Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN

TIROIDITIS

KELOMPOK 2

AKBAR : 201701051
MELIYUN : 201701074
FILDA YULINDA : 201701062
SARAH : 201701087

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA


PALU

2019
ASUHAN KEPERAWATAN

TIROIDITIS

A. PENGERTIAN
1. Tiroiditis merupakan kelainan dari etiologi yang berbeda (Asdie, Ahmad.2000)
2. Tiroiditis merupakan peradangan akut kelenjar tiroid, dapat dikaitkan dengan
supurasi yang disebabkan oleh bakteria (seperti stafilokokus, stafilokokus dan
pneumokokus), atau dapat bersifat nonsupuratif dan sekunder akibat virus atau
mekanisme imunologik (Manning, dkk.1996)
3. Tiroiditis merupakan inflamasi akut yang mengenai seluruh kelenjar tiroid,
yang mungkin disebabkan oleh filtrasi sel neutrofil yang disusul oleh sel-sel
limfosit dan histiosit; jenis radang ini jarang ditemukan (Quervein, Frizt
de.1868-1940).
4. Tiroiditis menahun adalah penyakit autoimun yang disertai kenaikan kadar
antibodi tiroid di dalam darah ( Sjamsu Hidajat. 1997)

B. KLASIFIKASI
1. Tiroiditis Akut Merupakan penyakit yang dikarenakan infeksi bakteri tertentu
dan sebagai akibat radang mulut, tonsil, atau lymphonodi cervicales.
2. Tiroiditis Subakut Merupakan kelainan inflamasi akut kelenjar tiroid yang
kemungkinan besar disebabkan infeksi virus.
3. Tiroiditis Kronik Merupakan penyebab utama goiter pada anak-anak dan
dewasa muda dan kemungkinan penyebab utama “miksedema idiopatik” yang
merupakan stadium akhir tiroiditis hashimoto dengan destruksi total kelenjar.
C. ETIOLOGI
1. Infiltrasi (perusakan) limfosit dan sel-sel plasma.
2. Gangguan autoimunitas.
3. Gangguan produksi T3 & T4 serum.
4. Gangguan TSH
5. Infeksi virus (campak, koksakie, dan adenovirus)
6. Infeksi bakteri (stafilokokuis, pneumokokus)
7. Defisiensi yodium.

D. PATOFISIOLOGI TIROIDITIS

1. TIROIDITIS SUBAKUT

Pada fase awal, kadar T4 serum meningkat dan penderita mungkin


mempunyai gejala tirotoksikosis, tetapi ambilan yodium radioaktif jelas
tersupresi.. T3 dan T4 meningkat, sementara TSH serum dan ambilan iodine
radioaktif tiroid sangat rendah. Laju endap darah sangat meningkat, kadang-
kadang sampai setinggi 100 mm/jam pada skala Westergen. Autoantibodi tiroid
biasanya tidak ditemukan di serum. Bersamaan dengan perjalanan penyakit, T3
dan T4 akan menurun. TSH akan naik dan didapatkan gejala- gejala
hipotiroidisme. Lebih lanjut, ambilan iodine radioaktif akan meningkat,
mencerminkan adanya penyembuhan kelenjar dan serangan akut.
Tiroiditis subakut biasanya sembuh spontan setelah beberapa minggu
atau bulan, kadang-kadang penyakit ini dapat mulai menyembuh dan tiba-tiba
memburuk. Kadang-kadang menyangkut pertama-tama satu lobus kelenjar
tiroid, baru kemudian lobus satunya. Eksaserbasi sering terjadi ketika kadar T4
telah turun, TSH telah meningkat dan kelenjar mulai berfungsi kembali.
2. TIROIDITIS KRONIK (Tiroiditis Hashimoto, Tiroiditis Limfositik)

Limfosit disensitasi terhadap antigen dan autoantibody tiroid terbentuk,


yang bereaksi dengan antigen-antigen. Tiga autoantibodi tiroid terpenting
adalah antibody tiroglobulin (Ab Tg), antibodi tiroid peroksidase (Ab TPD),
dahulu disebut antibodi mikrosomal, dan TSH reseptor blocking antibody
(TSH-R Ab [blok]). Selama fase awal, Ab Tg meningkat sedikit, kemudian Ab
Tg akan menghilang, tapi Ab TPD akan menetap untuk bertahun-tahun.
Destruksi kelenjar berakibat turunnya kadar T3 dan T4 serum, dan naiknya
TSH. Mula-mula TSH bisa mempertahankan sintesis hormone yang adekuat
dengan terjadinya pembesaran tiroid atau goiter, tetapi dalam banyak kasus
kelenjar gagal dan terjadilah hipotiroidisme dengan atau tanpa goiter.

E. MANIFESTASI KLINIS
1. Tiroiditis Akut
a. Nyeri dan pembengkakan leher anterior, demam, disfagia.
b. Faringitis atau nyeri faring sering timbul.
c. Kehangatan, eritema dan nyeri tekan kelenjar tiroid.
2. Tiroiditis Subakut
a. Antenia yang nyata
b. Panas, malaise
c. Rasa saklit di leher, dapat meluas ke atas sampai angulus mandibula atau ke
daun telinga pada satu atau kedua sisi leher.
d. Tiroid membesar secara simetris.
e. Mulanya penderita bisa mempunyai gejala hipertiroidisme dengan palpitasi,
agitasi, dan keringat.
f. Peka rangsang, gelisah, insomnia, dan penurunan berat badan yang
merupakan manifestasi hipertiroidisme.
g. Tidak ada oftalmopati.
h. Tanda-tanda klinis toksisitas termasuk takikardi, tremor, dan hiperrefleksia
bisa dijumpai.
3. Tiroiditis Kronik
a. Tiroiditis Hasihimoto biasanya dengan goiter dan pada pasien yang eutiroid
atau yang menderita hipotiroidisme ringan
b. Distribusi seksual wanita dibanding pria adalah 4:1.
c. Prosesnya tidak sakit dan penderita bisa tidak sadar akan adanya goiter
kecuali bila jadi sangat besar.
d. Pasien lebih tua dapat muncul dengan tiroidisme berat walau kelenjar tiroid
yang kecil atrifik lunak.

F. PENATALAKSANAAN

1. Tiroiditis Akut Terapi antibakteri spesifik biasanya menyebabkan


penyembuhan, tetapi mungkin diperlukan drainase secara bedah.

2. Tiroiditis Subakut
a. Pada kasus yang ringan aspirin cukup untuk mengontrol gejala.
b. Pada kasus yang lebih berat, glukokortikoid (prednisone, 20 sampai 40
mg/hari).
c. Prupanolol dapat digunakan untuk mengontrol tirotoksikosis yang berkaitan.
d. Pada kebanyakan kasus, hanya diperlukan terapi simtomatik, contoh :
asetraminofen 0,5 gram, 4x sehari. Bila nyeri, panas dan mailase sangat
berat sampai menyebabkan penderita tidak bisa apa-apa, terapi obat-obatan
anti imflamasi non steroid atau glukokortikoid jangka pendek seperti 20 mg,
3x sehari, selama 7 – 10 hari mungkin diperlukan untuk mengurangi
inflamasi.

e. Levotiroksin 0,1 – 0,15 mg sekali sehari, diindikasikan selama fase


hipotiroid penyakit agar tidak terjadi eksaserbasi kembali dari penyakit yang
dirangsang oleh kadar TSH yang meningkat.

3. Tiroiditis Kronik (Tiroiditis Hashimoto)


Hipertiroidisme dalam kaitannya dengan tiroiditis hashimoto diobati
dengan cara konvensional, terapi-terapi ablasi lebih jarang digunakan karena
tiroiditis kronik dan yang berhubuingan cenderung membatasi lamanya
hiperfungsi tiroid dan juga memberikan predisposisi pada pasien untuk
perkembangan hipertiroidisme setelah pembedahan atau pengobatan
radioterapi.

G. KOMPLIKASI
Komplikasi utama Tiroiditis Hashimoto adalah Hipertiroidisme Progresif.
Bila masa tiroid membesar, sementara menerima dosis tirokdsin maksimal yang
dapat di toleransi maka dapat dicurigai sebagai kanker tiroid, dan karena
hipotiroidisme dapat menimbulkan miksedema.
H. PATWAY

Bakteri Virus Penyakit


Autoimun

Penurunan
Produksi T3 dan
T4

Penurunan PH Serum

Laju endap darah


meningkat

Peradangan Teroid

Ketidakseimbangan
Nutrisi
Kerusakan
Nyeri
Menelan
ASUHAN KEPERAWATAN TIROIDITIS

A. PENGKAJIAN
Informasi yang perlu diperoleh dari klien dan keluarga yaitu :
1. Keluhan Utama
a. Apakah merasa sakit pada tenggorokan ?
b. Apakah sulit untuk menelan ?
2. Data Obyektif
a. Demam
b. Tiroid membesar
c. Gelisah
d. Insomnia
e. Penurunan berat badan
f. Disfagia
3. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi - melihat, apakah ada pembesaran tiroid pada leher pasien.
b. Palpasi - leher pasien (kenyal atau keras)
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium untuk Tiroiditis Subakut
1) Pada mulanya, T3 dan T4 meningkat, bersamaan dengan perjalanan
penyakit, T3 dan T4 akan menurun.
2) Sementara TSH serum dan ambilan iodine radioaktif tiroid sangat
rendah. Bersamaan perjalanan penyakit TSH akan naik dan didapatkan
gejala-gejala hipotiroidisme. Lebih lanjut, ambilan iodine radioaktif akan
meningkat, mencerminkan adanya penyembuhan dan serangan akut.

3) Laju endap darah sangat meningkat, kadang-kadang sampai setinggi 100


mg/jam pada skala Westergren.
4) Autoantibody tiroid biasanya tidak ditemukan di serum.
b. Pemeriksaan Laboratorium untuk Tiroiditis Kronik (Hashimoto)
1) Terdapat kelainan multiple pada metabolisme iodine. Aktivitas peroksida
menurun sehingga organifikasi iodine terganggu.
2) Iodinasi material protein yang metabolic tidak aktif terjadi, sehingga
terdapat PBI serum yang tinggi tidak sebanding dengan T4 serum.
3) Ambilan radio iodin bisa tinggi, normal atau rendah.
4) Kadar hormone tiroid sirkulasi biasanya normal atau rendah dan bila
rendah, TSH akan meningkat.
5) Penemuan laboratorium yang paling menonjol adalah titer yang tinggi
dari antibodi antitiroid di serum.
6) Uji serum untuk Ab Tg atau Ab TPO positif kuat pada kebanyakan
penderita tiroiditis hashimoto.
7) Biopsy aspirasi jarum halus.
B. DIAGNOSA
1. Kerusakan menelan berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler.
2. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungna
dengam ketidakmampouan pemasukan makanan
3. Nyeri kronis berhubungan dengan ketidakmampuan psikososial / fisik secara
kronis.

C. INTERVENSI

Kerusakan menelan Status Menelan Terapi Menelan


berhubungan dengan Kriteria hasil :  Monitor konsistensi
kerusakan neuromuskuler - Adanya reflek makanan yang
Tujuan : Pasien mampu menelan dibentuk dari latihan
menelan secara adekuat. - Usaha menelan secara menelan.
normal  Monitor tanda dan
- Kenyamanan dalam gejala aspirasi.
menelan
Ketidakseimbangan Status Nutrisi : Terapi Nutrisi :
Nutrisi : kurang dari  Pemasukan makan dan  Monitor masukan
kebutuhan tubuh cairan makanan / cairan dan
berhubungan dengan - Pemasukan makanan hitung masukan kalori
ketidakmampuan melalui oral harian secara tepat.
pemasukan makanan. - Pemasukan cairan  Anjurkan pasien untuk
Tujuan : Pasien mampu melalui oral memilih makanan
memenuhi kebutuhan - Pemasukan cairan lunak
nutrisinya dengan - Pemasukan total
adekuat. nutrisi secara
parenteral
 Status Menelan : Fase
esophagus
- Nyaman dalam
menelan
- Tidak tersedak dan
batuk saat menelan
- Tidak terjadi muntah
pada malam hari
Nyeri Kronik  Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri
berhubungan dengan  Kontrol Nyeri  Kaji nyeri meliputi
ketidakmampuan Tujuan : Nyeri terkendali lokasi, karakteristik,
psikososial / fisik secara atau berkuarang durasi, frekuensi,
kronis Kriteria hasil : kualitas nyeri.
 Tingakat Nyeri  Ajarkan teknik
- Melaporkan nyeri relaksasi
- Frekuensi nyeri  Berikan analghetik
- Ekspresi nyeri sebagai control nyeri

 Kontrol Nyeri jika diperlukan

- Factor penyebab  Gunakan pengukuran


nyeri control nyeri sebelum

- Penggunaan nyeri terjadi.

analgetik dengan  Ajak pasien untuk


tepat berdiskusi tentang

- Gejala nyeri pengalaman


DAFTAR PUSTAKA

Aside, Ahmad H.2000. Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Jakarta : EGC


Dunphy, Englebert, dkk.1985. Pemeriksaan Fisik Bedah. Yogyakarta : Yayasan
Essentia Medika
Greenspan, Francis S.2000. Endokrinologi Dasar dan Klinik Edisi 4. Jakarta : EGC

Isselbacher (etal).2000. Harrison Prinsip-Prinsip ILmu Penyakit Dalam Volume 5


Edisi 13. Jakarta : EGC
Ragg, Mark.1998. Memahami Masalah Tiroid . Jakarta : Arcan

Anda mungkin juga menyukai