Anda di halaman 1dari 11

PENDAHULUAN

Konsepsi dan kemudian melahirkan anak sehat merupakan peristiwa dalam


kehidupan yang teramat penting. Bagi kebanyakan wanita menjadi ibu merupakan
ekspresi dari peran keibuannya dan kewanitaannya. Bagi kebanyakan laki-laki, menjadi
bapak jelas merupakan wujud dari maskulinitas dan potensinya. Bagi kebanyakan
pasangan , kedudukan sebagai orang tua merupakan ungkapan dari kasih sayang mereka
satu sama lain. Sementara bagi sebagian masyarakat, infertilitas dianggap sebagai
perenggut kebahagian dalam keutuhan sebuah keluarga. Llewellyn-Jones D,2002
Harus diakui bahwa teknik rekayasa reproduksi merupakan salah satu cara untuk
menolong pasangan infertilitas yang secara alamiah sulit untuk mengharapkan suatu
kehamilan. Meskipun dengan multifaktorial penyebab seperti masalah keuangan, sarana
penunjang pemeriksaan, mahalnya obat-obatan serta etika kultural maupun agama, di
negara berkembang seperti di Indonesia Teknologi Rekayasa Reproduksi (TRR) masih
belum bisa berkembang secara baik. TRR adalah suatu proses reproduksi dengan bantuan
bioteknologi mulai dari Inseminasi Intra Uterina (IIU), Bayi Tabung = Invitro Fertlisation
(IVF) dengan beberapa teknologi seperti Gamet Intra Fallopian Transfer (GIFT), Zygote
Intra Fallopian Transfer (ZIFT), Intacytoplasmic Sperm Injection (ICSI), Peritoneal
Oocyte-Sperm Transfer (POST). Siswanto F, 2003
Saat ini dengan kecenderungan pernikahan lambat, sementara fertilitas sangat
berkaitan dengan usia dan bertambahnya penderita penyakit seksual memungkinkan
untuk terjadinya peningkatan jumlah pasangan infertil yang perlu pertolongan TRR.
Kebutuhan pasangan infertil yang meningkat ini membuka peluang yang besar untuk
berkembangnya pelayanan fertilitas dimasa yang akan datang. Dalam waktu dua dekade
sejak dilahirkannya bayi yang bersejarah Louis Brown pada Juli 1978 dari hasil bayi
tabung, sampai saat ini perkembangan teknologi reproduksi bantuan telah sedemikian
pesatnya, dengan segala keberhasilan maupun kontroversi yang masih menimbulkan
banyak perdebatan . Rayburn WF, 2001, Siswanto F, 2003
Inseminasi Intra Uterus (IIU) merupakan suatu TRR yang sederhana dan sering
dilakukan dalam praktek sehari-hari. Walaupun tampak sederhana dan mudah dilakukan,
akan tetapi sering dilakukan tanpa prosedur standar yang baik dan benar, baik dari segi
klinik maupun laboratorium serta tanpa seleksi pasien secara ketat, sehingga hasilnya
sering mengecewakan. Anwar INC, Jamaan T, 2003

DEFENISI
Infertilitas didefenisikan sebagai ketidakmampuan pasangan suami istri untuk
mencapai konsepsi atau kehamilan setelah satu tahun melakukan senggama teratur tanpa
kontrasepsi atau ketidakmampuan untuk hamil sampai melahirkan bayi yang mampu
hidup. Anwar INC,2003
Sementara menurut Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi
Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia, infertilitas didefenisikan sebagai
pasangan suami istri pada usia reproduksi telah melakukan kohabitasi sebagai mana
layaknya (2-3 kali seminggu) tanpa menggunakan kontrasepsi , tidak hamil selama 2
tahun masa usaha untuk menjadi hamil. Moeloek FA, dkk, 2003
Menurut Wheeler JM & Polan ML( 1997), diagnosis infertilitas ditegakkan jika
konsepsi tidak terjadi setelah satu pasangan secara aktif mengusahakan kehamilan
selama satu tahun, akan tetapi pada pasangan usia muda atau pada pasien yang
pemaparan seksualnya diragukan pemeriksaan dan terapi aktif dapat di tunda sampai 2
tahun. Wheeler JM & Polan ML, 1997
Namun karena fekunditas manusia terbukti menurun seiring dengan
bertambahnya usia maka pemeriksaan infertilitas dapat dilakukan setelah enam bulan
upaya untuk hamil pada pasangan yang lebih tua ( usia istri lebih dari 35 tahun) atau ada
faktor-faktor tertentu yang mempunyai dampak terhadap fertilitasnya, misalnya
keguguran berulang, amenore, disfungsi seksual, dan operasi abdomen. Anwar INC,2003

EPIDEMIOLOGI INFERTILITAS
Menurut WHO dari seluruh dunia sekitar 50-80 juta pasangan suami istri
mempunyai masalah dengan infertilitasnya. Sekitar dua juta pasangan infertil baru akan
muncul setiap tahunnya dan terus meningkat. Diperkirakan sekitar 8-12% pasangan
suami istri akan mengalami masalah infertilitas selama masa reproduksinya dan
memerlukan pengobatan. Pada populasi umum, statistik menunjukan bahwa hanya 25 %
wanita hamil dalam bulan pertama perkawainannya, 63 % hamil dalam 6 bulan, 80%
akan hamil dalam 9 bulan dan sekitar 85 % akan hamil dalam satu tahun. Sementara
sekitar 5% lagi akan hamil dalam 6 bulan berikutnya. Pemeriksaan infertilitas harus
dilakukan secara bersama terhadap pasangan suami istri. Secara statistik sekitar 40%
penyebab Infertilitas terjadi pada pihak suami atau istri, sekitar 10% keduanya sebagai
penyebab, sementara 10% lagi di kategorikan pada penyebab yang tidak diketahui
(unexplained infertility) Wheeler JM & Polan ML,1997, Anwar INC,2003

INVESTIGASI INFERTILITAS
Investigasi terhadap pasangan infertil diarahkan pada identifikasi penyebab
infertilitas. Riwayat yang teliti dan pemeriksaan fisik dan penunjang yang baik akan
mengarahkan kepada investigasi yang tepat dan benar. Rayburn WF, 2001
Anamnesis yang teliti untuk suami dan istri dapat memberi gambaran secara garis
besar mengenai tingkat kesulitan. Riwayat pernikahan, haid, infeksi, penyakit sistematik,
trauma genital, operasi, kebiasaan senggama dan problemnya, obat sebelumnya, resiko
pekerjaan dan kebiasaan hidup perlu ditanyakan secara teliti. Keadaan umum suami istri,
pemeriksaan fisik secara umum, kelainan bawaan terutama pada sistem reproduksi, tanda
kelamin sekunder, harus dilakukan dengan cermat. Anwar INC,2003, Siswanto F, 2003

PEMERIKSAAN KHUSUS ISTRI Anwar INC,2003, Siswanto F, 2003


Harus dilakukan dengan cermat dan benar.
1. Pemeriksaan ginekologi secara cermat.
2. Uji lendir serviks, adalah pemeriksaan yang tidak terlalu sulit dan memberikan
gambar yang cukup berguna untuk menilai pengaruh hormonal, khususnya
estrogen melalui penilaian volume lendir, spinbarkeit test, dan fern tes.
3. Penilaian ovulasi secara sederhana dapat di ketahui dengan mengukur suhu basal
badan (SBB). Disamping menjadi petunjuk adanya siklus yang berovulasi atau
tidak, hasil pemeriksaan ini dapat juga di gunakan untuk menentukan hari ovulasi
sehingga senggama dapat diarahkan pada hari tersebut. Pemeriksaan SBB
dilakukan setiap hari dengan menggunakan termometer oral selama 4 menit, nilai
yang tertera pada termometer di pindahkan ke kertas grafik, jika siklus haidnya
berovulasi maka akan di dapatkan gambaran grafik yang bifasik, sedang grafik
monofasik menunjukan siklus haid yang anovulatoir.Baziad A,2003
Pemeriksaan
dilakukan 3 bulan berturut-turut Moeloek FA, dkk, 2003
4. Pemeriksaan tuba dan uterus dapat dilakukan dengan cara Histerosalpingografi,
pemeriksaan foto dengan kontras ini bisa memberikan gambaran fungsi transpor
dari tuba, adanya oklusi pada satu atau kedua tuba dan adanya hidrosalpings.
5. Uji Pasca Senggama (UPS).
UPS dijadikan standart pemeriksaan pada pasangan infertility, karena
pemeriksaan ini sangat berhubungan dengan keberhasilan TRR dengan melihat
interaksi lendir serviks dengan spermatozoa. Hasil pemeriksaan ini sering bisa
menerangkan penyebab infertilitas yang tidak jelas sebabnya (unexplained). UPS
dapat menjadi indikator dilakukannya Inseminasi Intra Uterina (IIU) yaitu bila
didapatkan kegagalan spermatozoa melewati lendir serviks. UPS dilakukan 2-3
hari sebelum perkiraan ovulasi dimana spinnbarkeit getah serviks mencapai 5 cm
atau lebih. Pengambilan getah servik dari kanalis endoserviks dilakukan setelah 2-
12 jam pasca senggama. Dengan pemeriksaan dibawah mikroskop UPS dikatakan
positif bila ditemukan paling sedikit 5 sperma per lapangan pandang besar. Bila
hasilnya negatif maka perlu dilakukan evaluasi ulang terhadap sperma.Baziad A,2003
6. Ultrasonografi secara benar akan membantu memberikan gambaran genitalia
interna, khususnya USG transvaginal akan memberikan informasi yang lebih
Siswanto F, 2003
baik. Disamping itu USG transvaginal juga dapat di gunakan untuk
penilaian ovulasi, dimana dapat di nilai pertumbuhan folikel, bila diameternya
mencapai 18 -25 mm menunjukkan folikel telah matang dan tak lama lagi akan
terjadi ovulasi. Baziad A,2003
7. Biopsi endometrium saat ini masih dianggap penting untuk menentukan keadaan
endometrium terhadap pengaruh estrogen dan progesteron, bahkan bisa
memberikan gambaran kesiapan endometrium menerima implantasi dari embrio.
8. Laparoskopi, merupakan pemeriksaan yang mempunyai manfaat sangat besar dan
merupakan diagnosis penentu didalam pemeriksaan infertilitas. Kelainan pada
daerah pelvis berupa endometriosis, perlekatan adneksa dan uji patensi tuba dapat
dilakukan. Pada waktu yang sama bisa juga dilaksanakan upaya destruksi
endometriosis atau adhesiolisis, ini akan membantu meningkatkan keberhasilan
TRR. Dengan laparoskopi operatif bisa dilakukan salpingektomi pada
hidrosalping, sebab hidrosalping sangat mempengaruhi keberhasilan implantasi
embrio, sehingga harus dilakukan salpigektomi terlebih dulu sebelum dilakukan
program IVF.
Endometriosis dapat menyebabkan penyulit berupa perlekatan dan reaksi
immunologi yang harus dihilangkan pada program TRR. Dengan laparoskopi
operatif dilakukan destruksi lesi endometriosis dan selanjutnya diberikan
Soebijanto S,
pengobatan dengan GnRH analog sebelum dilakukan stimulasi ovarium.
2005

9. Pemeriksaan hormon untuk melihat profil endokrinologi atau ovulasi.


Hormon yang diperiksa meliputi Prolaktin, Progesteron, Estrogen, FSH, LH dan
hormon lain berdasar indikasi. Analisa hormonal hanya dilakukan bila dari
anamnesis di temukan riwayat atau sedang mengalami gangguan haid atau dari
pemeriksaan suhu basal badan (SBB) ditemukan anovulasi.
Hiperprolaktinemia (N = 5-25 ng/ml) adalah hormon yang dapat menunjukan
adanya pemakaian tranquilizer, hipotiroid dan adanya tumor di hipofise.
Pemeriksaan progesterone (N = 10 ng/ml) pada pertengahan fase luteal dapat di
gunakan untuk mengetahui adanya insufisiensi corpus luteum, dimana akibat
insufisiensi ini transformasi endometrium menjadi tidak adekuat untuk terjadinya
nidasi. Kadar estradiol yang tinggi pada fase luteal dapat menghambat implantasi,
keadaan ini sering di temukan pada unexplained infertility. Baziad A,2003

PEMERIKSAAN KHUSUS SUAMI LeeRD,1997, Llewellyn-Jones D,2002, , Siswanto F, 2003

1. Analisis semen dinilai berdasar panduan WHO, diperlukan minimal 2 kali


pemeriksaan untuk memberikan interprestasi yang benar, dengan selang waktu
minimal 2 minggu. Dari analisis semen bisa ditentukan spermatozoa abnormal :
konsentrasi sperma kurang dari nilai referensi (Oligozoospermia), motilitas
sperma kurang dari nilai referensi (Astenozoospermia), morfologi sperma kurang
dari nilai referensi (Teratospermia), gabungan keadaan tersebut
(Oligoasthenoteratozoospermia), tidak terdapat sperma dalam ejakulat
(Azoospermia) atau tidak menghasilkan ejakulat (aspermia).
Nilai referensi hasil analisa sperma menurut WHO (1999) kutip:Anwar INC,2003 :
Volume : 2 – 5 ml,
Ph : 7,2 atau lebih
Konsentrasi sperma : 20 x106 spermatozoa atau lebih
Jumlah total sperma : 40 x 106 spermatozoa per ejakulat atau lebih
Motilitas 6-8 jam : lebih dari 30%
Vitalitas : 50% atau lebih, hidup
Sel darah putih : kurang dari 1X 106 / ml
Bentuk abnormal : kurang dari 20%
Kandungan fruktosa : 1.200 - 4.500 mg/ml
Immnuno Bead Tes (IBT) : kurang dari 50% spermatozoa yang
terikat Immunobead
Mix Antiglobulin Reaction (MAR) test : kurang dari 50% spermatozoa yang
ditempeli partikel.
2. Pemeriksaan getah kalenjar prostat atau urine pasca pijitan, akan memeberikan
gambaran infeksi dan dapat untuk pemeriksaan bakteriologis.
3. Pemeriksaan hormon mengikuti kriteria dari WHO, hormon yang diperiksa FSH,
Testosteron, Prolaktin.
4. Pemeriksaan Doppler pada testis untuk melihat adanya varikokel.
5. Biopsi testis dilakukan bila didapatkan azoospermia atau aspermia, untuk
menentukan apakah testis masih bisa memproduksi sperma.

DIAGNOSIS INFERTILITAS
Jika pemeriksaan lengkap telah dilakukan maka diagnosis infertilitas wanita dapat
di ketahui, diantaranya adalah : disfungsi seksual, hiperprolaktinemia, lesi organik daerah
hipotalamo hipofise, amenore dengan peninggian kadar FSH basal, amenore dengan
estrogen endogen adekuat, amenore dengan estrogen endogen rendah, oligomenore,
menstruasi dan atau ovulasi tidak teratur, anovulasi dengan siklus teratur, abnormalitas
kongenital bawaan, oklusi tuba bilateral, perlekatan pelvis, endometriosis, lesi uterus
dapatan, lesi tuba dapatan, lesi ovarium dapatan, TBC genitalia, kausa iaterogenik, kausa
sistemik, diagnosa belum pasti, uji pasca sanggama abnormal dan kausa tidak jelas (
unexplained ) Rayburn WF,2001,Anwar INC,2003
Berdasarkan data yang diperoleh dari anamnesis pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan tambahan maka dapat dibuat diagnosis infertilitas pria : disfungsi seksual
dan atau ejakulasi, kausa imunologi, kausa tidak jelas, abnormalitas plasma semen, kausa
iaterogenik, kausa sistemik, abnormalitas congenital, kerusakan testis didapat, varikokel,
infeksi kelenjar aksesori pria, kausa endokrinologi, azoospermia idiopatik,
asthenozoospermia idiopatik, teratozoospermia idiopatik, azoospermia obstruktif dan
azoospermia idiopatik Rayburn WF,2001, Anwar INC,2003

MANAJEMEN INFERTILITAS
Manajemen bergantung kepada penyebab dan bertujuan untuk meningkatkan
fungsi reproduksi. Berbagai cara pengobatan dilakukan antar lain konseling kejiwaan,
pemberian antibiotik, kuretase, induksi ovulasi, induksi spermatogenesis, koreksi anatomi
dan fisiologi dari organ genitalia dan pengobatan khusus pada endometriosis serta
inseminasi sperma suami dengan berbagai modifikasi sampai tekhnik rekayasa
reproduksi. Moeloek FA, dkk, 2003
TRR saat ini sudah mengalami kemajuan pesat, mulai dari teknik inseminasi
dengan mikromanipulasi, pembuatan media kultur yang lebih sesuai dengan cairan
endometrium, teknik pengambilan spermatozoa pada azoosperia, penyimpanan sperma
dan embrio beku sampai kloning. TRR dengan teknologi masa depan tampaknya masih
perlu waktu untuk dilaksanakan di Indonesia. Saat ini beberapa pusat rujukan Infertilitas
di Indonesia sudah berkembang dengan melaksanakan IIU, IVF tradisional dan teknik
mikromanipulasi khususnya ICSI Siswanto F, 2003

KESIMPULAN
 Dalam penyelidikan infertilitas, harus diberitahukan kepada pasien secara mendetail
mengenai pemeriksaan yang diusulkan, alasan dan urutan pemeriksaan.
 Pemeriksaan harus ditekan seminimal mungkin, dan dibatasi pada hal-hal yang
menghasilkan informasi yang andal saja.
 Jika didapati halangan relatif atau absolut terhadap konsepsi, dapat ditawarkan
konseling yang sesuai. Dalam konseling, pendekatannya adalah memikirkan hasil-
hasil temuan sebagai penyebab pasangan tersebut tidak berbahagia, sehingga tidak
saling menyalahkan satu sama lain.
 Prosedur inseminasi intra uterus adalah suatu prosedur pengobatan yang sederhana
dan masih memiliki tempat secara terbatas dalam penatalaksanaan kasus infertilitas.
Meskipun demikian prosedur ini hendaklah dilakukan dengan persyaratan dan
tahapan yang baik dan benar. Harus dilakukan seleksi terhadap pasien secara ketat
dengan melakukan anamnesa yang teliti, pemeriksaan fisik yang baik, pemeriksaan
penunjang dengan metode yang tepat, dapat dipercaya dan mutakhir.
.

DAFTAR PUSTAKA
1. Llewellyn-Jones D, Infertilitas, Dasar-Dasar Obstetri dan Ginekologi, alih bahasa : Hadyanto,
Edisi 6, Hipokrates, Jakarta, 2002
2. Siswanto F, Pengantar Infertilitas dengan Tekhnik Rekayasa Reproduksi, Kursus Penanganan
Infertilitas Dasar & Tekhnologi Reproduksi, Pra Kongres Obstetri dan Ginekologi Indonesia XII,
Yogyakarta, 2003
3. Anwar INC, Jamaan T, Prosedur Inseminasi Intra Uterus, Manual Inseminasi Intra Uterus, Puspa
Swara, Jakarta, 2003
4. Anwar INC, Pemeriksaan Pasangan Infertil Pra Inseminasi, Manual Inseminasi Intra Uterus,
Puspa Swara, Jakarta, 2003
5. Moeloek FA, Nurranna L, Wibowo N, Purbadi S, Infertilitas, Standar Pelayanan Medik Obstetri
dan Ginekologi Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia, Jakarta, 2003
6. Wheeler JM & Polan ML, Epidemiologi Infertilitas, Seri Skema Diagnosis dan Penatalaksanaan
Infertilitas, Bina Rupa Aksara, Jakarta,1997
7. Baziad A, Penanganan Infertilitas pada Wanita, Endokrinologi Ginekologi, edisi ke 2, Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
8. Rayburn WF, Infertility, Obstetri dan Ginekologi, Alih bahasa Chalik TMA, Widya Medika,
Jakarta, 2001
9. Manuaba IBG, Pasangan Infertilitas, Kapita selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi
dan KB, EGC, Jakarta, 2001
10. Balen AH, Jacobs HS, Investigating Infertility, Infertility in Practice, 2 nd edition, Churchill
Livingstone, Philadelpia, 2003
11. Soebijanto S, Penatalaksanaan Infertilitas pada Endomeetriosis, Makalah Kursus Infertilitas,
Kongres Nasional II Perkumpulan Menopause Indonesia (PERMI) & Temu Ilmiah II Fertilitas &
Endokrinologi Reproduksi (FER), Surabaya, 2005
12. Mansyur ES, Ariguno D, Preparasi / Pengolahan Sperma Untuk Inseminasi Intra Uterin, Makalah
Kursus Infertilitas, Kongres Nasional II Perkumpulan Menopause Indonesia (PERMI) & Temu
Ilmiah II Fertilitas & Endokrinologi Reproduksi (FER), Surabaya, 2005
13. Wardhiana IPG, Management of Ovulatory Dysfunction, Makalah Kursus Infertilitas, Kongres
Nasional II Perkumpulan Menopause Indonesia (PERMI) & Temu Ilmiah II Fertilitas &
Endokrinologi Reproduksi (FER), Surabaya, 2005
14. Lavy Gad, Boyers SP, Inseminasi Intra Uterin, Seri Skema Diagnosis dan Penatalaksanaan
Infertilitas, Bina Rupa Aksara, Jakarta,1997
15. LeeRD, Penilaian Infertilitas Laki-laki, Seri Skema Diagnosis dan Penatalaksanaan Infertilitas,
Bina Rupa Aksara, Jakarta,1997
16. Hanoum IF, Harwati EH, Rahardjo A, Anwar M, Pengantar Praktikum Preparasi Sperma Pada
Program Inseminasi Buatan Dengan Sperma Suami, Kursus Penanganan Infertilitas Dasar &
Tekhnologi Reproduksi, Pra Kongres Obstetri dan Ginekologi Indonesia XII, Yogyakarta, 2003
Referat Endokrinologi

INVESTIGASI INFERTILITAS

EDWIN DARMAWANSYAH
Peserta PPDS

Pembimbing : Prof. Dr. H. K SUHEIMI, SpOG. K


Dr. PUTRI SRI LASMINI, SpOG

BAGIAN / SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FK UNAND / RS Dr. M DJAMIL. PADANG
2006

Anda mungkin juga menyukai