Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS KEPANITERAAN KLINIK NEUROLOGI

Meningoencephalitis TB

Disusun Oleh :
Amelia Mulia
01073170130

Pembimbing :
dr. Vonny F Goenawan, Sp. S

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF


SILOAM HOSPITALS – RUMAH SAKIT UMUM SILOAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
PERIODE AGUSTUS – SEPTEMBER 2019
TANGERANG
LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : Ny. P
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 9 Agustus 2000
Usia : 19 tahun
Status Perkawinan : Belum Menikah
Agama : Muslim
Pendidikan : SMA
Alamat : Jl. Mauk
Pekerjaan : Pelajar

Tanggal masuk RS :9 September 2019, Jam 12.00WIB


Tanggal pemeriksaan :10 September 2019, Jam 06.00 WIB

II. Anamnesis

Keluhan Utama:
Pasien dating dengan keluhan kejang 5 jam SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien dating dengan keluhan kejang sejak 5 jam SMRS. Kejang
terjadi secara tiba-tiba selama 15 menit diawali dengan gelisah &
mengamuk. Kejang terjadi berulang-ulang dari jam 14.00-19.00, dengan
keadaan tidak sadar. Saat kejang mata melirik keatas disertai dengan kaku
pada seluruh tubuh. Setelah kejang pasien tampang lemas dan tidak sadar.
Keluhan mencium bau, melihat kilat, dan halusinasi sebelum kejang
semuanya disangkal. Setelah selesai kejang bicara pasien menjadi tidak
nyambung lalu cenderung tidur. Saat kejang kepala pasien tidak terbentur (-
), BAB (-), BAK (+) mengompol. Keluarga pasien mengatakan bahwa ada

1
riwayat demam kurang lebih 1 minggu SMRS & sakit kepala yang menjalar
sampai ke leher & bahu. Mual & muntah juga disangkal oleh keluarga
pasien. Ini merupakan kejang pertama pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu:


• Nyeri kepala sejak SMP yang semakin lama semakin parah
• Riw Kejang demam (-)
• Riw Epilepsi (-)
• Riw TB (-)
• Riw Trauma kepala (-)

Riwayat Keluarga
• Kejang demam (-)
• Epilepsi (-)
• Hipertensi (-)
• DM II (-)
• TB (-)
• Hepatitis (-)

Riwayat Sosial/Kebiasaan/Pola Hidup


• Pasien tidak merokok maupun meminum alkohol
• Pasien tidak memiliki kebiasaan minum kopi.

Riwayat Obat – obatan rutin


-

III. Pemeriksaan Fisik

Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit berat

2
Kesadaran : GCS: E2M5V2 à 9
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Nadi : 72 x/menit, reguler
Pernapasan : 16x/menit, reguler
Suhu : 37.9oC
SpO2 : 98%

1. Pemeriksaan Generalis
Kepala dan wajah Rambut Normal, tidak mudah rontok, berwarna hitam,
tersebar merata
Kulit Kulit normal, rash (-), luka (-), massa (-),
deformitas (-), sianotik (-), ikterik (-), edema (-)
Fungsi Pergerakan normal tanpa adanya keterbatasan
range of motion.
Mata Konjungtiva anemis (+/+) , sclera ikterik (+/+), scar (-/-), rash (-
/-), mata cekung (-/-), pupil bulat isokor (3mm/3mm), refleks
pupil langsung dan tidak langsung (+/+). Jarak antar mata
simetris. Racoon eyes (-)
Hidung Simetris, bentuk dan ukuran normal, deviasi (-), pendarahan (-),
sekret (-), deformitas (-)
Telinga Bentuk dan ukuran normal, simetris, sekret (-/-), perdarahan (-/-),
deformitas (-/-), nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-),
Battle sign (-)
Mulut Bibir pucat
Leher Leher normal, pembesaran tiroid (-), Pembesaran KGB leher dan
supraklavikular (-), nyeri tekan (-), lesi (-).
Thorax
Jantung Inspeksi Pectus excavatum (-), pectus carinatum (-), iktus
kordis (-), spider naevi (-)

3
Palpasi Ictus cordis (+) ICS V linea midclavicular sinistra,
JVP 5 ±2 cm
Perkusi Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi S1 S2 regular, murmur (-), gallop (-)
Paru Inspeksi Gerakan nafas simetris tanpa adanya bagian yang
tertinggal, Barrel chest (-), Pectus excavatum (-),
pectus carinatum (-), massa (-), lesi (-), rash (-),
scar (-), spider naevi (-), retraksi (-)
Palpasi Tactile vocal fremitus (+), tidak simetris di kedua
lapangan paru.
Perkusi Sonor di semua lapangan paru, batas paru
meningkat.
Auskultasi Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronchi (+/+).

Abdomen Inspeksi Abdomen datar supel (+) lesi (-) striae (-), massa
(-) caput medusae (-), spider navy (-), scar (-)
Auskultasi Bising usus normal, bruit aorta abdominalis (-),
bruit arteri renalis (-)
Perkusi Timpani di seluruh abdomen, CVA (-/-)
Palpasi Nyeri tekan (-) ballotement (-/-), hepatomegaly (-
), splenomegaly (-) Ascites (-)
Ekstremitas Atas Akral dingin, edema (-/-), denyut arteri radialis
(+/+), CRT < 2 detik.

Bawah Akral dingin, edema (-/-), CRT < 2 detik,

2. Status Neurologis
GCS 9 (E2 M5 V2)
2.1 Tanda Rangsang Meningeal
• Kaku kuduk :+

4
• Tanda laseque : >70/>70
• Tanda kernig : >135/>135
• Brudzinski I : -/-
• Brudzinski II : -/-

2.2 Syaraf Kranialis


Saraf Kranial Kanan Kiri
Nervus I Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Nervus II
Visus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Lapang pandang Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Warna Tidak Dilakukan Tidak dilakukan
Fundus Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Nervus III, IV, VI


Kedudukan bola mata Ortotrophia Ortotrophia
Celah palpebral Normal Normal
Pupil Isokor, bulat 3 mm Isokor, bulat 3 mm
RCL + +
RCTL + +
Konvergensi + +
Nystagmus - -
Pergerakan bola mata DBN DBN

5
Nervus V Sensorik
• Sensasi raba V1 DBN
• Sensasi raba V2 DBN
• Sensasi raba V3 DBN
Motorik
• Corneal Reflex: +

Nervus VII
Sikap mulut istirahat Dalam Batas Normal
Angkat alis, kerut DBN
dahi, tutup mata
dengan kuat DBN
Kembung pipi DBN
Menyeringai Tidak dilakukan
Rasa kecap 2/3
anterior lidah
Nervus VIII
Nervus koklearis
Suara bisikan/gesekan DBN/DBN
Rinne Tidak dilakukan
Weber Tidak dilakukan
Schwabach Tidak dilakukan
Nervus vestibularis
Nistagmus DBN
Berdiri dengan 1 kaki Tidak dilakukan
Berdiri dengan 2 kaki Tidak dilakukan
Rhomberg dipertajam Tidak dilakukan
Fukuda stepping test Tidak dilakukan
Nervus IX, X
Arkus faring Simetris

6
Uvula Di tengah
Disfoni -
Disfagi -
Refleks faring Tidak dilakukan
Gag Reflex +
Nervus XI
Sternocleidomastoid DBN
Trapezius DBN
Nervus XII
Sikap lidah dalam mulut
Deviasi -
Atrofi -
Fasikulasi -
Tremor -
Menjulurkan lidah DBN
Kekuatan lidah DBN
Disatria -

2.3 Motorik
Ekstremitas Atas
Kanan Kiri
Atrofi + +
Fasikulasi - -
Tonus Normotonus Normotonus
Kekuatan Otot Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai
Gerakan involunter - -

7
Ekstremitas Bawah
Atrofi - -
Fasikulasi - -
Tonus Normotonus Normotonus
Kekuatan Otot Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai
Gerakan involunter - -
Refleks Fisiologis
Biceps ++ ++
Triceps ++ ++
Brachioradialis ++ ++
KPR ++ ++
APR ++ ++
Refleks Patologis
Babinski - -
Chaddock - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaffer - -
Rossolimo - -
Mendel-Bechtrew - -
Hoffman Trommer - -

2.4 Sensorik
Ekstroseptif
Kanan Kiri
Raba & Nyeri + +
Suhu Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Proprioseptif
Posisi sendi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Getar Tidak dilakukan Tidak dilakukan

8
2.5 Koordinasi
• Tes tunjuk-hidung : Tidak dilakukan
• Tes tumit-lutut : Tidak dilakukan
• Disdiadokokinesis : Tidak dilakukan

2.6 Otonom
• Miksi : Dalam Batas Normal
• Defekasi : Dalam Batas Normal
• Sekresi keringat : Dalam Batas Normal

2.7 Fungsi luhur:


• Pemeriksaan MMSE : Tidak dilakukan
2.8 Reflex Batang Otak:
• Dolls Eye : +
• Gag Reflex: +
• Corneal Reflex: +
• Light Reflex: +
• Caloric Test : tidak dilakukan
IV. Resume
Pasien dating dengan keluhan kejang sejak 5 jam SMRS. Kejang terjadi
secara tiba-tiba selama 15 menit diawali dengan gelisah & mengamuk. Kejang
terjadi berulang-ulang dari jam 14.00-19.00, dengan keadaan tidak sadar. Saat
kejang mata melirik keatas disertai dengan kaku pada seluruh tubuh. Setelah kejang
pasien tampang lemas dan tidak sadar. Keluhan mencium bau, melihat kilat, dan
halusinasi sebelum kejang semuanya disangkal. Setelah selesai kejang bicara pasien
menjadi tidak nyambung lalu cenderung tidur. Saat kejang kepala pasien tidak
terbentur (-), BAB (-), BAK (+) mengompol. Keluarga pasien mengatakan bahwa
ada riwayat demam kurang lebih 1 minggu SMRS & sakit kepala yang menjalar
sampai ke leher & bahu. Mual & muntah juga disangkal oleh keluarga pasien. Ini

9
merupakan kejang pertama pasien. Pada pemeriksaan fisik, GCS pasien 9
(E2M5V2) dan meningeal sign +.
V. Diagnosis
Klinis : Penurunan kesadaran, Kejang
Topis : Bilateral Hemisphere
Etiologis : Infeksi
Patologis : Inflamasi

VI. Diagnosis Kerja:


Post Status Epilepticus ec Meningoencephalitis TB

VII. Diagnosis Banding


• Meningoencephalitis ec Cryptosporodiasis
• Meningoencephalitis ec Toxoplasmosis

VIII. Prognosis
Qua Ad Vitam : Dubia ad Malam
Qua Ad Functionam : Dubia ad Malam
Qua Ad Sanationam : Dubia ad Malam

IX. Saran Pemeriksaan


• Lab Darah (Full Blood Count, SGOT, SGPT, Kidney Function,
GDS, Elektrolit)
• Chest X-Ray
• CT Scan
• Lumbal Puncture
• HIV Rapid Test

X. Saran Tatalaksana
• Konsultasi Sp.S
• O2 Nasal Canule 4 L jika SpO2 < 95%

10
• IVFD NS
• IV Diazepam 0.15-0.2mg/kgBB
• IV Paracetamol 3x1g

XI. Pemeriksaan Penunjang


Lab Darah Lengkap
JENIS PEMERIKSAAN NILAI NILAI NORMAL
Full Blood Count
Hemoglobin 12.00 g/dL 11.7-15.5
Hematokrit 34.2 % 35.00-47.00
Erythrocyte 4.16 x 106 /μl 4.40-5.90
White Blood Cell 18.23 x 103/ μl 3.80-10.60
Platelet Count 387 x 103/ μl 150.000-440.000
ESR 56.00 mm/h 0 - 15
Diff. Count
Basofil 0% 0–1
Eosinofil 0% 1–3
Neutrofil batang 3% 2–6
Neutrofil Segment 89 % 50 – 70
Lymphocyte 4% 25 – 40
Monocyte 4% 2–8
MCV, MCH, MCHC

MCV 82.20 fL 80.00-100.00


MCH 28.80 pg 26.00-34.00
MCHC 35.10 g/dL 32.00-36.00
Biochemistry

SGOT – SGPT
SGOT (AST) 19 U/L 0 – 32
SGPT (ALT) 14 U/L 0 – 33

11
Fungsi Ginjal
Ureum 21.0 mg/dL <71.00
Creatinine 0.81mg/dL 0.5-1.1

Electrolyte
Sodium (Na) 136 mmol/L 137-145
Potasium (K) 3.9 mmol/L 3.6 – 5.0
Chloride (Cl) 98 mmol/L 98– 107
Anti HIV
Anti HIV Non reactive Non Reactive

Analisa Cairan Otak (10/9//19)


Mascroscopic
Color Colorless Colorless
Clarity Clear Clear
Clot Negative Negative
Sendiment Negative Negative
Microscpic
Cell Count 144 <10
Differential Count
PMN 3%
MN 97%
Chemicals
Glucose 25.0 mg/dL 40.00-76.00
Chloride 128 mmol/L 115 – 130
Protein (Quantitaive) 1.52 g/L 0.15-0.45

12
X-Ray Thorax

Kesan:
• Tidak tampak progress spesifik aktif
pada kedua lapangan paru
• Cor dalam batas normal

CT Scan Non-Contrast

Kesan:
• Tidak ada Infark / perdarahan / SOL intracranial
• Tidak tampak pelebartan system ventrikel

13
XII. Terapi yang diberikan
• Nacl 0.9% 500 ml
• Dexamethasone 4x10mg IV
• Omeprazole 2x40mg IV
• Levofloxacin 1x750mg IV
• Ikaphen 3x100mg IV
• Folic acid 1x1mg PO

XIII. Follow Up

Follow up (10/9/19)
S Pasien tidak nyambung diajak ngomong
O KU : sakit sedang
TD: 90/60, N: 137 x/m, R: 17 x/m, S: 36,5oC
GCS : E4M5V4
Meningeal sign: Kaku Kuduk (+), Lassek >70/>70, Kernick
>135/>135
N. Kranialis:
CN 1: dbn
CN 2: dbn
CN 3,4,6: (+) RCL, (+) RCTL,
Motorik:
Lower ext: tonus (+), Refleks fisiologis (+)
Upper ext: tonus (+) reflex fisiologis (+)
A Post status epilepticus ec Susp. Meningoencephalitis
P • Asam Folat 1x10mg
• Ikaphen 3x10mg PO
• Ranitidine 2x150mg PO

14
• Amoxicilin 3x500mg PO
• Halloperidol 3x0.5mg PO
• Pirazinamid 750 mg 1x1PO
Follow up (11/9/2019)
S Pasien masih tidak nyambung saat diajak bicara
O KU : sakit sedang
TD: 100/60, N: 132 x/m, R: 18 x/m, S: 36,6oC
GCS : E4M6V4
Meningeal sign:
KAKU KUDUK (+)
Lassek >70/>70, Kernick >135/>135
N. Kranialis:
CN 1: dbn
CN 2: dbn
CN 3,4,6: (+) RCL, (+) RCTL,
Motorik:
Lower ext: tonus (+), Refleks fisiologis (+)
Upper ext: tonus (+) reflex fisiologis (+)
A Post status epilepticus ec susp Meningoencephalitis TB
P • Dexamethasone IV 10mg 3x1
• Folic acid PO 1x1
• Ikaphen PO 100mg 3x1
• Ranitidine PO 150mg 2x1
• Amoxicillin PO 500mg 3x1
• Rifampicyn PO 900 mg 1x1
• Ethambutol PO 1000mg 1x1
• Pyrazinamid PO 1000mg 1x1
• Isoniazid + B6 PO 400mg 1x1
Follow up (12/9/19)
S Pasien masih tidak nyambung saat diajak bicara

15
O KU : sakit sedang
TD: 100/70, N: 140 x/m, R: 16 x/m, S: 36,6oC
GCS : E4M6V4
Meningeal sign:
Meningeal sign: Kaku Kuduk (+), Lassek >70/>70, Kernick
>135/>135
N. Kranialis:
CN 1: dbn
CN 2: dbn
CN 3,4,6: (+) RCL, (+) RCTL,
Motorik:
Lower ext: tonus (+), Refleks fisiologis (+)
Upper ext: tonus (+) reflex fisiologis (+)

A Post status epilepticus ec Meningoencephalitis TB


P • Dexamethasone IV 10mg 3x1
• Folic acid PO 1x1
• Ikaphen PO 100mg 3x1
• Ranitidine PO 150mg 2x1
• Amoxicillin PO 500mg 3x1
• Rifampicyn PO 900 mg 1x1
• Ethambutol PO 1000mg 1x1
• Pyrazinamid PO 1000mg 1x1
• Isoniazid + B6 PO 400mg 1x1
Follow up (13/9/19)
S Pasien masih tidak nyambung saat diajak bicara

16
O KU : sakit sedang
TD: 100/80, N: 135 x/m, R: 18 x/m, S: 37.3oC
GCS : E4M6V5

Meningeal sign:
Meningeal sign: Kaku Kuduk (+), Lassek >70/>70, Kernick
>135/>135
N. Kranialis:
CN 1: dbn
CN 2: dbn
CN 3,4,6: (+) RCL, (+) RCTL,
Motorik:
Lower ext: tonus (+), Refleks fisiologis (+)
Upper ext: tonus (+) reflex fisiologis (+)

A Post status epilepticus ec Meningoencephalitis TB


P • Dexamethasone IV 10mg 3x1
• Folic acid PO 1x1
• Ikaphen PO 100mg 3x1
• Ranitidine PO 150mg 2x1
• Amoxicillin PO 500mg 3x1
• Rifampicyn PO 900 mg 1x1
• Ethambutol PO 1000mg 1x1
• Pyrazinamid PO 1000mg 1x1
• Isoniazid + B6 PO 400mg 1x1

17
ANALISA KASUS
Meningoensefalitis adalah peradangan otak dan meningen, nama lainnya
yaitu cerebromeningitis, encephalomeningitis, meningocerebritis. Meningitis
adalah radang umum pada araknoid dan piameter yang disebabkan oleh bakteri,
virus, riketsia, atau protozoa yang dapat terjadi secara akut dan kronis. Sedangkan
ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri, cacing,
protozoa, jamur, ricketsia, atau virus. Meningitis dan ensefalitis dapat dibedakan
pada banyak kasus atas dasar klinik namun keduanya sering bersamaan sehingga
disebut meningoensefalitis. Alasannya yaitu selama meningitis bakteri, mediator
radang dan toksin dihasilkan dalam sel subaraknoid menyebar ke dalam parenkim
otak dan menyebabkan respon radang jaringan otak. Pada ensefalitis, reaksi radang
mencapai cairan serebrospinal (CSS) dan menimbulkan gejala-gejala iritasi
meningeal di samping gejala-gejala yang berhubungan dengan ensefalitis dan pada
beberapa agen etiologi dapat menyerang meninges maupun otak misalnya
enterovirus.
Ny. P umur 19 tahun dating dengan keluhan kejang sejak 5 jam SMRS.
Kejang terjadi secara tiba-tiba selama 15 menit diawali dengan gelisah &
mengamuk. Kejang terjadi berulang-ulang dari jam 14.00-19.00, dengan keadaan
tidak sadar. Saat kejang mata melirik keatas disertai dengan kaku pada seluruh
tubuh. Setelah kejang pasien tampang lemas dan tidak sadar. Setelah selesai kejang
bicara pasien menjadi tidak nyambung lalu cenderung tidur. Keluarga pasien
mengatakan bahwa ada riwayat demam kurang lebih 1 minggu SMRS & sakit
kepala yang menjalar sampai ke leher & bahu. Ini merupakan kejang pertama
pasien.
Pada pemeriksaan fisik, ditemukan bahwa temperatur pasien 37.9oC, hal ini
menandakan bahwa adanya 3 dari 3 triase meningitis yaitu nyeri kepala dan kaku
kuduk positif dan demam. Meningitis adalah sebuah kondisi yang ditandai dengan
peradangan pada selaput otak dan medula spinalis (meningens) yang umumnya
ditandai dengan triase klasik yaitu nyeri kepala, demam dan kaku kuduk. Gejala
lain yang sering timbul adalah mual, muntah, kejang, fotofobia, ruam pada kulit
apabila penyebabnya adalah meningococcemia, gangguan perilaku hingga

18
penurunan kesadaran akibat peningkatan tekanan intrakranial. Penyebab dari
meningitis dapat bermacam-macam dari bakterial, viral, jamur, parasit ataupun
aseptik seperti perdarahan. Meningitis dapat dibagi menjadi 3 menurut waktu
kejadiannya yaitu akut (dibawah 2 minggu), subakut (2 minggu – 4 minggu) dan
kronik (4 minggu). Pada pasien ini, pasien dapat dikategorikan sebagai meningitis
akut sehingga kemungkinan meningitis bakterial atau viral akibat perjalanan
penyakit bakterial dan viral yang bersifat lebih akut.
Ensefalitis merupakan peradangan pada parenkim otak dimana gejala yang
menyertai biasanya adalah penurunan kesadaran (kebingungan, gangguang
perilaku), defisit fokal neurologis, halusinasi, agitasi, aphasia, ataxia, kejang, tanpa
adanya kaku kuduk. Diakibatkan adanya keluhan kejang, nyeri kepala, kaku kuduk
yang positif serta penurunan kesadaran dan gangguan perilaku seperti mengamuk,
maka pasien ini dapat didiagnosis dengan meningoensefalitis.
Sampai tahap ini, pasien masih dapat didiagnosis dengan
meningoensefalitis akibat tuberkulosis, toxoplasmosis ataupun cryptosporodiasis.
Maka dari itu, dilakukan pemeriksaan anti HIV dan ditemukan bahwa anti HIV
tersebut non-reaktif sehingga kemungkinan toxoplasmosis ataupun
cryptosporodiasis menjadi sangat kecil karena kedua penyakit tersebut lebih sering
terjadi pada pasien dengan status immunocompromais, penderita kanker yang
menerima kemoterapi ataupun pasien yang baru saja menjalani transplan organ.
Maka dari itu, kecurigaan sementara adalah meningoensefalitis ec tuberkulosis
walaupun pasien tidak pernah menderita tuberkulosis karena epidemiologi
tuberkulosis di Indonesia yang masih sangat tinggi yaitu peringkat kedua tertinggi
di dunia.
Pada pemeriksaan penunjang seperti hasil laboratorium, ditemukan adanya
peningkatan erythrocyte sedimentation rate (ESR) beserta meningkatnya WBC
yang menandakan adanya inflamasi. Pada foto toraks PA juga tidak ditemukan
kelainan seperti bercak infiltrat TB paru ataupun TB milier yang akan menguatkan
diagnosis meningoensefalitis TB. Pada pemeriksaan CT scan tanpa kontras tidak
ditemukan kelainan. Namun, untuk memastikan secara pasti bahwa penyebab dari
meningoensefalitis ini adalah dengan pemeriksaan Liquor Cerebro Spinal (LCS)

19
dimana menurut konsensus International Tuberculous Meningitis Workshop,
diagnosis definitif meningitis TB ditegakkan berdasarkan salah satu dari kriteria
berikut:
• Ditemukannya basil tahan asam pada LCS
• M. tuberculosis tumbuh pada kultur LCS
• Pemeriksaan asam nukleat M. tuberculosis (GeneXpert® MTB/Rif
atau polymerase chain reaction/PCR) positif pada pasien dengan
klinis meningitis TB
Selain itu, terdapat lagi Thwaites' Diagnostic Scoring yang dapat digunakan
untuk membedakan antara meningits TB dan meningitis akibat bakteri dengan
kriteria sebagai berikut:
Tabel 2. Kriteria Thwaites

Parameter Skor
Usia (tahun)
≥ 35 2
< 35 0
WBC, 103/ml
≥ 15,000 4
< 15,000 0
Lama sakit (hari)
≥6 -5
<6 0
Total WBC pada LCS, 103/ml
≥ 900 3
< 900 0
CSF % neutrofil
≥ 75 4
< 75 0

20
Apabile total skor adalah ≤ 4, maka besar kemungkinan pasien menderita
meningitis TB sedangkan apabila skor > 4 maka kemungkinan pasien menderita
meningitis bakterial. Pada pasien ini, total skor adalah (0+4+(-5)+0+0) = -1 maka
pasien ini akan masuk ke diagnosis meningitis TB menurut kriteria Thwaites. Selain
kirteria Thwaites, ada satu lagi kriteria yang dapat digunakan yaitu kriteria Lancet
yang dijabarkan sebagai berikut:

Tabel 3. Kriteria Lancet


Klasifikasi Kriteria Diagnosis
Definitif TBM Meningitis klinis ditambah dengan terdeteksinya AFB pada
LCS atau M. tuberculosis dikultur dari LCS
Probable TBM Meningitis klinis ditambah dengan salah satu kriteria
dibawah ini:
- Gambaran TB paru dari X-ray paru
- AFB terlihat pada sputum atau lavase lambung
- Bukti TB ekstra paru
- Gambaran CT atau MRI yang konsisten dengan TB
meningitis
Possible TBM Meningitis klinis ditambah dengan ≥ 2 gejala dari berikut:
- Riwayat TB paru
- Riwayat penyakit > 5 hari
- GCS < 15
- Gangguan neurologis fokal
Dan disertai ≥ 2 dari kriteria berikut:
- CSF bewarna kuning
- > 50% limfosit di LCS
- LCS glukosa <50 % dari glukosa darah

21
Apabila hanya mengacu dari kriteria Lancet, maka pasien ini akan jatuh ke
kategori possible TBM. Maka dari itu, klinisi harus dapat menginterpretasi hasil
LCS seperti berikut:

Tabel 4. Karakteristik LCS Beserta Penyakitnya


Diagnosis Appearance Reaksi Jumlah Sel, Biokimia Lain-lain
Pandy Sitologi
Normal Tidak - ≤ 4 sel/µl, Laktat < 2.1 Glukosa 50-60%
bewarna, sebagian besar mmol/L. Rasio dari kadar di
jernih limfosit (85%) albumin: darah
dewasa > 40
tahun : < 8;
dibawah 40
tahun: < 7;
anak anak
dibawah 15
tahun: <5
Purulent Keruh +++ Beberapa Laktat > 3.5 Terdapat bakteria
meningitis ribu/µL, mmol/l; rasio pada kultur LCS
sebagian besar albumin
neutrofil >20x10-3
Abses otak Jernih, +/- Beberapa Rasio albumin Glukosa rendah,
terkadang ratus/µL, sel normal atau bakteria dapat
keruh mononuklear sedikit terkadang
dan/atau meningkat didemonstrasikan,
neutrofil sintesa IgA lokal
Ensefalitis (herpes Jernih, tidak +/- Normal atau Rasio albumin IgA, IgM dan IgG
simpleks) bewarna pleiositosis > 10 x 10-3 meningkat; Positif
mononuklear PCR untuk HSV
(limfosit) dan terdapat
spesifik antibodi
yang terdeteksi

22
Meningitis viral Jernih + Beberapa ratus Rasio albumin
sel mononuklear, dapat mencapai
termasuk limfosit 20 x 10-3; laktat
B yang < 3.5 mmol/l
teraktivasi
Meningitis Kekuningan +++ Dapat mencapai Rasio albumin Peningkatan IgG
tuberkulosis 1500/µl, lebih > 20 x 10-3; dan IgA, M.
banyak sel glukosa < 50% tuberkulosis dapat
mononuklear dari serum terdemonstrasikan
glukosa dengan kultur atau
PCR
Neurosifilis Jernih atau +/- Pleiositosis Peningkatan
keruh mononuklear immunoglobulin,
positif TPHA
Multiple sclerosis Jernih, tidak +/- Dapat mencapai Rasio albumin Oligoclonal
bewarna 40 sel < 20 x 10-3 bands
mononuklear/µl
Meningitis fungal Jernih Dapat mencapai Peningkatan
beberapa ratus immunoglobulin,
sel demonstrasi fungi
mononuklear/µl melalui kultur
atau tinta India
Guillain-Barré Jernih Tidak lebih dari Rasio albumin
syndrome pleiositosis dapat mencapai
ringan 50 x 10-3
("albumino-
cytologic
dissociation")

Hasil LCS menegakkan diagnosis tuberculosis yaitu dapat dilihat cell count
yang meningkat menjadi 144 dengan predominansi sel mononuklear, glukosa LCS
rendah 25 mg/dL dan protein meningkat 1.52 g/L. Meningitis bakteri dapat
dieksklusi pada pasien ini dengan melihat riwayat penyakitnya yang tidak sesuai

23
yaitu perjalanan penyakit yang kronik progresif serta infeksi bakterial memiliki
predominansi sel PMN.
Sebelum menentukan tatalaksana, derajat keparahan meningitis TB harus
ditentukan terlebih dahulu karena ini akan sangat menentukan terapi dan prognosis
yang akan diberikan. Tingkat keparahan meningitis TB yang diperkenalkan oleh
Medical Research Council (MRC) pada tahun 1948 masih sesuai hingga saat ini
untuk menentukan prognosis, yaitu:
1. MRC Derajat 1: GCS 15 tanpa defisit neurologis fokal
2. MRC Derajat 2: GCS 11-14 atau GCS 15 dengan defisit neurologis
fokal
3. MRC Derajat 3 : GCS ≤10, dengan atau tanpa defisit neurologis
fokal
Tata laksana yang diberikan pada pasien ini adalah Dexamethasone 3 x 10mg
IV; obat golongan corticosteroid ini terbukti ampuh mengurangi inflamasi pada
meningens dan menurunkan tekanan intraknial jika terdapat peninggian dengan cara
mengurangi edema cerebri. Pemberian dexamethasone tidak dibutuhkan untuk terapi
jangka panjang seperti OAT, dan dosis pemberiannya harus diperhatikan dan
dilakukan tapering off.
Pengobatan untuk meningoencephalitis TBC adalah dengan obat – obatan
OAT diantaranya adalah:
• Isoniazid à dosis 5mg/kgbb dosis max: 300mg/hari, obat ini bisa
menembus BBB dengan baik, efek samping: hepatotoksik dan
neuritis perifer
• Rifampicin à dosis: 10mg/kgbb dosis max: 600mg/ hari dengan
efek samping hepatotoksik
• Pirazinamid à dosis: 15 – 30mg/kgbb , dosis max: 1500mg/ hari
dengan efek samping hepatotoksik
• Etambutol à 25mg/kgbb selama 2 bulan, lalu dilanjutkan dengan
15mg/kgbb/hari
• Streptomyicin à 15mg/kgbb dengan dosis maksimal 1000mg/ hari
dengan efek samping nephrotoxicity, dan gangguan pendengaran.

24
Pada pasien ini, terdapat komplikasi hiponatremia yang cukup sering
ditemukan pada pasien dengan meningitis TB. Hal ini menandakan adanya proses
syndrome of inappropriate secretion of antidiuretic hormone (SIADH) atau cerebral
salt wasting syndrome (CSWS). Prognosis pasien dengan meningitis TB dapat
ditentukan berdasarkan berikut:
• Usia > 40 tahun merupakan prediktor lebih tinggi untuk mortalitas
• Tidak adanya nyeri kepala pada saat presentasi merupakan prediktor
lebih tinggi untuk mortalitas
• GCS dan derajat keparahran pada awal masuk akan menentukan
mortalitas.
Usia pasien yang masih 19 dengan nyeri kepala, GCS 9 dan MRC III dapat
menentukan bahwa mortalitas pasien kurang baik.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Van de Beek D; de Gans J; Spanjaard L; Weisfelt M; Reitsma JB;


Vermeulen M. Clinical features and prognostic factors in adults with
bacterial meningitis. N Engl J Med. 2004; 351(18):1849-59.
2. Walter JK, Morton NS. Chapter 41 Chronic and Recurrent Meningitis.
Harrison's Neurology in Clinical Medicine. McGrawHill. 3rd Edition. 2013.
3. Darma I. Bab 14 Infeksi Tuberkulosis pada Susunan Saraf Pusat. Buku Ajar
Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku 1. 2017.
4. Thwaites G, Fisher M, Hemingway C, Scott G, Solomon T, Innes J. British
Infection Society guidelines for the diagnosis and treatment of tuberculosis
of the central nervous system in adults and children. J Infect.
2009;59(3):167-87

26

Anda mungkin juga menyukai