TINJAUAN MEDIS
2.1 Pengertian
Katarak adalah kekeruhan lensa. Katarak memiliki derajat kepadatan yang sangat
bervariasi dan dapat disebabkan oleh berbagi hal, tetapi biasanya berkaitan dengan
penuaan (Vaughan, 2000).
Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih. Biasanya terjadi akibat
proses penuaan, tapi dapat timbul pada saat kelahiran (katarak kongenital). Dapat juga
berhubungan dengan trauma mata tajam maupun tumpul, penggunaan kortikosteroid
jangka panjang, penyakit sistemis, pemajanan radiasi, pemajanan sinar matahari yang
lama, atau kelainan mata yang lain.
Katarak adalah suatu keadaan dimana lensa mata yang biasanya jernih dan bening
menjadi keruh. Asal kata katarak dari kata Yunani cataracta yang berarti air terjun.
Hal ini disebabkan karena pasien katarak seakan-akan melihat sesuatu seperti tertutup
oleh air terjun didepan matanya.
Jadi dapat disimpulkan, katarak adalah kekeruhan lensa yang normalnya transparan
dan dilalui cahaya ke retina, yang dapat disebabkan oleh berbagai hal sehingga terjadi
kerusakan penglihatan.
2.2 Anatomi Fisiologi
2.2.1 Anatomi mata
a. Struktur Mata Eksternal
Gambar 1.
(Smeltzer, 2001)
1) Alis
Alis adalah dua potong kulit tebal melengkung yang ditumbuhi
bulu. Alis dikaitkan pada otot-otot sebelah bawahnya serta
berfungsi melindungi mata dari sinar matahari.
2) Kelopak mata
Kelopak mata merupakan dua buah lipatan muskulofibrosa
yang dapat digerakkan, dapat dibuka dan ditutup untuk
melindungi dan meratakan air mata ke permukaan bola mata
dan mengontrol banyaknya sinar yang masuk. Kelopak tersusun
oleh kulit tanpa lemak subkutis. Batas kelopak mata
berakhir pada plat tarsal, terletak pada batas kelopak. Sisi
bawah kelopak mata dilapisi oleh konjungtiva.
3) Bulu mata
Bulu mata melindungi mata dari debu dan cahaya.
Gambar 2.
Struktur mata internal
(Smeltzer, 2001)
1) Sklera
Lapisan paling luar dan kuat ( bagian “putih” mata). Bila sklera
mengalami penipisan maka warnanya akan berubah menjadi
kebiruan. Dibagian posterior, sklera mempunyai lubang yang
dilalui saraf optikus dan pembuluh darah retina sentralis.
Dibagian anterior berlanjut menjadi kornea. Permukaan
anterior sklera diselubungi secara longgar dengan konjungtiva.
Sklera melindungi struktur mata yang sangat halus serta
membantu mempertahankan bentuk biji mata.
2) Khoroid
Lapisan tengah yang berisi pembuluh darah. Merupakan
ranting-ranting arteria oftalmika, cabang dari arteria karotis
interna. Lapisan vaskuler ini membentuk iris yang berlubang
ditengahnya, atau yang disebut pupil (manik) mata. Selaput
berpigmen sebelah belakang iris memancarkan warnanya dan
dengan demikian menentukan apakah sebuah mata itu berwarna
biru, coklat, kelabu, dan seterusnya. Khoroid bersambung pada
bagian depannya dengan iris, dan tepat dibelakang iris. Selaput
ini menebal guna membentuk korpus siliare sehingga terletak
antara khoroid dan iris. Korpus siliare itu berisi serabut otot
sirkulerndan serabut-serabut yang letaknya seperti jari-jari
sebuah lingkaran. Kontraksi otot sirkuler menyebabkan pupil
mata juga berkontraksi. Semuanya ini bersama-sama
membentuk traktus uvea yang terdiri dari iris, korpus siliare,
dan khoroid. Peradangan pada masing-masing bagian berturut-
turut disebut iritis, siklitis, dan khoroiditis, atau pun yang
secara bersama-sama disebut uveitis. Bila salah satu bagian dari
traktus ini mengalami peradangan, maka penyakitnya akan
segera menjalar kebagian traktus lain disekitarnya.
3) Retina
Lapisan saraf pada mata yang terdiri dari sejumlah lapisan
serabut, yaitu sel-sel saraf batang dan kerucut. Semuanya
termasuk dalam konstruksi retina yang merupakan jaringan
saraf halus yang menghantarkan impuls saraf dari luar menuju
jaringan saraf halus yang menghantarkan impuls saraf dari luar
menuju diskus optikus, yang merupakan titik dimana saraf
optik meninggalkan biji mata. Titik ini disebut titik buta, oleh
karena tidak mempunyai retina. Bagian yang paling peka pada
retina adalah makula, yang terletak tepat eksternal terhadap
diskus optikus, persis berhadapan dengan pusat pupil.
4) Kornea
Merupakan bagian depan yang transparan dan bersambung
dengan sklera yang putih dan tidak tembus cahaya. Kornea
terdiri atas beberapa lapisan. Lapisan tepi adalah epithelium
berlapis yang tersambung dengan konjungtiva.
5) Bilik anterior (kamera okuli anterior)
Terletak antara kornea dan iris.
6) Iris
Tirai berwarna didepan lensa yang bersambung dengan selaput
khoroid. Iris berisi dua kelompok serabut otot tak sadar (otot
polos). Kelompok yang satu mengecilkan ukuran pupil,
sementara kelompok yang lain melebarkan ukuran pupil itu
sendiri.
7) Pupil
Bintik tengah yang berwarna hitam yang merupakan celah
dalam iris, dimana cahaya dapat masuk untuk mencapai retina.
8) Bilik posterior (kamera okuli posterior)
Terletak diantara iris dan lensa. Baik bilik anterior maupun
bilik posterior yang diisi dengan aqueus humor.
9) Aqueus humor
Cairan ini berasal dari badan siliaris dan diserap kembali ke
dalam aliran darah pada sudut iris dan kornea melalui vena
halus yang dikenal sebagai Saluran Schlemm.
10) Lensa
Suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna dan
transparan. Tebalnya ±4 mm dan diameternya 9 mm.
Dibelakang iris, lensa digantung oleh zonula (zonula zinni)
yang menghubungkannya dengan korpus siliare. Di sebelah
anterior lensa terdapat humor aqueus dan disebelah posterior
terdapat vitreus humor. Kapsul lensa adalah membran
semipermiabel yang dapat dilewati air dan elektrolit. Disebelah
depan terdapat selapis epitel subkapular. Nukleus lensa lebih
keras daripada korteks nya. Sesuai dengan bertambahnya usia,
serat-serat lamelar sub epitel terus diproduksi sehingga lensa
lama-kelamaan menjadi kurang elastik. Lensa terdiri dari 65%
air, 35% protein, dan sedikit sekali mineral yang biasa ada
dalam jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi
di lensa daripada di jaringan lainnya. Asam askorbat dan
glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi.
Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah, maupun saraf dalam
lensa.
11) Vitreus humor
Daerah sebelah belakang biji mata, mulai dari lensa hingga
retina yang diisi dengan cairan penuh albumen berwarna
keputih-putihan seperti agar-agar. Berfungsi untuk memberi
bentuk dan kekokohan pada mata, serta mempertahankan
hubungan antara retina dengan selaput khoroid dan sklerotik.
2.2.2 Fisiologi mata
Saraf optikus atau urat saraf cranial kedua adalah saraf sensorik
untuk penglihatan. Saraf ini timbul dari sel-sel ganglion dalam retina yang
bergabung untuk membentuk saraf optikus. Saraf ini bergerak ke belakang
secara medial dan melintasi kanalis optikus, memasuki rongga cranium
lantas kemudian menuju khiasma optikum. Saraf penglihatan memiliki 3
pembungkus yang serupa dengan yang ada pada meningen otak. Lapisan
luarnya kuat dan fibrus serta bergabung dengan sclera, lapisan tengah
halus seperti arakhnoid, sementara lapisan dalam adalah vakuler
(mengandung banyak pembuluh darah). Pada saat serabut-serabut itu
mencapai khiasma optikum, maka separuh dari serabut-serabut itu akan
menuju ke traktus optikus sisi seberangnya, sementara separuhnya lagi
menuju traktus optikus sisi yang sama. Dengan perantara serabut-serabut
ini, maka setiap serabut nervus optikus dihubungkan dengan kedua sisi
otak sehingga indera penglihatan menerima rangsangan berkas-berkas
cahay pada retina. Pusat visual terletak pada kortex lobus oksipitalis otak
(Pearce, 1997).
Indera penglihatan menerima rangsangan berkas-berkas cahaya
pada retina dengan perantaraan serabut nervus optikus, menghantarkan
rangsangan ini ke pusat penglihatan pada otak untuk ditafsirkan. Cahaya
yang jatuh ke mata menimbulkan bayangan yang difokuskan pada retina.
Bayangan itu akan menembus dan diubah oleh kornea, lensa badan aqueus
dan vitreus. Lensa membiaskan cahaya dan memfokuskan bayangan pada
retina, bersatu menangkap sebuah titik bayangan yang difokuskan.
Gangguan lensa adalah kekeruhan, distorsi, dislokasi, dan anomali
geometric. Pasien yang mengalami gangguan- gangguan tersebut
mengalami kekaburan penglihatan tanpa rasa nyeri.
a. Pembentukan bayangan
Cahaya dari objek membentuk ketajaman tertentu dari bayangan
objek di retina. Bayangan dalam fovea di retina selalu lebih kecil dan
terbalik dari objek nyata. Bayangan yang jatuh pada retina akan
menghasilkan sinyal saraf dalam mosaik reseptor, selanjutnya
mengirim bayangan dua dimensi ke otak untuk direkonstruksikan
menjadi bayangan tiga dimensi. Pembentukan bayangan abnormal
terjadi jika bola mata terlalu panjang dan berbentuk elips, titik fokus
jatuh didepan retina sehingga bayangan menjadi kabur. Untuk
melihat lebih jelas harus mendekatkan mata pada objek yang dilihat,
dibantu dengan lensa bikonkaf yang memberi cahaya divergen
sebelum masuk mata. Pada hipermetropia, titik fokus jatuh
dibelakang retina. Kelainan dikoreksi dengan lensa bikonveks.
Sedangkan pada presbiopia, bentuk abnormal karena lanjut usia yang
kehilangan kekenyalan lensa.
b. Respon bola mata terhadap benda
2.4 Etiologi
Penyebab utama katarak adalah proses penuaan. Anak bisa mengalami katarak
yang biasanya merupakan penyakit yang diturunkan, peradangan di dalam kehamilan,
keadaan ini disebut sebagai katarak kongenital. Lensa mata mempunyai bagian yang
disebut pembungkus lensa atau kapsul lensa, korteks lensa yang terletak antara
nukleus lensa atau inti lensa dengan kapsul lensa. Pada anak dan remaja nukleus
bersifat lembek sedang pada orang tua nukleus ini menjadi keras. Katarak dapat mulai
dari nukleus, korteks, dan subkapsularis lensa.
Dengan menjadi tuanya seseorang maka lensa mata akan kekurangan air dan
menjadi lebih padat. Lensa akan menjadi keras pada bagian tengahnya, sehingga
kemampuannya memfokuskan benda dekat berkurang. Hal ini mulai terlihat pada usia
45 tahun dimana mulai timbul kesukaran melihat dekat
(presbiopia). Pada usia 60 tahun hampir 60% mulai mengalami katarak atau lensa keruh.
Katarak biasanya berkembang pada kedua mata akan tetapi progresivitasnya
berbeda. Kadang-kadang penglihatan pada satu mata nyata berbeda dengan mata yang
sebelahnya. Perkembangan katarak untuk menjadi berat memakan waktu dalam bulan
hingga tahun.
Berbagai faktor dapat mengakibatkan tumbuhnya katarak lebih cepat. Faktor
lain dapat mempengaruhi kecepatan berkembangnya kekeruhan lensa sepertidiabetes
melitus, obat tertentu, sinar ultra violet B dari cahay matahari, efek racun dari
merokok, dan alkohol, gizi kurang vitamin E, dan radang menahun di dalam bola
mata. Obat tertentu dapat mempercepat timbulnya katarak seperti betametason,
klorokuin, klorpromazin, kortison, ergotamin, indometasin, medrison, neostigmin,
pilokarpin dan beberapa obat lainnya. Penyakit infeksi tertentu dan penyakit seperti
diabetes melitus dapat mengakibatkan timbulnya kekeruhan lensa yang akan
menimbulkan katarak komplikata (Ilyas, 2006) .
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun memiliki kecepatan yang berbeda.
Dapat disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemik, seperti diabetes. Namun
kebanyakan merupakan konsekuensi dari proses penuaan yang normal. Kebanyakan
katarak berkembang secara kronik ketika seseorang memasuki dekade ketujuh.
Katarak dapat bersifat kongenital dan harus diidentifikasi awal, karena bila tidak
terdiagnosa dapat menyebabkan ambliopia dan kehilangan penglihatan permanen.
Faktor yang paling sering
berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obat-obatan,
alkohol, merokok, diabetes, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam
jangka waktu lama (Smeltzer, 2001).
2.5 Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan,
berbentuk seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa
mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer
ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior.
Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan warna menjadi coklat
kekuningan. Disekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior
nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling
bermakna, nampak seperti kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi.
Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang dari badan silier ke
sekitar daerah diluar lensa, misalnya dapat menyebabkan penglihatan mengalamui
distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga
mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu
teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks air ke
dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu
transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam
melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan
bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.
depan
mata
Glaukoma
2.7 Penatalaksanaan
Sampai saat ini belum ditemuka n obat yang dapat mencegah katarak. Beberapa
penelitian sedang dilakukan untuk memperlambat proses bertambah keruhnya lensa
untuk menjadi katarak (Ilyas, 2006).
Meski telah banyak usaha yang dilakukan untuk memperlambat progresifitas atau
mencegah terjadinya katarak, tatalaksana masih dengan pembedahan (James, 2006).
Untuk menentukan waktu katarak dapat dibedah ditentukan oleh keadaan tajam
penglihatan dan bukan oleh hasil pemeriksaan. Tajam penglihatan dikaitkan dengan
tugas sehari-hari penderita.
Digunakan nama insipien, imatur, matur, dan hipermatur didasarkan atas
kemungkinan terjadinya penyulit yang dapat terjadi (Prof. Dr Sidarta Ilyas, dkk,
2002).Operasi katarak terdiri dari pengangkatan sebagian besar lensa dan penggantian
lensa dengan implant plastik. Saat ini pembedahan semakin banyak dilakukan dengan
anestesi lokal daripada anestesi umum. Anestesi lokal diinfiltrasikan di sekitar bola
mata dan kelopak mata atau diberikan secara topikal. Operasi dilakukan dengan insisi
luas pada perifer kornea atau sklera anterior, diikuti oleh ekstraksi (lensa diangkat dari
mata) katarak ekatrakapsular. Insisi harus dijahit. Likuifikasi lensa menggunakan
probe ultrasonografi yang dimasukkan melalui insisi yang lebih kecil dari kornea atau
sklera anterior (fakoemulsifikasi).
BAB 3
TENJAUAN TEORITIS KEPERAWATAN
Aktifitas 0 1 2 3 4
Mandi
Berpakaian/ berdandan
Eliminasi
Mobilisasi ditempat tidur
Pindah
Ambulasi
Naik tangga
Belanja
Memasak
Merapikan rumah
c) Pola istirahat tidur
Berapa lama waktu tidur pasien, apakah ada kesulitan tidur seperti
insomnia atau masalah lain. Apakah saat tertidur sering terbangun.
d) Pola nutrisi metabolik
Adakah diet khusus yang dijalani pasien, jika ada anjuran diet apa yang
telah diberikan. Kaji nafsu makan pasien sebelum dan setelah sakit
mengalami perubahan atau tidak, adakah keluhan mual dan muntah,
adakah penurunan berat badan yang drastis dalam 3 bulan terakhir.
e) Pola eliminasi
Kaji kebiasaan BAK dan BAB pasien, apakah ada gangguan atau
kesulitan. Untuk BAK kaji warna, bau dan frekuensi sedangkan untuk
BAB kaji bentuk, warna, bau dan frekuensi.
f) Pola kognitif perseptual
Status mental pasien atau tingkat kesadaran, kemampuan bicara,
mendengar, melihat, membaca serta kemampuan pasien berinteraksi.
Adakah keluhan nyeri karena suatu hal, jika ada kaji kualitas nyeri.
g) Pola konsep diri
Bagaimana pasien mampu mengenal diri dan menerimanya seperti harga
diri, ideal diri pasien dalam hidupnya, identitas diri dan gambaran akan
dirinya..
h) Pola koping
Masalah utama pasien masuk rumah sakit, cara pasien menerima dan
menghadapi perubahan yang terjadi pada dirinya dari sebelum sakit
hingga setelah sakit.
i) Pola seksual reproduksi
Pola seksual pasien selama di rumah sakit, menstruasi terakhir dan
adakah masalah saat menstruasi.
j) Pola peran hubunganStatus perkawinan pasien, pekerjaan,
kualitas bekerja, sistem pendukung dalam menghadapi masalah, dan
bagaiman dukungan keluarga selama pasien dirawat di rumah sakit.
k) Pola nilai dan kepercayaan
Apa agama pasien, sebagai pendukung untuk lebih mendekatkan diri
kepada Tuhan atas sakit yang diderita
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Pre Operasi
a. Cemas (ansietas) berhubungan dengan kerusakan sensori dan
kurangnya pemahaman mengenai tindakan operasi yang akan
dilakukan.
b. Resiko Cedera berhubungan dengan kerusakan penglihatan.
c. Gangguan sensori persepsi: penglihatan berhubungan dengan gangguan
penerimaan sensori/ perubahan status organ indera.
2. Post Operasi
a. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur
invasive.
b. Gangguan sensori perceptual : penglihatan berhubungan dengan
gangguan penerimaan sensori / status organ indera.
c. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan terputusnya
kontinuitas jaringan pasca operasi.
d. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kehilangan
penglihatan perifer sementara dan persepsi sekunder terhadap
pembedahan mata.
e. Cemas (ansietas) berhubungan dengan perubahan status
kesehatan.
3.3 Fokus Intervensi & Rasional
1. Pre Operasi
34
b. Resiko Cedera berhubungan dengan kerusakan penglihatan.
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
Rencana tindakan :
Rencana tindakan :
2. Post Operasi
a. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur
invasive.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil :
Meningkatkan penyembuhan luka tepat waktu, bebas drainase purulen,
eritema, dan demam.
Rencana tindakan :
individu.
Kriteria hasil : Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi
Rencana tindakan :
mata.
Rencana tindakan :
1) Tanyakan pasien tentang nyeri. Tentukan karakteristik nyeri,
misalnya terus-menerus, sakit, menusuk, terbakar. Buat rentang
intesitas pada skala 0-10.
Rasional :Memberikan informasi untuk membantu dalam
menentukan pilihan/ keefektifan intervensi.
2) Berikan analgesik resep sesuai pesanan dan mengevaluasi
keefektifan. Beri tahu dokter bila nyeri mata menetap atau
memburuk setelah pemberian pengobatan.
Rasional : Analgesik memblokir jaras nyeri. Ketidaknyamanan
mata berat menandakan perkembangan komplikasi dan
perlunya perhatian medis segera. Ketidaknyamanan
ringan diperkirakan
3) Berikan anti inflamasi dan agen anti infeksi oftalmik yang
diresepkan.
Rasional : Untuk menurunkan bengkak dan
mencegah
infeksi.
Rencana tindakan :