KOORDINATOR / LNO:
Sugiarto,S.Kep.,Ns.,M.Kep
KONTRIBUTOR
1. Muhammad G A Putra S.Kep.,Ns.,M.Kep
2. Sugiarto,S.Kep.,Ns.,M.Kep
3. Mahfud,S.Kep.,MMR
4. Nanik Sri Kodrati, S.Kep., Ns., M.Kes
5. Darsih, S.Kep., Ns., M.Kep
6. Ratna Wijayatri, S.Farm., M.Sc., Apt
7. Yulinda Kurniasari, S.Gz., M.P.h
8. Eva Nurinda, S.Farm.,M.Sc., Apt
9. Winda Rofiyati S.Kep.,Ns.,M.Kep
10. dr. Deddy Nurwachid, Sp.PD (K)
11. dr. Oga Indarajaya, AAK
12. dr. Achmad Ali Machfud
13. Abdul Salam, MA
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang selalu melimpahkan rahmat dan
hidayahNya sehingga Buku Panduan Praktikum Blok Nursing 1 tahun ajaran 2018 ini
dapat terselesaikan. Semoga shalawat serta salam tetap tercurah kepada nabi
Muhammad SAW.
Buku Panduan Praktikum Blok Nursing 1 ini disusun sebagai acuan pengampu
dan mahasiswa guna memudahkan proses pembelajaran terutama materi
praktikum Blok Nursing 1.
Pada kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak
yang telah berkontribusi dalam penyusunan Buku Panduan Praktikum Blok Nursing
1 baik berupa materiil maupun immaterial. Semoga menjadi amal sholeh bagi
Bapak/Ibu semua.
Penyusun menyadari bahwa buku ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu
kami mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan
Buku Panduan Praktikum Blok Nursing 1 di masa yang akan datang.
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
A. ANATOMI KARDIOVASKULER
1. MEDIASTINUM
a. Superior: apertura thoracis-angulus sterni, tepi bawah Vertebra T4
b. Isi:
Thymus
Arcus aorta
N.phrenicus & n. Vagus
Plexus cardiacus
Trachea
N. Pharyngeus recurrens sinister
Oesophagus
Ductus thoracicus
Otot-otot paravertebral
c. Inferior: tepi bawah vertebra T4-diafragma
d. Anterior: corpus sterni & m transversus thoracis-pericardium
e. Isi:
Jaringan ikat
Lemak
Pembuluh & kelenjar limfe
Cabang pembuluh thoracica interna
2. MEDIASTINUM INFERIOR
a. Media: jantung & pembuluh besar
b. Posterior: pericardium - V T5-12
c. Isi:
Aorta pars thoracica
Ductus thoracicus
Nnll mediastinales posteriores
Vena azygos
Oesophagus
Plexus oesophagealis
Kedua truncus symphaticus thorakal
Nn.splanchnici thoracica
3. PERICARDIUM
a. Kantong fibroserosa berdinding ganda yang meliputi jantung dan
pangkal pembuluh besar jantung
4. JANTUNG
a. Dinding:
Epicardium
Myocardium
Endocardium
5. ATRIUM DEXTRA
6. PEMBULUH DARAH
a. Arteri:
Tunica intima
Tunica media
Tunica adventitia
b. Berdasarkan tebal dindingnya:
o elastika
o muscular/penyalur/distributing
• Arteriola
c. Vena
d. Kapiler
7. SISTEM LIMFATIK
• Plexus limfatikus
• Kelenjar limfe
• Kumpulan jaringan limfoid (tonsil, splen, thymus)
• Limfosit
a. Fungsi:
– Menyalurkan keluar cairan jaringan
– Menyerap & mengangkut zat lemak
– Membentuk mekanisme pertahanan tubuh
B. ANATOMI RESPIRATORI
3) Pharynx
Paranasal sinuses
Nasopharynx
Oropharynx
Laryngopharynx
Esophagus
4) Larynx
Epiglotis
Hyoid bone
Thyrohyoid membrane false vocal cords
True vocal cords
Thyroid cartilage
Ventricle
Vocalis muscle
Cricoid cartilago
5) Trachea
Trachea cartilages
Annual ligament
Trachealis muscle
Mucous membrane
Pseudostratified columnar epithelia
A. Pengertian
Merupakan prosedur memasukkan kateter intravena yang fleksibel ke
dalam vena sentral klien dalam rangka memberikan terapi melalui vena
sentral. Ujung dari kateter berada pada superior vena cafa (Rokhaeni H, 2001).
Tekanan vena central (central venous pressure) adalah tekanan darah di
atrium kanan atau vena kava. Ini memberikan informasi tentang tiga
parameter volume darah, keefektifan jantung sebagai pompa, dan tonus
vaskular. Tekanan vena central dibedakan dari tekanan vena perifer, yang
dapat merefleksikan hanya tekanan lokal.
B. Tujuan
Central Venous Pressure ( CVP ) bertujuan untuk:
1. Penanganan pasien yang mengalami gangguan keseimbangan cairan.
2. Digunakan sebagai pedoman penggantian cairan pada kasus hipovolemi.
3. Mengkaji efek pemberian obat diuretik pada kasus-kasus overload cairan
4. Mengukur kadar oksigen vena
5. Mendeteksi emboli udara dalam vena
6. Sebagai pilihan yang baik pada kasus penggantian cairan dalam volume yang
banyak.
Perhatian sebelum prosedur pemasangan CVP :
1. Jelaskan prosedur kepada klien dengan tujuan untuk mengurangi
kecemasan dan mengharapkan kerjasama dari klien.
2. Kerjasama klien diperlukan dalam rangka posisi pemasangan, yaitu posisi
trendelenberg, yang mungkin akan sangat membuat klien merasa tidak
nyaman.
3. Kateter CVP tersedia dengan lumen jenis single, double, atau triple,
tergantung dari kondisi klien.
4. Kateter CVP terbuat dari dari bahan jenis polyvinylchloride yang sangat
lembut dan fleksibel.
C. Manajemen Keperawatan pada pasien yang terpasang CVP :
1. CVP digunakan untuk mengukur tekanan pengisian jantung bagian kanan
2. Pada saat diastolic, dimana katub tricuspid membuka, darah mengalir dari
atrium kanan ke ventrikel kanan, pada saat ini CVP merefleksikan sebagai
Right Ventricular End Diastolic Pressure (RVEDP).
3. CVP normal berkisar antara 2-5 mmHg atau 3-8 cmH20
4. Bila hasil pengukuran CVP dibawah normal, biasanya terjadi pada kasus
hipovolemi, menandakan tidak adekuatnya volume darah di ventrikel pada
saat akhir diastolic untuk menghasilkan stroke volume yang adekuat. Untuk
mengkompensasinya guna meningkatkan cardiac output, maka jantung
nmeningkatkan heart ratenya, meyebabkan tavhycardi, dan akhirnya juga
akan meningkatkan konsumsi 02 miokard.
5. Bila hasil pengukuran CVP diatas normal, biasanya terjadi pada kasus
overload, untuk mengkompensasinya jantung harus lebih kuat berkontraksi
yang juga akan meningkatkan konsumsi O2 miokard.
6. Standar pengukuran CVP bisa menggunakan ukuran mmHg atau cmH2O,
dimana 1 mmHg = 1,36 cmH2O.
D. Lokasi Pemantauan
1. Vena Jugularis interna kanan atau kiri (lebih umum pada kanan)
2. Vena subklavia kanan atau kiri, tetapi duktus toraks rendah pada kanan
3. Vena brakialis, yang mungkin tertekuk dan berkembang menjadi phlebitis.
4. Lumen proksimalkateter arteri pulmonalis, di atrium kanan atau tepat di
atas vena kava superior
E. Indikasi Pemasangan
1. Pasien dengan trauma berat disertai dengan perdarahan yang banyak yang
dapat menimbulkan syok.
2. Pasien dengan tindakan pembedahan yang besar seperti open heart,
trepanasi.
3. Pasien dengan kelainan ginjal (ARF, oliguria).
4. Pasien dengan gagal jantung.
5. Pasien terpasang nutrisi parenteral (dextrosa 20% aminofusin).
6. Pasien yang diberikan tranfusi darah dalam jumlah yang besar (transfusi
masif).
F. Komplikasi
Adapun komplikasi dari pemasangan kanulasi CVP antara lain :
1. Perdarahan
2. Tromboplebitis (emboli thrombus,emboli udara, sepsis)
3. Pneumothorak, hematothorak, hidrothorak
4. Pericardial effusion
5. Aritmia
6. Infeksi
7. Perubahan posisi jalur.
A. PENDAHULUAN
Vena yang paling mudah dijangkau adalah vena jugularis interna dan
eksterna di leher. Kedua vena mengalir secara bilateral dari kepala dan leher
ke dalam vena kava superior. Vena jugularis eksterna terdapar di permukaan
dan dapat dilihat tepat di atas klavikula. Vena jugularis interna terletak lebih
dalam, sepanjang arteri carotid (Waskito, 2008).
Pemeriksaan yang baik adalah memeriksa jugularis interna kanan
karena mengikuti jalur anatomic yang lebih langsung ke atrium kanan jantung.
Koluma darah jugularis interna bertindak sebagai manometer, mencerminkan
tekanan di atrium kanan. Semakin tinggi kolumna semakin besar tekanan vena.
Tekanan vena yang meningkat mencerminkan gagal jantung kanan.
Normalnya saat klien berbaring pada posisi telentang, vena jugularis
eksterna terdistensi sehingga menjadi mudah dilihat. Sebaliknya, vena
jugularis biasanya tenggelam saat klien berada pada posisi duduk. Tetapi klien
dengan penyakit jantung dapat mengalami distensi vena jugularis saat duduk.
Vena jugularis diinspeksi untuk mengukur tekanan vena, yang
dipengaruhi oleh volume darah, kapasitas atrium kanan untuk menerima darah
dan mengirimkannya ke ventrikel kanan, dan kemampuan ventrikel kanan
untuk berkontraksi dan mendorong darah ke arteri pulmoner.
Faktor yang menyebabkan volume darah lebih besar di dalam system
vena menyebabkan peningkatan tekanan vena. Perawat mengkaji tekanan vena
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Minta klien berbaring telentang dengan kepala ditinggikan 30-45 derajat
(posisi semi Fowler)
2. Pastikan bahwa leher dan toraks atas sudah terbuka. Gunakan bantal untuk
meluruskan kepala. Hindari hiperekstensi atau fleksi leher untuk
memastikan bahwa vena tidak teregang atau keriting.
3. Biasanya pulsasi tidak terlihat jika klien duduk. Pada saat klien kembali ke
posisi telentang dengan perlahan, tinggi pulsasi vena mulai meningkat di
atas manubrium, yaitu 1 atau 2 cm di saat klien mencapai 45 derajat.
Mengukur tekanan vena dengan mengukur jarak vertical antara sudut louis
dan tingkat tertinggi titik pulsasi vena interna yang dapat dilihat.
4. Gunakan dua penggaris. Buat garis dari tepi bawah penggaris biasa dengan
ujung area pulsasi di vena jugularis. Kemudian ambil penggaris sentimeter
dan buat tegak lurus dengan penggaris pertama setinggi sudut sternum. Ukur
dalam sentimeter jarak antara penggaris kedua dan sudut sternal.
5. Ulangi pengukuran yang sama di sisi yang lain. Tekanan bilateral lebih dari
2,5 cm dianggap meningkat dan merupakan tanda gagal jantung kanan.
Peningkatan tekanan di satu sisi dapat disebabkan oleh obstruksi.
N
Aspek yang Dinilai
o
A. Tahap Pra Interaksi
1. Cek catatan Perawatan klien dan validasi
kebutuhan perawatan selang dada
2. Cuci tangan
3. Siapkan alat-alat yang diperlukan
a. Penggaris 2 buah
b. Bantal
c. Sarung tangan
B. Tahap Orientasi
1. Berikan salam, panggil klien dengan nama yang disukainya.
2. Jelaskan prosedur dan tujuan dan lamanya tindakan yang akan
dilakukan
C. Tahap Kerja
1. Beri kesempatan pada klien untuk bertanya
2. Menanyakan keluhan utama klien
3. Jaga privasi klien
4. Menggunakan sarung tangan
5. Memulai tindakan dengan cara yang baik
6. Pemeriksa berada disisi kanan klien
7. Membuka baju klien bagian atas
8. Memposisikan klien 30-45 derajat (sokong dengan bantal) dan
pastikan kepala tidak hiperekstensi atau fleksi
9. Menginspeksi pulsasi vena jugularis
10. Tentukan titik teratas dimana pulsasi vena jugularis interna
tampak, kemudian dengan pengaris ukurlah jarak vertical antara titik
ini dengan angulus sternalis
11. Apabila anda tidak dapat menemukan pulsasi vena jugularis
interna, anda dapat mencari pulsasi vena jugularis eksterna
12. Ulangi pengukuran yang sama di sisi yang lain
13. Merapikan klien dan lingkungannya
14. Merapikan kembali alat-alat dan membuang sampah
15. Melepas sarung tangan
16. Mencuci tangan
D. Tahap Terminasi
1. Evaluasi kegiatan
2. Beri reinforcement positif
3. Kontrak pertemuan selanjutnya
4. Mengakhiri pertemuan dengan baik
5. Cuci tangan
E. Dokumentasi
Dokumentasikan tindakan yang sudah dilakukan beserta respon klien
TOTAL NILAI
1. Pengertian
Dalam kegiatan pengumpulan sampel darah dikenal istilah phlebotomy yang
berarti proses mengeluarkan darah. Dalam praktek laboratorium klinik, ada 3
macam cara memperoleh darah, yaitu : melalui tusukan vena (venipuncture),
tusukan kulit (skinpuncture) dan tusukan arteri atau nadi. Venipuncture adalah
cara yang paling umum dilakukan, oleh karena itu istilah phlebotomy sering
dikaitkan dengan venipuncture.
b) Tujuan
1) Untuk mendapatkan sampel darah vena yang baik dan memenuhi syarat
untuk dilakukan pemeriksaan.
2) Untuk menurunkan resiko kontaminasi dengan darah (infeksi, needle
stick injury) akibat vena punctie bagi petugas maupun penderita.
3) Untuk petunjuk bagi setiap petugas yang melakukan pengambilan darah
(phlebotomy)
Persiapan alat :
- Sarung tangan
- Spuite atau jaurm suntik 3 ml atau 5ml
- Torniquet
- Kapas alcohol
- Plesterin
- Antikoagulan/EDTA
- Vacuum tube
- Bak injeksi
I. Tahap Pre interaksi
1. Lakukan verifikasi order yang ada untuk pemeriksaan
2. Cuci tangan
3. Siapkan alat
II. Tahap Orientasi
1. Memberi salam, cek identitas klien
2. Memperkenalkan nama perawat
3. Jelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada klien atau keluarga
4. Kontrak waktu
III Tahap kerja
1. Memberi kesempatan pada klien untuk bertanya
2. Menanyakan keluhan utama klien saat ini
3. Memulai kegiatan sesuai dengan prosedur
4. Melakukan kegiatan sesuai dengan rencana
5. Jaga privasi klien
Pelaksanaan :
1. Minta pasien meluruskan lenganya, pilih tangan yng banyak melakukan
aktivitas.
2. Minta pasien untuk mengepalkan tangannya.
3. Pasangkan torniqket kira-kira 10 cm diatas lipatan siku.
4. Pilih bagian vena medianacubiti atau cephalica. Lakukan perabaan
(palpasi) untuk memastikan posisi vena. Vena teraba seperti sebuah
pipa kecil, elastic dan memiliki dinding tebal.
5. Jika vena tidak teraba, lakukan pengurutan dari arah pergelangan ke
siku, atau kompres hangat selama 5 menit pada daerah lengan.
6. Bersihkan kulit pada bagian yang akan diambil dengan kapas alkohol
70% dan biarkan kering, dengan catatan kulit yang sudah dibersihkan
jang dipegang lagi.
7. Tusuk bagian vena dengan posisi lubang jarum menghadap ke atas. Jika
jarum telah masuk ke dalam vena, akan terlihat darah masuk kedalam
semprit (flash). Usahakan sekali tusuk vena, lalu torniquet dilepas.
8. Setelah volume darah dianggap cukup, minta pasien membuka kepalan
tangannya.
9. Letakan kapas di tempat suntikan lalu segera lepaskan / tarik jarum.
Tekan kapas beberapa saat lalu plester selama ± 15 menit..
IV. Tahap Terminasi
1. Menanyakan pada klien mengenai perasaan setelah dilakukan tindakan
2. Menyimpulkan hasil pengukuran yang dilakukan
3. Berikan reinforcement sesuai dengan kemampuan klien
4. mengakhiri kegiatan,memberi salam pamitan dengan klien
V. Dokumentasi
Catat seluruh hasil kegiatan dalam catatan keperawatan
Paru-paru merupakan organ tubuh yang sangat penting yang dilindungi oleh
tulang-tulang kosta dari berbagai ancaman yang dapat mengganggu fungsi maupun
struktur organ. Berbagai kondisi dengan atau tanpa trauma dapat mengakibatkan
cedera maupun gangguan fungsi paru-paru. Paru-paru yang mengalami cedera pada
rongga pleura baik yang disebabkan karena trauma spontan maupun akibat/efek
tindakan pembedahan dapat mengakibatkan menurunnya fungsi sistem pernafasan
baik berupa ekspansi dada yang tidak optimal maupun terjadinya kolaps paru.
Pemasangan selang dada merupakan salah satu upaya yang biasa dilakukan untuk
mengoptimalkan fungsi paru-paru baik pada klien dengan gangguan pada rongga
pleura maupun pada klien dengan paska pembedahan thorax.
Ketiga sistem tersebut dapat digunakan dengan atau tanpa continous suction
Kkomplikasi pemasangan WSD:
1. Perdarahan pleura
2. Hematoma paru-paru dan dinding dada
3. Tension pneumothorax
4. Kegagalan pengembangan paru
5. Infeksi
Hal yang harus diperhatikan dalam pemasangan WSD:
1. Fungsi alat WSD
2. Adanya tanda undulasi pada saat respirasi
3. Posisi selang dada bebas dari lipatan dan terpelintir
4. Kondisi konektor/ sambungan selang
5. Daerah insersi selang
6. Kondisi pernapasan klien
7. Fiksasi insersi selang ke tubuh klien
8. Jumlah dan warna cairan drainage.
SOP PERAWATAN SELANG DADA
TRAKEOSTOMI CARE
A. PENGERTIAN
Definisi trakeostomi perlu dibedakan dengan trakeotomi. Trakeostomi
merupakan tindakan membuat stoma (lubang) pada trakea. Sedangkan
trakeotomi melakukan insisi pada trakea. Trakeostomi dilakukan untuk
membebaskan obstruksi jalan napas bagian atas, melindungi trakea serta
cabang-cabangnya terhadap aspirai dan tertimbunnya sekresi bronkus, serta
pengobatan terhadap penyakit (keadaan) yang menyebabkan insufisiensi
respirasi seperti obstruksi sleep apnea, PPOK dengan retensi sekret. Indikasi
lainnya merupakan fasilitasi proses weaning.
Biasanya stoma pada trakea dilakukan pada cincin trakea ke 2, 3, dan 4.
Stoma tidak dilakukan pada cincin trakea 1 untuk mencengah perikondritis
tulang rawan krokoid, dan tidak boleh membuat stoma di bawah cincin ke 4
karena banyak terdapat pembuluh-pembuluh darah besar.
B. JENIS-JENIS TRAKEOSTOMI
Jenis trakeostomi antara lain :
1. Trakeostomi trakeostomi tinggi bila stoma lebih tinggi dari ismus tiroid
2. Trakeostomi menengah bila stoma setinggi ismus tiroid
3. Trakeostomi rendah bila lebih rendah dari ismus tiroid
Perawatan pasca trakeostomi besar pengaruhnya terhadap sukses
tidaknya tindakan dan tujuan akhir trakeostomi. Perawatan yang baik pasca
trakeostomi meliputi tindakan penghisapan lendir, pemeriksaan periodik kanul
dalam, humidifikasi buatan, perawatan luka operasi di stoma, pencegahan
infeksi sekunder dan kalau menggunakan kanul dengan cuff (baton) yang high
volume low pressure cuff, dengan tekanan balon sekitar 14-20 mmHg.
Perubahan-perubahan fisiologi akibat trakeostomi antara lain:
1. Penderita tidak bisa berbicara
2. Reflek batuk menurun
3. Proses pemanasan dan pelembaban udara inspirasi tidak ada
Perubahan ini menyebabkan gagalnya silia pada mukosa bronkus
mengeluarkan partikel-partikel tertentu dari paru. Trakeostomi juga dapat
menyebabkan gangguan pergerakan glotis pada waktu menelan, sehingga
penderita sering tersedak karena aspirasi ludah kedalam laring dan trakea.
Trakeostomi yang menggunakan kanul dengan balon (cuff), tekanan balon pada
dinding lateral trakea dapat menyebabkan hipoksia epitel mukosa trakea.
Adanya kanul dalam trakea yang merupakan benda asing bagi tubuh akan
merangsang pengeluaran sekret yang berlebihan sehingga tindakan penghisapan
menjadi sangat penting dalam perawatan pasca trakeostomi.
Tata cara penghisapan antara lain:
1. Beberapa jam pertama pasca trakeostomi tindakan penghisapan sekret
dilakukan setiap 15 menit, selanjutnya tergantung pada banyaknya sekret
dan kondisi penderita.
2. Penghisapan sekret dilakukan dengan kateter penghisap yang steril dan
disposibel.
3. Pada waktu kateter penghisap dimasukkan kedalam trakea, tidak boleh
dalam keadaan negatif
4. Lama penghisapan kurang lebih 8-10 detik
5. Antara penghisapan dengan penghisapan selanjutnya berikutnya diberi
selang waktu beberapa saat agar udara paru tidak banyak terhisap, dengan
demikian residual volume tidak banyak berkurang.
6. Setelah ujung kateter penghisap sampai bronkus (kurang dari 15-20 cm)
dilakukan penghisapan perlahan-lahan sambil memutar kateter penghisap.
7. Kateter penghisap yang digunakan memiliki diameter sepertiga diameter
tube, dengan ujung kanul tumpul dan lunak.
8. Sebelum melakukan penghispaan sebaiknya penderita diberi oksigen selama
2-3 menit.
9. Bila terdapat sekret kental dapat diberi larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%)
beberapa tetes sebelum dilakukan penghisapan.
Dengan adanya trakeostomi fungsi humidifikasi yang sebelumnya
dilakukan oleh saluran napas bagia atas menghilang. Untuk itu perlu dilakukan
humidifikasi buatan sebagai pengganti mekanisme tersebut. Cara-cara
humidifikasi udara inspirasi antara lain:
1. Condensor humifier. Alat ini dipasang pada kanul trakea. Pada waktu
ekspirasi uap air mengembun pada lempeng-lempeng kondensor. Alat ini
harus diganti tiap 3 jam
2. Dengan melewatkan udara inspirasi pada reservoir yang kelembabannya
diatur dengan termostat. Alat ini relatif lebih efisien
3. Secara sederhana dapat dilakukan dengan menempatkan kasa yang telah
dibasahi dengan air steril di depan lubang kanul.
A. INSPEKSI
1. Perhatikan bentuk dada (iga, sternum, dan kolumna vertebralis)
2. Cari adanya deviasi
3. Perhatikan ruang intercosta, mencembung, mencekung, atau adanya
retraksi dinding dada saat klien melakukan inspirasi
4. Cari adanya pulsasi iktus cordis
5. Cari adanya bendungan venosa
6. Perhatikan clavikula
7. Fosa supra dan infra klavikular
8. Lokasi iga ke-2 pada kedua sisi
9. Catat adanya kelainan jumlah dan bentuk iga
10.Ujung bawah skapula terletak setinggi VT 8
11.Perhatikan letak dan bentuk skapula
12.Perhatikan bentuk kolumna vertebralis (catat adanya kifosis, skoliosis,
lordosis)
A. Barrel Chest
Funnel Chest
Pigeon Chest
Kyphoscoliosis
B. PALPASI
1. Letakkan kedua telapak tangan di sisi depan dada
2. Klien diminta inspirasi
3. Rasakan gerakan dada, bedakan antara dada kanan dan kiri
4. Pemeriksa juga memeriksa hal yang sama pada dada belakang
5. Sembari pemeriksa meletakkan kedua telapak tangannya di dada belang,
klien diminta menyebut angka 88 untuk merasakan vokal vremitus
6. Ukur lingkar dada saat inspirasi kuat dan ekspirasi kuat
7. Pakai keempat jari tangan kanan dalam palpasi di ruang intercostal 4 dan
5, dengan ibu jari pada linea medio klavikularis kiri, rasakan pulsasi yang
ada (iktus kordis)
8. Apabila ada kelainan pembesaran jantung, maka iktus kordis akan bergeser
sesuai kelainannya
9. Catat adanya fibrilasi (thrills) pada daerah atas
C. AUSKULTASI
Auskultasi paru
1. Klien diminta menarik nafas pelan-pelan dengan mulut terbuka
2. Lakukan auskultasi secara sistemik
3. Dengarkan setiap kali secara lengkp satu periode inspirasi dan ekspirasi
4. Bandingkan kanan dan kiri
5. Mulai daerah depan di atas klavikula
6. Setelah mendengarkan daerah ini, teruskanlah untuk auskultasi di bagian
belakang dada, mulai dari atas, ke bawah sesuai gambar
7. Perhatikan apabila ada tambahan suara
8. Tentukan secara pasti lokas perubahan suaranya
9. Catat suara yang didapatkan
Depan Belakang
Auskultasi jantung
1. Klien diminta untuk berbaring dengan sudut 30°
2. Klien diminta untuk bernafas secara rileks
3. Pusatkan perhatian pertama pada suara dasar jantung, kemudian perhatikan
adanya suara tambahan
4. Mulai auskultasi dari berbagai tempat
5. Di bagian apek dengan corong stetoskop
6. Di ruang interkostal ke 2 kiri kea rah sternum
7. Diruang interkostal 4 dan 5 ke arah sternum
8. Bedakan antara sistol dan diastole
D. PERKUSI
Perkusi dada dilakukan untuk mengetahui batas-batas, ukuran, posisi dan
kualitas organ. Kita dapat mengetahui apakah organ kita terisi oleh udara,
cairan, atau masa padat. Tetapi, perkusi hanya dapat mengetahui organ
dengan kedalaman 5-7 cm, sehingga tidak dapat mengetahui adanya luka yang
dalam.
Prinsip perkusi:
1. Jari tangan kiri dihiperekstensikan
2. Tekan sendi interfalang dengan kuat saat perkusi
3. Hindarkan kontak dengan tangan yang lain saat perkusi supaya tidak
mengganggu suara yang dihasilkan.
4. Dengan kuat, tajam, pergelangan tangan yang santai, ketuklah ujung jari
tengah kiri dengan ujung jari tengah kanan.
5. Segera angkat tangan setelah melakukan perkusi, supaya tidak mengganggu
getaran yang telah diciptakan.