Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH GANGGUAN RETARDASI MENTAL

PADA ANAK TUNAGRAHITA


Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah Keperawatan Jiwa
Semester IV A

Disusun Oleh :
Kelompok 4
Ika Puji Lestari
30901700036

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


TAHUN AJARAN 2019/2020

i
KATA PENGANTAR

Puji Syukur  kita  panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena beliau


masih memberikan kesempatan pada hambanya ini untuk melaksanakan segala
kegiatannya, dalam hal ini termasuk memberikan suatu kecerdasan pikiran untuk
menyelesaikan tugas-tugas kami sebagai mahasiswa.
Didalam penyusunan makalah ini terdapat kesulitan dan hambatan.
Berkat dukungan dari berbagai pihak sehingga makalah ini dapat berguna bagi
mahasiswa lain ataupun dalam sebagai bahan bacaan atau referensi, dan dapat
membantu proses belajar dalam materi pembelajaran bidang studi Keperawatan
Jiwa dengan judul Gangguan Retardasi Mental pada Anak Tunagrahita.
Makalah yang di susun ini tak luput dari kekurangan, baik dari segi isi
materi, maupun tata bahasanya. Karena itu saran dan sumbangsihnya yang bersifat
membangun kami harapkan dengan sangat, agar dapat menyajikan makalah yang
baik dan sempurna selanjutnya. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.

Semarang, 20 Februari 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Table of Contents
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................4

1.1 Latar Belakang...................................................................................................4


1.2 Tujuan................................................................................................................5
BAB II KONSEP KEBUTUHAN DASAR.....................................................................6

1. Pengertian.............................................................................................................6
2. Batasan..................................................................................................................6
3. Karasteristik.........................................................................................................7
4. Klasifikasi.............................................................................................................8
5. Faktor Penyebab................................................................................................10
BAB V PENUTUP..........................................................................................................12

3.1 kesimpulan.......................................................................................................12
3.2 Saran................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................13

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Retardasi mental adalah suatu keadaan perkembangan jiwa yang terhenti atau tidak
lengkap, yang terutama ditandai oleh terjadinya hendaya ketrampilan selama masa
perkembangan, sehingga berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara menyeluruh, misalnya
kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial. Diperkirakan lebih dari 120 juta orang di
seluruh dunia menderita kelainan ini. Oleh karena itu, retardasi mental merupakan masalah di
bidang kesehatan masyarakat, kesejahteraan sosial dan pendidikan baik pada anak yang
mengalami retardasi mental tersebut maupun keluarga dan masyarakat.

Penderita retardasi mental sering sulit beradaptasi terhadap realita kehidupan


psikososial di sekitarnya. Hal ini akan menimbulkan berbagai kesulitan bagi penderita
sendiri, keluarga, dan lingkungan sosialnya. Adanya hendaya dalam alam perasaan, dan pola
pikir seringkali membuat penderita jatuh dalam perilaku seksual yang berisiko tinggi:
perkosaan, hubungan ekstramarital, tertular penyakit menular seksual serta kehamilan dengan
berbagai problem psikososial lainnya. Pada beberapa kasus, keluarga penderita mengajukan
pertimbangan sterilisasi dengan alasan menghindarkan pasien dan keluarganya dari problem
yang lebih rumit yang terkait dengan pemeliharaan kehamilan dan pemeliharaan anak.
Seseorang dengan retardasi mental mempunyai kebutuhan dan hasrat seksual seperti
orang yang sehat. Namun, mereka tidak mampu untuk berkomunikasi atau bertindak sesuai
hasratnya dan kemungkinan sulit untuk mempelajari perilaku seksual yang sesuai.
Kepercayaan yang masih ada di masyarakat bahwa orang dengan retardasi mental
adalah bersifat kekanakkanakan dan aseksual, atau bahkan oversexed dan cenderung menjadi
penjahat seksual. Beberapa dekade sebelumnya, sterilisasi pada wanita dengan retardasi
mental dilakukan secara luas dan sering dikerjakan sebelum pubertas dan biasanya dilakukan
histerektomi. Banyak negara mengatur ketat adanya sterilisasi pada wanita dengan retardasi
mental. Sterilisasi dan histerektomi pada banyak kasus dilakukan hanya dengan indikasi yang
tepat atau ketika pilihan lain telah dicoba dan gagal.

Terdapat banyak alasan untuk mempertimbangkan kontrasepsi pada wanita dengan


retardasi mental. Wanita dengan retardasi mental mungkin tidak menginginkan atau kandidat
yang baik untuk mengalami kehamilan jika penderita ini telah lama mengkonsumsi
pengobatan teratogenik (misalnya obat antiepilepsi). Para pemberi pelayanan cemas akan

4
kemampuan wanita dengan retardari mental untuk memahami kehamilan, untuk merawat diri
selama kehamilan ataupun merawat anaknya. Peneliti di Brussel mensurvei sekitar 400
wanita dengan retardasi mental untuk menentukan metoda kontrasepsi dan faktor sosial dan
medis yang mempengaruhi keputusan pemilihan metode kontrasepsi tersebut.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum.

Agar mahasiswa mempeoleh gambaran secara dalam tentang gangguan reterdasi


mental yang terjadi pada anak tunagrahita.

1.2.2. Tujuan Khusus.

1. Untuk mengetahui pengertian dari tunagrahita.


2. Untuk mengetahui batasan mental pada anak tunagrahita.
3. Untuk mengetahui Karakteristik anak tunagrahita menurut Brown.
4. Untuk mengetahui klasifikasi pada anak tunagrahita.
5. Untuk mengetahui faktor penyebab pada anak tunagrahita.

1.3 Manfaat
1) Bagi masyarakat
Memberi informasi pada masyarakat maupun orang tua tentang gangguan reterdasi
mental pada anak tunagrahita.
2) Bagi penulis
Mendapatkan pengalaman serta dapat menerapkan apa yang di dapat dalam
perkuliahan.
3) Bagi institusi pendidikan
Dapat memberikan manfaat dalam perkembangan ilmu pengetahuan bidang
keperawatan, serta menambahkan data dan dapat digunakan sebagai informasi pada
institusi serta dapat dikembangkan untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan
tentang gangguan reterdasi mental pada anak tunagrahita.

5
BAB II
KONSEP KEBUTUHAN DASAR

1. Pengertian
Secara umum pengertian tunagrahita ialah anak berkebutuhan khusus yangmemiliki
keterbelakangan dalam intelegensi, fisik, emosional, dan sosial yangmembutuhkan perlakuan
khusus supaya dapat berkembang pada kemampuanyang maksimal. Berbagai definisi telah
dikemukakan oleh para ahli. Salah satu definisiyang diterima secara luas dan menjadi rujukan
utama ialah definisi yangdirumuskan Grossman (dalam Wardani, Hernawati, & Astati, 2007)
yang secararesmi digunakan AAMD (American Association on Mental Deficiency), yakni
ketunagrahitaan mengacu pada fungsi intelektual umum yang memiliki IQ di bawah 84
bersamaan dengan kekurangan dalam tingkah laku penyesuaian diridan semua ini
berlangsung pada masa perkembangannya.Sedangkan Japan League for Mentally Retarded 
(Abdurrachman dan Sudjadi, 1996: 20) mendefinisikan bahwa tunagrahita adalah fungsi
intelektualnya lamban, yaitu IQ 70 ke bawah berdasarkan tes inteligensi baku, kekurangan
dalam perilaku adaptif, dan terjadi pada masa perkembangan,yaitu antara masa konsepsi
hingga usia 18 tahun.Tunagrahita termasuk dalam golongan anak berkebutuhan khusus.
Pendidikan secara khusus untuk penyandang tunagrahita lebih dikenal dengan sebutan
sekolah luar biasa (SLB). Tunagrahita merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut
anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Istilah lain untuk
tunagrahita ialah sebutan untuk anak dengan hendaya atau penurunan kemampuan atau
berkurangnya kemampuan dalam segi kekuatan,nilai, kualitas, dan kuantitas.
Tunagrahita mempunyai kelainan mental, atau tingkah laku akibat kecerdasan yang
terganggu. Tunagrahita dapat berupa cacat ganda, yaitu cacat mental yang dibarengi dengan
cacat fisik. Misalnya cacat intelegensi yang mereka alami disertai dengan kelainan
penglihatan (cacat mata). Ada juga yang disertai dengan gangguan pendengaran. Tidak
semua anak tunagrahita memiliki cacat fisik. Contohnya pada tunagrahita ringan. Masalah
tunagrahita ringan lebih banyak pada kemampuan daya tangkap yang kurang.

2. Batasan
Batasan tentang anak berkelainan mental subnormal atau tunagrahita bagi
para ahli berbeda-beda. Perbedaan tersebut terkait erat dengan tujuan dan
kepentingannya serta pendekatan yang berbeda. Pada dasarnya batasan tentang anak

6
tunagrahita mengacu pada fungsi intelektual berada di bawah rata-rata, kekurangan
dalam adaptasi tingkah laku dan berlangsung dalam masa perkembangan. Fungsi
intelektual ditentukan melaui tes intelegensi yang menunjukkan pada kemampuan
yang berhubungan dengan kinerja akademis. Kemampuan adaptif merujuk pada
kemampuan konseptual, sosial, dan pratikal yang dipelajari seseorang untuk dapat
berfungsi dalam kehidupan sehari-hari. Kekurangan adaptasi tingkah laku maksudnya
adalah anak tunagrahita kurang mampu melakukan pekerjaan sesuai dengan umurnya,
tetapi hanya mampu melakukan pekerjaan yang berada di bawah umurnya.
3. Karasteristik
Karakteristik anak tunagrahita menurut Brown (At all, 1991; Wolery &Harring, 1994
pada Exceptional Children Fith Edition, 1996) sebagai berikut :
a) Lamban dalam mempelajari hal hal baru, mempunyai kesulitan dalam
mempelajari dengan kemampuan abstrak atau yang berkaitan , dan selalucepat
lupa apa yang di pelajari anpa latihan terus menerus
b) Kesulitan dalam menggeneralisasi dan mempelajari hal-hal yag baru
c) Kemampuan bicaranya sagat kurang bagi anak tyunagrahita berat
d) Cacat fisik dan perkembangan gerak. Anak tunagrahita berat mempunyai
keterbatasan dalam gerak fisik, ada yang tidak dapat berjalan, tidak
dapat berdiri atau bangun tanpa bantuan. Mereka lambat dalam mengerjakan
tugas-tugas yang sangat sederhana, sulit menjangkau sesuatu, dan
mendonakan kepala.
e) Kurang dalm kemampuan menolong diri sendiri. sebagian dari anak
tunagrahita berat sangat suit utuk engurus diri sendiri, seperti:
berpakaian,makan, mengurus kebersihan diri. mereka selalu memerlukan
latihan khusus untuk mempelajari kemampuan dasar
f) Tingkah laku dan interaksi yang idak lazim. Anak tunagrahita ringan
dapat bermain bersama dengan anak reguler, tetapi anak yang mempunyai
tunagrahita berat tidak melakukan hal tersebut. Hal itu mungkin disebabkan
kesulitan bagi anak tunagrahita dalam memberikan perhatian terhadap lawan
main.
g) Tingkah laku kurang wajar yang terus menerus. Banyak anak tunagrahita erat
bertingkah
laku tanpa tujuan yang jelas. Keliatan mereka seperti ritual,misalnya memutar-

7
mutar jari didepan wajahnya dan melakukan hal-hal yang membahayakan diri
sendiri, misalnya menggigit diri sendir, membentur- bentukan kepala.
4. Klasifikasi
Klasifikasi anak tunagrahita untuk keperluan pembelajaran menurut America
Association on Mental Retardation (dalam Spesial Education in Ontario Schools)
sebagai berikut :
a. Educable, anak pada kelompok ini masih mempunyai kemampuan dalam
akademik setara dengan anak reguler pada kelas 5 sekolah dasar.
b. Trainable, mempunyai kemampuan dalam mengurus diri sendiri, pertahanan
diri, dan penyesuaian sosial. Sangat terbatas kemapuan untuk pendidikan
secara akademik.
c. Custodial, dengan pemberian latihan yang terus menerus dan khusus, dapat
melatih anak tentang dasar-dasar cara menolong diri sendiri dan kemampuan
yang bersifat komunikatif. Hal ini biasanya memerlukan pengawasan dan
dukungan terus menerus.
Klasifikasi menurut AAMD dan PP No. 72 Tahun 1991, sebagai berikut :
a. Tunagrahita ringan
Mereka yang termasuk dalam kelompok ini meskipun kecerdasannya dan
adaptasi sosialnya terhambat, namun mereka mempunyai kemampuan untuk
berkembang dalam bidang akademik, penyesuaian sosial dan kemampuan
bekerja. IQ anak tunagrahita ringan berkisar 50-70. Dalam penyesuaian sosial
mereka dapat bergaul, dapat menyesuaikan diri dalam lingkungan sosial yang
lebih luas, bahkan kebanyakan dari mereka bisa mandiri dalam masyarakat.
Penampilan fisik anak tunagrahita ringan tidak beda dengan anak norrnal,
sehingga seringkali mereka tidak bisa diidentifikasi sampai ia mencapai usia
sekolah. Biasanya mereka diketahui setelah mengikuti pelajaran di sekolah
karena kesukaran mereka dalam mengikuti pelajaran dan penyesuai diri
dengan teman-temannya.
b. Tunagrahita sedang
Mereka yang termasuk dalam kelompok tunagrahita sedang memiliki
kemampuan intelektual dan adaptasi perilaku di bawah tunagrahita ringan.
Mereka mampu memeperoleh keterampilan mengurus diri sendiri seperti
berpakaian, makan, mandi, mengunakan WC, melindungi atau menghindar

8
diri dari bahaya, mengadakan adaptasi sosial di rumah dan lingkungannya
Pada umumnya anak tunagrahita sedang dapat teridentifikasi sewaktu bayi
atau selagi kecil karena keterlambatan perkembangan dan terlihat dari
penampilan fisiknya. IQ anak tunagrahita sedang berkisar 30-50 sehingga
tingkat kemajuan dan perkembangannya bervariasi. Mereka dapat belajar
keterampilan dasar akademis seperti membaca, berhitung sederhana dan
menulis sederhana.
c. Tunagrahita berat dan sangat berat
Pada umumnya anak yang tergolong tunagrahita berat dan sangat berat
hampir tidak memiliki kemampuan untuk mengurus diri sendiri, melakukan
sosialisasi dan bekerja. Sepanjang hidupnya mereka selalu bergantung pada
orang lain. IQ mereka kurang dari 30 sehingga mereka tidak keterampilan
dasar akademis. Hampir semua tunagrahita berat dan sangat berat menyandang
cacat ganda.
Klasifikasi menurut tipe klinis Klasifikasi tipe klinis adalah pengelompokan
anak tunagrahita berdasarkan kelainan jasmaniah. Secara lebih rinci dapat diuraikan
sebagai berikut:
a. Down Syndrom
Tunagrahita jenis ini disebut juga tipe mongoloid karena raut mukanya
menyerupai orang Mongol dengan ciri-ciri: mata sipit dan miring,lidah tebal,
telinga kecil, kulit kering dan kasar, susunan geliginya kurang baik dan
lingkaran tengkoraknya kecil.
b. Kretin
Dalam bahasa Indonesia disebut kate atau cebol. Ciri-cirinya: badan gemuk,
pendek, kaki dan tangan pendek dan bengkok, rambut kering, lidah dan bibir
tebal, pertumbuhan gigi terlambat, serta hidung lebar.
c. Hydrocephal
Ketunagrahitaan jenis ini memiliki ciri-ciri seperti kepala besar, raut muka
kecil, tengkoraknya membesar, pandangan dan pendengarannya kurang
sempurna, mata kadang juling.
d. Microcephal, Macrocephal, Brahicephal dan Schaphocephal
Ketunagrahitaan ini menunjukkan kelainan bentuk dan ukuran kepala.
Microcephal memiliki ukuran kepala kecil. Macrocephal memiliki bentuk dan

9
ukuran kepala besar, Brahicephal memiliki bentuk kepala yang lebar dan
Schaphocephal memiliki ukuran kepala yang panjang
5. Faktor Penyebab
Berikut ini beberapa penyebab ketunagrahitaan yang sering ditemukan baik
yang berasal dari faktor keturunan maupun faktor lingkungan:
1) Faktor Keturunan
a. Kelainan kromosom dapat dilihat dari bentuk dan nomornya. Dilihat dari
bentuk dapat berupa inverse atau kelainan yang menyebabkan berubahnya
urutan gen karena melihatnya kromosom;delesi (kegagalan meiosis), yaitu
salah satu pasangan sel tidak membelah sehingga terjadi kekurangan
kromosom pada salah satu sel; duplikasi yaitu kromosom tidak berhasil
memisahkan diri sehingga terjadi kelebihan kromosom pada salah satu sel
lainnya; translokasi, yaitu adanya kromosom yang patah dan patahannya
menempel pada kromosom lain.
b. Kelainan gen. Kelainan ini terjadi pada waktu imunisasi, tidak selamanya
tampak dari luar namun tetap dalam tingkat genotif.
1) Gangguan Metabolisme dan Gizi Metabolisme dan gizi merupakan faktor
yang sangat penting dalam perkembangan individu terutama perkembangan
sel-sel otak. Kegagalan metabolisme dan kegagalan pemenuhan kebutuhan
gizi dapat mengakibatkan terjadinya gangguan fisik dan mental pada individu.
2) Infeksi dan Keracunan Keadaan ini disebabkan oleh terjangkitnya penyakit-
penyakit selama janin masih berada di dalam kandungan. Penyakit yang
dimaksud antara lain rubella yang mengakibatkan ketunagrahitaan serta
adanya kelainan pendengaran, penyakit jantung bawaan, berat badan sangat
kurang ketika lahir, syphilis bawaan,syndrome gravidity beracun.
3) Trauma dan Zat Radioaktif
Terjadinya trauma terutama pada otak ketika bayi dilahirkan atau terkena
radiasi zat radioaktif saat hamil dapat mengakibatkan ketunagrahitaan. Trauma
yang terjadi pada saat dilahirkan biasanya disebabkan oleh kelahiran yang sulit
sehingga memerlukan alat bantuan. Ketidaktepatan penyinaran atau radiasi
sinar X selama bayi dalam kandungan mengakibatkan cacat mental
microcephaly.
4) Masalah pada Kelahiran

10
Masalah yang terjadi pada saat kelahiran, misalnya kelahiran yang disertai
hypoxia yang dipastikan bayi akan menderita kerusakan otak, kejang dan
napas pendek. Kerusakan juga dapat disebabkan oleh trauma mekanis
terutama pada kelahiran yang sulit.
5) Faktor Lingkungan Banyak faktor lingkungan yang diduga menjadi penyebab
terjadinya ketunagrahitaan. Telah banyak penelitian yang digunakan untuk
pembuktian hal ini, salah satunya adalah penemuan Patton & Polloway
(Mangunsong, 2012), bahwa bermacam-macam pengalaman negatif atau
kegagalan dalam melakukan interaksi yang terjadi selama periode
perkembangan menjadi salah satu penyebab ketunagrahitaan. Latar belakang
pendidikan orangtua sering juga dihubungkan dengan masalah-masalah
perkembangan. Kurangnya kesadaran orang tua akan pentingnya pendidikan
dini serta kurangnya pengetahuan dalam memberikan rangsangan positif
dalam masa perkembangan anak menjadi penyebab salah satu timbulnya
gangguan

11
BAB V
PENUTUP

3.1 kesimpulan

Retasdasi mental merupakan bentuk fungsi kognitif dibawah normal secara signifikan.
Ditunjukan dengan IQ sekitar 70 atau kurang, dengan defesiensi dalam prilaku adaptasi pada
usia yang sesuai (komunikasi, keterampilan social, dan perawatan diri) yang muncul sebelum
usia 18 tahun.

Masalah identifikasi keterbelakangan mental timbul karena munculnya tren sejarah


dalam skor-skor IQ. Penyebab retardasi mental yang sudah diketahui seperti gangguan
genetika, kecelakaan yang traumatis, pemaparan prenatal pada infeksi atau alkohol, dan
pemaparan lingkungan pada timbal atau tingkat merkuri yang tinggi.

Retardasi mental dapat dicegah melalui konseling genetika, perawatan prenatal,


amniosentetis (pemeriksaan air ketuban), pemeriksaan rutin dan perawatan kesehatan untuk
bayi yang baru lahir serta layanan gizi untuk ibu hamil dan bayi.

3.2 Saran
Guna peyempurnaan makalah ini, saya dari kelompok 4 sangat mengharapkan kritik
serta saran dari Dosen Pembimbing beserta teman-teman kelompok lain. Semoga dari
pembuatan makalah yang berjudul gangguan reterdasi mental pada anak tunagrahita
dapat memberikan pengetahuan kepada mahasiswa baik dari fakultas ilmu keperawatan
ataupun dari fakultas lainnya.

12
DAFTAR PUSTAKA
Akhmetzyanova, A. Ivanova. 2014. The Development of Self-Care Skills of Children
with Severe Mental Retardation in the Context of Lekoteka World Applied Sciences Journal
29 (6): 724-727.

Desiningrum, D. Ratrie. 2016. Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus.Yogyakarta:


Psikosain.

Mangunsong, F. 2009.Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Jilid


I.Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3)
Kampus Baru UI, Depok.

Sutjihati, S. 2006.Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: PT. Refika Aditama

Wardani, I.G.A.K. 2007.Pengantar Pendidikan Luar Biasa.Jakarta: Universitas


Terbuka

13

Anda mungkin juga menyukai