejak
orde lama hingga reformasi, birokrasi selalu menjadi alat politik yang efisien
dalam melanggengkan kekuasaan. Bahkan masa orde baru, birokrasi sipil
maupun militer secara terang-terangan mendukung pemerintah dalam
mobilisai dukungan dan finansial. Hal serupa juga masih terjadi pada masa
reformasi, namun hanya di beberapa daerah. Beberapa kasus dalam Pilkada
yang sempat terekam oleh media menjadi salah satu bukti nyata masih adanya
penggunaan birokrasi untuk suksesi. Sebenarnya penguatan atau
“penaklukan” birokrasi bisa saja dilakukan dengan catatan bahwa penaklukan
tersebut didasarkan atas itikad baik untuk merealisasikan program-program
yang telah ditetapkan pemerintah. Namun sayangnya, penaklukan ini hanya
dipahami para pelaku politik adalah untuk memenuhi ambisi dalam memupuk
kekuasaan. Mungkin dalam hal ini, kita sebagai penerus bangsa harus mampu
dan terus bersaing dalam mewujudkan Indonesia yang lebih baik dari

12
sebelumnya. Harga diri bangsa Indonesia adalah mencintai dan menjaga aset
negara untuk dijadikan simpanan anak cucu kelak.

Hal serupa juga masih terjadi pada masa reformasi, namun hanya di beberapa
daerah. Beberapa kasus dalam Pilkada yang sempat terekam oleh media
menjadi salah satu bukti nyata masih adanya penggunaan birokrasi untuk
suksesi. Sebenarnya penguatan atau “penaklukan” birokrasi bisa saja
dilakukan dengan catatan bahwa penaklukan tersebut didasarkan atas itikad
baik untuk merealisasikan program-program yang telah ditetapkan
pemerintah. Namun sayangnya, penaklukan ini hanya dipahami para pelaku
politik adalah untuk memenuhi ambisi dalam memupuk kekuasaan. Mungkin
dalam hal ini, kita sebagai penerus bangsa harus mampu dan terus bersaing
dalam mewujudkan Indonesia yang lebih baik dari sebelumnya. Harga diri
bangsa Indonesia adalah mencintai dan menjaga aset negara untuk dijadikan
simpanan anak cucu kelak.

13
Daftar Pustaka
Abdulgani, Roeslan,1979.Pengembangan Pancasila di Indonesia, Yayasan Idayu,
Jakarta.
Djoko,Susanto,2013,Mata Kuliah Pembelajaran Pancasila,Kemendikbud,Jakarta.
Siti,Fatimah,2013,Pancasila Dalam Kajian Bangsa Indonesia,UIN Syarif
Hidayatullah,Jakarta.

Darmodiharjo, Darji. 1982. Pancasila dalam Beberapa Perspektif. Jakarta:


Aries Lima.
Putranto, Hendar,2016, Ideologi Pancasila berbasis multikulturalisme, Jakarta

Doni,Trio,Pancasila Dalam Orde Baru-Reformasi,UM,Malang (online)

http://jurnal-online.um.ac.id/data/artikel.pdf//

(Di akses) 26 Novemebr 2019

Kaelan,M.S, Pendidikan Pancasila, Paradigma, Yogyakarta 2010 (online)

https://renderzmain.blogspot.com/2016/03/penerapan-pancasila-pada-masa-
orde-baru//
(Di akses) 13 September 2019

14

Anda mungkin juga menyukai