Anda di halaman 1dari 15

BARU

LAPORAN PRAKTIKUM
ILMU MATERIAL KEDOKTERAN GIGI II

TOPIK : Bahan Tanam Tuang Gipsum Bonded


KELOMPOK : B8
HARI PRAKTIKUM : Selasa
TANGGAL PRAKTIKUM : 21 Agustus 2018
PEMBIMBING : Soebagio, drg., M.Kes.
Devi Rianti, drg. M.Kes.

Penyusun :
1. Nadiyya Nurul Nuha 021711133088
2. Nur Azizah 021711133089
3. Karina Amanda Putri 021711133090
4. M. Rizky Rafianto W 021711133091

DEPARTEMEN MATERIAL KEDOKTERAN GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2018
1. TUJUAN
Tujuan dilakukan praktikum ini adalah :
1. Mahasiswa mampu melakukan manipulasi bahan tanam dengan cara yang
tepat
2. Mahasiswa mampu melakukan penanaman model malam menggunakan
bahan tanam jenis gipsum
3. Mahasiswa mampu melakukan penuangan logam dengan benar

2. ALAT DAN BAHAN


2.1 Alat
1. Pisau model 6. Bowl
2. Brander dan spiritus 7. Crucible former
3. Spatula 8. Bumbung tuang
4. Gelas ukur 9. Vibrator
5. Timbangan 10. Kuas
11. Alat cetak model malam bentuk mahkota

2.2 Bahan
1. Bahan tanam gipsum bonded
2. Malam inlay
3. Sabun
4. Parafin

Gambar 1. Alat dan bahan


3. CARA KERJA
3.1 Pembuatan model malam
1. Semua alat yang akan digunakan untuk membuat model malam mahkota
harus dalam keadaan bersih.
2. Sebelum memulai pekerjaan alat cetak model malam mahkota diperiksa dan
dipastikan dalam keadaan bersih dan tidak ada sisa malam yang tertinggal.
3. Ujung alat cetak diulasi dengan paraffin secukupnya jangan berlebih.
4. Malam inlay dipotong secukupnya kemudian dilelehkan, setelah malam cair,
malam dituangkan ke dalam cetakan.
5. Setelah cetakan diisi penuh dengan malam cair, kemudian segera ditutup
dengan cetakan model malam.
6. Cetakan dibiarkan 30 detik, kemudian cetakan diletakkan dalam
hydrolicpress, ditekan sampai batas alat cetak menempel, malam yang keluar
dari lubang cetakan dibersihkan.
7. Cetakan dibuka tutupnya, model malam diambil dan diletakkan dalam wadah.
3.2 Penanaman model malam
1. Malam sprue dipotong secukupnya, kemudia sprue tersebut diletakkan pada
model malam dengan cara mencairkan ujung malam sprue dan dilekatkan
dengan model malam dalam posisi tegak, malam sprue tersebut dihaluskan.
2. Ujung lain malam sprue diletakkan pada crucible former dengan posisi tegak.
3. Ketinggian model malam diukur, dengan jalan memasukkan bumbung tuang
pada crucible former, jarak antara tepi bumbung tuang dengan tepi atas model
malam diukur. Jarak tidak boleh kurang dari 7 mm. jika jarak lebih dari 7 mm
maka sprue harus ditambah utnuk memanjangkan, jika jarak kurang dari 7 m
maka sprue dipotong lalu sprue dihaluskan kembali.
4. Ulasi seluruh permukaan model malam dan sprue dengan air sabun memakai
kuas.
5. Bubuk bahan tanam ditimbang seberat 55 gr, dan air diukur sebanyak 20 ml.
6. Air dituangkan terlebih dahulu ke dalam bowl lalu dimasukkan bubuk bahan
tanam ke dalam bowl yang sudah terisi air.
7. Adonan diaduk sebanyak 45 putaran selama 30 detik di atas vibrator,
kemudian adonan dituangkan ke dalam bumbung tuang yang telah lengkap
dengan crucible former dan malam model terpasang di atas vibrator.
8. Setelah bumbung tuang penuh, bumbung tuang dipindahkan dari vibrator dan
diberi tanda.

4. HASIL PRAKTIKUM

Gambar 2. Hasil praktikum


No. I II III
w/p ratio 20ml / 58 gram 25 ml / 58 gram 20 ml / 63 gram
Konsistensi Normal Encer Kental

5. TINJAUAN PUSTAKA
5.1 Gipsum Bonded
Material tanam adalah material yang digunakan untuk menanam model
malam yang diberi sprue untuk mendapatkan mould lalu dituang logam cair,
sehingga membentuk hasil tuangan logam. Ada tiga tipe material tanam tuang
dengan bahan pengisi silika sejenis dan material pengikat berbeda jenis, yaitu
gipsum, fosfat, dan silika (Mc cabe et al. 2008, hal. 47 ). Pada praktikum kali ini,
material yang digunakan adalah gipsum bonded.
5.1.1 Komposisi
Material ini tersedia dalam bentuk bubuk yang dicampur dengan air. Komposisi
utamanya terdiri dari silika (SiO2) dan hemihidrat kalsium sulfat. Komposisi
lainnya terdiri dari bubuk grafit atau bubuk tembaga dan berbagai modifiers
sebagai pengontrol setting time (Mc Cabe et al. 2008, hal. 47).
Silika tersedia dalam 4 bentuk alotrop, yaitu quartz, tridimyte, cristobalite,
dan fused quartz. Selain silika, beberapa modifiers, coloring agents, dan reduktor
juga dapat ditemukan pada gipsum bonded. Agen pereduksi atau reduktor
berfungsi untuk memberikan suasana non-oksidatif di dalam cetakan ketika
dilakukan casting gold alloy (Anusavice et al 2013, hal. 201-2).

5.1.2 Reaksi Kimia


Gipsum bonded akan terurai pada suhu di atas 1200 oC melalui reaksi antara
silika dengan kalsium fosfat untuk membebaskan gas sulfur trioksida seperti
reaksi berikut :
CaSO4 + SiO2  CaSiO3 + SO3

5.1.3 Setting ekspansi


Campuran antara silika dan kalsium sulfat hemihidrat akan menghasilkan
setting ekspansi yang lebih besar dari pada setting ekspansi gipsum itu sendiri.
Partikel silika berkemungkinan mengganggu interlocking kristal saat terjadi
reaksi. Sehingga kristal akan keluar dan terus tumbuh dan akan meningkatkan
setting ekspansi. Tujuan dari setting ekspansi adalah untuk membantu
memperbesar cetakan untuk mengkompensasi terjadinya shrinkage dari alloy
(Anusavice et al 2013, hal. 202).

5.1.4 Sifat
1. Memberi permukaan yang halus pada akhir penuangan logam.
2. Mudah dimanipulasi untuk memberikan campuran dengan konsistensi yang
halus.
3. Waktu setting mudah dikontrol.
4. Material tanam tuang porous seperti pada gipsum yang berguna untuk
mencegah tekanan balik pada penuangan logam.
5. Total ekspansi mould secara keseluruhan cukup untuk mengkompensasi
penyusutan selama pendinginan gold alloy.
6. Semakin tinggi rasio w/p adonan gipsum, konsentrasi inti kristalisasi menurun
sehingga setting time lebih lambat. Setting time perlu dikotrol karena seting
time mempunyai pengaruh pada setting expansion. Setting expansion perlu
diminimalisasi untuk menghasilkan hasil model yang akurat (McCabe &
Walls, 2008, hal. 51).

5.2 Dental Wax


Dental wax diklasifikasikan menjadi 3 jenis, yaitu pattern wax (inlay,
casting, dan baseplate), processing wax (boxing, utility, dan sticky), dan
impression wax (bite registration dan correction). Casting wax digunakan untuk
kerangka denture parsial dan kerangka logam lainnya.
Dental wax tersusun dari material termoplastik yang dapat mengeras dengan
cara didinginkan dan dapat melunak dengan dipanaskan. Komposisi utamanya
berasal dari mineral, binatang, maupun tumbuhan.
Wax umumnya memiliki karakter khusus dalam hal ekspansi termalnya.
Koefisien ekspansi termal merupakan faktor keakuratan yang utama. Ketika
dilunakkan, wax harus ditambah dengan bahan-bahan yang menyatu lainnya, agar
tidak terbentuk granula di permukaannya. Warna wax harus kontras dengan die
atau preparat gigi.

6. PEMBAHASAN
6.1 Pertanyaan :

1. Efek jumlah penggunaan paraffin :


- Terlalu sedikit 
- Terlalu banyak 
2. Efek jumlah penuangan malam :
- Terlalu penuh 
- Terlalu sedikit 
3. Efek suhu malam ketika penuangan :
- Terlalu panas  shrinkage
- Terlalu dingin  expansion
4. mengapa tidak boleh ada space antara model malam dengan alat cetak
model?
5. Mengapa peletakan sprue harus tepat di tengah crucible former?
6. Mengapa model malam perlu diulas dengan air sabun?

6.2 Penggunaan parafin

Sebelum dilakukan penuangan malam, alat cetak model perlu dioles


dengan paraffin untuk memudahkan pelepasan malam tanpa terjadi distorsi
(Anusavice dkk, 2013, hal. 196). Apabila paraffin dioleskan terlalu sedikit, maka
kemungkinan distorsi ketika proses pelepasan malam menjadi lebih besar. Akan
tetapi jika terlalu berlebihan dalam pemberian parafin dapat menghalangi adaptasi
terhadap die dan mengakibatkan model malam mudah rapuh.

6.3 Suhu malam

Malam yang digunakan dalam cetak tanam tuang sangat sensitif terhadap
suhu sehingga dapat mempengaruhi shrinkage dan expansion dari malam.
Pemanasan terlalu lama menyebabkan malam terevaporasi sehingga terjadi
shrinkage yang berlebihan sehingga menyebabkan distorsi ketika malam mulai
mengeras. Oleh karena itu, penting untuk mencegah terjadinya shrinkage dan
expansion berlebihan akibat perubahan suhu, baik itu karena malam dipanaskan
terlalu lama maupun terlalu cepat (Anusavice dkk, 2013, hal. 197-198).

Distorsi yang terjadi pada malam juga disebabkan oleh deformasi bentuk
ketika pelepasan dari alat cetak model, expansion ketika sudah mendingin, dan
penyimpanan yang terlalu lama. Salah satu pencegahan terjadinya distorsi adalah
dengan menunggu malam hingga dingin sebelum dilepas dari pencetak untuk
memastikan malam sudah mencapai dimensi stabil (equilibrium conditions)
(Anusavice dkk, 2013, hal. 199).
6.4 Penutupan Alat Cetak Malam Harus Rapat

Pencetakan model malam dilakukan dengan menggunakan cetakan yang


terdapat akrilik sebagai media pengganjal antara cetakan dan alas cetakan.
Pengganjal ini kemudian akan dilepaskan setelah penutup cetakan dilepaskan.
Penutupan cetakan ini harus dilakukan dengan rapat sehingga tidak terdapat sela
antara cetakan dan penutupnya. Apabila terdapat sela, sela ini dapat
mengakibatkan munculnya karies sekunder pada restorative

6.5 Sprue

Sprue adalah saluran cetakan yang dilalui logam cair atau keramik yang
mengalir ke dalam rongga cetakan. Tujuan dari penggunaan sprue adalah untuk
menyediakan saluran melalui mana paduan cair dapat mencapai cetakan di cincin
diinvestasikan setelah lilin telah dieliminasi. Diameter dan panjang sprue
tergantung untuk sebagian besar pada jenis dan ukuran dari pola, jenis mesin
pengecoran yang akan digunakan, dan dimensi flask dimana casting akan dibuat
(Anusavice dkk, 2013, hal. 213).

Faktor penting untuk bahan tanam tuang sebelum proses casting adalah
panjang dan diameter sprue serta jarak dari mould cavity dari dasar mould,
karena berpengaruh terhadap kualitas hasil pengecoran. Untuk casting yang lebih
besar dapat menggunakan 2 atau lebih sprue agar alloy cair dapat menjangkau
semua bagian dari mould cavity sebelum penyolderan. (McCabe & Walls, 2008,
hal. 80-81).

1. Diameter Sprue
Sprue harus dipilih dengan diameter yang kira-kira ukuran yang sama
sebagai daerah paling tebal dari hasil cetakan malam. Jika hasil cetakan
malam mempunyai bentuk yang kecil, sprue yang digunakan juga harus
berdiameter kecil, karena jika mengaplikasikan sprue yang berukuran
besar ke cetakan yang kecil dapat menyebabkan distorsi. Di sisi lain, jika
sprue mempunyai diameter yang kecil, ini akan memperkuat sebelum
pengecoran sendiri dan lokal susut porositas dapat muncul (Anusavice
dkk, 2013, hal. 213).
2. Posisi Sprue
Sprue diletakkan pada bagian tertinggi ketika casting yaitu di bagian
tengah dari crucible former. Posisi ini meningkatkan suhu yang
ditimbulkan di daerah tersebut sehingga dapat mencegah solidifikasi dini
yang merupakan penyebab pengisian mould yang tidak penuh. Selain itu,
posisi ini memudahkan proses pelepasan sprue tanpa merusak casting
(McCabe & Walls, 2008, hal. 82).
3. Perlekatan Sprue
Panjang sprue harus cukup untuk diletakkan di atas
crucible former dengan jarak 6 mm dari puncak bumbung tuang juga tidak
terlalu tinggi untuk menghindari kemungkinan solidifikasi dini sebelum
proses casting dapat terisi (Anusavice, 2013, hal. 214). Apabila tinggi
sprue terlalu pendek, maka gypsum bonded pecah karena tekanan udara
yang besra dari pori-pori gypsum bonded. Sedangkan apabila tinggi sprue
terlalu panjang, akan terjadi back pressure sehingga logam tidak terisi
penuh.

6.6 Pemberian Air Sabun

Setelah sprue terpasang model malam dapat langsung ditanam dengan bahan
tanam, namun sebelum ditanam permukaan model malam dan sprue harus diulas
dengan air sabun hal ini bertujuan untuk menurunkan tegangan permukaan. Air
sabun sangat efektif dalam menurunkan tegangan permukaan dan meningkatkan
pembasahan. Jika pembasahan tidak memadai akan menyebabkan hasil cetakan
kurang detail (Powers & Sakaguchi, 2006, hal. 52).

7. KESIMPULAN
 W/P ratio yang tinggi menyebabkan setting time lebih lama, kekuatan
gipsum menurun, dan menurunkan setting ekspansi sehingga menghasilkan
cetakan logam yang lebih besar. Begitu pula sebaliknya. Ekspansi dari gipsum
bonded sangat berpengaruh sebagai kompensator penyusutan logam saat
pendinginan. Sehingga saat hasil casting dipasang pada die akan  fit.

8. DAFTAR PUSTAKA
Anusavice, Shen, and Rawls. 2013. Philip’s science of Dental Material Edition
12. Saunders : Elsevier Inc.
McCabe, J.F. and Walls, A.W.G. 2008. Applied Dental Materials 9th ed.
Australia: Blackwell Publishing L.td.
Powers JM, Sakaguchi RL. 2006. Restorative dental materials. India: Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai