Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS

LEUKEMIA

Di Ruang ...

Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas Matakuliah

Askep Anak

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN TINGKAT IV

STIKES AL-Irsyad AL-Islamiyyah Cilacap

Tahun 2019
Acute Lymphoblastic Leukimia (ALL)

A. DEFINISI

Leukemia adalah keganasan organ pembuat darah, sehingga sumsum

tulang didominasi oleh limfoblas yang abnormal. Leukemia limfoblastik

akut adalah keganasan yang sering ditemukan pada masa anak-anak (25-

30% dari seluruh keganasan pada anak), anak laki lebih sering ditemukan

dari pada anak perempuan, dan terbanyak pada anak usia 3-4 tahun. Faktor

risiko terjadi leukimia adalah faktor kelainan kromosom, bahan kimia,

radiasi faktor hormonal, infeksi virus (Ribera, 2009).

ALL adalah kanker jaringan yang menghasilkan leukosit (Cecily,

2002). Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) adalah suatu keganasan pada

sel-sel prekursor limfoid, yakni sel darah yang nantinya akan berdiferensiasi

menjadi limfosit T dan limfosit B. LLA ini banyak terjadi pada anak-anak

yakni 75%, sedangkan sisanya terjadi pada orang dewasa. Lebih dari 80%

dari kasus LLA adalah terjadinya keganasan pada sel T, dan sisanya adalah

keganasan pada sel B. Insidennya 1 : 60.000 orang/tahun dan  didominasi

oleh anak-anak usia < 15 tahun, dengan insiden tertinggi pada usia 3-5 tahun

(Landier, 2001)

ALL adalah patologis dari sel pembuluh darah yang bersifat sistematik

dan biasanya berakhir fatal (Ngastiyah, 2005).

B. ETIOLOGI

1. Faktor Prediposisi

a. Genetik

1) Keturunan

a) Adanya Penyimpangan Kromosom


Insidensi leukemia meningkat pada penderita kelainan

kongenital, diantaranya pada sindroma Down, sindroma

Bloom, Fanconi’s Anemia, sindroma Wiskott-Aldrich,

sindroma Ellis van Creveld, sindroma Kleinfelter, D-

Trisomy sindrome, sindroma von Reckinghausen, dan

neurofibromatosis. Kelainan-kelainan kongenital ini

dikaitkan erat dengan adanya perubahan informasi gen,

misal pada kromosom 21 atau C-group Trisomy, atau pola

kromosom yang tidak stabil, seperti pada aneuploidy.

b) Saudara kandung

Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi

pada kembar identik dimana kasus-kasus leukemia akut

terjadi pada tahun pertama kelahiran. Hal ini berlaku juga

pada keluarga dengan insidensi leukemia yang sangat tinggi

2) Faktor Lingkungan

Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan

kerusakan kromosom dapatan, misal: radiasi, bahan kimia, dan

obat-obatan yang dihubungkan dengan insiden yang meningkat

pada leukemia akut, khususnya ALL ,

b. Virus

Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA

virus menyebabkan leukemia pada hewan termasuk primata.

Penelitian pada manusia menemukan adanya RNA dependent DNA

polimerase pada sel-sel leukemia tapi tidak ditemukan pada sel-sel

normal dan enzim ini berasal dari virus tipe C yang merupakan virus

RNA yang menyebabkan leukemia pada hewan. Salah satu virus

yang terbukti dapat menyebabkan leukemia pada manusia


adalah Human T-Cell Leukemia. Jenis leukemia yang ditimbulkan

adalah Acute T- Cell Leukemia.

c. Bahan Kimia dan Obat-obatan

1)  Bahan Kimia

Paparan kromis dari bahan kimia (misal: benzen)

dihubungkan dengan peningkatan insidensi leukemia akut, misal

pada tukang sepatu yang sering terpapar benzen. Selain benzen

beberapa bahan lain dihubungkan dengan resiko tinggi dari

AML, antara lain: produk – produk minyak, cat, ethylene oxide,

herbisida, pestisida, dan ladang elektromagnetik

2) Obat-obatan

Obat-obatan anti neoplastik (misal: alkilator dan inhibitor

topoisomere II) dapat mengakibatkan penyimpangan kromosom

yang menyebabkan AML. Kloramfenikol, fenilbutazon, dan

methoxypsoralen dilaporkan menyebabkan kegagalan sumsum

tulang yang lambat laun menjadi AML

d. Radiasi

Hubungan yang erat antara radiasi dan leukemia (ANLL)

ditemukan pada pasien-pasien anxylosing spondilitis yang mendapat

terapi radiasi, dan pada kasus lain seperti peningkatan insidensi

leukemia pada penduduk Jepang yang selamat dari ledakan bom

atom. Peningkatan resiko leukemia ditemui juga pada pasien yang

mendapat terapi radiasi misal: pembesaran thymic, para pekerja yang

terekspos radiasi dan para radiologis.

e. Leukemia Sekunder

Leukemia yang terjadi setelah perawatan atas penyakit

malignansi lain disebut Secondary Acute Leukemia

(SAL) atau treatment related leukemia. Termasuk diantaranya


penyakit Hodgin, limphoma, myeloma, dan kanker payudara. Hal ini

disebabkan karena obat-obatan yang digunakan termasuk golongan

imunosupresif selain menyebabkan dapat menyebabkan kerusakan

DNA .

f. Faktor lain

Menurut Ngastiyah (2005) penyebab ALL sampai sekarang

belum diketahui dengan jelas, diduga kemungkinan besar karena

virus (virus onkologik), faktor lain yang turut berperan adalah:

1) Faktor eksterogen seperti sinar X, sinar radioaktif, hormon, bahan

kimia (bentol, arsen, preparat sulfat), infeksi (virus, bakteri).

2) Faktor endogen seperti Ras

C. KLASIFIKASI

1. Leukemia Akut

Leukemia akut adalah keganasan primer sumsum tulang yang

berakibat terdesaknya komponen darah normal oleh komponen darah

abnormal (blastosit) yang disertai dengan penyebaran ke organ-organ

lain. Leukemia akut memiliki perjalanan klinis yang cepat, tanpa

pengobatan penderita akan meninggal rata-rata dalam 4-6 bulan.

a. Leukemia Limfositik Akut (LLA)

LLA merupakan jenis leukemia dengan karakteristik adanya

proliferasi dan akumulasi sel-sel patologis dari sistem limfopoetik

yang mengakibatkan organomegali (pembesaran alat-alat dalam) dan

kegagalan organ.

LLA lebih sering ditemukan pada anak-anak (82%) daripada

umur dewasa (18%). Insiden LLA akan mencapai puncaknya pada

umur 3-7 tahun. Tanpa pengobatan sebagian anak-anak akan hidup


2-3 bulan setelah terdiagnosis terutama diakibatkan oleh kegagalan

dari sumsum tulang. 

Klasifikasi LLA berdasarkan morfologik untuk lebih

memudahkan pemakaiannya dalam klinik, antara lain sebagai

berikut:

1) L-1 terdiri dari sel-sel limfoblas kecil serupa dengan kromatin

homogen, nucleus umumnya tidak tampak dan sitoplasma

sempit

2)  L-2 pada jenis ini sel limfoblas lebih besar tapi ukurannya

bervariasi, kromatin lebih besar dengan satu atau lebih anak inti

3) L-3 terdiri dari sel limfoblas besar, homogeny dengan kromatin

berbecak, banyak ditemukan anak inti serta sitoplasma yang

basofilik dan bervakuolisasi

b. Leukemia Mielositik Akut (LMA)

LMA merupakan leukemia yang mengenai sel stem

hematopoetik yang akan berdiferensiasi ke semua sel mieloid. LMA

merupakan leukemia nonlimfositik yang paling sering terjadi. LMA

atau Leukemia Nonlimfositik Akut (LNLA) lebih sering ditemukan

pada orang dewasa (85%) dibandingkan anak-anak (15%).

Permulaannya mendadak dan progresif dalam masa 1 sampai 3 bulan

dengan durasi gejala yang singkat. Jika tidak diobati, LNLA fatal

dalam 3 sampai 6 bulan.

2. Leukemia Kronik

Leukemia kronik merupakan suatu penyakit yang ditandai proliferasi

neoplastik dari salah satu sel yang berlangsung atau terjadi karena

keganasan hematologi.
a. Leukemia Limfositik Kronis (LLK)

LLK adalah suatu keganasan klonal limfosit B (jarang pada

limfosit T). Perjalanan penyakit ini biasanya perlahan, dengan

akumulasi progresif yang berjalan lambat dari limfosit kecil yang

berumur panjang.

LLK cenderung dikenal sebagai kelainan ringan yang

menyerang individu yang berusia 50 sampai 70 tahun dengan

perbandingan 2:1 untuk laki-laki.

b. Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik (LGK/LMK)

LGK/LMK adalah gangguan mieloproliferatif yang ditandai

dengan produksi berlebihan sel mieloid (seri granulosit) yang relatif

matang. LGK/LMK mencakup 20% leukemia dan paling sering

dijumpai pada orang dewasa usia pertengahan (40-50 tahun).

Abnormalitas genetik yang dinamakan kromosom philadelphia

ditemukan pada 90-95% penderita LGK/LMK.

Sebagian besar penderita LGK/LMK akan meninggal setelah

memasuki fase akhir yang disebut fase krisis blastik yaitu produksi

berlebihan sel muda leukosit, biasanya berupa mieloblas/promielosit,

disertai produksi neutrofil, trombosit dan sel darah merah yang amat

kurang.

  
D. PATWAYS

E. MANIFESTASI KLINIS

Leukemia limfositik akut menyerupai leukemia granulositik akut

dengan tanda dan gejala dikaitkan dengan penekanan unsur sumsum tulang

normal (kegagalan sumsum tulang) atau keterlibatan ekstramedular oleh sel

leukemia. Akumulasi sel-sel limfoblas ganas di sumsumtulang

menyebabkan berkurangnya sel-sel normal di darah perifer dengan

manifestasi utama berupa infeksi, perdarahan, dan anemia. Gejala lain yang

dapat ditemukan yaitu:

1. Anemia: mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada

2. Anoreksia, kehilangan berat badan, malaise

3. Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel

leukemia), biasanya terjadi pada anak

4. Demam, banyak berkeringat pada malam hari (hipermetabolisme)


5. Infeksi mulut, saluran napas, selulitis, atau sepsis. Penyebab tersering

adalah gramnegatif usus stafilokokus, streptokokus, serta jamur 

6. Perdarahan kulit, gusi, otak, saluran cerna, hematuria

7. Hepatomegali, splenomegali, limfadenopati

8. Massa di mediastinum (T-ALL)

9. Leukemia SSP (Leukemia cerebral); nyeri kepala, tekanan intrakranial

naik, muntah,kelumpuhan saraf otak (VI dan VII), kelainan

neurologik fokal, dan perubahan statusmental.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan diagnostik yang lazim dilakukan pada anak dengan

Leukemia Limfositik Akut adalah:

1. Pemeriksaan sumsum tulang Leukemia Limfositik Akut (BMP/Bone

Marrow Punction):

a. Ditemukan sel blast yang berlebihan

b. Peningkatan protein

2. Pemeriksaan darah tepi Leukemia Limfositik Akut

a. Pansitopenia (anemia, lekopenia, trombositopneia)

b. Peningkatan asam urat serum

c. Peningkatan tembaga (Cu) serum

d. Penurunan kadar Zink (Zn)

e. Peningkatan leukosit dapat terjadi (20.000 – 200.000/µl) tetapi

dalam bentuk sel blast/sel primitif

3. Biopsi hati, limpa, ginjal, tulang untuk mengkaji keterlibatan/infiltrasi

sel kanker ke organ tersebut

4. Fotothorax untuk mengkaji keterlibatan mediastinum

5. Sitogenik: 50-60% dari pasien ALL mempunyai kelainan berupa:


a. Kelainan jumlah kromosom, seperti diploid (2n), haploid (2n-a),

hiperploid (2n+a)

b. Bertambah atau hilangnya bagian kromosom (partial delection)

Terdapat marker kromosom, yaitu elemen yang secara morfologis

bukan komponen kromosom normal dari bentuk yang sangat

besar sampai yang sangat  kecil

G. KOMPLIKASI

Akibat proliferasi mieloid yang neoplastik, maka produksi elemen darah

yang lain tertekan karena terjadi kompetisi nutrisi untuk proses metabolisme

(terjadi granulositopenia, trombositopenia). Sel-sel leukemia juga

menginvasi tulang di sekelilingnya yang menyebabkan nyeri tulang.

Proliferasi sel leukemia dalam organ mengekibatkan pembesaran limpa atau

hepar.

1. Kegagalam sum-sum tulang merupakan hipofungsi sumsum tulang

primer sehingga terjadi penurunan semua produksi semua unsur sel

hemopietik (pansitopeni).

2. Kelelahan (fatigue). Jika leukosit yang abnormal menekan sel-sel darah

merah, maka anemia dapat terjadi. Kelelahan merupakan akibat dari

keadaan anemia tersebut.

3. Pendarahan (bleeding). Penurunan jumlah trombosit dalam darah dalam

LGK dapat mengganggu proses hemostatis.

4. Rasa sakit (pain). Rasa sakit pada LGK dapat timbul dari tulang atau

sendi. Keadaan ini dapat menyebabkan pasien mengalami epistaksis,

pendarahan dari gusi, ptechiae dan hematom.

5. Pembesaran limpa (Slenomegali) kelebihan sel-sel darah yang

diproduksi saat keadaan LGK sebagian berakumulasi di limpa. Hal ini

menyebabkan limpa bertambah besar hahkan beresiko pecah.


6. Infeksi. Leukosit yang diproduksi saat keadaan LGK adalah abnormal,

tidak menjalankan fungsi imun yang seharusnya. Hal ini menyebabkan

pasien menjadi rentan terhadap infeksi

H. PENATALAKSANAAN

1. Medis

Menurut Ngastiyah, 2005 penatalaksanaan pada pasien ALL adalah:

a. Transfusi darah, jika kadar Hb kurang dari 69%. Pada

trombositopenia yang berat dan pendarahan pasif dapat diberikan

transfusi trombosit dan bila terdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan

heparin.

b. Kortosteroid (prednison, kortison, deksametason, dan sebagainya).

Setelah dicapai remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan

akhirnya dihentikan.

c. Sitostatika, selain sitistatika yang lama (6-merkaptispurin atau 6 mp,

metotreksat atau MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan

lebih paten seperti obat lainnya. Umumnya sitostatika diberikan

dalam kombinasi bersama-sama dengan prednison. Pada pemberian

obat-obatan ini sering terdapat akibat samping berupa alopsia

(botak), stomatitis, leucopenia, infeksi sekunder atau kadidiasis. Bila

jumlah leukosit kurang dari 2000 / mm 3 pemberiannya harus hati-

hati.

d. Infeksi sekunder dihindarkan (lebih baik pasien dirawat di kamar

yang suci hama).

e. Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah

dicapai remisi dan jumlah sel leukimia cukup rendah (10 5-106),

imunoterapi mulai diberikan (mengani cara pengobatan yang terbaru

masih dalam perkembangan).


2. Keperawatan

a. Pengkajian

1) Riwayat penyakit

2) Kaji adanya tanda-tanda anemia pucat, kelemahan, sesak dan

napas cepat.

3) Kaji adanya tanda-tanda leukopenia, demam, dan infeksi.

4) Kaji adanya tanda-tanda trombositopenia, pteciae, purpura,

perdarahan membran mukosa

5) Kaji adanya tanda-tanda invasi ekstramedulla,

limfadenopati,hepatomegali, spllenomegali.

6) Kaji adanya pembesaran testis, hematuria, hipertensi, gagal ginjal,

inflamasi disekitar rektal, dan nyeri.

I. MASALAH KEPERAWATAN

Menurut Wong, D.L (2004), diagnosa pada anak dengan leukemia adalah:

1. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan

tubuh

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia

3. Resiko Injuri perdarahan yang berhubungan dengan penurunan jumlah

trombosit

4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan

pengeluaran berlebihan seperti  muntah, dan penurunan  intake

5. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang

berhubungan dengan anoreksia, malaise, mual dan muntah, efek

samping kemoterapi dan atau stomatitis

6. Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia

7. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens

kemoterapi, radioterapi, imobilitas.


J. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Identitas

1) Identitas Anak

a) Umur: ALL lebih sering terjadi pada umur kurang dari 5 tahun.

Angka kejadian tertinggi adalah pada umur 3 tahun.

b) Jenis kelamin: leukemia limpfositik akut paling sering terjadi

pada laki-laki dibandingkan perempuan.

2) Identitas Orang Tua

a) Pendidikan: Pendidikan yang rendah pada orang tua

mengakibatkan kurangnya pengetahuan terhadapa penyakit

anaknya.

b) Pekerjaan: Pekerjaan orang tua yang berhubungan dengan

bahan kimia, radiasi sinar X, sinar radioaktif, berpengaruh

kepada anaknya. Selain itu sejauh mana orang tua

mempengaruhi pengobatan penyakit anaknya.

b. Keluhan Utama

Nyeri sendi dan tulang sering terjadi, lemah, nafsu makan

menurun, demam (jika disertai infeksi) bisa juga disertai dengan sakit

kepala, purpura, penurunan berat badan dan sering ditemukan suatu

yang abnormal. Kelelahan dan petekie berhubungan dengan

trombositopenia juga merupakan gejala-gejala umum terjadi

c. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran

Saat hamil ibu sering mengkomsumsi makanan dengan bahan

pengawet dan penyedap rasa. Radiasi pada ibu selama kehamilan

dapat meningkatkan resiko Saat hamil ibu sering mengkomsumsi

makanan dengan bahan pengawet dan penyedap rasa. Radiasi pada ibu
selama kehamilan dapat meningkatkan resiko pada janinnya. Lebih

sering pada saudara sekandung, terutama pada kembar.

d. Riwayat Keluarga

Insiden ALL lebih tinggi berasal dari saudara kandung anak-anak

yang terserang terlebih pada kembar monozigot (identik).

e. Riwayat Tumbuh Kembang

Pada penderita ALL pertumbuhan dan perkembangannya

mengalami keterlambatan akibat nutrisi yang didapat kurang karena

penurunan nafsu makan, pertumbuhan fisiknya terganggu, terutama

pada berat badan anak tersebut. Anak keliatan kurus, kecil dan tidak

sesuai dengan usia anak.

f. Riwayat Perkembangan

1) Motorik Kasar

Pada anak dengan penyakit ALL pada umumnya dapat

melakukan aktivitas secara normal, tapi mereka cepat merasa

lelah saat melakukan aktivitas yang terlalu berat (membutuhkan

banyak energi).

2) Motorik Halus

Pada umumnya anak dengan ALL masih dapat melakukan

aktivitas ringan seperti halnya anak-anak normal. Karena aktivitas

ringan tidak membutuhkan energi yang banyak dan anak tidak

mudah lelah

3) Data Psikososio Spiritual

a) Psikologi

Anak belum tahu tentang penyakitnya, sehingga anak

tidak merasa memiliki penyakit.  Orang tua mengalami

kecemasan mengenai penyakit yang dialami anak, kondisinya


apakah bisa sembuh atau tidak, serta masalah financial

keluarga.

b) Sosial

Anak jarang bermain dengan teman-temannya, karena

kondisi anak lemah sehingga orangtua tidak mengizinkan

anak untuk beraktivitas yang berat. Dirumah anak bermain

dengan orang tua dan saudaranya, tetapi bermain yang ringan.

c) Spiritual

Sebelum tidur anak diingatkan oleh orang tua untuk

berdoa. Saat anak melihat orang tuanya berdoa anak

mengikuti cara orang tuanya berdoa.

g. ADL

1) Nutrisi

Anak  makan 2 kali sehari, pada ALL terjadi penurunan nafsu

makan. Anak suka makan makanan siap saji maupun  jajan diluar

rumah. Anak tidak suka makan sayur-sayuran, makan buah

kadang-kadang sehingga zat besi yang diperlukan berkurang.

Selain itu pengaruh ibu yang  suka masak menggunakan penyedap

rasa dan sering menyediakan makanan siap saji dirumah.

2) Aktivitas istirahat dan tidur

Saat beraktivitas anak cepat kelelahan.  Anak kebanyakan

istirahat dan tidur karena kelemahan yang dialaminya. Sebagaian

aktivitas biasanya dibantu oleh keluarga. Saat tidur anak ditemani

oleh ibunya. Tidur anak terganggu karena nyeri sendi yang sering

dialami oleh leukemia.

h. Eliminasi
Anak gangguan ALL pada umumnya mengalami diare, dan

penurunan haluran urin. BAB 3-5x sehari, dengan konsistensi cair.

Haluan urin sedikit yang disebabkan susahnya masukan cairan pada

anak,  warna urine kuning keruh. Saat BAK anak merasa nyeri karena

nyeri tekan diperianal.

i. Personal hygiene

Anak mandi 2x sehari, gosok gigi 2x setelah makan dan mau tidur.

Sebagaian aktivitas hygiene personal sebagaian dibantu oleh orang

tua.

j. Keadaan Umum

Pada anak –anak tampak pucat, demam, lemah, sianosis

2. Pemeriksaan  TTV

a. RR: Pada penderita PDA, manifestasi kliniknya pada umumnya anak

sesak nafas, tachypnea (Pernafasan >70x/menit)

b. Nadi: Pada penderita ALL, terdapat manifestasi klinik nadi teraba

kuat dan cepat (takikardia)

c. TD: pada penderita ALL, tekanan darahnya tinggi  disebabkan oleh

hiperviskositas darah (Aziz, 2005)

d. Suhu: Pada penderita ALL yang terjadi infeksi l suhu akan naik

(hipertermi, >37,50C) (Weni K, 2010)

3. Pemeriksaan Fisik head to toe

a. Kepala  dan Leher

1) Rongga mulut: apakah terdapat peradangan (infeksi oleh jamur

atau bakteri), perdarahan gusi, pertumbuhan gigi apakah sudah

lengkap, ada atau tidaknya karies gigi.

2) Mata: Konjungtiva (anemis atau tidak), sclera (kemerahan,

ikterik)

3) Telinga : ketulian
4) Leher: distensi vena jugularis

5) Perdarahan otak: Leukemia system saraf pusat: nyeri kepala,

muntah (gejala tekanan tinggi intrakranial), perubahan dalam

status mental, kelumpuhan saraf otak, terutama saraf VI dan VII,

kelainan neurologic fokal.

b. Pemeriksaan Dada dan Thorax

1) Inspeksi: bentuk thorax, kesimetrisan, adanya retraksi dada,

penggunaan otot bantu pernapasan

2) Palpasi denyut apex (Ictus Cordis)

3) Perkusi untuk menentukan batas jantung dan batas paru.

4) Auskultasi: suara nafas, adakah  ada suara napas tambahan:

ronchi (terjadi penumpukan secret akibat infeksi di paru), bunyi

jantung I, II, dan III jika ada

c. Pemeriksaan Abdomen

1) Inspeksi bentuk abdomen apakah terjadi pembesaran pada

kelenjar limfe, ginjal, terdapat bayangan vena, auskultasi

peristaltik usus, palpasi nyeri tekan bila ada pembesaran hepar

dan limpa

2) Perkusi adanya asites atau tidak.

d. Pemeriksaan Genetalia

e. Pemeriksaan integument

1) Perdarahan kulit (pruritus, pucat, sianosis,  ikterik, eritema,

petekie, ekimosis, ruam)

2) nodul subkutan, infiltrat, lesi yg tidak sembuh, luka bernanah,

diaforesis (gejala hipermetabolisme).

3) peningkatan suhu tubuh

4) Kuku : rapuh, bentuk sendok / kuku tabuh, sianosis perifer.

f. Pemeriksaan Ekstremitas
1) Adakah sianosis, kekuatan otot

2) Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel-

sel leukemia

K. MASALAH KEPERAWATAN

1. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia

3. Resiko terhadap cedera: perdarahan yang berhubungan dengan penurunan

jumlah trombosit

4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan

pengeluaran berlebihan seperti  muntah, dan penurunan  intake

5. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan

dengan anoreksia, malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi

dan atau stomatitis

6. Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia

7. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens

kemoterapi, radioterapi, imobilitas.

L. RENCANA TINDAKAN

1. Diagnosa 1 : Resiko infeksi b.d menurunnya sistem pertahanan

tubuh

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x

24 jam, diharapkan anak tidak mengalami gejala-gejala infeksi.

Intervensi Rasional
1. Pantau suhu, RR, nadi 1. Untuk mendeteksi kemungkinan

2. Anjurkan keluarga untuk infeksi dan menentukan intervensi

mencuci tangan sebelum selanjutnya

menyentuh pasien 2. untuk meminimalkan pajanan pada


3. Berikan periode istirahat organisme infektif

tanpa gangguan 3. menambah energi untuk

4. Melakukan kolaborasi dalam penyembuhan dan regenerasi seluler

pemberian obat sesuai 4. diberikan sebagai profilaktik atau

ketentuan mengobati infeksi khusus

2. Diagnosa 2 : Intoleransi aktivitas b.d kelemahan akibat anemia

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selam 2x 24

jam diharapkan terjadi peningkatan toleransi aktifitas pada anak.

Intervensi Rasional
1. Evaluasi laporan kelemahan, 1. Menentukan derajat dan efek

perhatikan ketidakmampuan ketidakmampuan untuk menentukan

untuk berpartisipasi dala intervensi selanjutnya

aktifitas sehari-hari 2. Menghemat energi untuk aktifitas

2. Berikan lingkungan tenang dan dan regenerasi seluler atau

perlu istirahat tanpa gangguan penyambungan jaringan

3. Kaji kemampuan untuk 3. Mengidentifikasi kebutuhan

berpartisipasi pada aktifitas individual dan membantu pemilihan

yang diinginkan atau intervensi

dibutuhkan 4. Memaksimalkan sediaan energi

4. Berikan bantuan dalam untuk tugas perawatan diri

aktifitas sehari-hari dan

ambulasi

3. Diagnosa 3 : Resiko terhadap perdarahan yang berhubungan

dengan penurunan jumlah trombosit

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24

jam klien tidak menunjukkan bukti-bukti perdarahan


Intervensi Rasional
1. Pantau tanda-tanda 1. Mengetahui tanda-tanda perdarahan

perdarahan 2. Membantu pasien mendapatkan

2. Anjurkan keluarga untuk penanganan sedini  mungkin

memberitaukan apabila ada 3. Keterlibatan keluarga dapat

tanda perdarahan membantu untuk  mencegah

3. Anjurkan keluarga untuk terjadinya perdarahan lebih lanjut

memantau pergerakan pasien 4. Penurunan trombosit merupakan

4. Kolaborasi dalam monitor tanda kebocoran pembuluh darah

trombosit

4. Diagnosa 4 : Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d

kehilangan berlebihan melalui feses dan muntah serta intake terbatas

(mual)

Tujuan : Setelah dilakukan Tindakan Keperawatan selama 3x

24 jam diharapkan pasien tidak terjadi kekurangan cairan melalui feses

dan Pasien tidak mengalami mual dan muntah

Intervensi Rasional
1. Kaji tanda-tanda dehidrasi 1. Untuk mengetahui tindakan yang

2. Berikan cairan oral dan akan dilakukan

parinteral 2. Sebagai upaya untuk mengatasi

3. Pantau intake dan output cairan yang keluar

4. Kolaborasi Pemberian obat 3. Dapat mengetahui keseimbangan

anti diare cairan

4. Menghentikan diare
5. Diagnosa 5 :Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d

anoreksia, malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau

stomatitis

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam

diharapkan pasien mendapat nutrisi yang adekuat

Intervensi Rasional
1. Dorong masukan nutrisi dengan 1. Untuk Mempertahankan asupan

jumlah sedikit tapi sering nutrisi

2. Timbang berat badan pasien 2. Karena jumlah yang kecil biasanya

3. Kolaborasi dengan tim ditoleransi dengan baik

kesehatan dalam pemberian 3. Membantu dalam mengidentifikasi

nutrisi malnutrisi protein kalori.

4. Membantu proses penyembuhan

dalam kebutuhan nutrisi

6. Diagnosa 6 : Nyeri yang b.d efek fisiologis dari leukemia

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam

diharapkan pasien tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun sampai tingkat

yang dapat diterima anak.

Intervensi Rasional
1. Mengkaji tingkat nyeri dengan 1. informasi memberikan data dasar

skala 0 sampai 5 (PQRST) untuk mengevaluasi kebutuhan atau

2. Evaluasi efektifitas penghilang keefektifan intervensi

nyeri dengan derajat kesadaran 2. untuk menentukan kebutuhan

dan sedasi perubahan dosis. Waktu pemberian

3. Lakukan teknik pengurangan atau obat

nyeri non farmakologis yang 3. sebagai analgetik tambahan dan

tepat klien merasa rileks

4. Berikan obat-obat anti nyeri 4. untuk mencegah kambuhnya nyeri


secara teratur

7. Diagnosa 7 : Kerusakan integritas kulit b.d pemberian agens kemoterapi,

radioterapi, imobilitas.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam

diharapkan pasien dapat mempertahankan integritas kulit

Intervensi Rasional
1. Berikan perawatan kulit yang 1. Karena area ini cenderung

cemat, terutama di dalam mulut mengalami ulserasi

dan daerah perianal. 2. Untuk merangsang sirkulasi dan

2. Ubah posisi dengan sering mencegah tekanan pada kulit

3. Mandikan dengan air hangat dan 3. Mempertahankan kebersihan tanpa

sabun ringan mengiritasi kulit

4. Anjurkan pasien untuk tidak 4. Membantu mencegah friksi atau

menggaruk dan menepuk kulit trauma kulit

yang kering 5. Untuk mencegah keseimbangan

5. Dorong masukan kalori protein nitrogen yang negative

yang adekuat 6. Untuk meminimalkan iritasi

6. Pilih pakaian yang longgar dan tambahan

lembut diatas area yang teradiasi

DAFTAR PUSTAKA

Alimul, Hidayat A. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1 . Salemba Medika

Jakarta

Betz, Cecily, L. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik (Mosby’s Pediatric

Nursing Reference). Edisi 3. Jakarta:EGC

Herdman, T. Hether. 2012. Dignosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-

2014. Jakarta: EGC


Landier, W. 2001. Childhood Acute Lymphoblastic Leukimia. Current Perspectives.

Oncol Nurs Forum.

Kristyanasari, Weni. 2010. Gizi Ibu Hamil. Jakarta: Nuha Medika

Ngastiyah, 2005. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta: EGC

Nuraruf, Huda Amin, dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan

Diagnosa Medis dan nanda Nic-Noc Eisi Revisi Jilid 1. Yogyakarta:

MediAction

Wong, Donna, L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik Edisi 4. Jakarta:

EGC

http://gedeagha.blogspot.co.id/2013/06/askep-leukimia-limfoblastik-akut.html

diakses pada 8 September 2019

http://lpkeperawatan.blogspot.co.id/2013/11/laporan-pendahuluan-akut-

limfoblastik.html diakses pada 08 September 2019

Anda mungkin juga menyukai