Aak 15.1
Aak 15.1
Data berikut ini adalah dua ratio keuangan, yaitu EBITTA (earning before interest and
tax to total asset) dan ROTC (return on total capital), terhadap 24 perusahaan dengan
kondisi sehat dan bangkrut.
Pertanyaan:
PEMBAHASAN
Group Statistics
Std. Valid N (listwise)
Kondisi Mean Deviation Unweighted Weighted
1,00 EBITT ,0050 ,04543 12 12,000
A
ROTC ,0017 ,06753 12 12,000
2,00 EBITT ,1925 ,05259 12 12,000
A
ROTC ,1842 ,03059 12 12,000
Total EBITT ,0988 ,10715 24 24,000
A
ROTC ,0929 ,10638 24 24,000
Dari group statistic dapat diketahui bahwa EBITTA perusahaan dengan
kondisi bangkrut (1) mempunyai rata-rata 0,0050, sedangkan pada EBITTA
perusahaan dengan kondisi sehat (2) mempunyai rata-rata 0,1925. Untuk ROTC
perusahaan dengan kondisi sehat mempunyai rata-rata 0,0017, sedangkan pada ROTC
perusahaan dengan kondisi sehat mempunyai rata-rata 0,1842.
Wilks' Lambda
Test of Wilks'
Function(s) Lambda Chi-square df Sig.
1 ,194 34,445 2 ,000
Besarnya nilai Wilk's Lamda sebesar 0,194 sama dengan Chi-square 34,445
dan ternyata nilai ini signifíkan pada 0,000, maka dapat disimpulkan bahwa fungsi
atau rata-rata skor disriminan antara perusahaan dengan kondisi sehat dan bangkrut
berbeda secara signifíkan dengan probabilitas kurang dari 1 persen.
Eigenvalues
% of Cumulative Canonical
Function Eigenvalue Variance % Correlation
a
1 4,156 100,0 100,0 ,898
a. First 1 canonical discriminant functions were used in the
analysis.
Tampilan output eigenvalues menunjukkan bahwa besarnya Canonical
Correlation adalah sebesar 0,898 atau besarnya Square Canonical Correlation (CR2) =
(0,898)2 atau sama dengan 0,804. Jadi dapat disimpulkan bahwa 80,4% variasi
perusahaan (dengan kondisi sehat dan bangkrut) dijelaskan oleh variasi variabel
diskriman EBITTA dan ROTC.
Standardized Canonical
Discriminant Function
Coefficients
Function
1
EBITTA ,717
ROTC ,335
Z = c + w1 Skala + w2 FP ...............................................................(15.1)
Canonical
Discriminant Function
Coefficients
Function
1
EBITTA 14,597
ROTC 6,394
(Constant) -2,036
Unstandardized
coefficients
Apabila suatu observasi perusahaan berskala besar dan ROTC sebesar 0,58, maka
dengan persamaan (15.2) diperoleh skor diskriminannya:
Z = 16,270
Berdasarkan nilai centroids tersebut dapat digunakan sebagai nilai cut off
pengklasifikasian. Nilai score diskriminan yang membagi ruang kedalam dua wilayah
disebut nilai cutoff. Klasifikasi dari observasi secara esensial akan membagi ruang
diskriminan kedalam dua wilayah. Makin tinggi EBITTA dan makin tinggi ROTC
makin tinggi nilai score diskriminan dan sebaliknya. Oleh karena itu perusahaan yang
mempunyai kondisi sehat akan memiliki nilai yang lebih tinggi untuk kedua variabel
diskriminan tersebut, yaitu EBITTA dan ROTC, sedangkan perusahaan yang
mempunyai kondisi bangkrut akan memiliki score diskriminan lebih rendah. Jadi
perusahaan akan dikelompokkan dengan kondisi sehat jika score diskriminannya lebih
tinggi daripada nilai cutoff dan sebaliknya bank dikelompokkan dengan kondisi
bangkrut jika score diskriminannya lebih kecil dari nilai cutoff.
Secara umum nilai cutoff adalah angka kritis yang merupakan nilai yang
meminimumkan jumlah incorrect classifícation atau kesalahan misklasifíkasi yang
dapat dihitung dengan rumus:
Dimana Zj adalah rata-rata score diskriminan kelompok j atau centroids.
Rumus ini berasumsi jumlah sample kedua kelompok sarna. Dalam hal jumlah sample
kedua kelompok tidak sarna maka rumus cutoff menjadi:
Dengan menggunakan fungsi diskriminan, selanjutnya diperoleh nilai
centroids dapat dicari nilai cut off. Nilai dari Tabel 15.3 dan nilai centroids yang
dihasilkan SPSS, maka cut off = (1,952 + ( -1,952))/2 = 0.
Dengan menggunakan nilai cut off tersebut, maka jika nilai Z score > 0 masuk
klasifikasi perusahaan dengan kondisi sehat (2), sedangkan jika nilai Z score < 0
masuk klasifikasi perusahaan dengan kondisi bangkrut (1). Dengan demikian,
perusahaan sampel nomor 1 dengan skor diskriminan sebesar 1,451, diklasifikasikan
dengan kondisi “sehat” karena skor diskriminannya lebih besar dari nol, demikian
juga perusahaan nomor 20, karena memiliki skor diskriminannya lebih dari nol, maka
diklasifikasikan dengan kondisi sehat “sehat”. Namun perusahaan dengan nomor 13
diklasifikasikan dengan kondisi “bangkrut”, karena skor diskriminannya lebih kecil
dari nol.
Berdasarkan Tabel 15.3 dapat dilihat bahwa terdapat 1 buah perusahaan yang
misprediksi atau misklasifikasi. Perusahaan dengan nomor 20, pada klasifikasi awal dengan
kondisi bangkrut, namun hasil akhir diklasifikasikan dengan kondisi sehat. Output SPSS
memberikan nilai tingkat klasifikasi sebesar 95,8 persen. Ringkasan hasil klasifíkasi dapat
dilíhat pada classification matrix atau confusion matrix. Hasil matrik klasiflkasi menunjukkan
bahwa 23 dari 24 observasi telah diklasifíkasikan secara benar dan hanya satu observasi
diklasifíkasikan salah yaitu observasi no 20, jadi ketepatan klasifikasi adalah (23/24) atau
95,8 persen.
Classification Resultsa
Predicted Group
Membership
Kondisi 1,00 2,00 Total
Original Count 1,00 11 1 12
2,00 0 12 12
% 1,00 91,7 8,3 100,0
2,00 ,0 100,0 100,0
a. 95,8% of original grouped cases correctly classified.