Anda di halaman 1dari 38

BUKU PANDUAN PRAKTIKUM BLOK NURSING 1

(CARDIOVASKULER AND RISPIRATORY SYSTEM)

KOORDINATOR / LNO:
Sugiarto,S.Kep.,Ns.,M.Kep

KONTRIBUTOR
1. Muhammad G A Putra S.Kep.,Ns.,M.Kep
2. Sugiarto,S.Kep.,Ns.,M.Kep
3. Mahfud,S.Kep.,MMR
4. Nanik Sri Kodrati, S.Kep., Ns., M.Kes
5. Darsih, S.Kep., Ns., M.Kep
6. Ratna Wijayatri, S.Farm., M.Sc., Apt
7. Yulinda Kurniasari, S.Gz., M.P.h
8. Eva Nurinda, S.Farm.,M.Sc., Apt
9. Winda Rofiyati S.Kep.,Ns.,M.Kep
10. dr. Deddy Nurwachid, Sp.PD (K)
11. dr. Oga Indarajaya, AAK
12. dr. Achmad Ali Machfud
13. Abdul Salam, MA

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS ALMA ATA
YOGYAKARTA
2020
LEMBAR PENGESAHAN

Buku Panduan Praktikum BLOK NURSING 1

disahkan di Yogyakarta pada tanggal Februari 2020

Ketua Prodi Ners Koordinator / LNO

Sofyan Indrayana, S.Kep., Ns., Ms Muhammad G A Putra, S.Kep., Ns., M.Kep


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wa Barakatuh

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang selalu melimpahkan rahmat dan
hidayahNya sehingga Buku Panduan Praktikum Blok Nursing 1 tahun ajaran 2018 ini
dapat terselesaikan. Semoga shalawat serta salam tetap tercurah kepada nabi
Muhammad SAW.

Buku Panduan Praktikum Blok Nursing 1 ini disusun sebagai acuan pengampu
dan mahasiswa guna memudahkan proses pembelajaran terutama materi
praktikum Blok Nursing 1.

Pada kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak
yang telah berkontribusi dalam penyusunan Buku Panduan Praktikum Blok Nursing
1 baik berupa materiil maupun immaterial. Semoga menjadi amal sholeh bagi
Bapak/Ibu semua.

Penyusun menyadari bahwa buku ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu
kami mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan
Buku Panduan Praktikum Blok Nursing 1 di masa yang akan datang.

Wassalamu’alaikum Warohmatullohi Wa Barakatuh

Yogyakarta, Februari 2020

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I

TINJAUAN TEORI DAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDURE (SOP)

ANATOMI SYSTEM KARDIOVASKULER DAN RESPIRATORI

A. ANATOMI KARDIOVASKULER

1. MEDIASTINUM
a. Superior: apertura thoracis-angulus sterni, tepi bawah Vertebra T4
b. Isi:
 Thymus
 Arcus aorta
 N.phrenicus & n. Vagus
 Plexus cardiacus
 Trachea
 N. Pharyngeus recurrens sinister
 Oesophagus
 Ductus thoracicus
 Otot-otot paravertebral
c. Inferior: tepi bawah vertebra T4-diafragma
d. Anterior: corpus sterni & m transversus thoracis-pericardium
e. Isi:
 Jaringan ikat
 Lemak
 Pembuluh & kelenjar limfe
 Cabang pembuluh thoracica interna

2. MEDIASTINUM INFERIOR
a. Media: jantung & pembuluh besar
b. Posterior: pericardium - V T5-12
c. Isi:
 Aorta pars thoracica
 Ductus thoracicus
 Nnll mediastinales posteriores
 Vena azygos
 Oesophagus
 Plexus oesophagealis
 Kedua truncus symphaticus thorakal
 Nn.splanchnici thoracica

3. PERICARDIUM
a. Kantong fibroserosa berdinding ganda yang meliputi jantung dan
pangkal pembuluh besar jantung
4. JANTUNG
a. Dinding:
 Epicardium
 Myocardium
 Endocardium

5. ATRIUM DEXTRA

a. Menerima darah dari:


 V. Cava Superior
 V. Cava Inferior
 Sinus Coronariu Auricula Dextra
 Sinus Coronarius : terletak pada bag. Dorsal
 Sulcus coronarius
 Crista terminalis
 Mm. Pectinati
 Septum Interatriale memisahkan kedua atrium →fossa ovalis/sisa
foramen ovale

6. PEMBULUH DARAH
a. Arteri:
 Tunica intima
 Tunica media
 Tunica adventitia
b. Berdasarkan tebal dindingnya:
o elastika
o muscular/penyalur/distributing
• Arteriola
c. Vena
d. Kapiler
7. SISTEM LIMFATIK

• Plexus limfatikus
• Kelenjar limfe
• Kumpulan jaringan limfoid (tonsil, splen, thymus)
• Limfosit
a. Fungsi:
– Menyalurkan keluar cairan jaringan
– Menyerap & mengangkut zat lemak
– Membentuk mekanisme pertahanan tubuh

B. ANATOMI RESPIRATORI

1. STRUCTURES OF RESPIRATORY SYSTEM


a. Upper respiratory tract : nose, mouth, pharynx, epiglottis, larynx and
trachea
1) Nose :
 Anterior naris
 Vestibule
 Turbinate: superior turbinate, middle turbinate, inferior
turbinate
 Frontal sinus
 Cribriform plate of ethmoid bone
 Sphenoid sinus
 Sella turcica
 Choana
 Pharyngeal tonsil
 Opening of auditory (eustachian) tube
2) Mouth
 Teeth
 Soft palate
 Hard palate
 Tonsil
 Tongue
 Lip
 Gums
 Uvula

3) Pharynx
 Paranasal sinuses
 Nasopharynx
 Oropharynx
 Laryngopharynx
 Esophagus

4) Larynx
 Epiglotis
 Hyoid bone
 Thyrohyoid membrane false vocal cords
 True vocal cords
 Thyroid cartilage
 Ventricle
 Vocalis muscle
 Cricoid cartilago
5) Trachea
 Trachea cartilages
 Annual ligament
 Trachealis muscle
 Mucous membrane
 Pseudostratified columnar epithelia

b. Lower respiratory tract : bronchial tree and lungs


1) Bronchial
 Left primary bronchus
 Right primary bronchus
 Secondary bronchi
 Bronchioles
 Alveoli
2) Lungs
 Right lobes
 Left lobes
 Pleura
 Pleural fluid
 Diaphragm
CENTRAL VENOUS PRESSURE

A. Pengertian
Merupakan prosedur memasukkan kateter intravena yang fleksibel ke
dalam vena sentral klien dalam rangka memberikan terapi melalui vena
sentral. Ujung dari kateter berada pada superior vena cafa (Rokhaeni H, 2001).
Tekanan vena central (central venous pressure) adalah tekanan darah di
atrium kanan atau vena kava. Ini memberikan informasi tentang tiga
parameter volume darah, keefektifan jantung sebagai pompa, dan tonus
vaskular. Tekanan vena central dibedakan dari tekanan vena perifer, yang
dapat merefleksikan hanya tekanan lokal.

B. Tujuan
Central Venous Pressure ( CVP ) bertujuan untuk:
1. Penanganan pasien yang mengalami gangguan keseimbangan cairan.
2. Digunakan sebagai pedoman penggantian cairan pada kasus hipovolemi.
3. Mengkaji efek pemberian obat diuretik pada kasus-kasus overload cairan
4. Mengukur kadar oksigen vena
5. Mendeteksi emboli udara dalam vena
6. Sebagai pilihan yang baik pada kasus penggantian cairan dalam volume yang
banyak.
Perhatian sebelum prosedur pemasangan CVP :
1. Jelaskan prosedur kepada klien dengan tujuan untuk mengurangi
kecemasan dan mengharapkan kerjasama dari klien.
2. Kerjasama klien diperlukan dalam rangka posisi pemasangan, yaitu posisi
trendelenberg, yang mungkin akan sangat membuat klien merasa tidak
nyaman.
3. Kateter CVP tersedia dengan lumen jenis single, double, atau triple,
tergantung dari kondisi klien.
4. Kateter CVP terbuat dari dari bahan jenis polyvinylchloride yang sangat
lembut dan fleksibel.
C. Manajemen Keperawatan pada pasien yang terpasang CVP :
1. CVP digunakan untuk mengukur tekanan pengisian jantung bagian kanan
2. Pada saat diastolic, dimana katub tricuspid membuka, darah mengalir dari
atrium kanan ke ventrikel kanan, pada saat ini CVP merefleksikan sebagai
Right Ventricular End Diastolic Pressure (RVEDP).
3. CVP normal berkisar antara 2-5 mmHg atau 3-8 cmH20
4. Bila hasil pengukuran CVP dibawah normal, biasanya terjadi pada kasus
hipovolemi, menandakan tidak adekuatnya volume darah di ventrikel pada
saat akhir diastolic untuk menghasilkan stroke volume yang adekuat. Untuk
mengkompensasinya guna meningkatkan cardiac output, maka jantung
nmeningkatkan heart ratenya, meyebabkan tavhycardi, dan akhirnya juga
akan meningkatkan konsumsi 02 miokard.
5. Bila hasil pengukuran CVP diatas normal, biasanya terjadi pada kasus
overload, untuk mengkompensasinya jantung harus lebih kuat berkontraksi
yang juga akan meningkatkan konsumsi O2 miokard.
6. Standar pengukuran CVP bisa menggunakan ukuran mmHg atau cmH2O,
dimana 1 mmHg = 1,36 cmH2O.

D. Lokasi Pemantauan
1. Vena Jugularis interna kanan atau kiri (lebih umum pada kanan)
2. Vena subklavia kanan atau kiri, tetapi duktus toraks rendah pada kanan
3. Vena brakialis, yang mungkin tertekuk dan berkembang menjadi phlebitis.
4. Lumen proksimalkateter arteri pulmonalis, di atrium kanan atau tepat di
atas vena kava superior

E. Indikasi Pemasangan
1. Pasien dengan trauma berat disertai dengan perdarahan yang banyak yang
dapat menimbulkan syok.
2. Pasien dengan tindakan pembedahan yang besar seperti open heart,
trepanasi.
3. Pasien dengan kelainan ginjal (ARF, oliguria).
4. Pasien dengan gagal jantung.
5. Pasien terpasang nutrisi parenteral (dextrosa 20% aminofusin).
6. Pasien yang diberikan tranfusi darah dalam jumlah yang besar (transfusi
masif).

F. Komplikasi
Adapun komplikasi dari pemasangan kanulasi CVP antara lain :
1. Perdarahan
2. Tromboplebitis (emboli thrombus,emboli udara, sepsis)
3. Pneumothorak, hematothorak, hidrothorak
4. Pericardial effusion
5. Aritmia
6. Infeksi
7. Perubahan posisi jalur.

SOP CENTRAL VENOUS PRESSURE


N
Aspek yang Dinilai
o
A Tahap Pra Interaksi
1. Cek catatan medis dan catatan keperawatan klien
2. Cuci tangan
3. Siapkan alat-alat yang diperlukan
a. NaCl 0,9 %
b. Mika/penggaris
c. Water pass
B Tahap Orientasi
1. Berikan salam, panggil klien dengan nama yang
disukainya.
2. Jelaskan prosedur dan tujuan dan lamanya tindakan
yang akan dilakukan
C Tahap Kerja
1. Beri kesempatan pada klien untuk bertanya
2. Jaga privasi klien
3. Atur posisi klien (supine)posisi supine dapat
mempermudah dalam menentukan titik nol
4. Mencari titik nol (zero point)
5. Alirkan NaCl 0,9% ke selang (mika), tutup aliran yang
menuju ke klien
6. Buka aliran yang menuju ke klien dan alirkan selang dari
mika ke pklien sampai terjadi undulasi
7. Kurang nilai (undulasi) dengan titik nol
D Tahap Terminasi
1. Evaluasi kegiatan
2. Beri reinforcement positif pada klien
3. Kontrak pertemuan selanjutnya
4. Mengakhiri pertemuan dengan baik
2. Cuci tangan
E Dokumentasi
Dokumentasikan tindakan yang sudah dilakukan dan laporkan penemuan
yang abnormal
TOTAL NILAI

JUGULARIS VENOUS PRESSURE

A. PENDAHULUAN
Vena yang paling mudah dijangkau adalah vena jugularis interna dan
eksterna di leher. Kedua vena mengalir secara bilateral dari kepala dan leher
ke dalam vena kava superior. Vena jugularis eksterna terdapar di permukaan
dan dapat dilihat tepat di atas klavikula. Vena jugularis interna terletak lebih
dalam, sepanjang arteri carotid (Waskito, 2008).
Pemeriksaan yang baik adalah memeriksa jugularis interna kanan
karena mengikuti jalur anatomic yang lebih langsung ke atrium kanan jantung.
Koluma darah jugularis interna bertindak sebagai manometer, mencerminkan
tekanan di atrium kanan. Semakin tinggi kolumna semakin besar tekanan vena.
Tekanan vena yang meningkat mencerminkan gagal jantung kanan.
Normalnya saat klien berbaring pada posisi telentang, vena jugularis
eksterna terdistensi sehingga menjadi mudah dilihat. Sebaliknya, vena
jugularis biasanya tenggelam saat klien berada pada posisi duduk. Tetapi klien
dengan penyakit jantung dapat mengalami distensi vena jugularis saat duduk.
Vena jugularis diinspeksi untuk mengukur tekanan vena, yang
dipengaruhi oleh volume darah, kapasitas atrium kanan untuk menerima darah
dan mengirimkannya ke ventrikel kanan, dan kemampuan ventrikel kanan
untuk berkontraksi dan mendorong darah ke arteri pulmoner.
Faktor yang menyebabkan volume darah lebih besar di dalam system
vena menyebabkan peningkatan tekanan vena. Perawat mengkaji tekanan vena
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Minta klien berbaring telentang dengan kepala ditinggikan 30-45 derajat
(posisi semi Fowler)
2. Pastikan bahwa leher dan toraks atas sudah terbuka. Gunakan bantal untuk
meluruskan kepala. Hindari hiperekstensi atau fleksi leher untuk
memastikan bahwa vena tidak teregang atau keriting.
3. Biasanya pulsasi tidak terlihat jika klien duduk. Pada saat klien kembali ke
posisi telentang dengan perlahan, tinggi pulsasi vena mulai meningkat di
atas manubrium, yaitu 1 atau 2 cm di saat klien mencapai 45 derajat.
Mengukur tekanan vena dengan mengukur jarak vertical antara sudut louis
dan tingkat tertinggi titik pulsasi vena interna yang dapat dilihat.
4. Gunakan dua penggaris. Buat garis dari tepi bawah penggaris biasa dengan
ujung area pulsasi di vena jugularis. Kemudian ambil penggaris sentimeter
dan buat tegak lurus dengan penggaris pertama setinggi sudut sternum. Ukur
dalam sentimeter jarak antara penggaris kedua dan sudut sternal.
5. Ulangi pengukuran yang sama di sisi yang lain. Tekanan bilateral lebih dari
2,5 cm dianggap meningkat dan merupakan tanda gagal jantung kanan.
Peningkatan tekanan di satu sisi dapat disebabkan oleh obstruksi.

CHECKLIST PENGUKURAN JVP

N
Aspek yang Dinilai
o
A. Tahap Pra Interaksi
1. Cek catatan Perawatan klien dan validasi
kebutuhan perawatan selang dada
2. Cuci tangan
3. Siapkan alat-alat yang diperlukan
a. Penggaris 2 buah
b. Bantal
c. Sarung tangan
B. Tahap Orientasi
1. Berikan salam, panggil klien dengan nama yang disukainya.
2. Jelaskan prosedur dan tujuan dan lamanya tindakan yang akan
dilakukan
C. Tahap Kerja
1. Beri kesempatan pada klien untuk bertanya
2. Menanyakan keluhan utama klien
3. Jaga privasi klien
4. Menggunakan sarung tangan
5. Memulai tindakan dengan cara yang baik
6. Pemeriksa berada disisi kanan klien
7. Membuka baju klien bagian atas
8. Memposisikan klien 30-45 derajat (sokong dengan bantal) dan
pastikan kepala tidak hiperekstensi atau fleksi
9. Menginspeksi pulsasi vena jugularis
10. Tentukan titik teratas dimana pulsasi vena jugularis interna
tampak, kemudian dengan pengaris ukurlah jarak vertical antara titik
ini dengan angulus sternalis
11. Apabila anda tidak dapat menemukan pulsasi vena jugularis
interna, anda dapat mencari pulsasi vena jugularis eksterna
12. Ulangi pengukuran yang sama di sisi yang lain
13. Merapikan klien dan lingkungannya
14. Merapikan kembali alat-alat dan membuang sampah
15. Melepas sarung tangan
16. Mencuci tangan
D. Tahap Terminasi
1. Evaluasi kegiatan
2. Beri reinforcement positif
3. Kontrak pertemuan selanjutnya
4. Mengakhiri pertemuan dengan baik
5. Cuci tangan
E. Dokumentasi
Dokumentasikan tindakan yang sudah dilakukan beserta respon klien
TOTAL NILAI

Perhatikan apakah ada bendungan pada vena jugularis. Pembendungan


menunjukan adanya hipertensi vena, sehingga perlu diukur besarnya tekanan
vena jugularis. Bendungan vena bilateral, umumnya ditemukan pada gagal
jantung kanan dan timbulnya bersamaan dengan pembengkakan hati, edema
perifer, dan asites.
Refluks hepato jugular, ditemukan pada gagal jantung kanan. Pengisisan
vena jugularis paradoksal pada waktu inspirasi dapat terjadi misalnya pada
pernafasan Kussmaul akibat efusi perikardial dan perikarditis konstriktif.

PENGAMBILAN SAMPEL DARAH

1. Pengertian
Dalam kegiatan pengumpulan sampel darah dikenal istilah phlebotomy yang
berarti proses mengeluarkan darah. Dalam praktek laboratorium klinik, ada 3
macam cara memperoleh darah, yaitu : melalui tusukan vena (venipuncture),
tusukan kulit (skinpuncture) dan tusukan arteri atau nadi. Venipuncture adalah
cara yang paling umum dilakukan, oleh karena itu istilah phlebotomy sering
dikaitkan dengan venipuncture.

a) Pengambilan Darah Vena


Pada pengambilan darah vena (venipuncture), contoh darah umumnya
diambil dari vena median cubital, pada anterior lengan (sisi dalam lipatan
siku). Vena ini terletak dekat dengan permukaan kulit, cukup besar, dan
tidak ada pasokan saraf besar. Apabila tidak memungkinkan, vena chepalica
atau vena basilica bisa menjadi pilihan berikutnya. Venipuncture pada vena
basilica harus dilakukan dengan hati-hati karena letaknya berdekatan
dengan arteri brachialis dan syaraf mediana.

b) Tujuan
1) Untuk mendapatkan sampel darah vena yang baik dan memenuhi syarat
untuk dilakukan pemeriksaan.
2) Untuk menurunkan resiko kontaminasi dengan darah (infeksi, needle
stick injury) akibat vena punctie bagi petugas maupun penderita.
3) Untuk petunjuk bagi setiap petugas yang melakukan pengambilan darah
(phlebotomy)

c) Lokasi yang tidak diperbolehkan diambil darah adalah:


1) Lengan pada sisi mastectomy
2) Daerah edema
3) Hematoma
4) Daerah dimana darah sedang ditransfusikan
5) Daerah bekas luka
6) Daerah dengan cannula, fistula atau cangkokan vascular
7) Daerah intra-vena lines Pengambilan darah di daerah ini dapat
menyebabkan darah menjadi lebih encer dan dapat meningkatkan atau
menurunkan kadar zat tertentu.

SOP PENGAMBILAN SAMPEL DARAH

No. Aspek Yang Dinilai

Persiapan alat :
- Sarung tangan
- Spuite atau jaurm suntik 3 ml atau 5ml
- Torniquet
- Kapas alcohol
- Plesterin
- Antikoagulan/EDTA
- Vacuum tube
- Bak injeksi
I. Tahap Pre interaksi
1. Lakukan verifikasi order yang ada untuk pemeriksaan
2. Cuci tangan
3. Siapkan alat
II. Tahap Orientasi
1. Memberi salam, cek identitas klien
2. Memperkenalkan nama perawat
3. Jelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada klien atau keluarga
4. Kontrak waktu
III Tahap kerja
1. Memberi kesempatan pada klien untuk bertanya
2. Menanyakan keluhan utama klien saat ini
3. Memulai kegiatan sesuai dengan prosedur
4. Melakukan kegiatan sesuai dengan rencana
5. Jaga privasi klien

Pelaksanaan :
1. Minta pasien meluruskan lenganya, pilih tangan yng banyak melakukan
aktivitas.
2. Minta pasien untuk mengepalkan tangannya.
3. Pasangkan torniqket kira-kira 10 cm diatas lipatan siku.
4. Pilih bagian vena medianacubiti atau cephalica. Lakukan perabaan
(palpasi) untuk memastikan posisi vena. Vena teraba seperti sebuah
pipa kecil, elastic dan memiliki dinding tebal.
5. Jika vena tidak teraba, lakukan pengurutan dari arah pergelangan ke
siku, atau kompres hangat selama 5 menit pada daerah lengan.
6. Bersihkan kulit pada bagian yang akan diambil dengan kapas alkohol
70% dan biarkan kering, dengan catatan kulit yang sudah dibersihkan
jang dipegang lagi.
7. Tusuk bagian vena dengan posisi lubang jarum menghadap ke atas. Jika
jarum telah masuk ke dalam vena, akan terlihat darah masuk kedalam
semprit (flash). Usahakan sekali tusuk vena, lalu torniquet dilepas.
8. Setelah volume darah dianggap cukup, minta pasien membuka kepalan
tangannya.
9. Letakan kapas di tempat suntikan lalu segera lepaskan / tarik jarum.
Tekan kapas beberapa saat lalu plester selama ± 15 menit..
IV. Tahap Terminasi
1. Menanyakan pada klien mengenai perasaan setelah dilakukan tindakan
2. Menyimpulkan hasil pengukuran yang dilakukan
3. Berikan reinforcement sesuai dengan kemampuan klien
4. mengakhiri kegiatan,memberi salam pamitan dengan klien
V. Dokumentasi
Catat seluruh hasil kegiatan dalam catatan keperawatan

Perawatan WSD (Water Seal Drainage)

Paru-paru merupakan organ tubuh yang sangat penting yang dilindungi oleh
tulang-tulang kosta dari berbagai ancaman yang dapat mengganggu fungsi maupun
struktur organ. Berbagai kondisi dengan atau tanpa trauma dapat mengakibatkan
cedera maupun gangguan fungsi paru-paru. Paru-paru yang mengalami cedera pada
rongga pleura baik yang disebabkan karena trauma spontan maupun akibat/efek
tindakan pembedahan dapat mengakibatkan menurunnya fungsi sistem pernafasan
baik berupa ekspansi dada yang tidak optimal maupun terjadinya kolaps paru.
Pemasangan selang dada merupakan salah satu upaya yang biasa dilakukan untuk
mengoptimalkan fungsi paru-paru baik pada klien dengan gangguan pada rongga
pleura maupun pada klien dengan paska pembedahan thorax.

Indikasi dilakukan pemasangan WSD:


1. Pneumothorax >20%
2. Pneumothorax <20% yang memerlukan ventilator
3. Hematothorax
4. Hematopneumothorax
5. Empyema thorax
6. Fluidothorax yang tidak dapat diatasi dengan tindakan pungsi
7. Paska thorakotomi

Tujuan dilakukan pemasangan WSD:


1. Terapi: drainage cairam dan udara
pada rongga pleura
2. Pemantauan: untuk mengetahui fungsi paru dan menentukan perlu/tidaknya
tindakan pembedahan thorax

Macam-macam sistem WSD:


1. WSD sistem 1 botol
2. WSD sistem 2 botol
3. WSD sistem 3 botol

Ketiga sistem tersebut dapat digunakan dengan atau tanpa continous suction
Kkomplikasi pemasangan WSD:
1. Perdarahan pleura
2. Hematoma paru-paru dan dinding dada
3. Tension pneumothorax
4. Kegagalan pengembangan paru
5. Infeksi
Hal yang harus diperhatikan dalam pemasangan WSD:
1. Fungsi alat WSD
2. Adanya tanda undulasi pada saat respirasi
3. Posisi selang dada bebas dari lipatan dan terpelintir
4. Kondisi konektor/ sambungan selang
5. Daerah insersi selang
6. Kondisi pernapasan klien
7. Fiksasi insersi selang ke tubuh klien
8. Jumlah dan warna cairan drainage.
SOP PERAWATAN SELANG DADA

No Aspek yang Dinilai

A Tahap Pra Interaksi


1. Cek catatan Perawatan klien dan validasi kebutuhan perawatan selang
dada
2. Cuci tangan
3. Siapkan alat-alat yang diperlukan :
- Sarung tangan
- Bengkok
- Pengalas
- Kapas alkohol
- Betadin
- NaCl 0,9%
- Set steril (pnset anatomis, pinset cirurgis, klem, kunting, kom)
- Kasa steril
- Sofratul
- Plester
- Gunting
- Korentang
B Tahap Orientasi
1. Berikan salam, panggil klien dengan nama yang disukainya.
2. Jelaskan prosedur dan tujuan dan lamanya tindakan yang akan dilakukan
C Tahap Kerja
1. Beri kesempatan pada klien untuk bertanya
2. Menanyakan keluhan utama klien
3. Memulai tindakan dengan cara yang baik
4. Jaga privasi klien
5. Atur posisi tidur klien semi fowler dengan posisi kepala mengarah
berlawanan dengan letak selang
6. Letakkan alas perlak dan perlaknya di bawah punggung pasien sesuai
dengan letak selang dada (kiri/kanan)
7. Periksa balutan luka pada insersi selang dada terhadap adanya rembesan
cairan, bunyi berdesis
8. Periksa alat WSD atau continous suction yang digunakan. Yakinkan alat
tersebut berfungsi dengan baik. (rusak, pecah, cairan dalam botol
tumpah)
9. Periksa selang dada terhadap kebocoran terutama pada daerah konektor
dan kemungkinan selang tertekuk/ terplintir. Cek produk drainase
(warna, jumlah)
10. Anjurkan klien untuk latihan tarik nafas panjang 5 kali
11. Lekukan klem selang dada selama tindakan perawatan
12.Lepas balutan luka pada insersi selang dada, cek ulang adanya suara
berdesis, lakukan disinfeksi dengan kasa betadin di b agian insersi dan
selang dada sepanjang 8-10 cm, bersihkan dengan kasa kering kemudian
ditutup dengan kasa steril. Hati-hati terhadap benang jahitan jangan
sampai tertarik simpulnya
13. Lakukan perawatan selang daa dengan baik dan benar
14. Buka klem selang dada dan yakinkan alat WSD berfungsi kembali.
15. Ganti botol WSD dan cairan disinfektan jika diperlukan.
16. Bereskan kembali alat-alat yang telah digunakan
17. Rapikan klien, atur posisi tidur semi fowler yang nyaman bagi klien dan
anjurkan klien untuk tetap berlatih nafas dalam.
D Tahap Terminasi
1. Evaluasi kegiatan
2. Beri reinforcement positif
3. Kontrak pertemuan selanjutnya
4. Mengakhiri pertemuan dengan baik
5. Cuci tangan
E Dokumentasi
Dokumentasikan tindakan yang sudah dilakukan beserta respon klien

TRAKEOSTOMI CARE

A. PENGERTIAN
Definisi trakeostomi perlu dibedakan dengan trakeotomi. Trakeostomi
merupakan tindakan membuat stoma (lubang) pada trakea. Sedangkan
trakeotomi melakukan insisi pada trakea. Trakeostomi dilakukan untuk
membebaskan obstruksi jalan napas bagian atas, melindungi trakea serta
cabang-cabangnya terhadap aspirai dan tertimbunnya sekresi bronkus, serta
pengobatan terhadap penyakit (keadaan) yang menyebabkan insufisiensi
respirasi seperti obstruksi sleep apnea, PPOK dengan retensi sekret. Indikasi
lainnya merupakan fasilitasi proses weaning.
Biasanya stoma pada trakea dilakukan pada cincin trakea ke 2, 3, dan 4.
Stoma tidak dilakukan pada cincin trakea 1 untuk mencengah perikondritis
tulang rawan krokoid, dan tidak boleh membuat stoma di bawah cincin ke 4
karena banyak terdapat pembuluh-pembuluh darah besar.

B. JENIS-JENIS TRAKEOSTOMI
Jenis trakeostomi antara lain :
1. Trakeostomi trakeostomi tinggi bila stoma lebih tinggi dari ismus tiroid
2. Trakeostomi menengah bila stoma setinggi ismus tiroid
3. Trakeostomi rendah bila lebih rendah dari ismus tiroid
Perawatan pasca trakeostomi besar pengaruhnya terhadap sukses
tidaknya tindakan dan tujuan akhir trakeostomi. Perawatan yang baik pasca
trakeostomi meliputi tindakan penghisapan lendir, pemeriksaan periodik kanul
dalam, humidifikasi buatan, perawatan luka operasi di stoma, pencegahan
infeksi sekunder dan kalau menggunakan kanul dengan cuff (baton) yang high
volume low pressure cuff, dengan tekanan balon sekitar 14-20 mmHg.
Perubahan-perubahan fisiologi akibat trakeostomi antara lain:
1. Penderita tidak bisa berbicara
2. Reflek batuk menurun
3. Proses pemanasan dan pelembaban udara inspirasi tidak ada
Perubahan ini menyebabkan gagalnya silia pada mukosa bronkus
mengeluarkan partikel-partikel tertentu dari paru. Trakeostomi juga dapat
menyebabkan gangguan pergerakan glotis pada waktu menelan, sehingga
penderita sering tersedak karena aspirasi ludah kedalam laring dan trakea.
Trakeostomi yang menggunakan kanul dengan balon (cuff), tekanan balon pada
dinding lateral trakea dapat menyebabkan hipoksia epitel mukosa trakea.
Adanya kanul dalam trakea yang merupakan benda asing bagi tubuh akan
merangsang pengeluaran sekret yang berlebihan sehingga tindakan penghisapan
menjadi sangat penting dalam perawatan pasca trakeostomi.
Tata cara penghisapan antara lain:
1. Beberapa jam pertama pasca trakeostomi tindakan penghisapan sekret
dilakukan setiap 15 menit, selanjutnya tergantung pada banyaknya sekret
dan kondisi penderita.
2. Penghisapan sekret dilakukan dengan kateter penghisap yang steril dan
disposibel.
3. Pada waktu kateter penghisap dimasukkan kedalam trakea, tidak boleh
dalam keadaan negatif
4. Lama penghisapan kurang lebih 8-10 detik
5. Antara penghisapan dengan penghisapan selanjutnya berikutnya diberi
selang waktu beberapa saat agar udara paru tidak banyak terhisap, dengan
demikian residual volume tidak banyak berkurang.
6. Setelah ujung kateter penghisap sampai bronkus (kurang dari 15-20 cm)
dilakukan penghisapan perlahan-lahan sambil memutar kateter penghisap.
7. Kateter penghisap yang digunakan memiliki diameter sepertiga diameter
tube, dengan ujung kanul tumpul dan lunak.
8. Sebelum melakukan penghispaan sebaiknya penderita diberi oksigen selama
2-3 menit.
9. Bila terdapat sekret kental dapat diberi larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%)
beberapa tetes sebelum dilakukan penghisapan.
Dengan adanya trakeostomi fungsi humidifikasi yang sebelumnya
dilakukan oleh saluran napas bagia atas menghilang. Untuk itu perlu dilakukan
humidifikasi buatan sebagai pengganti mekanisme tersebut. Cara-cara
humidifikasi udara inspirasi antara lain:
1. Condensor humifier. Alat ini dipasang pada kanul trakea. Pada waktu
ekspirasi uap air mengembun pada lempeng-lempeng kondensor. Alat ini
harus diganti tiap 3 jam
2. Dengan melewatkan udara inspirasi pada reservoir yang kelembabannya
diatur dengan termostat. Alat ini relatif lebih efisien
3. Secara sederhana dapat dilakukan dengan menempatkan kasa yang telah
dibasahi dengan air steril di depan lubang kanul.

SOP PERAWATAN TRAKEOSTOMI TUBE


N
Aspek yang Dinilai
o
A Tahap Pra Interaksi
1. Cek catatan Perawatan klien dan validasi kebutuhan perawatan
selang dada
2. Cuci tangan
3. Siapkan alat-alat yang diperlukan :
- Sarung tangan steril - Plester dan Gunting
- Pita - Air steril
- Peralatan suction - Spuit
- Bengkok - Salep ikamicetin
- NaCl 0,9% - Kasa steril
- Betadin - Pengalas
B Tahap Orientasi
1. Berikan salam, panggil klien dengan nama yang disukainya.
2. Jelaskan prosedur dan tujuan dan lamanya tindakan yang akan
dilakukan
C Tahap Kerja
1. Beri kesempatan pada klien untuk bertanya
2. Menanyakan keluhan utama klien
3. Memulai tindakan dengan cara yang baik
4. Jaga privasi klien
5. Buka bak instrumen dan pertahankan sterilitas
6. Pakai sarung tangan steril
7. Lakukan Suction
8. Angkat kasa yang lama
9. Bersihkan stoma dengan menggunakan kasa yang dibasahi air
steril/NaCl 0,9% kemudian dikeringkan
10. Beri Salf antibiotik pada sekeliling kanul
11. Tutup dengan kasa steril di antara stoma dengan sayap kanul
12. Ganti pita kanul, pegang kanul pada waktu mengganti pita kanul
13. Letakkan sampul pita kanul di belakang leher
14. Keluarkan udara dari cuff trakeostomi, biarkan beberapa menit
15. Isi kembali dengan udara secukupnya dn ukur tekanannya
16. Pasang kasa yang dibasahi air steril pada lubang kanul
D Tahap Terminasi
1. Evaluasi kegiatan
2. Beri reinforcement positif
3. Kontrak pertemuan selanjutnya
4. Mengakhiri pertemuan dengan baik
5. Cuci tangan
E Dokumentasi
Dokumentasikan tindakan yang sudah dilakukan beserta respon klien

PEMERIKSAAN DADA (THORAX)


Tujuan dilakukannya pemeriksaan dada adalah untuk mendapatkan kesan dari
bentuk dan fungsi dari dada dan alat-alat dalam yang ada di dalam dada dengan
cara inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.

Sebelum dilakukan pemeriksaan, hal yang harus dilakukan adalah

1. Pasien diminta untuk melepaskan bajunya


2. Posisi penderita dapat duduk, berdiri, atau berbaring sesuai dengan
pemeriksaan yang akan dilakukan
3. Berikan penerangan saat melakukan pemeriksaan
4. Pemeriksaan dilakukan dari depan, samping dan juga belakang
5. Pemeriksaan meliputi dinding dada, paru-paru dan pernafasan, dan jantung

A. INSPEKSI
1. Perhatikan bentuk dada (iga, sternum, dan kolumna vertebralis)
2. Cari adanya deviasi
3. Perhatikan ruang intercosta, mencembung, mencekung, atau adanya
retraksi dinding dada saat klien melakukan inspirasi
4. Cari adanya pulsasi iktus cordis
5. Cari adanya bendungan venosa
6. Perhatikan clavikula
7. Fosa supra dan infra klavikular
8. Lokasi iga ke-2 pada kedua sisi
9. Catat adanya kelainan jumlah dan bentuk iga
10.Ujung bawah skapula terletak setinggi VT 8
11.Perhatikan letak dan bentuk skapula
12.Perhatikan bentuk kolumna vertebralis (catat adanya kifosis, skoliosis,
lordosis)

13.Bentuk dada/ thorak

A. Barrel Chest

Funnel Chest
Pigeon Chest

Kyphoscoliosis

B. PALPASI
1. Letakkan kedua telapak tangan di sisi depan dada
2. Klien diminta inspirasi
3. Rasakan gerakan dada, bedakan antara dada kanan dan kiri
4. Pemeriksa juga memeriksa hal yang sama pada dada belakang
5. Sembari pemeriksa meletakkan kedua telapak tangannya di dada belang,
klien diminta menyebut angka 88 untuk merasakan vokal vremitus
6. Ukur lingkar dada saat inspirasi kuat dan ekspirasi kuat
7. Pakai keempat jari tangan kanan dalam palpasi di ruang intercostal 4 dan
5, dengan ibu jari pada linea medio klavikularis kiri, rasakan pulsasi yang
ada (iktus kordis)
8. Apabila ada kelainan pembesaran jantung, maka iktus kordis akan bergeser
sesuai kelainannya
9. Catat adanya fibrilasi (thrills) pada daerah atas
C. AUSKULTASI
Auskultasi paru
1. Klien diminta menarik nafas pelan-pelan dengan mulut terbuka
2. Lakukan auskultasi secara sistemik
3. Dengarkan setiap kali secara lengkp satu periode inspirasi dan ekspirasi
4. Bandingkan kanan dan kiri
5. Mulai daerah depan di atas klavikula
6. Setelah mendengarkan daerah ini, teruskanlah untuk auskultasi di bagian
belakang dada, mulai dari atas, ke bawah sesuai gambar
7. Perhatikan apabila ada tambahan suara
8. Tentukan secara pasti lokas perubahan suaranya
9. Catat suara yang didapatkan
Depan Belakang

Auskultasi jantung
1. Klien diminta untuk berbaring dengan sudut 30°
2. Klien diminta untuk bernafas secara rileks
3. Pusatkan perhatian pertama pada suara dasar jantung, kemudian perhatikan
adanya suara tambahan
4. Mulai auskultasi dari berbagai tempat
5. Di bagian apek dengan corong stetoskop
6. Di ruang interkostal ke 2 kiri kea rah sternum
7. Diruang interkostal 4 dan 5 ke arah sternum
8. Bedakan antara sistol dan diastole

D. PERKUSI
Perkusi dada dilakukan untuk mengetahui batas-batas, ukuran, posisi dan
kualitas organ. Kita dapat mengetahui apakah organ kita terisi oleh udara,
cairan, atau masa padat. Tetapi, perkusi hanya dapat mengetahui organ
dengan kedalaman 5-7 cm, sehingga tidak dapat mengetahui adanya luka yang
dalam.

Prinsip perkusi:
1. Jari tangan kiri dihiperekstensikan
2. Tekan sendi interfalang dengan kuat saat perkusi
3. Hindarkan kontak dengan tangan yang lain saat perkusi supaya tidak
mengganggu suara yang dihasilkan.
4. Dengan kuat, tajam, pergelangan tangan yang santai, ketuklah ujung jari
tengah kiri dengan ujung jari tengah kanan.
5. Segera angkat tangan setelah melakukan perkusi, supaya tidak mengganggu
getaran yang telah diciptakan.

Paru bagian depan


1. Penderita diminta berbaring
2. Perkusi secara sistemis dari atas ke bawah seperti petunjuk di gambar
3. Perhatikan posisi jantung, bandingkan hasil perkusinya
4. Perkusi dengan dalam pada daerah fosa supra klavikularis
5. Minta klien untuk mengangkat kedua belah tangan dan lakukan
perkusi mulai dari ketiak
6. Tentukan garis tepi hati (hepar)

Perkusi batas-batas paru dan jantung

Menentukan batas paru-paru dan hati


1. Klien tetap berbaring
2. Perkusilah seperti pada gambar, suara sonor akan berubah menjadi
redup/pekak
3. Berikan tanda pada batas tersebut. Batas normal antara costa ke 5 dan 6

Paru-paru bagian belakang


1. Klien diminta duduk mulai dari atas ke bawah
2. Bandingkan kanan dan kiri (paru kanan lebih tinggi dibandingkan kiri karena
ada hepar)
3. Tepi bawah biasanya terdapat di prosessus spinosus VT ke 10 atau 11

Gerakan pernafasan dan pengembangan paru

Tujuan: dilakukan untuk mengetahui batas-batas pengembangan paru dan


derajat elastisitas paru serta pleura.
Gerakan pernafasan paling baik diperiksa pada daerah belakang
1. Lakukan perkusi dari atas ke bawah
2. Lanjutkan perkusi sampai sonor hilang
3. Letakkan jari tengah pemeriksa di tempat tersebut
4. Klien diminta bernafas dalam
5. Lanjutkan perkusi bawah
6. Pada klien yang sehat batas hilangnya suara sonor akan
bergeser ke bawah
7. Perbedaan daerah hilangnya suara sonor merupakan besarnya
perkembangan paru
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai