Anda di halaman 1dari 5

ANTI ANSIETAS

Ansietas merupakan kondisi jiwa di mana terjadi kecemasan, ketakutan, atau kekhawatiran.
Masalah ansietas dapat menyebabkan gangguan tidur dan fungsi lainnya. Ansietas dapat terjadi
tanpa penyebab spesifik, atau berdasarkan kepada realita tertentu namun diekspektasi secara
berlebihan sehingga menimbulkan kecemasan yang tidak semestinya. Ansietas berat dapat
berdampak serius pada kehidupan sehari-hari. Pengobatan ansietas ialah menggunakan sedatif,
atau obat-obat yang secara umum memiliki sifat yang sama dengan sedatif. Mekanisme kerja anti
ansietas adalah sindrom ansietas disebabkan hiperaktivitas dari sistem limbic yang terdiri dari
dopaminergic, nonadrenergic, seretonnergic yang dikendalikan oleh GABA ergic yang
merupakan suatu inhibitory neurotransmitter. Obat antiansietas benzodiazepine yang bereaksi
dengan reseptornya yang akan meng-inforce the inhibitory action of GABA neuron, sehingga
hiperaktivitas tersebut mereda.
Antiansietas terbagi dua kelas yaitu hipnosedatif dan sedatif otonomik. Hipnosedatif dapat
digunakan pada dosis yang lebih tinggi sebagai pil tidur dan dosis yang lebih rendah untuk
menghilangkan kecemasan. Semuanya dapat menyebabkan ketergantungan. Obat yang lebih tua,
kecuali benzodiazepin, dapat digunakan untuk bunuh diri, lebih efektif sebagai antiansietas, dan
bertahan lebih lama. Efek terapi dapat berlanjut beberapa jam setelah dosis tunggal, yang
membuat obat ini berguna mengatasi gejala akibat penghentian konsumsi alkohol. Efek samping
terutama adalah sedasi dan lebih jarang berupa malkoordinasi dan atau ataksia. Seperti
penggunaan alkohol, dapat mengganggu proses mengemudi kendaraan. Pada dosis rendah, hal
ini tentunya bukanlah masalah. Kadang, obat ini dapat menyebabkan pasien neurosis menjadi
agresif dan cepat marah. Hal ini hampir sama dengan efek penggunaan alkohol sekalipun pada
praktisnya dianggap tidak terlalu menimbulkan masalah. Sedangkan sedatif otonomik lebih
menyerupai antidepresan dan anti psikosis. Yang dapat mengurangi kecemasan jika diberikan
dengan dosis rendah. Obat ini menyebabkan sedasi yang kurang menyenangkan dan sering
menyebabkan penurunan aktivitas. Efek otonomik seperti mulut kering lebih sering muncul dan
kadang kurang efektif dibandingkan dengan benzodiazepin.
Antiansietas terbagi menjadi 2 golongan yaitu golongan benzodiazepin dan non
benzodiazepin.
1. Benzodiazepin (Klordiazepoksid, diazepam, oksazepam, lorazepam, klorazepat, prazepam,
alprazolam, halozepam).
a. Farmakodinamik
Benzodiazepin bekerja pada reseptor GABA. Terdapat dua jenis reseptor GABA,
yaitu GABA-A dan GABA-B. Reseptor GABA-A (reseptor kanal ion klorida kompleks)
terdiri atas lima subunit yaitu α1, α2, β1, β2 dan γ2. Benzodiazepin berikatan langsung pada
sisi spesifik subunit γ2 sehingga pengikatan ini menyebabkan pembukaan kanal klorida,
memungkinkan masuknya ion klorida ke dalam sel menyebabkan peningkatan potensial
elektrik sepanjang membran sel dan menyebabkan sel sukar tereksitasi.
Efek yg ditimbulkan benzodiazepin merupakan hasil kerja golongan ini pada SSP
dengan efek utama: sedasi, hipnosis, pengurangan terhadap rangsangan emosi/ansietas,
relaksasi otot dan antikonvulsan. Sedangkan efek perifernya: vasodilatasi koroner (pada
pemberian IV) dan blokade neuromuskular (pada pemberian dosis tinggi). Berbagai efek
yang menyerupai benzodiazepin, yaitu :
- Agonis penuh, yaitu senyawa yang sepenuhnya serupa efek benzodiazepin misalnya:
diazepam.
- Agonis parsial, yaitu efek senyawa yang menghasilkan efek maksimum yang kurang kuat
dibandingkan dibandingkan diazepam
- Inverse agonis, yaitu senyawa yang menghasilkan kebalikan dari efek diazepam pada saat
tidak adanya senyawa yang mirip benzodiazepin
- Antagonis, melalui persaingan ikatannya dengan reseptor benzodiazepin misalnya:
flumazenil

b. Farmakokinetik
1) Absorpsi
Benzodiazepin diabsorpsi secara sempurna kecuali klorazepat (klorazepat baru
diabsorpsi sempurna setelah didekarboksilasi dalam cairan lambung menjadi N-desmetil
diazepam (nordazepam).
2) Distribusi
Benzodiazepin dan metabolitnya terikat pada protein plasma (albumin) dengan
kekuatan berkisar dari 70% (alprazolam) hingga 99% (diazepam) bergantung dengan
sifat lipofiliknya. Kadar pada CSF sama dengan kadar obat bebas dalam plasma. Vd
(volume of distribution) benzodiazepin besar. Pada pemberian IV atau per oral, ambilan
benzodiazepin ke otak dan organ dengan perfusi tinggi lainnya sangat cepat
dibandingkan pada organ dengan perfusi rendah (seperti otot dan lemak). Benzodiazepin
dapat melewati sawar uri dan disekresi ke dalam ASI.
3) Metabolisme
Metabolisme benzodiazepin di hati melalui kelompok enzim CYP3A4 dan
CYP2C19. Yang menghambat CYP3A4 a.l. eritromisin, klaritromisin, ritonavir,
itrakonazol, ketokonazol, nefazodon dan sari buah grapefruit. Benzodiazepin tertentu
seperti oksazepam langsung dikonjugasi tanpa dimetabolisme sitokrom P. Secara garis
besar, metabolisme benzodiazepin terbagi dalam tiga tahap: desalkilasi, hidroksilasi, dan
konjugasi. Metabolisme di hati menghasilkan metabolit aktif yang memiliki waktu
paruh lebih panjang dibanding parent drug. Misalnya diazepam (t1/2 20-80 jam) setelah
dimetabolisme menjadi N-desmetil dengan waktu paruh eliminasi 200 jam. Golongan
benzodizepin menurut lama kerjanya dibagi dalam 4 golongan, yaitu :
- Senyawa yang bekerja sangat cepat
- Senyawa bekerja cepat, t1/2 kurang dari 6 jam: triazolam, zolpidem, zolpiklon.
- Senyawa yang bekerja sedang, t1/2 antara 6-24 jam: estazolam, temazepam.
- Senyawa yang bekerja dengan t1/2 lebih dari 24 jam: flurazepam, diazepam,
quazepam
4) Ekskresi
Ekskresi metabolit benzodiazepin bersifat larut air melalui ginjal
c. Efek samping
Pada dosis hipnotik kadar puncak menimbulkan efek samping antara lain kepala
ringan, malas, tidak bermotivasi, lamban, inkoordinasi motorik, ataksia, gangguan fungsi
mental dan psikomotor, gangguan koordinasi berfikir, bingung, disartria, amnesia
anterogard. Interaksi dengan etanol (alkohol) menimbulkan efek depresi yang berat.
Efek samping lain yang lebih umum: lemas, sakit kepala, pandangan kabur, vertigo,
mual/muntah, diare, nyeri epigastrik, nyeri sendi, nyeri dada dan inkontinensia. Penggunaan
kronik benzodiazepin memiliki risiko terjadinya ketergantungan dan penyalahgunaan.
Untuk menghindari efek tsb disarankan pemberian obat tidak lebih dari 3 minggu. Gejala
putus obat berupa insomnia dan ansietas. Pada penghentian penggunaan secara tiba-tiba,
dapat timbul disforia, mudah tersinggung, berkeringat, mimpi buruk, tremor, anoreksi serta
pusing kepala. Oleh karena itu penghentian penggunaan obat sebaiknya secara bertahap.
2. Non Benzodiazepin (Buspiron)
a. Farmakodinamik
Berbeda dengan benzodiazepin, buspiron tidak memperlihatkan aktivitas GABA dan
antikonvulsan. Buspiron merupakan antagonis selektif reseptor serotonin postsinaps 5-
HT1A di hipokampus; potensi antagonis dopaminergiknya rendah sehingga risiko
menimbulkan efek samping ekstra piramidal pada dosis pengobatan ansietas kecil.
Studi klinik menunjukkan buspiron merupakan antiansietas efektif yang efek
sedatifnya relatif ringan. Risiko timbulnya toleransi dan ketergantungan kecil. Obat ini tidak
efektif pada panic disorder. Efek antiansietas baru timbul pada penggunaan 10-15 hari
(bukan untuk penggunaan akut). Tidak ada toleransi silang dengan benzodiazepin sehingga
kedua obat tidak dapat saling menggantikan.
b. Farmakokinetik
Buspiron diabsorpsi secara cepat pada pemberian peroral namun mengalami
metabolisme lintas pertama secara ekstensif, yaitu melalui proses hidroksilasi dan
dealkilasi. Bioavailabilitas 5% dan ikatan protein 95%. Waktu paruh eliminasi buspiron
adalah 2-4 jam, dan disfungsi hati dapat memperlambatnya. Rifampin (penginduksi
sitokrom P450) menurunkan waktu paruh buspiron, sedangkan inhibitor CYP3A4
meningkatkan kadar plasmanya. Buspiron diekskresikan melalui urine dan feces.
c. Efek samping
Buspiron hanya menyebabkan sedikit gangguan psikomotor dibanding benzodiazepin.
Efek samping a.l. takikardi, palpitasi, nervousness, keluhan gastrointestinal, parastesia dan
miosis. Pada pasien yang menerima MAO inhibitor dapat terjadi peningkatan tekanan
darah.
Pemilihan antiansietas didasarkan pada pengalaman klinik, berat ringannya penyakit serta
tujuan khusus pengobatan. Sebaiknya dimulai dengan obat paling efektif dengan sedikit efek
samping. Dosis harus disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan diberikan sebagai regimen
terputus. Seringkali sindrom ansietas diikuti gejalan depresi, pada generalized anxiety disorder
antiansietas kerap digunakan bersama antidepresan golongan SSRI.
Sebagai antiansietas benzodiazepin dapat digunakan untuk menimbulkan sedasi,
menghilangkan cemas dan keadaan psikosomatis. Klordiazepoksid dapat diberikan secara oral
atau suntikan diulan 2-4 jam dengan dosis 25-100 mg.hari dalam 2-4 pemberian. Dosis diazepam
2-20 mg/hari; pemberian suntikan diulang 3-4 jam. Klorazepat diberikan secara oral 30 mg/hari
dalam dosis terbagi. Sedangkan buspiron dapat diberikan 15 mg/hari dibagi dalam dua kali
pemberian. Untuk meningkatkan efektivitas, penambahan dosis hingga 5 mg/hari dapat
dilakukan dengan selang interval 2-3 hari. Selain terapi antiansietas secara farmakologis, angka
kesembuhan akan lebih ditingkatkan dengan terapi kognitif perilaku dan terapi relaksasi.

Anda mungkin juga menyukai