Anda di halaman 1dari 27

Keperawatan Medikal Bedah

“Konsep Dasar Penyakit dan Asuhan Keperawatan TB Paru”

DOSEN PENGAMPU:

Ns. Jannaim,M.Kep

DISUSUN OLEH:

Khoirahman

Yetri Muliza

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

STIKes AL-INSYIRAH PEKANBARU

TA.2019/2020
KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim puji syukur kehadirat ALLAH SWT, yang telah melimpahkan


rahmat, hidayahnya berupa islam, iman, ilmu dan kesehatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan makalah”Konsep Dasar Penyakit dan Asuhan Keperawatan TB Paru” ini.

Selanjutnya, melalui kata pengantar ini penulis terlebih dahulu ingin meminta maaf dan
memohon pemakluman bila mana ada kekurangan dan penulisan kurang tepat, akurat dan benar.
Penulis telah maksimal dalam menyempurnakan makalah ini, namun sebagai manusia yang tidak
luput dari kesalahan, penulis menerima setiap kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini.
Disamping itu izinkan penulis untuk menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu penulis.

Akhir kata penulis mengharapkan semoga makalah ini dapat menambah hasanah ilmu
pengetahuan serta dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar..................................................................................................................ii

Daftar Isi.............................................................................................................................iii

Bab I Pendahuluan............................................................................................................iv

1. Latar Belakang.........................................................................................................iv
2. Rumusan Masalah....................................................................................................iv
3. Tujuan .....................................................................................................................iv

Bab II Pembahasan...........................................................................................................1

A. Konsep Dasar Medis................................................................................................1


1. Definisi........................................................................................................1
2. Etiologi........................................................................................................1
3. Klasifikasi....................................................................................................2
4. Patofisiologi.................................................................................................2
5. Woc..............................................................................................................4
6. Manifestasi Klinis........................................................................................5
7. Penatalaksanaan...........................................................................................6
8. Komplikasi...................................................................................................9
B. Asuhan Keperawatan TB Paru................................................................................10
1. Pengkajian...................................................................................................10
2. Analisa Data................................................................................................16
3. Nic Noc........................................................................................................17
4. Implementasi...............................................................................................19
5. Evaluasi.......................................................................................................19

BAB III Penutup................................................................................................................21

A. Kesimpulan..............................................................................................................21

Daftar Pustaka...................................................................................................................22

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuberkulosis Paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman menyerang Paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lain (Dep Kes, 2003). Tuberkulosis Paru adalah penyakit infeksi pada
Paru yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis, yaitu bakteri tahan asam (Suriadi,
2001). Tuberkulosis Paru adalah infeksi penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis, suatu basil tahan asam yang ditularkan melalui udara (Asih,
2004). Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Tuberkulosis Paru adalah
penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis suatu basil tahan asam
yang menyerang parenkim paru yang dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh
darah dan dapat menular melalui udara.

Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman yang


berbentuk batang dengan ukuran panjang 1 – 4 μm dan tebal 0,3 – 0,6 μm dan digolongkan
dalam basil tahan asam (BTA) (Suyono, et al 2001). Bakteri ini sangat tahan terhadap zat
kimia dan faktor fisik dan bersifat anaerob yakni menyukai daerah yang banyak oksigen.
Oleh karena itu, Mycobacterium Tuberculosis senang tinggal di daerah apeks paru yang
kandungan oksigennya tinggi, daerah tersebut menjadi tempat yang kondusif untuk penyakit
tuberculosis.

B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana konsep dasar medis TB Paru?
b. Bagaimana asuhan keperawatan TB Paru?
C. Tujuan
a. Agar dapat mengetahui konsep dasar penyakit TB Paru
b. Agar dapat mengetahui asuhan keperawatan TB Paru

iv
BAB II

PEMBAHASAN

A. KONSEP DASAR MEDIS


1. Definisi
Tuberkulosis Paru adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim
paru, dengan agen infeksius utama Mycobacterium tuberculosis (Smeltzer & Bare,
2001).Tuberkulosis Paru merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh
darah (Price & Wilson, 1994).

Tuberkulosis Paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman menyerang Paru, tetapi dapat
juga mengenai organ tubuh lain (Dep Kes, 2003). Tuberkulosis Paru adalah penyakit
infeksi pada Paru yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis, yaitu bakteri
tahan asam (Suriadi, 2001). Tuberkulosis Paru adalah infeksi penyakit menular yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, suatu basil tahan asam yang ditularkan
melalui udara (Asih, 2004). Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
Tuberkulosis Paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis suatu basil tahan asam yang menyerang parenkim paru yang dapat
menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah dan dapat menular melalui udara.

2. Etiologi

Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman yang


berbentuk batang dengan ukuran panjang 1 – 4 μm dan tebal 0,3 – 0,6 μm dan digolongkan
dalam basil tahan asam (BTA) (Suyono, et al 2001). Bakteri ini sangat tahan terhadap zat
kimia dan faktor fisik dan bersifat anaerob yakni menyukai daerah yang banyak oksigen.
Oleh karena itu, Mycobacterium Tuberculosis senang tinggal di daerah apeks paru yang

1
kandungan oksigennya tinggi, daerah tersebut menjadi tempat yang kondusif untuk penyakit
tuberculosis.

3. Klasifikasi

Klasifikasi tuberculosis di Indonesia yang banyak dipakai berdasarkan kelainan


klinis, radiologist dan mikrobiologis :

1. Tuberkulosis paru.
1) TB Paru BTA Positif dengan kriteria :Dengan atau tanpa gejala klinik.
2) BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali didukung
biakan positif satu kali atau didukung radiologik positif 1 kali.
3) Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.
4) TB Paru BTA Negatif dengan kriteria :Gejala klinik dan gambaran radilogik
sesuai dengan TB Paru aktif.
5) BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologik positif.
2. Bekas tuberkulosis paru.
1) Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negatif.
2) Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.
3) Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan serial foto
yang tidak berubah.
4) Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih mendukung).
3. Tuberkulosis paru tersangka yang terbagi dalam :
1) TB paru tersangka yang diobati (sputum BTA negatif, tapi tandatanda lain
positif).
2) TB paru tersangka yang tidak diobati (sputum BTA negatif, tapi tanda-tanda
lain meragukan) (Suyono, et al, 2001)
4. Pathofisiologi

Infeksi diawali karena seseorang menghirup basil M. Tuberculosis. Bakteri menyebar


melalui jalan napas menuju alveoli lalu berkembang biak dan terlihat bertumpuk.
Perkembangan M. Tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area lain dari paru (lobus
atas). Basil juga menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal,
2
tulang dan korteks serebri) dan area lain dari paru (lobus atas). Selanjutnya sistem
kekebalantubuh memberikan respon dengan melakukan reaksi inflamasi. Neutrofil dan
makrofag melakukan aksifagositosis (menelan bakteri), sementara limfosit spesifik-
tuberkulosismenghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan
inimengakibatkan terakumulasinya eksudat dalam alveoli yang menyebabkan
bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar
bakteri. Interaksi antara M. Tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh pada masa awal infeksi
membentuk sebuah massa jaringan baru yang disebut granuloma. Granuloma terdiri atas
gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi oleh makrofag seperti dinding. Granuloma
selanjutnya berubah bentuk menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa
tersebut disebut ghon tubercle. Materi yang terdiri dari makrofag dan bakteri menjadi
nekrotik yang selanjutnya membentuk materi yang penampakannya seperti keju (necrotizing
caseosa). Hal ini akan menjadi kalsifikasi dan akhirnya membentuk jaringan kolagen,
kemudian bakteri menjadi nonaktif. Setelah infeksi awal, jika respon sistem imun tidak
adekuat maka penyakit akan menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah dapat timbul
akibat infeksi ulang atau bakteri yang sebelumnya tidak aktif kembali menjadi aktif. Pada
kasus ini, ghon tubercle mengalami ulserasi sehingga menghasilkan necrotizing caseosa di
dalam bronkhus. Tuberkel yang ulserasi selanjutnya menjadi sembuh dan membentuk
jaringan parut. Paru yang terinfeksi kemudian meradang, mengakibatkan timbulnya
bronkopneumonia, membentuk tuberkel dan seterusnya. Pneumonia seluler ini dapat sembuh
dengan sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil terus difagosit atau berkembang biak di
dalam sel. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu
membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan 10-20 hari).
Daerah yang mengalami nekrosis dan jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan
fibroblas akan menimbulkan respon berbeda, kemudian pada akhirnya akan membentuk
suatu kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel (Smeltzer & Bare, 2001).

3
5.woc

4
6.Manifestasi Klinis

Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu penyakit yang
mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum
seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga
diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik.

Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan
gejala sistemik.

1. Gejala respiratorik meliputi :


a. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling
sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak
bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
b. Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa
garis atau bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam
jumlah sangat banyak. Batuk darah terjadi karena pecahnya pembuluh
darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya
pembuluh darah yang pecah.
c. Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau
karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax,
anemia dan lain-lain
d. Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini
timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.
2. Gejala sistemik, meliputi :
a. Demam

5
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam
hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang
serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek.
b. Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan
serta malaise. Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-
bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas
walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.

7.Penatalaksanaan

1. Pengobatan

Menurut Dep.Kes (2003) tujuan pengobatan TB Paru adalahuntuk


menyembuhkan penderita, mencegah kematian, mencegah kekambuhan dan menurunkan
tingkat penularan. Salah satu komponen dalam DOTS (Directly Observed Treatment
Shourtcourse chemotherapy) adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan
pengawasan langsung dan untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang
Pengawas Menelan Obat (PMO). Pemberian paduan OAT didasarkan pada klasifikasi
TB Paru. Prinsip pengobatan TB Paru adalah obat TB diberikan dalam bentuk kombinasi
dari beberapa jenis (Isoniasid, Rifampisin, Pirasinamid, Streptomisin, Etambutol) dalam
jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan, supaya semua kuman (termasuk kuman
persisten) dapat dibunuh. Dosis tahap intensif dan tahap lanjutan ditelan sebagai dosis
tunggal, sebaiknya pada saat perut kosong.

Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi
langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OAT. Bila pengobatan
tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, penderita menular menjadi tidak menular
dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita TB Paru BTA positif menjadi
BTA negatif (konversi) pada akhir pengobatan intensif. Pada tahap lanjutan penderita
mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama.

6
Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga mencegah
terjadi kekambuhan. Pada anak, terutama balita yang tinggal serumah atau kontak erat
dengan penderita TB Paru BTA positif, perlu dilakukan pemeriksaan. Bila anak
mempunyai gejala seperti TB Paru maka dilakukan pemeriksaan seperti alur TB Paru
anak dan bila tidak ada gejala, sebagai pencegahan diberikan Izoniasid 5 mg per kg berat
badan perhari selama enam bulan. Pada keadaan khusus (adanya penyakit penyerta,
kehamilan, menyusui) pemberian pengobatan dapat dimodifikasi sesuai dengan kondisi
khusus tersebut (Dep.Kes, 2003) misalnya:

1) Wanita hamil: Pinsip pengobatan pada wanita hamil tidak berbeda dengan orang
dewasa. Semua jenis OAT aman untuk wanita hamil kecuali Streptomycin,
karena bersifat permanent ototoxic dan dapat menembus barier plasenta yang
akan mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran dan keseimbangan yang
menetap pada bayi yang dilahirkan;
2) Ibu menyusui : Pada prinsipnya pengobatan TB Paru tidak berbeda dengan
pengobatan pada umumnya. Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui.
Pengobatan pencegahan dengan INH diberikan kepada bayi sesuai dengan berat
badannya;
3) Wanita pengguna kontrasepsi: Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi
hormonal sehingga dapat menurunkan efektifitas kontrasepsi tersebut. Penderita
TB Paru seyogyanya menggunakan kontrasepsi non hormonal;
4) Penderita TB Paru dengan kelainan hati kronik: Sebelum pengobatan TB,
penderita dianjurkan untuk pemeriksaan faal hati. Apabila SGOT dan SGPT
meningkat 3 kali, OAT harus dihentikan. Apabila peningkatannya kurang dari 3
kali, pengobatan diteruskan dengan pengawasan ketat. Penderita kelainan hati,
Pirazinamid tidak boleh diberikan;
5) Penderita TB Parudengan Hepatitis Akut: Pemberian OAT ditunda sampai
Hepatitis Akut mengalami penyembuhan. Pada keadaan dimana pengobatan TB
Paru sangat diperlukan, dapat diberikan Streptomycin dan Ethambutol maksimal
3 bulan sampai hepatitisnya menyembuh dan dilanjutkan dengan Rifampicin dan
Isoniasid selama 6 bulan;

7
6) Penderita TB Paru dengan gangguan ginjal: Dosis yang paling aman adalah 2
RHZ/6HR. apabila sangat diperlukan, Etambutol dan Streptomicin tetap dapat
diberikan dengan pengawasan fungsi ginjal;
7) PenderitaTB paru dengan Diabetes Mellitus: Dalam keadaan ini, diabetesnya
harus dikontrol. Penggunaan Rifampicin akan mengurangi efektifitas obat oral
anti diabetes sehingga dosisnya perlu ditingkatkan. Penggunaan Etambutol pada
penderita Diabetes harus diperhatikan karena mempunyai komplikasi terhadap
mata. Penggunaan OAT mempunyai beberapa efek samping diantaranya:
a. Rifampicin: tidak nafsu makan, mual, sakit perut, warna kemerahan pada
air seni, purpura dan syok (Dep.Kes, 2003), sindrom flu, hepatotoksik
(Soeparman, 1990);
b. Pirasinamid: nyeri sendi, hiperurisemia, (Soeparman, 1990);
c. INH: kesemutan sampai dengan rasa terbakar di kaki (Dep.Kes, 2003),
neuropati perifer, hepatotoksik (Soeparman, 1990);
d. Streptomisin: tuli, gangguan keseimbangan (Dep.Kes, 2003), nefrotoksik
dan gangguan Nervus VIII (Soeparman, 1990);
e. Ethambutol: gangguan penglihatan, nefrotoksik, skinrash/dermatitis
(Soeparman, 1990);
f. Etionamid: hepatotoksik, gangguan pencernaan (Soeparman, 1990).
2. Pembedahan

Dilakukan jika pengobatan tidak berhasil, yaitu dengan mengangkat jaringan paru
yang rusak, tindakan ortopedi untuk memperbaiki kelainan tulang, bronkoskopi
untuk mengangkat polip granulomatosa tuberkulosis atau untuk reseksi bagian paru
yang rusak.

3. Pencegahan

Menghindari kontak dengan orang yang terinfeksi basil tuberkulosis,


mempertahankan status kesehatan dengan asupan nutrisi adekuat, minum susu yang telah
dilakukan pasteurisasi, isolasi jika pada analisa sputum terdapat bakteri hingga dilakukan

8
pengobatan, pemberian imunisasi BCG untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap
infeksi oleh basil tuberkulosis virulen.

8.Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita TB paru antara lain:

1. Pendarahan dari saluran pernafasan bagian bawah yang dapat mengakibatkan


kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
2. Penyebaran infeksi ke organ lain Misalnya : otak, jantung, persendian dan ginjal.

9
Asuhan KeperawatanTB Paru

1. Pengkajian
Nama, umur (kuman TBC menyerangsemuaumur), jeniskelamin, tempattinggal (alamat),
pekerjaan,pendidikandan status
ekonomimenengahkebawahdansanitasikesehatanyangkurangditunjangdenganpadatnyapenduduk
danpernahpunyariwayatkontakdenganpenderita TB paru yang lain.
a. KeluhanUtama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan effusi pleura
didapatkan keluhan berupa sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi
pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas serta
batuk nonproduktif.
b. Riwayat penyakitsekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang dirasakan
saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat malam, nafsu makan
menurun dan suhu badan meningkat mendorong penderita untuk mencaripengobatan.
c. Riwayat penyakitdahulu
Keadaan atau penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang mungkin
sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA, efusi pleura serta tuberkulosis
paru yang kembaliaktif.
d. Riwayat penyakitkeluarga
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita penyakit
tersebut sehingga diteruskan penularannya.
e. Riwayatpsikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta
bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.Pada
penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi kesehatan yang
kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan
penderita tuberkulosis paru yanglain.

10
2. Pola fungsikesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidupsehat
Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi
perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan persepsi
yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan. Kemungkinan adanya riwayat
kebiasaan merokok, minum alkohol dan penggunaan obat-obatan bisa menjadi
faktor predisposisi timbulnyapenyakit.Pada klien dengan TB paru biasanya
tinggal didaerah yang berdesak – desakan, kurang cahaya matahari, kurang
ventilasi udara dan tinggal dirumah yangsumpek.
b. Pola nutrisi danmetabolik
Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan
pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien,
selain juga perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama di
RS pasien dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat
dari sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen. Peningkatan metabolisme
akan terjadi akibat proses penyakit. pasien dengan effusi pleura keadaan
umumnyalemah.
Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu makan
menurun (Marilyn. E. Doenges, 1999).
c. Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan
miksi dan defekasi sebelum dan sesudah masuk Rumah Sakit. Karena keadaan
umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bedrest sehingga akan
menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur abdomen
menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractusdegestivus.

d. Pola aktivitas danlatihan


Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi dan klien
akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal. Disamping itu pasien
juga akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri dada. Dan untuk
memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu oleh perawat
11
dan keluarganya. Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan
menganggu aktivitas (Marilyn. E. Doegoes,1999).
e. Pola tidur danistirahat
Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan
berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat, selain itu akibat
perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke lingkungan
rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan
lainsebagainya.Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB
paru mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat (Marilyn. E.
Doenges, 1999).
f. Pola hubungan danperan
Akibat dari sakitnya, secara langsung pasien akan mengalami perubahan
peran, misalkan pasien seorang ibu rumah tangga, pasien tidak dapat
menjalankan fungsinya sebagai seorang ibu
yangharusmengasuhanaknya,mengurussuaminya.Disampingitu, peran pasien di
masyarakatpun juga mengalami perubahan dan semua itu mempengaruhi
hubungan interpersonal pasien.Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan
asolasi karena penyakit menular (Marilyn. E. Doenges, 1999).
g. Pola sensori dankognitif
Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan
pendengaran) tidak ada gangguan.
h. Pola persepsi dan konsepdiri
Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya sehat,
tiba-tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Sebagai seorang awam, pasien
mungkin akan beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan
mematikan. Dalam hal ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran positif
terhadap dirinya.Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan
emosi dan rasa kawatir klien tentang penyakitnya (Marilyn. E. Doenges, 1999).
i. Pola reproduksi danseksual
Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks intercourse akan
terganggu untuk sementara waktu karena pasien berada di rumah sakit dan
12
kondisi fisiknya masih lemah.Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan
seksual akan berubah karena kelemahan dan nyeri dada.
j. Pola penanggulanganstress
Bagi pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya akan mengalami
stress dan mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat dan dokter yang
merawatnya atau orang yang mungkin dianggap lebih tahu mengenai
penyakitnya.Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan
mengakibatkan stress pada penderita yang bisa mengkibatkan penolakan terhadap
pengobatan.
k. Pola tata nilai dankepercayaan
Sebagai seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan dirinya kepada
Tuhan dan menganggap bahwa penyakitnya ini adalah suatu cobaan dariTuhan.
l. Berdasarkan sistem – sistemtubuh
a) Sistem pernapasan
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai :
 Inspeksi : Adanya tanda – tanda penarikan paru,diafragma,
pergerakan napas yang tertinggal, suara napas melemah.
 Palpasi : Fremitus suara meningkat.
 Perkusi : Suara ketokredup.
 Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah,
kasar dan yangnyaring.
b) Sistem kardiovaskuler
 Inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada
ICS – 5 pada linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
pembesaran jantung.
 Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) dan harus
diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu
juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictus cordis.
 Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung
terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah
13
pembesaran jantung di ventrikel kiri.
 Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau
gallop dan adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala payah
jantung serta adakah murmur yang menunjukkan adanya
peningkatan arus turbulensidarah.
c) Sistem neurologis
 Inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga diperlukan
pemeriksaan GCS. Adakah composmentis atau somnolen atau
comma. refleks patologis dan bagaimana dengan refleks
fisiologisnya. Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji
seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan
pengecapan.
d) Sistemgastrointestinal
 Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau
datar, tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau
tidak, selain itu juga perlu di inspeksi ada tidaknya benjolan-
benjolan ataumassa.
 Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai
normalnya 5-35 kali permenit.
 Palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen,
adakah massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui
derajat hidrasi pasien, apakah hepar teraba, juga apakah lien teraba.
 Perkusi abdomen normal tympanik, adanya massa padat atau cairan
akan menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesika
urinarta,tumor).
e) Sistem muskuloskeletal
 Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial, palpasi
pada kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer
serta dengan pemerikasaan capillary refil time. Dengan inspeksi
dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan otot kemudian
dibandingkan antara kiri dankanan.
14
f) Sistem integumen
 Inspeksi mengenai keadaan umum kulit hygiene, warna, ada tidaknya
lesi pada kulit.
 Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin,
hangat, demam). Kemudiantekture kulit (halus-lunak-kasar) serta
turgor kulit untuk mengetahui derajat hidrasiseseorang.
m. PemeriksaanTambahan
a) Sputum culture : untuk memastikan apakah keberadaan M.
Tuberculosis pada stadiumaktif.
b) Ziehl neelsen (Acid-fast Staind applied to smear of body fluid) : positif
untukBTA.
c) Skin Test (PPD, mantoux, tine and vollmer patch) : reaksi positif
(areaindurasi 10mm atau lebih, timbul 48-72 jam setelah injeksi
antigenintradermal)mengindikasikanpenyakitsedangaktif.
d) Chest X- ray : dapat memperlihatkan infiltrasi kecil pada lesi awal
dibagianatasparu,depositkalsiumpadalesiprimeryang membaik atau
cairan pleural. Perubahan yang mengindikasikan TB yang lebih berat
mencakup area berlubang danfibrosa.
e) Histologi atau kultur jaringan (termasuk kumbah lambung, urine dan CSF
serta biopsy kulit) : positif untuk M.Tuberculosis.
f) Needle biopsy of lung tissue : positif untuk granuloma TB, adanya sel-
sel besar yang mengindikasikannekrosis.
g) Elektrolit : mungkin abnormal tergantung dari lokasi dan beratnya
infeksi, misalnya hiponatremia mengakibatkan retensi air, dapat
ditemukan pada TB paru kronislanjut.
h) ABGs : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa
kerusakanparu.

i) Bronkografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan


bronkhus atau kerusakan paru karenaTB.
j) Darah : leukosit, LEDmeningkat.
k) Test fungsi paru : VC menurun, dead space meningkat, TLC meningkat
15
dan menurunnya saturasi O2 yang merupakan gejala sekunder dari
fibrosis / infiltrasi parenkim paru dan penyakit pleura.

n. PemeriksaanRadiologi
Tuberkulosis paru mempunyai gambaran patologis, manifestasi dini
berupa suatu koplek kelenjar getah bening parenkim dan lesi resi TB biasanya
terdapat di apeks dan segmen posterior lobus atas paru – paru atau pada segmen
superior lobus bawah (Dr. dr. Soeparman. 1998). Hal 719). Pada fluoroskopi
maupun foto thorax PA cairan yang kurang dari 300 cc tidak bisa terlihat.
Mungkin kelainan yang tampak hanya berupa penumpukankostofrenikus.
o. Pemeriksaanlaboratorium
a) Darah
Adanya kurang darah, sel – sel darah putih serta laju endap darah
meningkat terjadi pada prosesaktif.
b) Sputum
Ditemukan adanya Basil tahan Asam (BTA) pada sputum yang
terdapat pada penderita tuberkulosis paru yang biasanya diambil pada
pagihari.
3. Diagnosa Keperawatan
No Analisa Data Diagnosa

1. DS : Pasien batuk Bersihan jalan nafas tidak efektif


mengatakan
berhubungan dengan sekresi mukus yang
berdahak, pasien mengatakan sesak
kental, upaya batuk buruk dan edema
napas tracheal/faringeal.
DO : napas pendek, auskultasi :
creakles pada percabangan bronkus,
TTV: TD : 110/70 mmHg, S : 36 C,
N : 84 x/menit, RR : 28 x/menit, sekret
kental

2. DS : pasien mengataka badannya Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan


lemas, pasien mengatakan kepalanya tubuh berhubungan dengan kelemahan,

16
pusing, pasien mengatakan sesak anoreksia, ketidakcukupan nutrisi.
napas
DO : pasien hanya ditempat tidur dan
saat beraktivitas dibantu oleh keluarga,
RR = 28 x/menit, Hb = 11,1 g/dl

3. DS : pasien mengatakan tidur tidak Gangguan pola istirahat tidur berhubungan


nyenyak dan sering terbangun karena dengan sesak nafas dan batuk.
batuk, pasien mengatakan batuk
berdahak, pasien mengatakan sesak
napas, pasien tidur ± 6-7 jam sehari
dan tidur siang ± 1-2 jam
DO : kantong mata bawah hitam,
konjungtiva anemis

4. NIC dan NOC

No Dx Noc Nic Rasional

1. Bersihan jalan Tujuan : 1. Kaji fungsi 1. Peningkatan bunyinafas


nafas tidak efektif bersihan jalan pernafasan contoh dapatmenunjukkan
berhubungan nafasefektif. bunyinafas, atelektasis, ronchi,
kecepatan, irama, mengi menunjukkan
dengan sekresi
dan akumulasi
mukus yang Kriteria Hasil : kelemahandan sekre/ketidakmampuan
kental, upaya klien dapat penggunaan otot untuk
batuk buruk dan mempertahank bantu. membersihkanjalan
edema an jalan nafas nafas yang dapat
tracheal/faringeal. dan menimbulkan
mengeluarkan penggunaan otot
aksesori pernafasan
sekret
danpeningkatan kerja
tanpabantuan pernafasan.

2. Pengeluaran sulit bila


sekret sangat
tebalsputum berdarah
kental / darah
cerah(misal efek infeksi
atau tidak
17
2. Catat kemampuan kuatnyahidrasi).
untuk
mengeluarkan
mukosa batuk
3. Posisi membantu
efektif,
memaksimalkan
catatkarakter,juml
ekspansi paru dan
ah sputum,
menurunkan upaya
adanya
pernafasan.
hemoptisis.

3. Berikan klien
posisi semi fowler
tinggi

2. Perubahan nutrisi Tujuan : 1. Catat status 1. berguna dalam


kurang dari kebutuhan nutrisi pasien dari mendefinisikan derajat/
kebutuhan tubuh nutrisi penerimaan, catat luasnya masalah dan
berhubungan terpenuhi turgor kulit, berat pilihan intervensi yang
dengan (tidak terjadi badan dan tepat.
kelemahan, perubahan derajat
anoreksia, nutrisi). kekurangannyabe
ketidakcukupannu ratbadan, riwayat
trisi. Kriteria Hasil : mual atau
pasien muntah, diare.
menunjukkan 2. Pastikan pada
peningkatan diet biasa pasien 2. membantu dalam
berat badan yang disukai atau mengidentifikasi
dan melakukan tidak disukai. kebutuhan pertimbangan
perilaku atau keinginan individu dapat
perubahan memperbaiki
polahidup. masukandiet.
3. Kolaborasi, rujuk
ke ahli diet untuk
menentukan
komposisi diet. 3. Bantuan dalam
perencanaandiet dengan
nutrisi adekuat
untukkebutuhanmetaboli
k dan diet.

3. Gangguan pola Tujuan : agar 1. Diskusikan 1. Rekomendasi yang


istirahat tidur pola perbedaan umum untuk tidur 8 jam
berhubungan tidurterpenuhi individualdalam tiap malam nyatanya
dengan sesak kebutuhan tidur tidak mempunyai fungsi
nafas dan batuk. Kriteria Hasil : berdasarkan hal dasar ilmiah individu
pasien dapat usia, tingkat yang dapat rileks dan

18
istirahat tidur aktivitas, gaya istirahat dengan mudah
tanpaterbangun hiduptingkat memerlukansedikit tidur
stress. untuk merasa segar
kembali dengan
bertambahnya usia,
waktu tidur. Total secara
umum
menurun,khususnya
tidur tahap IV dan
waktutahap meningkat.
2. Tidur akan sulit dicapai
sampai tercapairelaksasi,
lingkungan rumah
sakitdapat
2. Tingkatkan
relaksasi,
berikanlingkunga
n yang gelap atau
terang

5. Implementasi
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi mukus yang
kental, upaya batuk buruk dan edema tracheal/faringeal.
Implementasi :
a) Mengkaji fungsi pernafasan contoh bunyinafas, kecepatan, irama, dan
kelemahandan penggunaan otot bantu.
b) Mencatat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa batuk efektif,
catatkarakter,jumlah sputum, adanya hemoptisis.
c) Memberikan klien posisi semi fowler tinggi
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan,
anoreksia, ketidak cukupan nutrisi.
a) Mencatat status nutrisi pasien dari penerimaan, catat turgor kulit, berat
badan dan derajat kekurangannya berat badan, riwayat mual atau
19
muntah, diare.
b) Memastikan pada diet biasa pasien yang disukai atau tidak disukai.
c) Berkolaborasi, rujuk ke ahli diet untuk menentukan komposisi diet.
c. Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan sesak nafas dan batuk.
a) Mendiskusikan perbedaan individualdalam kebutuhan tidur berdasarkan
hal usia, tingkat aktivitas, gaya hiduptingkat stress.
b) Meningkatkan relaksasi, berikanlingkungan yang gelap atau terang
6. Evaluasi
S: klien mengatakan nafas sudah tidak sesak lagi,
klien mengatakan sudah ada nafsu makan,
klien mengatakan tidur sudah nyenyak
O: klien dapat mempertahankan jalan nafas dan mengeluarkan sekret tanpa bantuan,
pasien menunjukkan peningkatan berat badan dan melakukan perilaku atau
perubahan pola hidup,
pasien dapat istirahat tidur tanpa terbangun.
A: masalah teratasi sebagian
P: intervensi di hentikan

20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah dipelajari tentang konsep dasar dan askep dari TB Paru kita dapat mengetahui
seperti apa penyakit TB Paru ini, bagaimana pencegahannya dan seperti apa penyebab
serta tanda dan gejalanya. Setelah itu semua di ketahui maka di berikan lah asuhan
keperawatan pada penyakit TB Paru ini yang dilalui dengan beberapa tahap dan semua
itu di lakukan untuk mengurangi dan menyembuhkan penderita penyakit ini agar tidak
banyak yang terkena penyakit inidi karenakan penyakit ini adalah penyakit menular
melalui udara dan virus pada penyakit ini ialah virus yang dapat menyebar walaupun
tanpa udara. Betapa bahaya nya penyakit ini dan proses penyembuhannya yang lama.

21
DAFTAR PUSTAKA
 DepKes RI. 2002. Promosi penanggulangan TB paru. Jakarta:

Departemen Kesehatan RI.

 Price, S. A dan Bare, M. W. 2001. Definisi konsep klinis dan

Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta : EGC.

 Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. 2007. Buku ajar keperawatan medikal

bedah volume 1. Edisi 8. Jakarta : EGC.

 Smeltzer, Suzanne.C, Brenda G. Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan

Medikal Bedah(Edisi 8). Jakarta: EGC.

 Suradi, 2001. Diagnosis dan Pengobatan TB Paru. Dalam : Kumpulan

Naskah Temu Ilmiah Respirologi. Surakarta : Lab. Paru FK UNS

22
23

Anda mungkin juga menyukai