Anda di halaman 1dari 3

TUBERCHOLOSIS

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuberkolusis merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah serius diberbagai bagian
dunia.di indonesia tuberkolusis paru menjadi penyebab kematian ketiga setelah penyakit
kardiovaskuler dan penyakit saluran pernapasan(Ahmad, 2008).
WHO (World Health Organization) menyatakan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi
Tuberkulosis (TBC atau TB). Tiga juta orang meninggal setiap tahun karena serangan TBC. Artinya
340 orang meninggal setiap jam. TBC paling banyak membunuh umat manusia disbanding jenis
penyakit menular manapun (sihombing, 2008). 
Di Indonesia, diperkirakan setiap tahunnya 150 ribuan orang meninggal akibat tuberculosis (TB).
Artinya, setiap hari ada sekitar 300 orang yang meningggal akibat TB di Negara kita. Diperkirakan
jumlah penderita TB di Indonesia sekitar 10% dari total jumlah penderita TB dunia. Di negara kita
penyakit Tb merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit
saluran pernafasan pada semua kelompok usia, dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi
(Aditama, 2006).
Tuberkolusis sampai saat ini masih merupakan problem kesehatan yang masih sulit terpecahkan.
Tuberkolusis paru masih merupakan suatu ancaman terutama pada negara- negara yang sedang
berkembang. Angka kematian sejak awal abad ke-20 mulai berkurang sejak diterapkannya prinsip
pengobatan dengan perbaikan gizi dan tata cara hidup penderita tuberkolusis paru (Admin,2009). 
Tuberkolusis paru menyerang lebih dari 75% penduduk usia produktif, 20-30% pendapatan keluarga
hilang pertahunnya akibat tuberkolusis paru. Selain itu seorang penderita aktif tuberkolusis paru akan
menularkan kepada 20-25 orang yang efektif, 50-60% penderita tuberkolusis akan meninggal.
Penyakit tuberkolusis menjadi masalah sosial karena sebagian besar penderitanya adalah kelompok
usia produktif, kelompok sosial ekonomi rendah, dan tingkat pendidikan rendah, selain itu pengobatan
relatif jangka panjang 6-8 bulan(Yoannes, 2002). 
Alasan gagalnya pengobatan karena penderita tidak melaksanakan minum obat secara teratur, ini
karena pengetahuan masyarakat yang kurang tentang pentingnya minum obat teratur, dan dalam
pencegahan penderita dengan cepat diinstruksikan tentang pentingnya sikap higienis termasuk
perawatan mulut, menutup mulut dan hidung ketika batuk dan bersin, membuang tisu dengan cermat
dan mencuci tangan(Fami, 2009). 
Membina kerja sama baik antara petugas dan penderita, dimana bila sikap petugas baik harus
diimbangi dengan sikap konsumen yang baik juga, untuk itu sebenarnya petugas perlu mencek
secara langsung apakah saran yang mereka berikan memang betul-betul dilakukan penderita
(Nurmala, 2002).
Berdasarkan penelitian tahun 2008 yang lalu,pengetahuan tentang penderita tuberkulosis dengan
keteraturan minum obat mempunyai hubungan berarti pengetahuan merupakan faktor yang
mempengaruhi keteraturan minum obat tuberkolusis paru(Fami, 2009). 
Secara umum komitmen dibangun atas kesadaran tentang adanya program penanggulangan
tuberkolusis paru dan pengetahuan tentang adanya program penanggulangan tuberkolusis paru,
karena itu harus ada sistem yang menjamin penderita tuberkolusis paru mau menyelesaikan
pengobatannya, dan WHO menyatakan sistem DOTS (directly observed therapy) yang paling
ampuh(Aditama, 2006). 
Tujuan penanggulangan tuberkolusis adalah menggunakan sumber daya yang terbatas untuk
mencegah, mendiagnosis dan mengobati penyakit dengan cara yang paling baik dan ekonomis(Fami,
2009). 
Faktor penunjang kelangsungan berobat adalah pengetahuan masyarakat mengenal bahaya penyakit
tuberkolusis paru dan cara penularannya, dan akibat kegagalan pengobatan tuberkolusi paru(Ainur,
2008). 
Banyaknya masyarakat di Gunung Para yang menderita tuberkolusis paru tidak tuntas dan tidak
menjalani pengobatan tuberkolusis paru dan di desa itu tiap tahunnya peningkatan tuberkolusis paru
meningkat 5-10%. 
Terlihat dari tidak terputusnya rantai penularan tuberkolusis paru dan peningkatan angka kejadian
tuberkolusis paru di desa tersebut. Dari uraian latar belakang di atas menimbulkan minat peneliti
untuk mengetahui lebih jauh mengenai ”hubungan pengetahuan penderita tuberkulosis paru dengan
tuberkulosis paru terhadap keteraturan minum obat di Desa Gunung Para, Kec. Serdang Berdagai
Tahun 2010.

Anda mungkin juga menyukai