PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebuah keluarga, terbentuknya diawali dengan suatu prosesi yang disebut
pernikahan. Pernikahan yaitu bertemunya dua sejoli untuk berjanji setia menyempurnakan
agama dan saling menjaga dengan prinsip saling menghormat dan taat di dalamnya. Inti dari
sebuah pernikahan adalah untuk membina keluarga bahagia adalah terciptanya hubungan
timbal-balik yang baik antara suami dan istri. Hubungan timbal balik antara suami dan istri
ini karena merekalah lakon utamanya. Selain suami dan istri, komponen keluarga yang tak
kalah pentingnya adalah keberadaan anak-anak.
Membina keluarga itu tidaklah sembarangan. Kenapa Hal ini karena membina
sebuah keluarga haruslah sesuai dengan koridor yang ada. Keluaga yang dibina haruslah
menjadi keluaga sehat baik lahirnya maupun batinnya. Selain harus menjadi keluarga sehat,
sebuah kelurga juga harus bisa disebut keluarga sejahtera. Kedua kriteria inilah yang
dijadikan dasar keluarga yang harmonis.
Pada realitanya, banyak keluarga yang tidak sesuai dengan kriteria keluarga sehat
dan keluarga sejahtera. Masih banyak keluarga yang berada di lingkungan yang kotor jauh
dari kata bersih, tidak teratur danmasih dalam kata belum berkecukupan untuk memenuhi
kebutuhan keluarga. Berdasarkan situasi dan kondisi yang ada, kami berusaha memberikan
pemaparan mengenai kriteria keluarga sehat dan sejahtera. Dan bagaimana menciptakan
keluarga yang sesuai dengan cita-cita awal pernikahan.
Dalam Indonesia Sehat 2025, lingkungan strategis pembangunan kesehatan yang
diharapkan adalah lingkungan yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat jasmani,
rohani maupun sosial, yaitu lingkungan yang bebas dari kerawanan sosial budaya dan
polusi, tersedianya air minum dan sarana sanitasi lingkungan yang memadai, perumahan
dan pemukiman yang sehat, perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan, serta
terwujudnya kehidupan masyarakat yang memiliki solidaritas sosial dengan memelihara
nilai-nilai budaya bangsa (Depkes RI, 2009). Perilaku masyarakat yang diharapkan dalam
Indonesia Sehat 2025 adalah perilaku yang bersifat proaktif untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan, mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari
ancaman penyakit dan masalah kesehatan lainnya, sadar hukum, serta berpartisipasi aktif
dalam gerakan kesehatan masyarakat, termasuk menyelenggarakan masyarakat sehat dan
aman (safe community) (Depkes RI, 2009). Pengertian kesehatan menurut UU Kesehatan
1
RI Nomor 36 tahun 2009 bab 1 pasal 1 yaitu “Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara
fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup
produktif secara sosial dan ekonomis.
Berbagai upaya telah Pemerintah lakukan dalam rangka meningkatkan kesehatan
dan kesejahteraan masyarakat Indonesia khususnya di bidang kesehatan. Berbagai model
pembiayaan kesehatan, sejumlah program intervensi teknis di bidang kesehatan, dan
perbaikan organisasi dan manajemen telah diperkenalkan. Namun, walaupun terdapat
peningkatan, tetapi jika kita bandingkan dengan beberapa Negara-negara tetangga lainnya,
keadaan tingkat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia masih tertinggal. Angka
Kematian Bayi dan Angka Kematian Ibu masih banyak terjadi. Sebagian besar masyarakat
Indonesia masih saja mengalami kesulitan dalam memperoleh pelayanan kesehatan,
terutama pada penduduk yang di daerah pedesaan yang jauh dari tempat pelayanan
kesehatan. Banyak hal yang menjadi penyebab yaitu selain karena faktor teknis, hal ini juga
disebabkan oleh faktor-faktor lain seperti: faktor geografi, faktor ekonomi, dan faktor sosial.
Untuk mengatasi hal tersebut, desentralisasi bidang kesehatan dapat dilakukan sebagai salah
satu strategi yang dianggap tepat untuk saat ini, yang ditetapkan oleh pemerintah untuk
dilaksanakan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang di paparkan diatas, kami merumuskan beberapa rumusan
masalah, yaitu:
1. Apa yang dimaksud keluarga?
2. Apa yang dimaksud keluarga sehat?
3. Apa yang dimaksud keluarga sejahtera?
4. Apa yang dimaksud Indonesia Sehat 2025 ?
5. Apa saja Visi Indonesia Sehat 2025 ?
6. Apa saja Misi Indonesia Sehat 2025 ?
7. Apa saja Tujuan Indonesia Sehat 2025?
8. Apa saja Upaya dan sasaran Indonesia Sehat 2025 ?
9. Apa saja Strategi Pembangunan Kesehatan tahun 2025?
10. Apa yang dimaksud Standar Pelayanan Minimum ?
2
C. Tujuan Penulisan
Adapun beberapa tujuan penulisan makalah ini, yaitu:
1. Untuk menjelaskan keluarga sehat beserta kriterianya.
2. Untuk menjelaskan kelurga sejahtera beserta kriterianya.
3. Untuk mengetahui tentang Indonesia Sehat 2025.
4. Untuk mengetahui tentang Visi, Misi, dan Tujuan serta Upaya Indonesia Sehat 2025.
5. Untuk mengetahui perkembangan program pembangunan kesehatan nasional.
6. Untuk Mengetahui Standar Pelayanan Minimum
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Keluarga
Menurut Departemen Kesehatan RI (1988) keluarga adalah unit terkecil dari
masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal
disuatu tempat dibawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
Menurut Silvicion G Bailon dan Aracelis Maglaya (1989) Keluarga adalah dua atau
lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau
pengangkatan dan mereka hidup dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain, dan
dalam peranannya masing-masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan.
Dari kedua definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa keluarga adalah:
a) Unit terkecil masyarakat.
b) Terdiri atas dua orang atau lebih.
c) Adanya ikatan perkawinan dan pertalian darah.
d) Hidup dalam satu rumah tangga.
e) Dibawah asuhan seorang kepala rumah tangga.
f) Berinteraksi diantara anggota keluarga.
g) Setiap anggota keluarga memiliki peran masing-masing.
h) Menciptakan, mempertahankan suatu kebudayaan.
4
bagaimana memahami karakteristik hubungan keluarga sehat agar setiap anggota keluarga
merasa didukung dan tidak ada yang merasa dikucilkan.
beberapa karakteristik keluarga sehat diantaranya :
a) Segi Fisik
Sebuah keluarga dapat dikatakan sehat secara fisik jika memenuhi kriteria berikut ini :
1. Keluarga memiliki dan menggunakan air bersih di lingkungan tempat tinggalnya.
2. Keluarga memiliki dan menggunakan Toilet yang bersih.
3. Seluruh anggota keluarga tidak merokok dan menggunakan zat aditif lainnya.
4. Keluarga memastikan setiap anggota keluarganya cukup gizi.
5. Keluarga memiliki dan menggunakan Alokasi Dana untuk pemeliharaan kesehatan.
b) Segi Mental dan Sosial
Sebuah keluarga yang sehat umumnya juga harus bisa menjaga dan mengembangkan
kesehatan mental setiap anggota keluarganya, serta menjaga agar proses sosialisasi tetap
terlaksana dengan baik. Beberapa faktor yang dapat menjadi indikator keberhasilannya
adalah sebagai berikut :
1. Waktu keluarga (family time).
Menghabiskan waktu bersama keluarga adalah ibarat memperkokoh sebuah
bangunan dasar ikatan keluarga. Keluarga yang sehat biasanya berbagi waktu dan
berkumpul saat makan dan bersantai. Perbandingan waktu keluarga dan waktu pribadi
yang seimbang dapat menjadi kunci utama untuk membentuk keluarga yang sehat.
2. Komunikasi.
Menghabiskan waktu dengan keluarga adalah salah satu cara untuk menjaga
komunikasi agar tetap terjalin baik antar anggota keluarga. Komunikasi ini biasanya
terjalin saat berada di meja makan, menonton TV, lari pagi bersama, dan berbagai
aktifitas yang dapat mendukung komunikasi. Kelancaran komunikasi dalam keluarga
juga mampu mencairkan suasana yang kaku, sehingga setiap anggota keluarga tidak
akan merasa takut untuk mengekspresikan suatu emosi, ketakutan, dan
kekhawatirannya akan hal lain pada keluarga.
3. Kepercayaan.
Rasa saling percaya akan otomatis tumbuh dalam jiwa setiap anggota keluarga
yang sehat. Namun terkadang orangtua cenderung memunculkan sikap yang
overprotective terhadap anak meraka dengan alasan ingin terus menjaga mereka dari
hal buruk yang mungkin terjadi. Padahal seharusnya orangtua dapat mulai
5
memberikan kepercayaan anak-anak mereka untuk sesekali membuat keputusan yang
tepat berdasarkan nilai-nilai baik yang sudah ditanamkan oleh keluarga.
4. Saling Memahami Kebutuhan masing-masing.
Setiap anggota keluarga memiliki keinginan dan kebutuhan yang berbeda.
Dalam keluarga yang sehat, sudah selayaknya untuk saling memberi dukungan dan
saling membantu ketika salah satu anggota keluarga mengalami kesulitan dalam
memenuhi kebutuhannya, bukannya malah mengucilkan dan saling bersaing.
6
jumlah dan jenis kecukupannya menurut ilmu gizi (nutrition). Jenis makanan yang
cukup itu biasa disebut empat sehat atau lima sempurna. Makanan empat sehat itu
terdiri dari nasi/roti, sayur, lauk, buah, dan susu. Makanan empat sehat atau lima
sempurna merupakan dambaan semua keluarga, namun tingkat pendapatan dan jumlah
anggota kelurga itulah yang mempengaruhinya.
Untuk memenuhi kebutuhan akan makanan yang bergizi, dilakukanlah
peningkatkan pendapatan keluarga, tetapi hal ini terbatas pada kemampuan orang tua
atau kepala keluarga. Mungkin cara efektif yang dapat ditempuh adalah melaksanakan
program keluarga berencana di kalangan keluarga yang tingkat kelahirannya tinggi,
tetapi pendapatan keluarganya rendah melalui penyuluhan dan pelatihan. Manfaat
keluarga berencana adalah pegaturan masa kehamilan, penurunan jumlah kelahiran,
pengurangan angka kematian, dan peningkatan kesejahteraan keluarga. Di samping itu,
juga dapat dilaksanakan program makanan bergizi (empat sehat lima sempurna) melalui
penyuluhan dan pelatihan.
3. Lingkungan Besih
Di samping badan dan jiwa yang sehat serta cukup makanan bergizi, seharusnya
orang tersebut juga tinggal dan hidup di lingkungan yang besih (clean environment)
dan berpakaian bersih. Lingkungan adalah tempat hidup yang berada di daratan, lautan,
atau udara. Bersih adalah keadaan yang tidak tercemar oleh kotoran manusia, hewan,
sampah, limbah buangan, polusi gas, curahan minyak, suara bising, kriminalitas, yang
merusak atau merugikan kehidupan manusia atau menjadi sumber penyakit. Konsep
bersih yang dirumuskan ini biasa disebut “bersih fisik” (phisical cleanliness) karena
bentuk atau wujud keadaan yang tidak tercemar itu dapat diamati dengan panca indera
atau bersentuhan dengan raga manusia.
Di samping itu, ada pula bersih dalam arti cara berpikir bersih (clean mind),
yaitu berpikir objektif, jujur, itikad baik, manusiawi, dan berpihak pada kepentingan
orang banyak. Bersih dalam arti ini biasa disebut “bersih mental” (mental cleanliness).
Misalnya, tidak akal-akalan, tidak membodohi orang, lebih mengutamakan kepentingan
orang banyak, serta bebas dari niat korupsi dan manipulasi
Keluarga yang telah memenuhi unsur sehat badan dan jiwa, cukup makanan
bergizi, serta hidup dilingkungan yang bersih, dapat dapat dikatakan telah mempunyai
tingkat kesejahteraan hidup yang cukup baik. Ketiga unsur tersebut saling berkaitan.
Kesehatan (badan dan mental) adalah syarat utama untuk berkerja mencari nafkah guna
memperolah makanan bergiz. Makanan bergizi pasti bersih, sehingga orang yang
7
mengonsumsinya menjadi sehat. Jadi, keluarga sehat itu adalah keluarga yang sehat
badan dan jiwa, cukup makanan bergizi, pakaian bersih, tinggal dilingkungan bersih,
dan mampu bekerja keras.
4. Interaksi Sesuai dengan Etika dan Hukum
Keluarga adalah pusat interaksi suami dan istri, orangtua dan anak, serta anak
dan anak, atau dengan anggota keluarga lainnya. Interaksi tersebut dilakukan sesuai
dengan etika keluarga yang telah dituntunkan atau di contohkan oleh orangtua (ayah
dan ibu). Perilaku yang diwujudkand dalam bentuk interaksi tersebut menciptakan
hubungan serasi dan harmonis, saling menghormati, saling menghargai, saling memberi
dan menerima, saling membantu, serta saling asah dan asuh antara sesama anggota
keluarga dalam lingkungan keluarga. Akibatnya, timbullah kondisi sehat dalam arti
tertib, aman, damai, serta tenteram lahir dan batin. Keadaan ini berlangsung terus-
menerus, dipatuhi dan dihargai, sampai terbiasa dan akhirnya membudaya.
Apabila anggota keluarga yang satu berhubungan dengan anggota keluarga
yang lain atau anggota masyarakat yang lebih luas, kondisi interaksi sehat tersebut
berlanjut dan bahkan beradaptasi satu sana lain, sehingga terbentuklah keberlakuan
kondisi sehat yang lebih luas. Jika ada anggota masyarakat yang melanggar kondisi
sehat tersebut dalam arti perbuatan tidak sesuai etika (ethics), anggota masyarakat
sepakan pula memberi sanksi etis, misalnya dibenci, dipencilkan dari pergaulan, tidak
dihiraukan, ataupun tidak disukai.
Dalam konteks etika dan hukum pergaulan hidup, anggota keluarga atau
masyarakat yang bertindak sesuai dengan etika atau hukum yang berlaku, menciptakan
kondisi sehat yang menyenangkan bagi semua orang, bahkan terhadap pemeliharaan
lingkungan alam dan hewan di sekitarnya. Suasana keteraturan berlangsung terus-
menerus dan terbiasa yang akhirnya menjadi budaya keluarga atau masyarakat sadar
hukum.
C. Pengertian Keluarga Kesejahteraan
Keluarga Sejahtera adalah Keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah,
mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan materi yang layak, bertaqwa kepada Tuhan
Yang /maha Esa, memiliki hubungan yang selaras, serasi, dan seimbang antar anggota dan
antar keluarga dengan masyarakat dan lingkungan. (BKKBN,1994:5)
Sejahtera adalah keadaan keluarga yang hidup makmur, dalam kelompok teratur, berdasarkan
sistem nilai, bebas dari penyakit, tidak ada gangguan, dan menyenangkan. Kesejahteraan
keluarga tidak hanya menyangkut kemakmuran saja, melainkan juga harus secara
8
keseluruhan sesuai dengan ketentraman yang berarti dengan kemampuan itulah dapat menuju
keselamatan dan ketentraman hidup.Berdasarkan konsep tersebut, ada beberapa faktor yang
perlu dikaji agar dapat menjelaskan konsep sejahtera.
a. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesejahteraan Keluarga
Ada dua faktor utama yang mempengaruhi kesejahteraan keluarga, yaitu:
a) Faktor internal keluarga
1. Jumlah anggota keluarga
Pada zaman seperti sekarang ini tuntutan keluarga semakin meningkat tidak
hanya cukup dengan kebutuhan primer (sandang, pangan, papan, pendidikan, dan
saran pendidikan) tetapi kebutuhan lainya seperti hiburan, rekreasi, sarana ibadah,
saran untuk transportasi dan lingkungan yang serasi. Kebutuhan diatas akan lebih
memungkinkan dapat terpenuhi jika jumlah anggota dalam keluarga sejumlah
kecil.
2. Tempat tinggal
Suasana tempat tinggal sangat mempengaruhi kesejahteraan keluarga.
Keadaan tempat tinggal yang diatur sesuai dengan selera keindahan penghuninya,
akan lebih menimbulkan suasana yang tenang dan mengembirakan serta
menyejukan hati. Sebaliknya tempat tinggal yang tidak teratur, tidak jarang
meninbulkan kebosanan untuk menempati. Kadang-kadang sering terjadi
ketegangan antara anggota keluarga yang disebabkan kekacauan pikiran karena
tidak memperoleh rasa nyaman dan tentram akibat tidak teraturnya sasaran dan
keadaan tempat tinggal.
3. Keadaan sosial ekonomi keluarga.
Untuk mendapatkan kesejahteraan kelurga alasan yang paling kuat adalah
keadaan sosial dalam keluarga. Keadaan sosial dalam keluarga dapat dikatakan
baik atau harmonis, bilamana ada hubungan yang baik dan benar-benar didasari
ketulusan hati dan rasa kasih sayang antara anggota keluarga.manifestasi daripada
hubungan yang benar-benar didasari ketulusan hati dan rasa penuh kasih sayang,
nampak dengan adanya saling hormat, menghormati, toleransi, bantu-membantu
dan saling mempercayai.
4. Keadaan ekonomi keluarga.
Ekonomi dalam keluarga meliputi keuangan dan sumber-sumber yang dapat
meningkatkan taraf hidup anggota kelurga makin terang pula cahaya kehidupan
9
keluarga. Jadi semakin banyak sumber-sumber keuangan/ pendapatan yang
diterima, maka akan meningkatkan taraf hidup keluarga.
10
Seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang 1 stel pakaian baru
pertahun.
Luas lantai rumah paling kurang 8 meter persegi untuk tiap pengguna rumah.
Seluruh anggota keluarga dalam 3 bulan terakhir dalam kedaan sehat.
Paling kurang satu anggota 15 tahun keatas, penghasilan tetap.
Seluruh anggota kelurga yang berumur 10-16 tahun bisa baca tulis huruf latin.
Seluruh anak berusia 5-15 tahun bersekolah pada saat ini.
Bila anak hidup 2 atau lebih, keluarga pasang yang usia subur memakai
kontrasepsi (kecuali sedang hamil).
2) Keluarga Sejahtera II
Keluarga Sejahtera II yaitu keluarga disamping telah dapat memenuhi
kebutuhan dasasrnya, juga telah dapat memenuhi kebutuhan pengembangannya
seperti kebutuhan untuk menabung dan memperoleh informasi. Pada keluarga
sejahtera II kebutuhan fisik dan sosial psikologis telah terpenuhi, namun kebutuhan
pengembangan belum yaitu:
Mempunyai upaya untuk meningkatkan agama.
Sebagian dari penghasilan dapat disisihkan untuk tabungan keluarga.
Biasanya makan bersama paling kurang sekali sehari dan kesempatan ini dapat
dimanfaatkan untuk berkomunikasi antar anggota keluarga.
Ikut serta dalam kegiatan masyarakat dilingkungan keluarga.
Mengadakan rekreasi bersama di luar rumah paling kurang 1 kali perbulan.
Dapat memperoleh berita dan surat kabar, radio, televisi atau majalah.
Anggota keluarga mampu menggunakan sarana trasportasi sesuai kondisi
daerah.
11
Secara teratur atau pada waktu tertentu dengan sukarela memberikan
sumbangan bagi kegiatan sosial/masyarakat dalam bentuk material.
Kepala keluarga atau anggota keluarga aktif sebagai pengurus perkumpulan atau
yayasan atau instansi masyarakat.
Kesejahteraan pada hakekatnya dapat terpenuhinya kebutuhan (pangan,
sandang, dan papan) yang harus dipenuhi dengan kekayaan atau pendapatan
yang dimiliki barulah dikatakan makmur dan sejahtera.
12
kehidupan bangsa; dan 4) ikut menciptakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
13
Keberhasilan pembangunan kesehatan tidak semata-mata ditentukan oleh hasil
kerja keras sektor kesehatan, tetapi sangat dipengaruhi pula oleh hasil kerja serta
kontribusi positif berbagai sektor pembangunan lainnya. Untuk optimalisasi hasil
kerja serta kontribusi positif tersebut, harus dapat diupayakan masuknya wawasan
kesehatan sebagai asas pokok program pembangunan nasional. Kesehatan sebagai
salah satu unsur dari kesejahteraan rakyat juga mengandung arti terlindunginya dan
terlepasnya masyarakat dari segala macam gangguan yang mempengaruhi derajat
kesehatan masyarakat.Untuk dapat terlaksananya pembangunan nasional yang
berkontribusi positif terhadap kesehatan seperti dimaksud di atas, maka seluruh unsur
atau subsistem dari Sistem Kesehatan Nasional berperan sebagai penggerak utama
pembangunan nasional berwawasan kesehatan.
b) Mendorong Kemandirian Masyarakat untuk Hidup Sehat.
Kesadaran, kemauan dan kemampuan setiap individu, keluarga dan
masyarakat untuk menjaga kesehatan, memilih, dan mendapatkan pelayanan
kesehatan yang bermutu, sangat menentukan keberhasilan pembangunan kesehatan.
Penyelenggaraan pemberdayaan masyarakat meliputi:
1. penggerakan masyarakat; masyarakat paling bawah mempunyai peluang yang
sebesar-besarnya untuk terlibat aktif dalam proses pembangunan kesehatan,
2. organisasi kemasyarakatan; diupayakan agar peran organisasi masyarakat lokal
makin berfungsi dalam pembangunan kesehatan,
3. advokasi; masyarakat memperjuangkan kepentingannya di bidang kesehatan,
4. kemitraan; dalam pemberdayaan masyarakat penting untuk meningkatkan
kemitraan dan partisipasi lintas sektor, swasta, dunia usaha dan pemangku
kepentingan,
5. sumberdaya; diperlukan sumberdaya memadai seperti SDM, sistem informasi dan
dana.
c) Memelihara dan Meningkatkan Upaya Kesehatan yang Bermutu, Merata, dan
Terjangkau.
Pembangunan kesehatan diselenggarakan guna menjamin tersedianya upaya
kesehatan, baik upaya kesehatan masyarakat maupun upaya kesehatan perorangan
yang bermutu, merata, dan terjangkau oleh masyarakat. Upaya kesehatan
diselenggarakan dengan pengutamaan pada upaya pencegahan (preventif), dan
peningkatan kesehatan (promotif) bagi segenap warga negara Indonesia, tanpa
14
mengabaikan upaya penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan
(rehabilitatif).
Agar dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan, diperlukan pula upaya
peningkatan lingkungan yang sehat. Upaya kesehatan tersebut diselenggarakan
dengan kemitraan antara pemerintah, dan masyarakat termasuk swasta. Untuk masa
mendatang, apabila sistem jaminan kesehatan sosial telah berkembang,
penyelenggaraan upaya kesehatan perorangan primer akan diserahkan kepada
masyarakat dan swasta dengan menerapkan konsep dokter keluarga. Di daerah yang
sangat terpencil, masih diperlukan upaya kesehatan perorangan oleh Puskesmas.
15
c. Tujuan dan Sasaran
1. Meningkatnya Umur Harapan Hidup (UHH) dari 69 tahun pada tahun 2005 menjadi
73,7 tahun pada tahun 2025.
2. Menurunnya Angka Kematian Bayi dari 32,3 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun
2005 menjadi 15,5 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2025.
3. Menurunnya Angka Kematian Ibu dari 262 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun
2005 menjadi 74 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2025.
4. Menurunnya prevalensi gizi kurang pada balita dari 26% pada tahun 2005 menjadi
9,5% pada tahun 2025
d. Upaya Pokok Pembangunan Kesehatan Masyarakat Indonesia Sehat 2025
a) RPJM-K ke-1 (2005-2009)
Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan akses dan mutu
pelayanan kesehatan. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan
akses dan mutu pelayanan kesehatan. Dalam penyelenggaraan upaya kesehatan,
perhatian khusus diberikan pada penyelenggaraan pelayanan kesehatan ibu dan
Anak, pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin, penanggulangan penyakit dan
gizi buruk, penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana, dan pelayanan
kesehatan di daerah terpencil, daerah tertinggal, dan daerah perbatasan.
Akses masyarakat terhadap upaya kesehatan perorangan yang bermutu,
dilakukan dengan lebih mengoptimalkan kemampuan Puskesmas dan kualitas
pelayanan di rumah sakit, serta peningkatan sistem rujukannya. Penanggulangan
penyakit menular diutamakan pada penyakit yang menimbulkan masalah kesehatan
masyarakat dan menurunkan produktivitas penduduk. Upaya penanggulangan
16
penyakit tidak menular dikembangkan, dalam rangka antisipasi permasalahan
kesehatan di masa depan.
Upaya pembangunan dan perbaikan gizi masyarakat dilaksanakan secara
optimal sehingga tercapai kebutuhan pangan di tingkat rumah tangga dengan
kandungan gizi yang cukup, seimbang, serta terjamin keamanannya.
Penanggulangan keadaan darurat kesehatan, termasuk masalah kesehatan akibat
bencana telah dapat dilaksanakan secara komprehensif dengan dukungan
kerjasama lintas sektor dan peran aktif masyarakat. Penelitian dan pengembangan
kesehatan yang bersifat mendasar, luas, dan menjangkau ke depan mulai
dikembangkan dan dilembagakan.
Pembiayaan kesehatan yang bersumber dari pemerintah semakin meningkat
dengan pemenuhan pembiayaan pada pelayanan kesehatan perorangan bagi seluruh
masyarakat rentan dan keluarga miskin (penerima bantuan iuran/PBI). Pembiayaan
kesehatan yang bersumber dari masyarakat dan swasta terus didorong agar semakin
meningkat. Pembiayaan kesehatan bersumber pemerintah diupayakan difokuskan
pada pencapaian sasaran prioritas pembangunan kesehatan dengan pembiayaan
upaya kesehatan masyarakat yang semakin meningkat dan proporsional.
b) RPJM-K ke-2 (2010-2014)
17
masyarakat. Upaya pembangunan dan perbaikan gizi masyarakat dilaksanakan
dengan lebih optimal. Upaya penanggulangan pencemaran lingkungan lebih
ditingkatkan dan dikembangkan lagi. Penyediaan air minum dan sarana sanitasi
dasar sudah makin meningkat.
18
Akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas telah mulai
mantap. Penyelenggaraan upaya kesehatan, baik upaya kesehatan masyarakat
maupun upaya kesehatan perorangan tetap memberikan perhatian khusus pada
golongan penduduk rentan, seperti bayi, anak, ibu, usia lanjut, masyarakat pekerja
sektor informal, serta masyarakat miskin. Puskesmas telah dapat melaksanakan
upaya kesehatan masyarakat dan pelayanan kesehatan perorangan secara serasi dan
sinergis sesuai dengan perkembangan IPTEK kesehatan. Kualitas pelayanan di
rumah sakit dan sistem rujukan telah meningkat.
Penanggulangan penyakit menular telah meningkat dan mulai mantap. Upaya
penanggulangan penyakit tidak menular sudah mulai mantap. Sejalan dengan itu
pelayanan kesehatan geriatri mulai dikembangkan. Pembangunan dan perbaikan
gizi masyarakat telah optimal. Upayapenanggulangan pencemaran lingkungan
telah berkembang. Penyediaan air minum dan sarana sanitasi dasar sudah
memenuhi kebutuhan masyarakat. Pembangunan nasional berwawasan kesehatan
sudah dilaksanakan secara konsisten oleh semua bidang-bidang pembangunan
nasional.
Wilayah sehat telah lebih berkembang dan merupakan kebutuhan dari
masyarakat, yang didukung dengan penyediaan air minum dan sarana sanitasi dasar
yang lebih merata, serta pengendalian dampak risiko pencemaran lingkungan yang
diselenggarakan bersama masyarakat. Penelitian dan pengembangan kesehatan
yang menghasilkan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan terus meningkat
dalam mendukung upaya pembangunan kesehatan.
Pembiayaan kesehatan bersumber dari pemerintah lebih meningkat lagi dan
mendekati besaran ideal proporsional terhadap anggaran pembangunan pemerintah
dan terjaga kesinambungannya dengan pemenuhan pembiayaan untuk pelayanan
kesehatan perorangan seluruh masyarakat rentan dan keluarga miskin (PBI)
dengan nilai per kapita yang memadai. Pembiayaan kesehatan yang bersumber dari
masyarakat dan swasta telah semakin meningkat serta telah ada upaya
pelembagaan kemitraan pemerintah dan swasta. Pembiayaan kesehatan bersumber
pemerintah telah fokus pada pencapaian prioritas pembangunan kesehatan dengan
sebagian besar pembiayaan Pemerintah untuk upaya kesehatan masyarakat.
19
Akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas telah
mantap. Upaya kesehatan masyarakat dan pelayanan kesehatan perorangan telah
dapat dilaksanakan dengan mantap, serasi, bersinergi dalam upaya meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Penyelenggaraan upaya
kesehatan, baik upaya kesehatan masyarakat maupun pelayanan kesehatan
perorangan tetap memberikan perhatiankhusus pada golongan penduduk rentan,
seperti bayi, anak, ibu, usia lanjut, masyarakat pekerja sektor informal, serta
masyarakat miskin. Pelayanan kesehatan termasuk pelayanan obat, telah dapat
merespon kebutuhan masyarakat. Pelayanan kesehatan yang bermutu di Puskesmas
dan rumah sakit dan sistem rujukannya telah berjalan sesuai harapan masyarakat.
Penanggulangan penyakit menular dan penyakit tidak menular telah dapat
dilaksanakan dengan mantap dalam mengatasi penyakit yang menjadi masalah
kesehatan masyarakat.
Pelayanan kesehatan geriatri telah berkembang dan berjalan dengan efektif.
Pembangunan dan perbaikan gizi masyarakat telah optimal dan dapat dilaksanakan
secara berkesinambungan. Pemeliharaan dan pengawasan lingkungan sudah
mantap. Penyediaan air minum dan sarana sanitasi dasar sudah sepenuhnya sesuai
dengan keperluan masyarakat. Pembangunan nasional berwawasan kesehatan telah
dapat dilaksanakan sepenuhnya. Pembiayaan kesehatan bersumber dari
Pemerintah telah mencapai besaran ideal proporsional terhadap anggaran
pembangunan Pemerintah dan terjaga kesinambungannya serta telah melembaga
dengan pemenuhan pembiayaan UKP seluruh masyarakat rentan dan keluarga
miskin (PBI) dengan nilai per kapita yang memadai.
Pembiayaan kesehatan yang bersumber dari masyarakat dan swasta telah
semakin meningkat serta kemitraan pemerintah dan swasta telah melembaga.
Penelitian dan pengembangan kesehatan telah dapat dilaksanakan secara merata
dalam mendukung penyelenggaraan pembangunan kesehatan. Pembiayaan
kesehatan bersumber pemerintah telah fokus pada pencapaian prioritas
pembangunan kesehatan dan sepenuhnya digunakan untuk upaya kesehatan
masyarakat disamping pembiayaan pelayanan kesehatan perorangan bagi
masyarakat rentan dan keluarga miskin (PBI). Pembiayaan pelayanan kesehatan
perorangan seluruh penduduk telah dilakukan secara pra-upaya melalui jaminan
kesehatan sosial yang telah melembaga dalam satu kesatuan prinsip
penyelenggaraan dan berskala nasional.
20
Dengan memperhatikan pentahapan upaya pokok pembangunan kesehatan
tersebut di atas, maka dalam penyusunan RPJM-K setiap tahapannya perlu pula
ditetapkan pentahapan sumber daya pendukung dan hasil kegiatan sebagai berikut:
Semua desa telah menjadi Desa Siaga aktif, yang mempunyai minimal sebuah
Pos Kesehatan Desa.
Semua kecamatan telah memiliki minimal sebuah Puskesmas yang melayani
maksimal 30.000 penduduk dan dilengkapi dengan fasilitas sanitasi dasar yang
memadai.
Semua kabupaten/kota telah memiliki minimal Rumah sakit setara Rumah
Sakit Umum kelas C.
Semua desa telah memiliki tenaga bidan yang berkualitas (competence).
Semua Puskesmas telah memiliki minimal seorang tenaga dokter dan tenaga
kesehatan lainnya sesuai standar.
Semua rumah sakit kabupaten/kota telah memiliki minimal empat tenaga
dokter spesialis dasar (dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan,
dokter spesialis anak, dokter spesialis bedah, dan dokter spesialis penyakit
dalam), dan empat tenaga dokter spesialis penunjang (dokter spesialis anestesi,
radiologi, rehabilitasi medik dan patologi klinik). Rumah sakit tersebut telah
terakreditasi minimal lima pelayanan spesialistik.
Semua Pos Kesehatan Desa, Puskesmas, dan Rumah Sakit Kabupaten/Kota
didukung dengan biaya operasional yang memadai.
Pembiayaan kesehatan dapat diupayakan minimal 5% dari PDB.
Semua Rukun Warga/lingkungan telah memiliki minimal satu Posyandu aktif
yang melaksanakan kegiatan minimum sebulan sekali.
Semua desa mampu mengenali dan mengatasi masalah kesehatan setempat
secara dini sesuai kompetensinya.
Semua kejadian luar biasa (KLB)/wabah penyakit dan masalah kesehatan
akibat bencana dapat ditangani kurang dari 24 jam.
Penanganan penyakit wabah pada fasilitas pelayanan kesehatan dapat
menekan angka kematiannya dibawah 1%.
Tingkat kesembuhan penyakit Tuberculosis dapat dipertahankan sebesar 90%.
Semua Puskesmas perawatan telah mampu melaksanakan pelayanan obstetri
neonatal emergensi dasar (PONED).
21
Semua Rumah Sakit Kabupaten/Kota telah mampu melaksanakan pelayanan
obstetri neonatal emergensi komprehensif (PONEK).
Semua keluarga telah menggunakan air bersih dan fasilitas sanitasi dasar.
Semua keluarga telah menghuni rumah yang memenuhi syarat kesehatan.
Semua desa telah mencapai universal coverage immunization (UCI).
Semua persalinan telah ditolong oleh bidan atau tenaga kesehatan yang
memiliki kompetensi kebidanan.
Semua penduduk Indonesia telah dicakup oleh Sistem Jaminan Kesehatan
Nasional.
e. Strategi Pembangunan Kesehatan
Melibatkan masyarakat untuk aktif dalam pengabdian masyarakat (to serve), aktif
dalam pelaksanaan advokasi kesehatan (to advocate), dan aktif dalam mengkritisi
pelaksanaan upaya kesehatan (to watch).
22
Perencanaan kebutuhan dan penentuan standar kompetensi tenaga kesehatan
Standar Pelayanan Minimal adalah ketentuan mengenai jenis dan mutu pelayanan
dasar yang merupakan urusan pemerintahan wajib yang berhak diperoleh setiap warga
Negara. Pada SPM yang lalu pencapaian target-target SPM lebih merupakan kinerja
program kesehatan, maka pada SPM yang sekarang pencapaian target-target tersebutlebih
diarahkan kepada kinerja Pemerintah Daerah, menjadi penilaian kinerja daerah dalam
memberikan pelayanan dasar kepada Warga Negara. Selanjutnya sebagai bahan Pemerintah
Pusat dalam perumusan kebijakan nasional, pemberian insentif, disinsentif dan sanksi
administrasi Kepala Daerah.
Dalam rangka penerapan SPM Bidang Kesehatan disusun Standar Teknis Penerapan
SPM yang menjelaskan langkah operasional pencapaian SPM Bidang Kesehatan di tingkat
Provinsi/Kabupaten/Kota sebagai acuan bagi pemerintah daerah dengan memperhatikan
potensi dan kemampuan daerah. SPM juga akan berfungsi sebagai instrumen untuk
memperkuat pelaksanaan Performance Based Budgeting. Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 juga mengamanatkan pada Pemerintah Daerah untuk benar-benar memprioritaskan
belanja daerah untuk mendanai urusan pemerintahan wajib yang terkait pelayanan dasar yang
ditetapkan dengan SPM (pasal 298). Pengalokasian Dana Alokasi Khusus (DAK) ke daerah
23
akan berdasar pada kebutuhan daerah untuk pencapaian target-target SPM. Daerah dengan
kemampuan sumber daya yang kurang akan menjadi prioritas dalam pengalokasian DAK.
Hal-hal tersebut di atas membuat seluruh elemen akan bersatu padu berbenah untuk
bersama-sama menuju pencapaian target-target SPM, termasuk di dalamnya adalah
pemenuhan sumber daya manusia kesehatan terutama di level Puskesmas sesuai Permenkes
Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat. Puskesmas sebagai fasilitas
pelayanan kesehatan tingkat pertama akan menjadi unit terdepan dalam upaya pencapaian
target-target SPM. Implementasi SPM juga menjadi sangat strategis dalam kaitannya dengan
pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Implementasi SPM akan memperkuat sisi
promotif–preventif sehingga diharapkan akan ber-impact pada penurunan jumlah kasus
kuratif yang harus ditanggung oleh JKN.
Dalam rangka penerapan SPM Bidang Kesehatan diperlukan Standar Teknis SPM
yang menjelaskan langkah operasional pencapaian SPM Bidang Kesehatan di tingkat
Provinsi/Kabupaten/Kota sebagai acuan bagi pemerintah daerah dengan memperhatikan
potensi dan kemampuan daerah. Penerapan SPM bidang kesehatan tidak dapat terpisah
dengan penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) karena sifat saling
melengkapi dan sinergisme.Penekanan SPM bidang kesehatan berfokus pada pelayanan
promotif dan preventif, sementara program JKN berfokus pada pelayanan kuratif dan
rehabilitatif. Sehingga pada penerapan SPM bidang kesehatan khususnya di kabupaten/kota
ada kontribusi pembiayaan dan pelayanan program JKN. Untuk hal tersebut, pada
penerapannya tidak perlu mengalokasikan anggaran pada pelayanan-pelayanan yang bersifat
kuratif dan rehabilitatif yang dibiayai oleh JKN.
24
dalam pola perhitungan SPM perlu diperhatikan untuk tidak dobel counting pembiayaan,
seperti yang telah dialokasikan JKN maka tidak perlu ada di kebutuhan SPM, contoh : biaya
obat program, obat TB, vaksin yang dibiayai oleh pusat tidak perlu diperhitungkan, selain itu
untuk mengintegrasikan kegiatan-kegiatan yang sama pada kegiatan SPM seperti pendataan,
ATK, dll dalam satu penghitungan pembiayaan sehingga alokasi dapat efisien dan efektif.
SPM Puskesmas berkaitan dengan pelayanan kesehatan yang meliputi jenis pelayanan
beserta indikator kinerja dan targetnya hingga Tahun 2024 sebagaimana tercantum pada
lampiran Peraturan Bupati ini meliputi:
25
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan mengenai keluar sehat dan keluarga sejahtra,Indonesia sehat
secara umum dapat disimpulkan kedalam beberapa poin, diantaranya:
Permasalahan kesehatan di Indonesia memang bukanlah hal yang mudah untuk
diselesaikan dengan cepat. Oleh karena itu, untuk mewujudkan tercapai nya keberhasilan
Idonesia Sehat 2025 nantinya, maka perlu adanya peran aktif dari masyarakat Indonesia
sendiri mengenai kesadaran tentang pentingkesehatan bagi dirinya. Dan diperlukan
kontribusi positif sector pembangunan lainnya, agar program Pembangunan Nasional
dapat berjalan dengan semestinya.
Keluarga sehat dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi atau keadaan yang sejahtera baik
dari segi dari fisik, mental, dan sosial yang kemudian memungkinkan sebuah keluarga
agar dapat hidup normal secara sosial dan ekonomi.
Dalam kehidupan manusia modern terdapat kriteria yang di katakana sebagai keluarga
sehat, diantaranya; sehat badan dan sehat jiwa, makan makanan yang bergizi, hidup di
lingkungan yang bersih, serta berprilaku dan berinteraksi sesuai dengan etika dan norma
yang berlaku.
Sejahtera adalah keadaan keluarga yang hidup makmur (mampu memenuhi kebutuhan
sandang, pangan, dan papan) berada dalam kelompok yang teratur, berdasarkan sistem
nilai, bebas dari penyakit, tidak ada gangguan, dan menyenangkan.
Apa pun beberapa faktor yang mempengarruhi tingkat kesejahteraan keluarga terdiri atas
dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Berdasarkan tahapannya keluarga sejahtera terbagi kedalan 4 bagian, yaitu: keluarga pra
sejahtera, keluarga sejahtera I, keluarga sejahtera II, dan keluarga sejahtera III.
B. Saran
a. Bagi pemerintah
Sebaiknya pemerintah dapat menjalankan program pembangunan kesehatan secara tepat
dan sesuai dengan anggaran yang telah ditetapkan, tanpa adanya kecurangan yang dapat
merugikan masyarakat Indonesia. Hendaknya pemerintah lebih memberikan banyak
perhatiannya kepada kalangan muda mengenai keluarga sehat dan sejahtera. Selain
26
program pemerintah, masyarakat juga diharapkan mempunyai kesadaran besar mengenai
sebuah keluarga, dan bagaimanakah caranya mengkondisikan sebuah keluarga menjadi
keluarga sehat dan keluarga sejahtera.
27
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 2009. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan 2005 – 2025.
Jakarta: Depkes RI. http://www.depkes.go.id.
Kementrian Kesehatan RI. 2010. Rencana Strategis Kementrian Kesehatan tahun 2010 –
2014. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI. http://www.depkes.go.id.
Biro Hukum dan Organisasi Setjen Depkes RI. 2008. Standar Pelayanan Minimal Bidang
Kesehatan di Kabupaten atau Kota, Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
741/Menkes/Per/VII/2008.
Biro Hukum dan Organisasi Setjen Depkes RI. 2008. Petunjuk Teknis Standar Pelayanan
Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten atau Kota, Peraturan Menteri Kesehatan
RI Nomor 828/Menkes/SK/IX/2008.
http://perpustakaan.depkes.go.id:8180/bitstream//123456789/2098/2/
28