Anda di halaman 1dari 4

Nama : Ovintha Ta Ludji

NIM : 194620041

PATOFISIOLOGI PENYAKIT GASTRITIS, WASIR, KOLIK, KERACUNAN, DAN


CACINGAN.

1. Gastritis

Patofisiologi gastritis dimulai dari infeksi atau inflamasi pada lapisan mukosa lambung.
Ketika lapisan mukosa mengalami inflamasi, produksi asam lambung, enzim pepsin, dan zat-
zat pelindung lainnya menjadi berkurang. Awalnya, pada fase akut, infeksi atau inflamasi
yang terjadi adalah sub-klinik pada kebanyakan penderita. Pada fase ini terjadi erosi
superfisial, di mana permukaan mukosa lambung menampakkan eritema dan edema.
Umumnya, gastritis fase ini beronset akut, dan cepat berakhir.
Inflamasi dapat menyeluruh (pan gastritis), atau sebagian lambung saja (antral gastritis).
Inflamasi dapat berupa nodul-nodul kecil, sebagai tanda akut atau subakut gastritis, yang asal
muasalnya belum jelas. Nodul inflamasi ini diperkirakan merupakan gambaran erosi yang
telah berepitelialisasi atau menyembuh, namun masih mungkin terjadi edema.

2. Wasir
Gejala patologis wasir bergantung pada jenisnya. Wasir internal biasanya timbul
bersama perdarahan rektum tanpa rasa nyeri, sedangkan wasir eksternal dapat menunjukkan
beberapa gejala atau jika terkena trombosis akan ada nyeri signifikan dan pembengkakan di
area anus. Banyak orang secara keliru menganggap semua gejala yang muncul di sekitar area
anus dan rektum sebagai "wasir" dan bahwa penyebab serius gejala tersebut harus
disingkirkan.
Sementara penyebab wasir yang sesungguhnya belum diketahui, sejumlah faktor yang
meningkatkan tekanan intra-abdomen, khususnya konstipasi, dipercaya mempunyai andil
dalam perkembangan kondisi ini. Perawatan awal untuk penyakit yang ringan hingga sedang
meliputi peningkatan konsumsi serat, cairan oral untuk menjaga hidrasi, NSAID untuk
membantu mengatasi nyeri, dan istirahat. Beberapa prosedur kecil dapat dilakukan jika
gejalanya parah atau tidak membaik dengan penanganan konservatif. Pembedahan dibatasi
hanya untuk pasien yang tidak membaik setelah berbagai tindakan tersebut dilakukan.
Setengah dari seluruh populasi dapat mengalami wasir suatu saat di dalam hidupnya. Hasil
akhirnya biasanya baik.

3. Kolik Abdomen

Kolik abdomen ditandai dengan rasa nyeri yang parah, lalu mereda, dan kemudian
nyeri kembali. Pada orang dewasa, kolik abdomen bisa disebabkan oleh beberapa penyakit,
yaitu salah satunya Kolik usus. Kolik usus adalah nyeri yang berasal dari usus halus maupun
usus besar. Kondisi ini disebabkan oleh berbagai gangguan pada usus besar, seperti
peradangan, infeksi, hingga penyumbatan pada usus yang membuat makanan dan cairan tidak
bisa melewati usus (ileus obstruktif).

Gangguan pada usus tersebut bisa disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:

 Peradangan pada usus, misalnya usus buntu dan penyakit Crohn.


 Demam tifoid.
 Hernia.
 Sumbatan pembuluh darah (iskemia) pada usus.
 Terbentuknya jaringan parut akibat operasi perut atau operasi panggul.
 Divertikulitis atau peradangan pada rongga di dinding usus besar.
 Kanker usus.

Gejala kolik usus berupa sakit perut, susah buang air besar, susah kentut, muntah, dan
penurunan nafsu makan.

4. Keracunan Makanan

Patofisiologi keracunan makanan dibagi berdasarkan mekanisme yang mendasarinya


dan patogennya. Secara umum, patofisiologi toksin dan nontoksin.

Toksin dan Nontoksin


Beberapa patogen yang menyebabkan keracunan makanan menghasilkan
toksin yang menyebabkan manifestasi keracunan. Toksin ini terbagi menjadi dua
jenis, yaitu toksin yang dihasilkan sebelum ditelan dan toksin yang dihasilkan setelah
tertelan. Toksin yang dihasilkan di makanan atau sebelum tertelan umumnya
menimbulkan gejala yang lebih cepat, yaitu sekitar 2–12 jam. Toksin ini dapat
menyerang sistem gastrointestinal atau sistem saraf pusat. Beberapa patogen yang
menghasilkan toksin di luar tubuh adalah Staphylococcus aureus, Bacillus cereus,
Clostridium botulinum,  dan Clostridium perfringens.

Umumnya gejala akan menghilang dengan cepat kecuali pada


kasus Clostridium botulinum. Salah satu penyakit lain yang dapat menyerang sistem
gastrointestinal adalah intoleransi makanan.Toxin yang diproduksi di dalam tubuh
atau terbentuk setelah tertelan memiliki masa inkubasi yang lebih lama yaitu 24 jam
atau lebih. Manifestasi yang dihasilkan dapat berupa diare, baik berdarah maupun
tidak. Contoh patogen yang menghasilkan toksin dalam tubuh adalah Escherichia
coli.

Patogen yang tidak memproduksi toksin akan merusak sel epitel saluran
pencernaan dan dapat menginvasi melewati sawar di intestinal. Hal ini dapat
menyebabkan diare terus menerus, diare inflamatori, atau infeksi sistemik. Contoh
patogen yang tidak memproduksi toksin adalah Cryptosporidium, Shigella,
Salmonella, Listeria monocytogenes  dan virus.

5. Cacingan ( askariasis )

Patofisiologi askariasis dimulai dari masuknya telur Ascaris lumbricoides ke


saluran cerna manusia. Telur yang telah terfertilisasi akan menjadi bentuk infektif
setelah 18 hari atau beberapa minggu jika didukung oleh lingkungan yang mendukung
seperti kelembapan yang tinggi, suhu yang hangat, dan tanah ditempat teduh. Telur
infektif jika secara tidak sengaja tertelan oleh manusia akan masuk ke saluran
pencernaan, telur menetas di duodenum akibat stimulasi dari asam gaster dan
menghasilkan larva rhabditiform yang kemudian bermigrasi ke sekum (usus besar).
Larva rhabditiform akan mempenetrasi epitelium usus untuk mencapai
pembuluh darah vena, vena portal dan kemudian liver. Larva bermigrasi lewat
pembuluh darah vena atau sistem limfatik untuk mencapai jantung dan paru-paru.
Terkadang larva juga bermigrasi ke ginjal atau otak. Di paru-paru larva menembus
dinding kapiler menuju rongga alveolus, masuk ke bronkiolus, bronkus, trakea,
kemudian laring dan memicu batuk.
Dengan terjadinya batuk larva akan tertelan kembali ke saluran pencernaan.
Setibanya di saluran pencernaan bagian atas larva sudah menjadi cacing dewasa (2-3
bulan). Cacing dewasa kemudian diam di jejenum berkopulasi dan bertelur dengan
masa hidup 6-24 bulan. Dan kemudian siklus terulang kembali.
Ascaris lumbricoides akan menimbulkan masalah kesehatan pada manusia melalui
beberapa cara, yaitu dengan menimbulkan kerusakan jaringan secara langsung,
adanya respon imun host terhadap tempat infeksi, obstruksi orifisium atau lumen
traktus gastrointestinal, dan sekuele nutrisi yang disebabkan oleh adanya infeksi.

Anda mungkin juga menyukai