Anda di halaman 1dari 7

BAB II

PEMBAHASAN

Sapon-Shevin (dalam Geniofam, 2010) mendefinisikan pendidikan


inklusif sebagai sistem layanan pendidikan yang mempersyaratkan agar semua anak
berkelainan dilayani di sekolah sekolah terdekat di kelas reguler bersama-sama teman seusianya.
Landasan pendidikan inklusif dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk melakukan evaluasi
terhadap perkembangan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di Indonesia. Hal ini penting
karena landasan pendidikan inklusif memberikan kesempatan dan peluang kepada semua orang
untuk belajar bersama-sama tanpa terkecuali (Ilahi, 2013).

A. Landasan Filosofis
Secara filosofis, penyelenggaraan pendidikan inklusif dapat dijelaskan dari
berbagai pandangan sebagai berikut (Herawati, 2012) :
a. Pandangan Bangsa Indonesia adalah bangsa yang berbudaya dengan lambang negara
Burung Garuda yang berarti ‘bhineka tunggal ika.’ Keragaman dalam etnik, adat istiadat,
keyakinan, tradisi, dan budaya merupakan kekayaan bangsa yang tetap menjungjung
tinggi persatuan dan kesatuan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
b. Pandangan agama khususnya Islam antara lain ditegaskan bahwa: (1) manusia
dilahirkan dalam keadaan suci, (2) kemuliaan seseorang di hadapan Tuhan bukan karena
fisik tetapi taqwanya, (3) Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu
sendiri, (4) manusia diciptakan berbeda-beda untuk saling silaturahmi(‘inklusif’)
c. Pandangan universal hak azasi manusia, menyatakan bahwa setiap manusia
mempunyai hak untuk hidup layak, hak pendidikan, hak kesehatan, hak pekerjaan.
Menurut (Widyastono, 2004) Landasan Filosofis utama penerapan pendidikan
inklusi di Indonesia adalah Pancasila yang merupakan lima pilar sekaligus cita-cita yang
didirikan atas fondasi yang lebih mendasar lagi, yang disebut Bhineka Tunggal Ika
Bertolak dari filosofi Bhineka Tunggal Ika, kelainan (kecacatan) dan hanyala satu bentuk
kebhinekaan seperti halnya Bahasa, Budaya atau Agama. Di dalam diri individu
berkelainan pastilah dapat ditemukan keunggulan tertentu, sebaliknya di dalam individu
anak normal pasti terdapat juga kecacatan tertentu, karena semua manusia tidak ada yang
sempurna.
Sejalan dengan pendapat Widyasono. Menurut (Abdul Salim Choiri dan Munawir
Yusuf, 2009) Landasan filosofis penerapan inklusi di Indonesia adalah Pancasila sila
kelima yang menyebutkan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Kata-kata
tersebut menerapkan kepada hak tentang pentingnya pendidikan untuk semua. Tanpa ada
diskriminasi, dan membedabedakan kepada salah satu pihak bahwa semua orang berhak
mendapatkan pendidikan yang layak. Maka dalam pendidikan, kata tidak membeda-
bedakan harus kita junjung tinggi. Karena dalam pendidikan inklusif antara anak normal
dengan anak berkebutuhan khusus digabungkan dalam satu kelas.
B. Landasan Yuridis
Pada Landasan yuridis internasional penerapan pendidikan inklusi terdapat pada
deklarasi Salamanca oleh para menteri pendidikan sedunia. Deklarasi ini sebenarnya
penegasan kembali atas deklarasi PBB tentang HAM tahun 1948 dan berbagai deklarasi
lanjutan yang berujung pada peraturan standar PBB tahun 1993 tentang kesempatan yang
sama bagi individu berkelainan memperoleh pendidikan sebagai bagi integral dari sistem
pendidikan yang ada. Deklarasi Salamnca menekankan bahwa selama memunginkan
semua anak seyogyanya belajar bersama-sama tanpa memandang kesulitan ataupun
perbedaan yang mungkin ada pada mereka (Dewi, 2017)
Penyelenggaraan program pendidikan inklusi di Indonesia diatur didalam
Undang-Undang. Landasan yuridis nasional dalam pelaksanaan pendidikan inklusif
adalah sebagai berikut (Kemendikbud, 2016):
1) Undang-undang Dasar 1945 Pasal 31
a) Ayat (1): “setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”
b) Ayat (2): “setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan
pemerintah wajib membiayainya”.
2) Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal
5
a) Ayat (1): “setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk
memperoleh pendidikan yang bermutu”
b) Ayat (2): “warga negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional,
intelektual, dan atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus”
c) Ayat (3): “warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta
masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan
khusus”
d) Ayat (4): “warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat
istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus”.
3) Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
a) Pasal 48: “pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar minimal 9
(sembilan) tahun untuk semua anak”
b) Pasal 49: “negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib memberikan
kesempatan yang seluasluasnya kepada anak untuk memperoleh pendidikan”.
4) Undang-undang Nomor 4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat Pasal 5: “setiap
penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek
kehidupan dan penghidupan”.
5) Permendiknas Nomor 70 tahun 2009 tentang pendidikan inklusif bagi peserta
didik yang memiliki kelainan dan potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa.
6) Undang-undang Nomor 19 tahun 2011 tentang Pengesahan Konvensi mengenai
Hak-hak Penyandang Disabilitas
C. Landasan Pedagogik
Pasal 3 Undang-undang No 20 tahun 2003 menyebutkan bahwa tujuan pendidikan
nasional adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kretaif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung
jawab. Jadi, melalui pendidikan, peserta didik berkelainan dibentuk menjadi warga
negara yang demokratis dan bertanggung jawab, yaitu individu yang mampu menghargai
perbedaan dan berpartispiasi dalam masyarakat. Tujuan ini mustahil tercapai jika sejak
awal mereka diisolasikan dari teman sebayanya di sekolah-sekolah khusus. Betapapun
kecilnya mereka harus diberi kesempatan bersama teman sebayanya (Ilahi, 2013)
D. Landasan Religius
Menurut Tarmansyah (2007), pendidikan inklusi juga memiliki landasan religius.
Pendidikan inklusif telah diakui dan diterima oleh kalangan agama Islam. Dalam
konsepsi Islam, sebenarnya telah mengamanatkan bahwa kita tidak boleh
membedabedakan perlakuan terhadap mereka yang cacat.
Sebagai bangsa yang beragama, penyelenggaraan pendidikan inklusif  tidak bisa
lepas dari konteks agama karena pendidikan merupakan tangga utama dalam mengenal
Allah swt. Ada banyak ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang landasan religius dalam
penyelenggaraan pendidikan inklusif yaitu:
a. Surat An-Nur ayat 61

‫أْ ُكلُوا ِمن‬PPَ‫ ُك ْم أَن ت‬P‫يض َح َر ٌج َواَل َعلَى أَنفُ ِس‬ ِ ‫ج َح َر ٌج َواَل َعلَى ْال َم ِر‬ ِ ‫ْس َعلَى اأْل َ ْع َمى َح َر ٌج َواَل َعلَى اأْل َ ْع َر‬ َ ‫لَي‬
ِ ‫و‬PPُ‫ا ِم ُك ْم أَوْ بُي‬PP‫ت أَ ْع َم‬
‫ت‬ ِ ‫و‬PPُ‫ت أَ َخ َواتِ ُك ْم أَوْ بُي‬ ِ ‫ت أُ َّمهَاتِ ُك ْم أَوْ بُيُو‬
ِ ‫ت ِإ ْخ َوانِ ُك ْم أَوْ بُيُو‬ ِ ‫ت آبَائِ ُك ْم أَوْ بُيُو‬
ِ ‫بُيُوتِ ُك ْم أَوْ بُيُو‬
‫أْ ُكلُوا‬Pَ‫ا ٌح أَن ت‬PPَ‫ْس َعلَ ْي ُك ْم جُ ن‬ َ ْ‫ هُ أَو‬P‫ا َملَ ْكتُم َّمفَاتِ َح‬PP‫ت َخااَل تِ ُك ْم أَوْ َم‬
َ ‫ ِديقِ ُك ْم لَي‬P‫ص‬ ِ ‫ت أَ ْخ َوالِ ُك ْم أَوْ بُيُو‬ ِ ‫َع َّماتِ ُك ْم أَوْ بُيُو‬
َ ِ‫ َذل‬P‫ةً َك‬Pَ‫ ةً طَيِّب‬P‫ ِد هَّللا ِ ُمبَا َر َك‬P‫ ُك ْم تَ ِحيَّةً ِّم ْن ِعن‬P‫َج ِميعا ً أَوْ أَ ْشتَاتا ً فَإ ِ َذا َد َخ ْلتُم بُيُوتا ً فَ َسلِّ ُموا َعلَى أَنفُ ِس‬
‫ك يُبَيِّنُ هَّللا ُ لَ ُك ُم‬
٦١﴿ ‫ت لَ َعلَّ ُك ْم تَ ْعقِلُون‬
ِ ‫﴾اآْل يَا‬

Artinya:“Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang pincang,
tidak (pula) bagi orang sakit, dan tidak (pula) bagi dirimu sendiri, makan
(bersama-sama mereka) di rumah kamu sendiri atau di rumah bapak-bapakmu,
di rumah ibu-ibumu, di rumah saudara-saudaramu yang laki-laki, di rumah
saudaramu yang perempuan, di rumah saudara bapakmu yang laki-laki di
rumah saudara bapakmu yang perempuan, di rumah saudara ibumu yang laki-
laki di rumah saudara ibumu yang perempuan, di rumah yang kamu miliki
kuncinya atau di rumah kawan-kawanmu. Tidak ada halangan bagi kamu
makan bersama-sama mereka atau sendirian. Maka apabila kamu memasuki
(suatu rumah dari) rumah-rumah (ini) hendaklah kamu memberi salam kepada
(penghuninya yang berarti memberi salam) kepada dirimu sendiri, salam yang
ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkat lagi baik. Demikianlah Allah
menjelaskan ayat-ayat (Nya) bagimu, agar kamu memahaminya”.

Makna yang tersirat dalam ayat tersebut adalah bahwa Allah swt tidak
membeda-bedakan kondisi, keadaan dan kemampuan seseorang dalam
kehidupan sehari-hari. Masyarakat normal adalah masyarakat yang berada
pada nuansa yang holistik dengan menerima adanya perbedaan sebagai
anugerah Maha Pencipta, ada siang ada malam, ada laki-laki dan ada
perempuan, ada yang cacat dan ada yang tidak cacat merupakan kehidupan
yang terintegrasi menjadi suatu kehidupan sosial yang harmonis sehingga
nampak indah.

b. Surat Abasa ayat 1-4

٤﴿ ‫﴾ أَوْ يَ َّذ َّك ُر فَتَنفَ َعهُ ال ِّذ ْك َرى‬٣﴿ ‫ك لَ َعلَّهُ يَ َّز َّكى‬
َ ‫﴾ َو َما يُ ْد ِري‬٢﴿ ‫﴾ أَن َجاءهُ اأْل َ ْع َمى‬١﴿ ‫س َوتَ َولَّى‬
َ َ‫﴾ َعب‬

Artinya: “Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, Karena telah


datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin
membersihkan dirinya (dari dosa). Atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran,
lalu pengajaran itu memberi manfa'at kepadanya?

Ayat ini memberikan gambaran bahwa Allah swt sangat tidak senang
terhadap manusia yang tidak memperdulikan orang cacat. Ayat ini
menceritakan kisah seorang buta yang bernama Abdullah bin Ummi Maktum.
Dia datang kepada Rasulullah meminta ajaran-ajaran tentang Islam, lalu
Rasulullah berpaling dan bermuka masam darinya karena beliau sedang
menghadapi pembesar Quraisy dengan mengharapkan pembesar Quraisy
tersebut masuk Islam. Maka turunlah surat ini sebagai teguran Allah kepada
rasul-Nya.

c. Surat Al-Hujurat ayat 13

‫ا ُك ْم إِ َّن‬Pَ‫ َد هَّللا ِ أَ ْتق‬P‫ َر َم ُك ْم ِعن‬P‫ا َرفُوا إِ َّن أَ ْك‬P‫ َل لِتَ َع‬Pِ‫يَا أَيُّهَا النَّاسُ ِإنَّا َخلَ ْقنَا ُكم ِّمن َذ َك ٍر َوأُنثَى َو َج َع ْلنَا ُك ْم ُشعُوبا ً َوقَبَائ‬
١٣﴿ ‫﴾هَّللا َ َعلِي ٌم َخبِي ٌر‬

Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang


laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di
antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
Ayat tersebut memberikan perintah kepada kita, agar saling ta’aruf, yaitu
saling kenal mengenal dengan siapapun, tidak memandang latar belakang
sosial, ekonomi, ras, suku, bangsa dan bahkan agama. Inilah konsep Islam
yang begitu universal, yang memandang kepada semua manusia dihadapan
Allah adalah sama, justru hanya tingkat ketakwaannyalah menyebabkan
manusia mulia dihadapan Allah swt. 

d. Surat Al-Maidah ayat 2

ِ ‫وا هّللا َ إِ َّن هّللا َ َش ِدي ُد ْال ِعقَا‬


...٢﴿ ‫ب‬ ْ ُ‫وا َعلَى ا ِإل ْث ِم َو ْال ُع ْد َوا ِن َواتَّق‬
ْ ُ‫وا َعلَى ْالبرِّ َوالتَّ ْق َوى َوالَ تَ َعا َون‬
ْ ُ‫﴾ َوتَ َعا َون‬

Artinya: “...Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan


dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.
Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-
Nya”.

Ayat ini juga memberikan perintah kepada kita agar kita memberikan
pertolongan kepada siapa saja, terutama kepada mereka yang membutuhkan,
tanpa memandang latar belakang keluarga dan dari mana ia berasal, lebih-
lebih mereka yang mengalami keterbatasan atau kecacatan fisik, contoh
tunanetra, tunadaksa, tunarungu, tunagrahita, tunalaras dan lain-lain.

Hal tersebut merupakan kepercayaan, akidah keimanan yang dapat


dijadikan pegangan, bahwa sistem inklusif bukan hal yang baru bagi kita,
bukan suatu perubahan paradigma. Inklusif adalah fitrah yang harus menjadi
kewajiban manusia dalam menjalani hidup dan kehidupan dengan penuh kasih
sayang. Namun pada kenyataannya dalam masyarakat, kadangkala masih
adanya rasa was-was dan kekhawatiran dari personal penyelenggara
pendidikan untuk menerima anak-anak yang cacat menjadi bagian dalam
lembaga pendidikannya, karena mereka takut citra lembaganya akan menurun
karena kehadiran mereka yang cacat berada di dalamnya.
KEPUSTAKAAN

Abdul Salim Choiri & Munawir Yusuf. 2009. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus secara
Inklusif. Surakarta: Yuma Pustaka

Dewi, Nurul K. 2017. “Manfaat Program Pendidikan Inklusi Untuk AUD”. Jurnal Pendidikan
Anak, Vol 6, No 1, Juni 2017

Geniofam. 2010. Mengasuh dan Mensukseskan Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta: Gerai
Ilmu

Herawati, Nenden I. 2012. “Pendidikan Inklusi”. Jurnal Pendidikan dasar Eduhumaniora, vol 2.
No 1, Juli 2012

Ilahi, Mohammad Takdir. 2013. Pendidikan Inklusif Konsep & Aplikasi. YogYakarta: AR-RUZZ
MEDIA.

Kemendikbud. 2016. Gambaran Sekolah Inklusif di Indonesia (Tinjauan Sekolah Menengah


Pertama). Jakarta: Pusat Data dan Statstik Pendidikan dan Kebudayaan.

Tarmansyah. 2007. Inklusi: Pendidikan untuk Semua. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Widyastono, Hery. 2004. “Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif Bagi Anak Berkelainan”. Jurnal
Pendidikan Dan Kebudayaan No 046 Tahun Ke-10, Januari 2004.

Anda mungkin juga menyukai