Search...
Di antara musibah besar yang menimpa kaum muslimin dewasa ini karena
ketidakpedulian mereka terhadap urusan agama dan sibuk dengan urusan dunia adalah
banyaknya di antara mereka yang terjerumus ke dalam hal-hal yang diharamkan Allah
Ta’ala. Hal ini disebabkan karena sedikitnya pemahaman mereka tentang permasalahan-
permasalahan agamanya. Dan jurang keharaman terdalam yang mereka masuki yaitu
lembah hitam kesyirikan.
Perbuatan dosa yang paling besar ini pun begitu samar bagi kebanyakan manusia
karena kebodohan mereka dan rajinnya setan dalam meyesatkan manusia.
Sebagaimana yang dikisahkan Allah Ta’ala tentang sumpah iblis,
Bahkan kesyirikan hasil tipu daya iblis yang terjadi pada masa kita sekarang ini lebih
Laki-Laki adalah Pemimpin Rumah
parah daripada kesyirikan yang terjadi pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa Tangga (Bag. 4)
sallam. Mengapa bisa demikian? Berikut ini penjelasannya.
Habis Gelap Terbitlah Terang
Di antara dalil yang menunjukkan hal itu adalah firman Allah Ta’ala,
“Katakanlah, ‘Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kamu
mengetahui?’ Mereka akan menjawab, ‘Kepunyaan Allah’. Katakanlah, ’Maka apakah
kamu tidak ingat?’ Katakanlah, ’Siapakah yang memiliki langit yang tujuh dan yang
memiliki ‘Arsy yang besar?’ Mereka akan menjawab, ’Kepunyaan Allah’. Katakanlah,
‘Maka apakah kamu tidak bertakwa?’ Katakanlah, ‘Siapakah yang di tangan-Nya berada
kekuasaan atas segala sesuatu sedang dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat
dilindungi dari (azab)-Nya, jika kamu mengetahui?’ Mereka akan menjawab,
‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah, ‘(Kalau demikian), maka dari jalan manakah kamu
ditipu?’” (QS. Al-Mu’minuun [23]: 84-89).
Demikianlah kondisi kaum musyrikin dahulu. Mereka tidak pernah memiliki keyakinan
bahwa Latta, Uzza, Manat, dan sesembahan mereka lainnya adalah yang menciptakan,
memberi rezeki, atau yang menguasai alam semesta ini. Mereka juga tidak memiliki
keyakinan bahwa sesembahan mereka itulah yang menghidupkan dan mematikan
mereka. Namun, mereka hanyalah hamba-hamba Allah Ta’ala yang shalih yang dijadikan
sebagai perantara dalam ibadah mereka kepada Allah Ta’ala. Demikianlah kontradiksi
kaum musyrik tersebut, yaitu mereka mengakui dan beriman kepada sifat-sifat
rububiyyah Allah, namun mereka menyekutukan Allah dalam masalah ibadah. Oleh
karena itu, Allah berfirman terhadap mereka,
“Dan sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan
mempersekutukan Allah (dengan sesembahan-sesembahan lain)” (QS. Yusuf [12]: 106).
“Di antara keyakinan mereka, jika ditanyakan kepada mereka, ‘Siapakah yang
menciptakan langit? Siapakah yang menciptakan bumi? Dan siapakah yang menciptakan
gunung?’ Mereka menjawab, ’Allah.’ Sedangkan mereka dalam keadaan berbuat syirik
kepada-Nya.” [2]
Maka akan kita jumpai kondisi yang lebih parah dari kaum musyrikin pada zaman
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena di samping mereka beribadah kepada
selain Allah Ta’ala (kesyirikan dalam masalah uluhiyyah), mereka juga menyekutukan
Allah Ta’ala dalam masalah rububiyyah. Beberapa contoh yang menunjukkan kesyirikan
dalam masalah rububiyyah adalah:
Pertama, keyakinan mereka bahwa ada “Dewi” khusus yang berjasa untuk menyuburkan
tanah sehingga dapat menjadikan hasil panen mereka -terutama padi- berlimpah ruah.
Sehingga pada saat-saat tertentu, mereka membuat “jamuan” khusus kepada sang Dewi
tersebut sebagai ungkapan rasa terima kasih mereka karena telah diberi hasil panen
yang berlimpah. Dalam kasus ini terjadi kesyirikan dalam dua aspek sekaligus. Pertama,
dalam tauhid rububiyyah, karena mereka meyakini adanya pemberi rezeki (berupa panen
yang melimpah) selain Allah Ta’ala. Kedua, dalam tauhid uluhiyyah, karena mereka
menujukan ibadah kepada Dewi tersebut, di antaranya berupa sembelihan.
Kedua, keyakinan sebagian masyarakat kita terhadap Nyi Roro Kidul sebagai
“penguasa” laut selatan. Keyakinan ini dapat dilihat dari “budaya” atau kebiasaan mereka
ketika melakukan tumbal berupa sembelihan kepala kerbau, kemudian di-larung
(dilabuhkan) ke Laut Selatan dengan keyakinan agar laut tersebut tidak ngamuk. Menurut
keyakinan mereka, tumbal tersebut dipersembahkan kepada penguasa Laut Selatan
yaitu jin Nyi Roro Kidul. Padahal, menyembelih merupakan salah satu aktivitas ibadah
karena di dalamnya terkandung unsur ibadah, yaitu merendahkan diri dan ketundukan.
Allah Ta’ala berfirman,
”Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb
semesta alam” (QS. Al-An’am [6]: 162).
Barangsiapa yang memalingkan perkara ibadah yang satu ini kepada selain Allah, maka
dia telah jatuh dalam perbuatan syirik akbar dan pelakunya keluar dari Islam.
Dalam kasus tersebut juga terjadi kesyirikan dalam dua aspek sekaligus. Pertama, dalam
tauhid rububiyyah, karena mereka meyakini adanya penguasa atau pengatur alam (yaitu
Laut Selatan) selain Allah Ta’ala. Kedua, dalam tauhid uluhiyyah, karena mereka
menujukan ibadah menyembelih kepada Nyi Roro Kidul tersebut dengan disertai
pengagungan kepadanya.
Demikianlah realita kaum muslimin pada zaman sekarang ini. Mereka tidak hanya
menyekutukan Allah dalam masalah uluhiyyah saja, namun mereka juga menyekutukan
Allah dalam masalah rububiyyah. Suatu kondisi yang tidak pernah kita jumpai pada kaum
musyrikin di zaman Rasulullah yang “hanya” menyekutukan Allah Ta’ala dalam uluhiyyah-
nya saja. [Bersambung]
***
Catatan kaki:
Sahabat muslim, yuk berdakwah bersama kami. Untuk informasi lebih lanjut silakan klik disini.
Jazakallahu khaira
TOPICS: AQIDAH, AQIDAH ISLAM, BAHAYA SYIRIK, CONTOH SYIRIK, SYIRIK, TAUHID
PREVIOUS NEXT
ABOUT AUTHOR
ARTIKEL TERKAIT
LEAVE A REPLY
Your comment...
SUBMIT COMMENT
Tentang Kami Tentang YPIA Pogung Rejo No. 412, RT 14/RW 51, kelurahan
Kontributor Program YPIA Sinduadi, kecamatan Mlati, kabupaten Sleman,
Donasi Dakwah Donasi Dakwah kode pos: 55284
Pasang Iklan Kontak Kami Kontak: +62 857-4952-5735
E-mail: muslim.or.id[at]gmail.com