Anda di halaman 1dari 15

KADAR MAGNESIUM SERUM SELAMA INFUS MAGNESIUM SULFAT PADA

DOSIS 1 GRAM/JAM DIBANDINGKAN DENGAN 2 GRAM/JAM SEBAGAI DOSIS


PEMELIHARAAN UNTUK MENCEGAH EKLAMPSIA PADA WANITA DENGAN
PREEKLAMPSIA BERAT

Ana CF Pascoal, MD, MSc, Leila Katz, MD, PhD, Marcela H. Pinto, MD, Carina A. Santos,
MD, Luana CO Braga, MD, Sabina B. Maia, MD, PhD, dan Melania MR Amorim, MD, PhD

Abstrak

Latar Belakang: Magnesium sulfat adalah obat yang ideal untuk pencegahan dan pengobatan
eklampsia. Namun demikian, rejimen terbaik untuk memberikan perlindungan terhadap
eklampsia dengan efek samping minimal masih perlu ditetapkan. Penelitian ini bertujuan untuk
membandingkan kadar magnesium serum selama infus magnesium sulfat intravena pada dosis 1
gram/jam dibandingkan 2 gram/jam sebagai dosis pemeliharaan untuk mencegah eklampsia pada
wanita hamil dan post-partum dengan preeklamsia berat.

Metode: Uji klinis acak tersamar tiga dilakukan, membandingkan kadar magnesium serum
selama infus magnesium sulfat intravena pada 1 gram/jam dibandingkan 2 gram/jam sebagai
dosis pemeliharaan untuk pencegahan eklampsia pada 62 wanita hamil dan wanita post-partum
(masing-masing 31 orang) dengan preeklamsia berat. Magnesium sulfat intravena dengan dosis 6
gram diberikan selama 30 menit pada kedua kelompok. Para pasien kemudian dirandomisasi
untuk menerima dosis pemeliharaan 1 atau 2 gram/jam selama 24 Jam. Outcome primer terdiri
dari kadar magnesium serum pada titik waktu berikut: baseline, 30 menit, setiap 2 jam sampai
akhir 6 jam pertama, dan setiap 6 jam sesudahnya sampai penghentian infus magnesium sulfat.
Outcome sekunder meliputi efek samping dan komplikasi maternal, serta outcome neonatal.

Hasil: Kadar magnesium serum lebih tinggi pada kelompok 2 gram/jam, dengan perbedaan yang
signifikan secara statistik pada 2 jam setelah dimulainya infus magnesium sulfat (P <0,05).
Oliguria adalah komplikasi yang paling sering ditemukan pada kedua kelompok, tidak ada
perbedaan yang signifikan antara kedua rejimen (RR 0,88; 95% CI: 0,49-1,56; P = 0,65). Tidak
ada kasus eklampsia yang terjadi. Efek samping lebih banyak ditemukan pada kelompok 2
gram/jam (RR 1,89; 95% CI: 1,04-3,41; P = 0,02); namun, semuanya bersifat ringan. Tidak ada
perbedaan outcome neonatal antara kedua kelompok, kecuali admisi ke NICU, yang lebih banyak
ditemukan pada kelompok 1 gram/jam (25% vs 6,3%; P = 0,04).

Kesimpulan: Terapi magnesium sulfat dengan dosis pemeliharaan 1 gram/jam sama efektifnya
dengan dosis pemeliharaan 2 gram/jam, namun dengan efek samping yang lebih sedikit.

Kata kunci: uji klinis terkontrol, hubungan dosis-respons, magnesium sulfat, magnesium,
preeklamsia
1. Pendahuluan

Preeklampsia/eklampsia terjadi pada 2-8% kehamilan dan bertanggung jawab atas kematian dari
63.000 wanita di seluruh dunia setiap tahunnya. Sekitar 9% dari kematian ini terjadi di Asia dan
Afrika, sedangkan 25% lainnya terjadi di Amerika Latin dan Karibia. Dalam sebuah penelitian
multicenter yang dilakukan di Brasil, prevalensi outcome maternal yang parah (kematian atau
near miss [nyaris meninggal]) akibat dari eklampsia 5 kali lebih besar dari yang dihasilkan oleh
komplikasi parah lainnya yang berkaitan dengan gangguan hipertensi kehamilan. Oleh karena
itu, eklampsia tetap menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas maternal, yang
merupakan salah satu alasan utama perawatan di intensive care unit (ICU).

Preeklamsia didefinisikan sebagai onset hipertensi yang disertai proteinuria atau disfungsi organ
setelah 20 minggu kehamilan pada wanita yang tekanan darah sebelumnya adalah normal.
Meskipun etiopatogenesis preeklampsia belum banyak diketahui, terdapat bukti bahwa pada
preeklamsia terjadi disfungsi plasenta, yang dilanjutkan oleh hipoperfusi uteroplasental bed.
Hasil akhirnya adalah spasme arteriol generalisata, yang, jika terjadi di otak, dapat menyebabkan
timbulnya eklampsia, yang ditandai dengan kejang umum tonik-klonik terbatas yang tidak
disebabkan oleh penyebab lain.

Magnesium sulfat adalah obat yang ideal untuk pencegahan dan pengobatan eklampsia, dan
penggunaannya secara universal direkomendasikan oleh World Health Organization. Namun
demikian, rejimen terbaik masih perlu ditetapkan, karena masih belum ada bukti bahwa kadar
magnesium serum antara 4 dan 7 mEq/L yang ditetapkan dalam studi retrospektif, dan masih
dianggap bersifat terapeutik, merupakan jaminan bahwa wanita hamil dengan gangguan
hipertensi dapat terlindungi dari eklampsia. Kejadian efek samping tergantung pada kadar
magnesium yang dicapai; oleh karena itu, regimen magnesium sulfat yang ideal adalah dosis
yang memberikan perlindungan terhadap eklampsia, dengan efek samping yang minimal.

Awalnya, magnesium sulfat diberikan secara intramuskular, intravena, atau subkutan, dengan
dosis rendah. Setelah efek samping dari pengobatan ini diketahui, diusulkan dosis yang lebih
tinggi dan rejimen yang berbeda. Pada tahun 1955, Pritchard merekomendasikan rejimen setelah
pemberian dosis intravena awal; namun, karena rasa sakit yang terkait dengan injeksi dan
kemungkinan infeksi lokal, rejimen intravena secara bertahap mulai menggantikan pemberian
intramuskular pada fase pemeliharaan. Kemudian, Zuspan mengusulkan infus 4 gram intravena
selama fase pemuatan awal dan 1 gram/jam sebagai dosis pemeliharaan, sedangkan pada tahun
1990, Sibai menyarankan menggunakan dosis pemuatan awal 6 gram, diikuti dengan dosis
pemeliharaan 2 gram/jam, keduanya diberikan secara intravena.
Meskipun efikasi magnesium sulfat untuk pencegahan dan pengobatan kejang eklamptik telah
ditetapkan, rejimen terapeutik terbaik dan durasi terapi pemeliharaan yang ideal masih belum
diketahui. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan kadar
magnesium serum selama infus magnesium sulfat intravena pada dosis 1 gram/jam dibandingkan
2 gram/jam sebagai dosis pemeliharaan untuk mencegah eklampsia pada wanita hamil dan
wanita post-partum dengan preeklamsia berat.

2. Metode

2.1. Desain studi

Penelitian ini merupakan randomized clinical trial, triple blinded, untuk membandingkan kadar
magnesium serum selama infus magnesium sulfat intravena 1 gram/jam dibandingkan 2
gram/jam sebagai dosis pemeliharaan untuk pencegahan eklampsia pada wanita hamil dan
wanita post-partum dengan preeklampsia berat. Penelitian ini dilakukan di Instituto de Medicina
Integral Prof. Fernando Figueira (IMIP) di Recife, Pernambuco, Brasil Timur Laut, antara Maret
2015 hingga Maret 2016.

2.2. Pasien dan kriteria kelayakan

Wanita hamil dengan preeklampsia berat, sebagaimana didefinisikan oleh kriteria diagnosis
American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG), dan akan mendapatkan terapi
magnesium sulfat di IMIP diikutsertakan ke dalam penelitian ini. Kriteria ACOG untuk
diagnosis preeklamsia berat didasarkan pada adanya salah satu dari temuan berikut pada wanita
dengan preeklampsia: tekanan darah sistolik ≥160 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik ≥110
mmHg, trombositopenia (<100.000/mm3), fungsi hati abnormal (peningkatan kadar transaminase
hingga dua kali lipat nilai normal atau nyeri pada kuadran kanan atas/epigastrium yang tidak
membaik dengan pengobatan), fungsi ginjal abnormal (kadar kreatinin >1,1 mg/dl atau dua kali
lipat nilai normal), edema paru akut dan/atau gejala serebral dan/atau visual yang baru terjadi.

Kriteria eksklusi terdiri dari terjadinya eklampsia sebelum pemberian dosis pemuatan awal
magnesium sulfat; penggunaan obat-obatan lain atau obat-obatan terlarang yang dapat
mengganggu hemodinamik ibu, kontraindikasi penggunaan magnesium sulfat (hipersensitifitas
terhadap obat, oliguria dengan keluaran urin <25 mL/jam, atau miastenia berat), penyakit ginjal
akut atau kronis, serta penurunan tingkat kesadaran.

2.3. Intervensi

Semua pasien yang dipilih untuk penelitian ini akan menerima dosis pemuatan magnesium sulfat
standar 6 gram yang diberikan selama 30 menit, sesuai dengan pedoman institusional. Setelah
menandatangani formulir informed consent dan telah menerima infus dosis pemuatan awal,
pasien secara acak menerima dosis pemeliharaan magnesium sulfat 1 gram/jam atau 2 gram/jam.

2.4. Penilaian dan outcome


Variabel baseline berikut dianalisis dan dibandingkan untuk memastikan bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan secara statistik antara kedua kelompok pada saat admisi: usia ibu, usia
kehamilan, paritas, tekanan darah, kadar kreatinin, gejala eklampsia iminens, dan adanya
komorbiditas terkait seperti hipertiroidisme/hipotiroidisme, penyakit kardiovaskular, gagal
ginjal, systemic lupus erythematosus, sindrom antibodi antifosfolipid, penyakit hati, diabetes, dan
obesitas.

Outcome utama terdiri dari kadar magnesium serum pada titik waktu berikut: baseline, 30 menit,
setiap 2 jam sampai akhir 6 jam pertama, dan setiap 6 jam sesudahnya sampai penghentian infus
magnesium sulfat. Efektivitas dalam mencapai kadar magnesium serum yang dianggap bersifat
terapeutik sebagai fungsi waktu juga dievaluasi.

Hasil sekunder yang dianalisis adalah: terjadinya komplikasi maternal (eklampsia, solusio
plasenta, perdarahan post-partum, retensio plasenta, komplikasi tromboemboli, gagal hati,
oliguria, gagal ginjal, koagulasi intravaskular diseminata, cerebrovascular accident, dan edema
paru akut), efek samping (sensasi panas, kemerahan pada wajah, mengantuk, kebingungan,
pusing, haus, kelemahan otot, sakit kepala, reaksi hipersensitif, mual, dan muntah), penghentian
pengobatan karena efek samping, kebutuhan akan kalsium glukonat, puncak hipertensi, cara
melahirkan, dan outcome neonatal (gangguan pernapasan, kebutuhan untuk resusitasi, kebutuhan
untuk assisted mechanical ventilation, kebutuhan untuk masuk NICU, dan kematian neonatal).

2.5. Randomisasi

Daftar randomisasi disiapkan menggunakan program perangkat lunak Random Allocation, versi
1.0. Daftar ini terdiri dari nomor urut mulai dari 1 hingga 2000 ditambah huruf "A" atau "B"
seperti yang awalnya diprogram untuk studi berjudul "Perbandingan efektivitas dan keamanan
dosis pemeliharaan 1 gram/jam versus 2 gram/jam infus magnesium sulfat untuk pencegahan
eklampsia pada wanita dengan preeklamsia berat: uji klinis acak”. Daftar ini dibagi menjadi 20
blok. Selama periode pengumpulan data, tingkat rekrutmen lebih rendah dari yang diharapkan.
Oleh karena itu, untuk menganalisis magnesium serum pada pasien yang akan menerima kedua
rejimen magnesium sulfat, kami memutuskan untuk menunda studi yang telah diusulkan,
menghapus blinding, dan menganalisis 62 pasien sesuai dengan perhitungan ukuran sampel baru.
2.6. Blinding

Apoteker menerima daftar angka pengacakan dari 1 hingga 2000, dengan huruf "A" atau "B",
yang menentukan apakah pasien akan berada dalam kelompok 1 gram/jam atau 2 gram/jam.
Apoteker kemudian menyiapkan ampul dengan distilled water (air suling/akua bides) untuk
kelompok 1 gram/jam, dan ampul dengan total 6 gram magnesium sulfat untuk kelompok 2
gram/jam. Kedua set ampul memiliki warna dan ukuran yang sama. Hanya apoteker yang
mengetahui isi ampul. Amplop bernomor dikirim ke high-risk unit dan ke intensive care unit di
mana para pasien secara berturut-turut dikelompokkan ke salah satu rejimen perawatan. Amplop
bernomor yang mengandung ampul hanya dibuka pada saat persiapan dosis pemeliharaan
magnesium sulfat.

2.7. Perhitungan ukuran sampel

Ukuran sampel untuk penelitian ini dihitung menggunakan program perangkat lunak OpenEpi
yang tersedia untuk umum, versi 3.01, dengan mempertimbangkan data dari studi yang
diterbitkan pada tahun 2013, di mana 60% wanita yang menerima magnesium sulfat 2 gram/jam
sebagai dosis pemeliharaan mencapai kadar magnesium dalam kisaran terapeutik dalam waktu 2
jam post-partum, dibandingkan dengan 20% wanita yang menerima dosis 1 gram/jam. Untuk
mendeteksi perbedaan dalam kekuatan 80% (kesalahan tipe II [beta]) dan tingkat signifikansi
bilateral 95% (kesalahan tipe I [alpha]), menurut formula Fleiss dengan faktor koreksi
kontinuitas, diperlukan 56 pasien (28 pasien di setiap kelompok). Jumlah ini meningkat menjadi
62 pasien.

2.8. Perawatan

Dua kelompok pasien kemudian dibentuk berdasarkan rejimen terapi pemeliharaan:

Magnesium sulfat 1 gram/jam: Dosis pemeliharaan awalnya disiapkan dengan mengencerkan 12


mL magnesium sulfat 50% dalam 476 mL larutan saline 0,9%. Sebuah ampul yang mengandung
12 mL distilled water yang diambil dari amplop randomisasi (sesuai dengan nomor urut untuk
masing-masing pasien) kemudian ditambahkan ke larutan infus. Kecepatan infus adalah 84
ml/jam, menghasilkan rejimen 1 gram/jam.

Magnesium sulfat 2 gram/jam: Dosis pemeliharaan awalnya dibuat dengan mengencerkan 12 mL


magnesium sulfat 50% dalam 476 mL larutan saline 0,9%, seperti yang dijelaskan di atas.
Sebuah ampul yang mengandung 12 mL magnesium sulfat yang diambil dari amplop
pengacakan (sesuai dengan nomor urut yang ditetapkan untuk masing-masing pasien) kemudian
ditambahkan ke larutan infus. Kecepatan infus adalah 84 ml/jam, menghasilkan rejimen 2
gram/jam.
Selama penelitian, para peneliti, dokter, dan pasien tetap tidak mengetahui pengalokasian
kelompok (1 gram/jam atau 2 gram/jam).
Dari awal infus magnesium sulfat untuk fase pemeliharaan diberikan, sampel darah diambil
menggunakan saline flushed intravenous catheter yang diletakkan di lengan yang berlawanan
dengan yang digunakan untuk infus. Hal ini memungkinkan analisis serial kadar magnesium
serum untuk dilakukan pada beberapa titik waktu yang berbeda (baseline, 30 menit, setiap 2 jam
untuk 6 jam pertama dan setiap 6 jam setelahnya). Denyut jantung, laju pernapasan, diuresis,
tekanan darah, dan refleks tendon dalam pasien dievaluasi setiap 6 jam oleh dokter yang hadir
dan oleh para peneliti. Infus magnesium sulfat harus dihentikan jika laju pernapasan turun
menjadi <12 napas per menit dan/atau diuresis menjadi <25 ml per jam dan/atau jika refleks
tendon dalam ditemukan berkurang atau menghilang (magnesium sulfat kembali diberikan
segera setelah kondisi-kondisi tersebut teratasi). Tidak ada pedoman untuk menentukan kapan
refleks berkurang, normal atau meningkat, sehingga penentuan hal ini diserahkan kepada
pertimbangan pemeriksa.

2.9. Analisis statistik

Analisis dilakukan dengan menggunakan EpiInfo, versi 7 (Atlanta, GA) dan program perangkat
lunak Medcalc, versi 15.6.1 (Perangkat Lunak Medis bvba). Karakteristik baseline pasien pada
kedua kelompok dibandingkan menggunakan Student’s t-test untuk variabel kontinu dengan
distribusi normal. Uji Mann-Whitney digunakan untuk variabel diskrit dan ordinal atau untuk
variabel kontinu dengan distribusi yang tidak normal. Variabel kategori dibandingkan dalam
tabel kontingensi menggunakan uji korelasi chi-square atau uji Fisher. Untuk membandingkan
kadar magnesium serum pada kedua kelompok, analisis tindakan berulang dilakukan dengan
asumsi sferisitas. Grafik akan dibuat, yang pertama menunjukkan kurva nilai rata-rata (dengan
interval kepercayaan 95% [95% CI]) untuk berbagai titik waktu dalam setiap kelompok, dan
yang kedua menunjukkan diagram titik dan garis yang membandingkan semua nilai pada setiap
titik waktu per kelompok. Semua nilai P adalah 2-tailed, dan tingkat signifikansi yang diadopsi
adalah 5%.

2.10. Masalah etis

Dewan peninjau internal institusional telah menyetujui penelitian ini dengan nomor referensi
37560214.0.0000.5201, dan protokolnya terdaftar di ClinicalTrials.gov (www.clinicaltrials.gov)
dengan nomor referensi NCT02396030.

3. Hasil

Selama masa studi, 192 pasien dengan preeklamsia berat dirawat di rumah sakit dan 129 pasien
di approach oleh tim studi. Dari jumlah tersebut, 8 wanita dikeluarkan karena eklampsia, 4
karena epilepsi, 3 karena riwayat penyakit ginjal, dan 27 karena pasien telah menerima dosis
pemuatan awal magnesium sulfat di rumah sakit lain sebelum dirujuk ke rumah sakit ini (tempat
penelitian dilaksanakan). Sebanyak 25 pasien menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.
Populasi sampel akhir adalah 62 pasien, yang dibagi ke dalam dua kelompok secara acak yaitu:
kelompok 1 gram/jam (n = 31) atau kelompok 2 gram/jam (n = 31). Tidak ada penghentian terapi
yang terjadi pada kedua kelompok (Gambar 1).

Gambar 1. Prosedur pemilihan dan tindak lanjut partisipan (CONSORT flowchart).

Tidak terdapat perbedaan karakteristik baseline serupa pada kedua kelompok (Tabel 1).
Preeklamsia berat lebih prevalen daripada preeklamsia berat superimposed pada kedua kelompok
(61,3% pada kelompok 2 gram/jam dan 64,5% pada kelompok 1 gram/jam). Sindrom HELLP
terjadi pada 12,9% pasien dalam kelompok 2 gram dan 10,3% pada kelompok 1 gram. Frekuensi
komorbiditas terkait adalah serupa pada kedua kelompok (32,3%).

Tabel 1. Karakteristik baseline wanita dengan preeklamsia berat.


Tidak terdapat perbedaan kadar magnesium serum yang diukur pada awal fase pemeliharaan dan
yang diukur 30 menit yang signifikan pada kedua kelompok. Namun demikian, di titik waktu
lain, terdapat perbedaan kadar magnesium serum yang signifikan secara statistik, terutama pada
akhir fase terapi pemeliharaan 6 jam ketiga dan keempat, ketika kadar magnesium jauh lebih
tinggi pada kelompok 2 gram (Tabel 2, Gambar 2 dan 3)

Tabel 2. Kadar magnesium selama 24 jam terapi pemeliharaan dengan infus MgSO4.

Gambar 2. Kurva kadar magnesium serum dalam mEq/L selama 24 jam infus magnesium sulfat
yang menunjukkan peningkatan signifikan kadar rata-rata magnesium dalam kelompok 2 gram
pada akhir terapi pemeliharaan, sedangkan konsentrasi lebih konstan dalam kelompok 1 gram.
Nilai dinyatakan sebagai mean dan interval kepercayaan 95% di setiap titik.
Gambar 3. Kurva kadar magnesium serum dalam mEq/L selama 24 jam, disesuaikan untuk
setiap pasien. Perhatikan frekuensi lonjakan konsentrasi yang lebih tinggi pada kelompok 2
gram.

Oliguria adalah komplikasi yang paling banyak ditemukan pada kedua kelompok, dan tidak ada
perbedaan yang signifikan antara kedua rejimen. Hanya 1 pasien dalam kelompok 1 gram yang
mengalami gagal ginjal, dan 2 pasien lain dalam kelompok yang sama menderita perdarahan
post-partum, yang segera diatasi. Pengobatan harus diperpanjang pada 12,9% pasien dalam
kelompok 2 gram dan 6,9% pada kelompok 1 gram, sedangkan pengobatan harus diinisiasi ulang
pada lebih banyak pasien dalam kelompok 1 gram (10,3%) daripada di Kelompok 2 gram (6,7%)
(Tabel 3). Tidak ada kasus solusio plasenta, koagulasi intravaskular diseminata, cerebrovascular
accident, edema paru akut, eklampsia, atau kematian.

Tabel 3. Komplikasi maternal pada wanita dengan preeklampsia berat.

Terdapat insidensi puncak hipertensi yang tinggi, dan serupa pada kedua kelompok. Kisaran
kadar magnesium serum yang dianggap terapeutik (4-7 mEq/L) hanya dicapai oleh 5 pasien pada
kelompok rejimen 2 gram/jam. Di sisi lain, kadar ini tidak dicapai oleh pasien mana pun yang
berada pada kelompok rejimen 1 gram/jam. Frekuensi efek samping secara signifikan lebih besar
pada kelompok 2 gram/jam dibandingkan dengan kelompok 1 gram/jam (71% vs 41,9%). Efek
samping yang paling banyak terjadi pada kelompok 2 gram adalah: sensasi panas, mual, dan haus
(semua terjadi pada 22,6% pasien). Pada kelompok 1 gram, efek samping yang paling banyak
terjadi adalah sensasi panas (16,1%) dan mual (12,9%). Tidak ada kasus penghentian pengobatan
karena timbulnya efek samping, dan kalsium glukonat tidak diperlukan dalam seluruh kasus
(Tabel 4).
Tabel 4. Outcome maternal untuk wanita dengan preeklamsia berat yang menerima terapi
magnesium sulfat.

Seksio sesaria adalah cara persalinan yang paling umum; namun, kejadiannya serupa pada kedua
kelompok, yaitu 61,3% pasien pada kelompok 2 gram dan 67,7% pada kelompok 1 gram (Tabel
4).

Karena 2 dari 62 wanita dalam penelitian ini memiliki anak kembar, analisis data dilakukan pada
64 bayi baru lahir, dimana 2 bayi dilahirkan di rumah sakit swasta karena ibu mereka
dipindahkan ke rumah sakit tersebut sebelum melahirkan. Usia kehamilan rata-rata adalah 36,8 ±
1,74 minggu (± SD) untuk kelompok 2 gram dan 35,1 ± 4,58 minggu untuk kelompok 1 gram,
tanpa perbedaan yang signifikan secara statistik antara kelompok. Terdapat perbedaan yang
signifikan secara statistik dalam hal berat lahir, dengan berat rata-rata 2.917 gram pada
kelompok 2 gram dan 2.436 gram pada kelompok 1 gram (P = 0,03). Tidak ada perbedaan yang
signifikan secara statistik antara 2 kelompok dalam hal dengan skor Apgar menit ke-1 atau ke-5,
atau dalam outcome neonatal, dengan satu-satunya perbedaan adalah dalam frekuensi masuk ke
unit perawatan intensif, yang lebih tinggi pada kelompok 1 gram (25% vs 6,3%, Tabel 5).

Tabel 5. Karakteristik bayi baru lahir dan outcome neonatal.


4. Diskusi

Kadar magnesium serum lebih tinggi pada kelompok yang diberikan rejimen 2 gram/jam
dibandingkan dengan wanita yang diberikan rejimen 1 gram/jam, kecuali untuk 2 dosis pertama.
Temuan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dalam kadar magnesium rata-rata pada 2
pengukuran pertama mungkin merupakan konsekuensi dari dosis pemuatan awal yang serupa
pada kedua kelompok, bersama dengan fakta bahwa obat tersebut mungkin belum mencapai rata-
rata konsentrasi plasma maksimum, mencerminkan keadaan stabil dari keseimbangan dinamis
antara dosis obat yang diberikan dan tingkat distribusi serta eliminasinya. Seperti yang telah
diperkirakan, pada pengukuran ketiga, kadar magnesium secara signifikan lebih tinggi pada
kelompok yang menerima dosis lebih tinggi (kelompok 2 gram/jam).

Dari semua wanita yang dianalisis, hanya 5 pasien dalam kelompok 2 gram/jam yang mencapai
kadar magnesium terapeutik (antara 4 dan 7 mEq/L), seperti yang diusulkan dalam penelitian
observasional yang diterbitkan pada tahun 1955. Jumlah ini jauh di bawah jumlah yang
diperkirakan; namun, tidak ada pasien dalam penelitian ini yang mengalami outcome yang parah.
Baru-baru ini, tinjauan sistematis yang mencakup penelitian dengan berbagai rejimen
magnesium sulfat menemukan bahwa dalam sebagian besar kasus, kadar magnesium serum
berada di bawah kadar terapeutik, meskipun kadar yang lebih tinggi juga ditemukan pada
rejimen 2 gram/jam dan dengan pemberian secara intramuskular. Sebagian besar studi yang
dianalisis melibatkan risiko bias yang tinggi, dan hanya terdapat sedikit randomized clinical
trial. Target kadar magnesium serum yang ditetapkan sebagai "terapeutik" mungkin telah
diusulkan tanpa ketersediaan studi yang memadai untuk membandingkan rejimen yang berbeda,
tanpa pengetahuan mendalam tentang farmakokinetik dan farmakodinamik obat, dan tanpa
menentukan hubungan antara kadar magnesium dan pencegahan kejang eklamptik yang efektif.

Salah satu uji klinis yang dimasukkan ke dalam tinjauan sistematis mengevaluasi kadar
magnesium serum hanya pada 17 pasien, yaitu membandingkan rejimen intramuskular dengan
intravena. Meskipun uji klinis acak lain mengevaluasi 194 wanita dengan preeklampsia yang
diberikan dosis magnesium sulfat yang sama dan dibagi menjadi 4 kelompok sesuai dengan
indeks massa tubuh mereka, kadar magnesium hanya diukur dua kali, yaitu sebelum dan setelah
persalinan. Faktanya, keterbatasan sebagian besar penelitian tersebut tidak hanya mengacu pada
ukuran sampel yang kecil dan pengumpulan sampel darah per pasien untuk mengevaluasi kadar
magnesium yang terlalu sedikit, tetapi juga pada inklusi pasien dengan eklampsia.

Temuan penelitian ini serupa dengan yang telah dirangkum dalam tinjauan sistematis, dan
menyoroti kebutuhan untuk melakukan re-evaluasi terhadap kadar serum magnesium yang harus
dicapai untuk menghindari kejang. Temuan ini menunjukkan bahwa kadar terapeutik mungkin
saja lebih rendah dari yang sebelumnya diusulkan oleh Pritchard.
Pengukuran kadar magnesium serum multipel menghasilkan 2 kurva, memungkinkan
pemantauan perubahan kadar magnesium serum selama periode infus magnesium sulfat. Sebuah
studi yang dilakukan pada tahun 1993 juga melakukan pengukuran magnesium berturut-turut
pada 44 wanita dengan preeklampsia; namun, studi tersebut adalah studi prospektif yang hanya
mengevaluasi 1 rejimen magnesium sulfat intravena. Salah satu tujuan dari studi farmakokinetik
acak yang dilakukan pada tahun 2013 adalah untuk menciptakan kurva dengan pengukuran kadar
magnesium; namun, perbandingan yang dilakukan adalah antara rejimen intravena (dosis
pemuatan awal 4 gram dan dosis pemeliharaan 1 gram/jam) dan rejimen intramuskular (dosis
pemuatan awal 4 gram diberikan secara intravena, dengan 10 gram diberikan secara
intramuskular, dan dosis pemeliharaan 5 gram setiap 4 jam). Singkatnya, beberapa penelitian
telah melakukan analisis kurva kadar magnesium serum, membandingkan 2 rejimen intravena
menggunakan metodologi yang dirancang dengan baik.

Temuan ini menunjukkan bahwa kadar magnesium serum pada awalnya mengalami penurunan.
Hal ini mungkin terjadi sebagai konsekuensi dari fase alfa atau fase distribusi, yang sesuai
dengan distribusi obat dari kompartemen sentral (darah) ke kompartemen perifer (jaringan).
Sejak saat itu dan seterusnya, sementara kurva untuk kelompok 2 gram/jam naik, konsentrasi
lebih konstan pada kelompok 1 gram/jam, dengan kadar magnesium yang tersisa dalam kisaran
yang sama. Sehubungan dengan kelompok yang terpapar dengan dosis yang lebih rendah, kurva
magnesium serum yang konstan dapat dijelaskan oleh fakta bahwa dosis 1 gram/jam mungkin
cukup untuk mencapai konsentrasi plasma maksimum rata-rata konstan yang akan dicapai, pada
titik mana suatu plateau tercapai dan tidak akan ada variasi lebih lanjut dalam kadar obat.
Peningkatan kadar pada kelompok yang dosisnya lebih tinggi mungkin merupakan hasil dari
saturasi mekanisme eliminasi obat dan, akibatnya, terjadi akumulasi di dalam tubuh, yang
mungkin mengarah pada efek toksik.

Tingkat efek samping jauh lebih tinggi pada kelompok 2 gram dan perbedaan ini signifikan
secara statistik. Temuan ini sesuai dengan laporan dalam literatur yang menegaskan bahwa efek
ini secara langsung terkait dengan kadar magnesium serum. Namun demikian, efek samping
yang diamati di sini bersifat ringan, dan tidak diperlukan penghentian pengobatan pada kasus
manapun. Tingkat efek samping yang ditemukan dalam meta-analisis Cochrane jauh lebih
rendah daripada yang ditemukan dalam penelitian ini (71% pada kelompok 2 gram dan 41,9%
pada kelompok 1 gram vs 24% dalam meta-analisis Cochrane); namun, perbedaan ini mungkin
terjadi karena dalam penelitian kami, informasi ini dicatat secara teliti, bahkan efek samping
yang paling ringan sekalipun, sedangkan dalam meta-analisis Cochrane hanya efek samping
utama yang dimasukkan. Tidak ada efek samping berat yang mengindikasikan toksisitas obat
yang ditemukan pada kedua kelompok. Temuan ini sesuai dengan beberapa laporan lain,
termasuk tinjauan sistematis yang menemukan insidensi toksisitas obat yang rendah
(berkurangnya refleks patela 1,6% dan depresi pernapasan 1,3%).
Tidak ada kasus eklampsia pada kedua kelompok yang dievaluasi. Temuan ini telah diperkirakan
sebelumnya, karena berbagai literatur telah mengkonfirmasi bahwa eklampsia adalah kejadian
langka pada pasien yang menggunakan antikonvulsan, dengan insidensi 0,6%. Namun demikian,
karena ukuran sampel percobaan ini tidak dihitung untuk tujuan tersebut, studi lebih lanjut
diperlukan untuk mengevaluasi temuan ini dengan ukuran sampel yang lebih besar. Studi
multicenter harus dilakukan untuk memastikan bahwa jumlah pasien yang dimasukkan adalah
cukup, dan dalam periode waktu yang memadai.

Kejadian episode tekanan darah sangat tinggi serupa pada kedua kelompok, yang mendukung
hipotesis bahwa magnesium sulfat hanya memiliki sedikit efek pada tekanan darah, bahkan
ketika digunakan pada dosis yang berbeda.

Oliguria adalah komplikasi paling umum yang terkait dengan preeklampsia; Namun, seperti
halnya komplikasi penyakit lainnya, frekuensinya serupa pada kedua kelompok. Alasan paling
umum yang berkaitan dengan kebutuhan untuk menghentikan pengobatan adalah oliguria. Efek
samping yang terjadi tidak menghasilkan kebutuhan untuk menghentikan pengobatan pada
kasus-kasus ini.

Penggunaan magnesium sulfat juga telah dikaitkan dengan peningkatan 5% dalam risiko seksio
sesarea dibandingkan dengan penggunaan plasebo atau antikonvulsan lainnya. Dalam penelitian
ini, tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik dalam tingkat operasi caesar antara
kedua kelompok. Pada kelompok 1 gram, 2 pasien menderita perdarahan post-partum. Efek
magnesium sulfat sebagai relaksan otot polos tetap harus diklarifikasi sepenuhnya; namun,
seperti dalam penelitian lain yang telah diterbitkan, dosis yang digunakan dalam penelitian ini
tampaknya tidak memberikan efek relaksan otot polos; oleh karena itu, kedua rejimen dosis pada
penelitian ini tampaknya aman.

Karena magnesium sulfat dapat melewati barrier plasenta, magnesium sulfat juga dapat
bertindak sebagai vasodilator dan muscle relaxant pada neonatus. Bukti mengenai efek
neuroprotektif magnesium sulfat sudah ditemukan; namun, beberapa penelitian juga telah
mengevaluasi konsekuensi lain dari paparan obat ini. Sebuah studi kohort retrospektif
mengevaluasi 6.654 wanita yang akan mendapatkan terapi magnesium sulfat, dengan dosis
pemeliharaan yang berkisar antara 2 hingga 3 gram/jam. Insidensi hipotonia yang lebih besar dan
skor Apgar yang lebih rendah ditemukan pada bayi yang baru lahir, begitu juga denan kebutuhan
yang lebih besar untuk intubasi di ruang bersalin dan perawatan di ICU. Efek samping ini secara
langsung terkait dengan kadar magnesium serum, yang berkisar antara 3 hingga 7 mEq/L. Studi
kohort cross-sectional lain yang diterbitkan pada tahun 2015 menguatkan hipotesis yang
dijelaskan di atas; namun, penting untuk menekankan bahwa dosis magnesium sulfat yang
digunakan jauh lebih tinggi daripada yang digunakan dalam uji klinis ini, sedemikian rupa
sehingga sebagian besar wanita memiliki kadar magnesium antara 4 dan 7 mEq/L.
Dalam penelitian ini, ditemukan perbedaan berat lahir yang signifikan secara statistik. Meskipun
secara statistik signifikan, perbedaan ini mungkin tidak signifikan secara klinis, dan mungkin
bersifat acak sebagai akibat dari ukuran sampel yang kecil. Bahkan, meskipun terdapat ukuran
sampel kecil, penelitian ini tidak menemukan adanya perbedaan outcome neonatal yang
signifikan secara statistik antara kedua kelompok, kecuali dalam hal frekuensi masuk ke NICU
yang lebih tinggi pada kelompok 1 gram, yang kemungkinan terjadi karena dalam kebanyakan
kasus kadar magnesium serum berada di bawah kadar yang semula diperkirakan. Kadar
magnesium sulfat tidak dapat menjelaskan perbedaan dalam tingkat masuk ke unit perawatan
intensif, karena sebagian besar admisi terjadi pada pasien dengan kadar magnesium serum yang
lebih rendah. Perbedaan dalam kriteria untuk masuk ke unit perawatan intensif, terutama dalam
kelompok di mana berat lahir lebih rendah, dapat menjelaskan temuan ini. Sampel yang lebih
besar mungkin diperlukan untuk mengklarifikasi temuan ini.

Masuk akal untuk berspekulasi bahwa neonatal adverse effect yang terlihat pada wanita yang
terpapar magnesium sulfat berbanding lurus dengan dosis obat yang digunakan dan dengan kadar
magnesium yang bersangkutan; namun, tidak ada peningkatan kejadian efek ini pada bayi baru
lahir di salah satu rejimen dosis yang digunakan dalam penelitian ini.

Faktor pembatas yang paling penting dari penelitian ini adalah ukuran sampelnya yang kecil,
yang mencegah penarikan kesimpulan mengenai apakah kedua rejimen yang digunakan
memberikan perlindungan yang sama terhadap eklampsia. Namun demikian, untuk analisis ini,
eklampsia bukanlah outcome primer. Harus ditekankan juga bahwa ukuran sampel penelitian ini
mirip atau lebih besar dibandingkan dengan beberapa penelitian lain yang telah dipublikasikan.

Meskipun terdapat ukuran sampel yang kecil, kemungkinan bias berkurang dengan desain
penelitian ini. Lebih lanjut, simulasi kurva kadar magnesium selama periode infus magnesium
sulfat, faktor yang telah dijelaskan dalam beberapa penelitian, mendekati data real-life, dan
dengan ini, kami dapat mengesampingkan hipotesis bahwa kadar magnesium akan lebih tinggi
pada kelompok 2 gram/jam dibandingkan dengan kelompok 1 gram. Berbeda dengan apa yang
telah diperkirakan, hanya terdapat sedikit pasien yang mencapai kadar magnesium yang
dianggap sebagai kadar terapeutik, meskipun tidak ada pasien yang menderita kejang. Kejadian
efek samping lebih banyak ditemukan pada kelompok 2 gram, meskipun efek sampingnya
bersifat ringan.

Data-data ini masih bersifat preliminary (pendahuluan), dan perlu dikonfirmasi dalam studi yang
lebih besar dengan desain studi yang serupa, sebelum kesimpulan pasti dapat dicapai; namun,
kami percaya bahwa rejimen pemeliharaan magnesium sulfat 1 gram/jam lebih banyak dipilih
daripada rejimen 2 gram/jam untuk sebagian besar pasien dengan preeklampsia berat, karena
rejimen ini memberikan pasien paparan dosis obat yang lebih rendah, dan akibatnya, memiliki
risiko efek samping yang lebih rendah, tanpa meningkatkan insidensi outcome maternal atau
neonatal yang negatif.
Meskipun terdapat tinjauan sistematis yang telah dipublikasikan mengenai masalah ini, kami
percaya bahwa penelitian yang dirancang dengan baik dan dengan ukuran sampel yang lebih
besar perlu dilakukan untuk mencapai keputusan definitif mengenai rejimen profilaksis terbaik
untuk mencegah kejadian buruk seperti eklampsia.

Anda mungkin juga menyukai