Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PERKEMBAANGAN BIOLOGI SEL DAN MOLEKULER

Disusun oleh:
AQILA ZANNUBA AWALIANI
201805007
S1 FARMASI (2A)
Dosen pengampu:
LILIS SUGIARTI, M. Si

STIKES CENDIKIA UTAMA KUDUS


TAHUN 2019

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini yang Alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “ PERKEMBANGAN
BIOLOGI SEL DAN MOLEKULER” dalam memenuhi tugas perkuliahan.

Makalah ini berisikan tentang informasi dan pengetahuan atau yang lebih
khusunya membahas tentang biologi dan sel molekuler. Kami menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik ataupun saran dari
semua pihak khusunya kepada dosen pengampu mata kuliah biologi dan sel molekuler
itu sendiri yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada Allah SWT. yang telah
memberian kelancaran dan kemudahan serta pencerahan kepada kami dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT. senantiasa
meridhoi segala urusan kita, amin.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Kudus, 6 Juli 2019

Penyusun
PENDAHULUAN
Biologi Molekuler merupakan cabang ilmu pengetahuanyang mempelajari
hubungan antara struktur dan fungsi molekul-molekul hayati, serta kontribusi
tersebut terhadap pelaksanaan dan pengendalian berbagai proses biokimia.
Bioteknologi merupakan salah satu cabang bidang ilmu pengetahuan biologi
yang mempelajari tentang teknologi yang menggunakan proses biologi untuk
memperoleh hasil berupa barang atau jasa yang bermanfaat bagi manusia.
Bioteknologi modern berkembang dengan pesat setelah perkembangan genetika
molekuler. Diawali dengan pemahaman tentang struktur DNA pada tahun 1960an
hingga berkembangnya berbagai teknik molekuler telah menjadikan pemahaman
tentang gen menjadi semakin baik. Gen atau yang sering dikenal dengan nama
DNA, merupakan materi genetik yang berperan terhadap semua sifat yang
dimiliki oleh makhluk hidup (Sutarno, 2015).
Ilmu yang mempelajari bagaimana sifat-sifat suatu makhluk hidup ini
diturunkan dari induk kepada keturunannya. Yang bertindak sebagai pengendali
dari sebagian besar sifat yang dimiliki oleh suatu makhluk hidup adalah gen-gen
yang berada di dalam nukleus, dan pola penurunannya dipelajari dalam Genetika
Mendel (Mendelian Genetics). Prinsip dasar dari pola penurunan Mendel ini
adalah bahwa suatu sifat yang diturunkan kepada keturunannya separoh (50%)
berasal dari induk jantan dan separoh (50%) berasal dari induk betina. Namun,
adapula sifat-sifat makhluk hidup yang dikendalikan oleh DNA yang berada di
luar Inti (mitokondria, kloroplast), yang pola penurunannya tidak mengikuti pola
Mendel, sehingga sering disebut sebagai Genetika non-Mendel (Non-Mendelian
Genetics) (Sutarno, 2015). Pada genetika non-Mendel, sifat yang dimiliki
keturunan secara keseluruhan (100%) berasal dari induk betina, sehingga pola
penurunannya sering disebut dengan maternally inherited. Dengan
berkembangnya teknologi molekuler, maka berkembang pula teknik-teknik untuk
memanipulasi gen sehingga muncul teknik rekayaya genetic (genetic engineering)
(Sutarno, 2016).
tidak seperti protein, gen tidak ada sebagai entitas diskrit dalam sel,
melainkan sebagai wilayah kecil dari molekul DNA yang lebih panjang.
Meskipun molekul DNA di sebuah sel dapat secara acak dipecah menjadi
potongan-potongan kecil dengan kekuatan mekanik, sebuah fragmen mengandung
satu gen dalam genom mamalia masih akan menjadi satu-satunya seratus ribu atau
lebih fragmen DNA, rata-rata tidak dapat dibedakan ukuran. Semua molekul DNA
terdiri dari campuran yang kira-kira sama dari empat nukleotida yang sama, tidak
mungkin mudah dipisahkan, sebagaimana protein dapat, atas dasar perbedaan
muatan dan sifat mengikat (Albert, dkk., 2008)

I.1 Tujuan
1. Mengetahui perkembangan biologi sel molekuler
2. Mengetahui rekayasa genetik dan aplikasinya dalam kehidupan
3. Mengetahui proses kloning
4. Mengetahui proses PCR

I.2 Manfaat
1. Untuk mengetahui perkembangan biologi sel molekuler
2. Untuk mengetahui rekayasa genetik dan aplikasinya dalam kehidupan
3. Untuk mengetahui proses kloning
4. Untuk mengetahui proses PCR
II. PEMBAHASAN
Biologi Molekuler merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari
hubungan antara struktur dan fungsi molekul-molekul hayati serta kontribusi
hubungan tersebut terhadap pelaksanaan dan pengendalian berbagai proses
biokimia. Secara lebih ringkas dapat dikatakan bahwa Biologi Molekuler
mempelajari dasar-dasar molekuler setiap fenomena hayati. Oleh karena itu,
materi kajian utama di dalam ilmu ini adalah makromolekul hayati, khususnya
asam nukleat, serta proses pemeliharaan, transmisi, dan ekspresi informasi hayati
yang meliputi replikasi, transkripsi, dan translasi. Meskipun sebagai cabang ilmu
pengetahuan tergolong relatif masih baru, Biologi Molekuler telah mengalami
perkembangan yang sangat pesat semenjak tiga dasawarsa yang lalu.
Perkembangan ini terjadi ketika berbagai sistem biologi, khususnya mekanisme
alih informasi hayati, pada bakteri dan bakteriofag dapat diungkapkan. Begitu
pula, berkembangnya teknologi DNA rekombinan, atau dikenal juga sebagai
rekayasa genetika, pada tahun 1970-an telah memberikan kontribusi yang sangat
besar bagi perkembangan Biologi Molekuler. Pada kenyataannya berbagai teknik
eksperimental baru yang terkait dengan manipulasi DNA memang menjadi
landasan bagi perkembangan ilmu ini. Biologi Molekuler sebenarnya merupakan
ilmu multidisiplin yang melintasi sejumlah disiplin ilmu terutama Biokimia,
Biologi Sel, dan Genetika. Akibatnya, seringkali terjadi tumpang tindih di antara
materi-materi yang dibahas meskipun seharusnya ada batas-batas yang
memisahkannya. Sebagai contoh, reaksi metabolisme yang diatur oleh pengaruh
konsentrasi reaktan dan produk adalah materi kajian Biokimia. Namun, apabila
reaksi ini dikatalisis oleh sistem enzim yang mengalami perubahan struktur, maka
kajiannya termasuk dalam lingkup Biologi Molekuler. Demikian juga, struktur
komponen intrasel dipelajari di dalam Biologi Sel, tetapi keterkaitannya dengan
struktur dan fungsi molekul kimia di dalam sel merupakan cakupan studi Biologi
Molekuler. Komponen dan proses replikasi DNA dipelajari di dalam Genetika,
tetapi macam-macam enzim DNA polimerase beserta fungsinya masing-masing
dipelajari di dalam Biologi Molekuler. Beberapa proses hayati yang dibahas di
dalam Biologi Molekuler bersifat sirkuler. Untuk mempelajari replikasi DNA,
misalnya, kita sebaiknya perlu memahami mekanisme pembelahan sel. Namun
sebaliknya, alangkah baiknya apabila pengetahuan tentang replikasi DNA telah
dikuasai terlebih dahulu sebelum kita mempelajari pembelahan sel. 

Tinjauan Sekilas tentang Sel


Oleh karena sebagian besar makromolekul hayati terdapat di dalam sel, maka kita
perlu melihat kembali sekilas mengenai sel, terutama dalam kaitannya sebagai
dasar klasifikasi organisme. Berdasarkan atas struktur selnya, secara garis besar
organisme dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu prokariot dan eukariot. Di
antara kedua kelompok ini terdapat kelompok peralihan yang dinamakan
Archaebacteria atau Archaea. 

Prokariot
Prokariot merupakan bentuk sel organisme yang paling sederhana dengan
diameter dari 1 hingga 10 µm. Struktur selnya diselimuti oleh membran plasma
(membran sel) yang tersusun dari lemak lapis ganda. Di sela-sela lapisan lemak
ini terdapat sejumlah protein integral yang memungkinkan terjadinya lalu lintas
molekul-molekul tertentu dari dalam dan ke luar sel. Kebanyakan prokariot juga
memiliki dinding sel yang kuat di luar membran plasma untuk melindungi sel dari
lisis, terutama ketika sel berada di dalam lingkungan dengan osmolaritas rendah. 
Bagian dalam sel secara keseluruhan dinamakan sitoplasma atau sitosol. Di
dalamya terdapat sebuah kromosom haploid sirkuler yang dimampatkan dalam
suatu nukleoid (nukleus semu), beberapa ribosom (tempat berlangsungnya sintesis
protein), dan molekul RNA. Kadang-kadang dapat juga dijumpai adanya plasmid
(molekul DNA sirkuler di luar kromosom). Beberapa di antara molekul protein
yang terlibat dalam berbagai reaksi metabolisme sel nampak menempel pada
membran plasma, tetapi tidak ada struktur organel subseluler yang dengan jelas
memisahkan berlangsungnya masing-masing proses metabolisme tersebut.
Permukaan sel prokariot adakalanya membawa sejumlah struktur berupa rambut-
rambut pendek yang dinamakan pili dan beberapa struktur rambut panjang yang
dinamakan flagela. Pili memungkinkan sel untuk menempel pada sel atau
permukaan lainnya, sedangkan flagela digunakan untuk berenang apabila sel
berada di dalam media cair. Sebagian besar prokariot bersifat uniseluler meskipun
ada juga beberapa yang mempunyai bentuk multiseluler dengan sel-sel yang
melakukan fungsi-fungsi khusus. Prokariot dapat dibagi menjadi dua subdivisi,
yaitu Eubacteria dan Archaebacteria atau Archaea. Namun, di atas telah
disinggung bahwa Archaea merupakan kelompok peralihan antara prokariot dan
euk9ariot. Dilihat dari struktur selnya, Archaea termasuk dalam kelompok
prokariot, tetapi evolusi molekul rRNA-nya memperlihatkan bahwa Archaea lebih
mendekati eukariot.  Perbedaan antara Eubacteria dan Archaea terutama terletak
pada sifat biokimianya. Misalnya, Eubacteria mempunyai ikatan ester pada
lapisan lemak membran plasma, sedangkan pada Archaea ikatan tersebut berupa
ikatan eter. Salah satu contoh Eubacteria (bakteri), Escherichia coli, mempunyai
ukuran genom (kandungan DNA) sebesar 4.600 kilobasa (kb), suatu informasi
genetik yang mencukupi untuk sintesis sekitar 3.000 protein. Aspek biologi
molekuler spesies bakteri ini telah sangat banyak dipelajari. Sementara itu, genom
bakteri yang paling sederhana, Mycoplasma genitalium, hanya terdiri atas 580 kb
DNA, suatu jumlah yang hanya cukup untuk menyandi lebih kurang 470 protein.
Dengan protein sesedikit ini spesies bakteri tersebut memiliki kemampuan
metabolisme yang sangat terbatas. Kelompok Archaea biasanya menempati
habitat ekstrim seperti suhu dan salinitas tinggi. Salah satu contoh Archaea,
Methanocococcus jannaschii, mempunyai genom sebesar 1.740 kb yang menyandi
1.738 protein. Bagian genom yang terlibat dalam produksi energi dan
metabolisme cenderung menyerupai prokariot, sedangkan bagian genom yang
terlibat dalam replikasi, transkripsi, dan translasi cenderung menyerupai eukariot.

Eukariot

Secara taksonomi eukariot dikelompokkan masing- masing hewan (animalia),


tumbuhan (plantae), jamur (fungi), dan protista, yang terdiri atas alga dan protozoa.
Salah satu ciri sel eukariot adalah adanya organel-organel subseluler dengan fungsi-
fungsi metabolisme yang telah terspesialisasi. Tiap organel ini terbungkus dalam
suatu membran. Sel eukariot pada umumnya lebih besar daripada sel prokariot.
Diameternya berkisar dari 10 hingga 100 µm. Seperti halnya sel prokariot, sel
eukariot diselimuti oleh membran plasma. Pada tumbuhan dan kebanyakan fungi serta
protista terdapat juga dinding sel yang kuat di sebelah luar membran plasma. Di
dalam sitoplasma sel eukariot selain terdapat organel dan ribosom, juga dijumpai
adanya serabut-serabut protein yang disebut sitoskeleton. Serabut-serabut yang
terutama berfungsi untuk mengatur bentuk dan pergerakan sel ini terdiri atas
mikrotubul (tersusun dari tubulin) dan mikrofilamen (tersusun dari aktin).

Organel subseluler

Pada eukariot terdapat sejumlah organel subseluler seperti nukleus, mitokondria,


kloroplas, retikulum endoplasmik, dan mikrobodi

Makromolekul

Secara garis besar makromolekul hayati meliputi polisakarida, lemak, protein, dan
asam nukleat. Selain itu, terdapat pula makromolekul kompleks, yang merupakan
gabungan dua atau lebih di antara makromolekul tersebut.

Polisakarida

Polisakarida merupakan polimer beberapa gula sederhana yang satu sama lain secara
kovalen dihubungkan melalui ikatan glikosidik. Makromolekul ini terutama berfungsi
sebagai cadangan makanan dan materi struktural.

Lemak (lipid)

Molekul lemak berukuran besar terutama berupa hidrokarbon yang sukar larut dalam
air. Beberapa di antaranya terlibat dalam penyimpanan dan transpor energi, sementara
ada juga yang menjadi komponen utama membran, lapisan pelindung, dan struktur sel
lainnya

Protein

Secara garis besar dapat dibedakan dua kelompok protein, yaitu protein globuler dan
protein serabut (fibrous protein). Protein globuler dapat dilipat dengan kompak dan di
dalam larutan lebih kurang berbentuk seperti partikel-partikel bulat. Kebanyakan
enzim merupakan protein globuler. Sementara itu, protein serabut mempunyai nisbah
aksial (panjang berbanding lebar) yang sangat tinggi dan seringkali merupakan
protein struktural yang penting, misalnya fibroin pada sutera dan keratin pada rambut
dan bulu domba

II.1Rekayasa Genetik dan Aplikasinya


Rekayasa genetik atau rekombinan DNA adalah sekumpulan metode
eksperimen yang memungkinkan bagi peneliti untuk mengisolasi,
mengidentifikasi, dan melipatgandakan suatu fragmen dari materi genetik (DNA)
pada bentuk murninya. Dengan munculnya teknik rekayasa genetika ini
diharapkan mampu memberikan peranan, baik dalam membantu memahami
mekanisme-mekanisme dasar proses metabolisme maupun dalam penerapan
praktisnya seperti misalnya untuk pengembangan tanaman-tanaman pertanian
maupun hewan-hewan ternak dengan sifat unggul. Untuk tujuan ini dapat
dilakukan melalui pengklonan atau pemindahan gengen penyandi sifat-sifat
ekonomis penting pada hewan maupun tumbuhan, pemanfaatan klon-klon DNA
sebagai marker (penanda) di dalam membantu meningkatkan efisiensi seleksi
dalam program pemuliaan (Sutarno, 2002).
Istilah rekayasa genetika sering dianggap sebagai sesuatu yang mengesankan
atau bahkan sepele, namun mungkin itu adalah label yang digunakan kebanyakan
orang jelaskan teknologinya terlibat dalam memanipulasi gen. Namun, ada
beberapa istilah lain yang bisa digunakan untuk itu menggambarkan teknologi,
termasuk manipulasi gen, kloning gen, teknologi DNA rekombinan, modifikasi
genetik, dan yang baru genetika. Ada juga definisi hukum yang digunakan dalam
mengelola peraturan mekanisme di negara-negara di mana rekayasa genetika
dipraktikkan. Rekayasa genetik juga sekarang digunakan di banyak bidang lain,
termasuk analisis forensik sampel TKP, tes keluarga biologis, diagnosis medis,
pemetaan dan sekuensing genom, dan industri bioteknologi (Desmond, 2008).
Molekul DNA rekombinan pertama dihasilkan di Stanford Universitas pada
tahun 1972, memanfaatkan sifat pembelahan enzim restriksi (scissors) dan
kemampuan DNA ligase untuk bergabung dengan strand DNA (glue). Pentingnya
percobaan tentatif pertama ini tidak bisa ditaksir terlalu tinggi. Para ilmuwan
sekarang dapat bergabung dengan yang berbeda Molekul DNA bersama dan dapat
menghubungkan DNA dari satu organisme dengan organisme yang sangat
berbeda (Desmond, 2008).
Sampai awal 1970-an, DNA adalah molekul biologis paling sulit bagi ahli
biokimia untuk dianalisa. Hari ini, situasi telah berubah seluruhnya. Dari
makromolekul paling sulit sel untuk dianalisis, DNA telah menjadi yang
termudah. Sekarang dimungkinkan untuk mengisolasi zona spesifik pada hampir
semua genom, untuk menghasilkan jumlah yang hampir tak terbatas salinannya,
dan untuk menentukan urutan nukleotida dalam beberapa jam. Pada puncak
Proyek Genom Manusia, fasilitas besar dengan mesin otomatis menghasilkan
sequens DNA pada tingkat 1000 nukleotida per sekitar dua jam. Dengan teknik
terkait, gen yang terisolasi dapat diubah (direkayasa) sesuka hati dan dipindahkan
kembali ke garis bakter binatang atau tanaman, sehingga menjadi bagian
fungsional dan diwariskan dari genom organisme. Ini terobosan teknis dalam
rekayasa genetika - kemampuan untuk memanipulasi DNA dengan presisi dalam
tabung reaksi atau organisme-punya yang dramatis berdampak pada semua aspek
biologi sel dengan memfasilitasi studi sel dan makromolekulnya dengan cara yang
sebelumnya tidak terbayangkan. Teknologi DNA rekombinan terdiri dari
campuran teknik, beberapa yang baru dikembangkan dan beberapa dipinjam dari
bidang lain seperti genetika mikroba. Inti dari rekayasa genetik adalah sebagai
berikut:
1. l. Pembelahan DNA di situs tertentu oleh nukleasi restriksi, yang sangat
2. memfasilitasi isolasi dan manipulasi gen individu.
3. Ligasi DNA, yang memungkinkan untuk merancang dan membangun DNA
molekul yang tidak ditemukan di alam.
4. Kloning DNA melalui penggunaan vektor kloning atau polimerase
5. reaksi berantai, di mana sebagian DNA disalin berulang kali untuk
menghasilkan banyak miliaran molekul identik.
6. Hibridisasi asam nukleat, yang memungkinkan untuk menemukan spesifik
urutan DNA atau RNA dengan akurasi dan sensitivitas tinggi berdasarkan
kemampuannya untuk secara selektif mengikat urutan asam nukleat
komplementer.
7. Penentuan cepat urutan nukleotida dari DNA apa pun (line) seluruh genom),
sehingga memungkinkan untuk mengidentifikasi gen dan menyimpulkan
urutan asam amino dari protein yang dikodekan.
8. Pemantauan simultan tingkat mRNA yang diproduksi oleh setiap gen di sel,
menggunakan microarray asam nukleat, di mana puluhan ribu reaksi
hibridisasi berlangsung secara bersamaan.Pada bagian ini, kami menjelaskan
masing-masing teknik dasar ini, yang bersama-sama telah merevolusi studi
biologi sel (Albert, dkk., 2008).

II.2Kloning
Secara istilah, klon merupakan sekelompok organisme baik mhewan
maupun tumbuh-tumbuhan yang dihasilkan melalui proses reproduksi aseksual
dan berasal dari satu induk yang sama. Setiap anggota dari klon mempunyai
susunan dan jumlah gen yang sama dan kemungkinan besar fenotipnya juga sama
(Eibert, 1999). Kloning merupakan teknologi yang digunakan untuk menghasilkan
individu copy dari induknya (mirip dengan induknya). Teknologi kloning telah
berhasil dilakukan pada beberapa jenis hewan. Salah satunya adalah kloning
domba yang dikenal dengan domba Dolly yang selnya diambil dari kelenjar
mamae induk. Melalui kloning hewan, beberapa organ manusia untuk keperluan
transplantasi penyembuhan suatu penyakit berhasil dibentuk (Sutarno, 2016).
Kultur sel yang dikenal sebagai kloning pada tanaman pertama-tama
dilakukan pada wortel. Sel yang berasal dari akar wortel dikultur, kemudian akan
tumbuh menjadi individu baru tanaman wortel. Setiap sel memiliki susunan gen
yang sama, sehingga tiap sel merupakan klon dari tanaman indukannya (tumbuhan
asal) (Barnett). Kloning pada hewan pertama dilakukan pada amfibi (kodok),
dengan mengadakan transplantasi nukleus ke dalam telur kodok yang dienukleasi.
Sebagai donor digunakan nukleus sel somatik dari berbagai stadium
perkembangan. Ternyata donor nukleus dari sel somatik yang diambil dari sel
epitel usus kecebong pun masih dapat membentuk embrio normal (Wilmut, dkk.,
1999).
Metode pemisahan embrio (embryo splitting) atau transfer nukleus
(nuclear transfer) merupakan salah satu cara pembuatan kloning buatab (Byrne,
2002). Metode pemisahan embrio dilakukan dengan memisahkan embrio pada
tahap perkembangan awal menjadi dua bagian atau lebih. Tahap pertama ialah
zigot dipacu untuk membelah secara in vitro di dalam cawan petri atau tabung
menjadi 2,4,8,16 atau sampai 32 sel. Lalu dengan menggunakan enzim protease,
zona pelusida yang membungkus ke-16 atau ke-32 sel tadi dilisiskan, sehingga
sel-selnya satu sama lain terlepas. Lalu setiap sel dimasukkan ke dalam cawan
petri dan dibungkus kembali oleh zona pelusida. Setelah itu, setiap sel akan
membelah dan berkembang membentuk blastosit, untuk selanjutnya dapat
ditransfer ke dalam uterus induk yang siap menerima implantasi blastosit.
Blastosit akan mengalami proses perkembangan berikutnya di dalam uterus induk
(Suhana, 2002). Proses ini mirip dengan proses pembentukan kembar monozigot
yang identik secara genetis.

II.3PCR
PCR adalah uji enzimatik sederhana, namun elegan, yang memungkinkan
untuk amplifikasi fragmen DNA spesifik dari kumpulan DNA kompleks. Dr. Kary
Mullis, yang menemukan pengujian PCR, menyatakan bahwa "memungkinkan
Anda memilih potongan DNA yang Anda minati dan memiliki sebanyak yang
Anda inginkan" (Mullis, 1990). PCR dapat dilakukan dengan menggunakan
sumber DNA dari berbagai jaringan dan organisme, termasuk darah tepi, kulit,
rambut, air liur, dan mikroba. Hanya jumlah jejak DNA yang dibutuhkan PCR
untuk menghasilkan salinan yang cukup untuk dianalisis menggunakan metode
laboratorium konvensional. Untuk alasan ini, PCR adalah uji sensitif (Garibyan
dan Avashia, 2013).
Setiap pengujian PCR membutuhkan adanya DNA templat, primer,
nukleotida, dan DNA polimerase. DNA polimerase adalah enzim kunci yang
menghubungkan nukleotida individu bersama untuk membentuk produk PCR.
Nukleotida termasuk empat basa nukleotida - adenin, timin, sitosin, dan guanin
(A, T, C, G) - yang ditemukan dalam DNA. Basa nukleotida bertindak sebagai
blok bangunan yang digunakan oleh DNA polimerase untuk membuat produk
PCR yang dihasilkan. Primer dalam reaksi menentukan produk DNA yang tepat
untuk diamplifikasi. Primer adalah fragmen DNA pendek dengan urutan yang
ditentukan saling melengkapi dengan DNA target yang akan dideteksi dan
diamplifikasi. Ini berfungsi sebagai titik perpanjangan untuk membangun DNA
polimerase (Garibyan dan Avashia, 2013).
Amplifikasi sequens target dicapai melalui serangkaian siklus berulang yang
melibatkan tiga langkah utama menurut Haras dan Amoros (1993):
1. Denaturasi templat oleh panas.
2. Aneling dari primer oligonukleotida ke urutan target untai tunggal.
3. ekstensi primer anealing dengan termostabil DNA polimerase

a. Denaturasi
Dalam PCR yang dikatalisis oleh Taq polimerase, denaturasi adalah
dilakukan pada 94-95 ºC, yang merupakan suhu tertinggi Enzim dapat bertahan
selama 30 siklus atau lebih tanpa sedang rusak. Selama siklus pertama,
denaturasi adalah dilakukan selama 5 menit untuk memastikan denaturasi
lengkap dari molekul panjang DNA templat. Namun terkadang durasi
denaturasi yang lebih lama seperti itu bisa merusak. Denaturasi selama 45 detik
pada suhu 94-95ºC direkomendasikan untuk amplifikasi linier rutin Template
DNA yang mengandung 55% atau lebih sedikit G + C. Temperatur yang lebih
tinggi mungkin diperlukan untuk denaturasi templat yang berisi jumlah G + C
yang lebih tinggi. Sebagai tambahan, semakin lama templat DNA, semakin
besar waktu denaturasinya wajib. Jika suhu denaturasi terlalu rendah atau jika
waktu terlalu pendek, hanya daerah kaya template DNA akan didenaturasi.
DNA seperti itu akan kembali anealing ketika suhu denaturasi berkurang
kemudian selama PCR siklus (Ukwubile, 2013; Ehtisham, 2016).

b. Annealing
Temperatur annealing berkisar antara 55-65 ºC tergantung pada urutan
primer dan panjangnya. Temperatur anealing sangat penting. Jika anealing suhu
terlalu tinggi, anealing primer oligonukleotida rusak dan DNA yang
diamplifikasi terlalu rendah anealing primer tidak spesifik dapat terjadi,
menghasilkan amplifikasi yang tidak diinginkan sequens DNA. Suhu anealing
dapat dioptimalkan dengan melakukan serangkaian uji coba PCR pada suhu
kamar mulai dari 2-100 ºC di bawah suhu leleh primer oligonukleotida. Juga
serangkaian seri suhu anealing dapat digunakan dalam PCR rutin (Ehtisham,
2016).

c. Extension
DNA polimerase mengkatalisis ekstensi primer oligonukleotida dan di sana
oleh untai baru, memilikiurutan saling melengkapi untai templat disintesis.
Suhu optimal untuk sintesis DNA mungkin sedikit berbeda tergantung pada
DNA polimerase yang digunakan. Ketika Taq Polimerase digunakan, suhu
ideal untuk DNA sintesis sekitar 72-78 ºC. Taq polimerase dapat disisipkan
sekitar 2000 nukleotida setiap menit pada suhu ini (Ehtisham, 2016).

III. PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dalam makalah ini dapat disimpulkan bahwa:
1. Rekayasa genetik atau rekombinan DNA adalah sekumpulan metode
eksperimen yang memungkinkan bagi peneliti untuk mengisolasi,
mengidentifikasi, dan melipatgandakan suatu fragmen dari materi genetik
(DNA) pada bentuk murninyaaplikasinya dalam kehidupan diantaranya adalah
pada analisis forensik sampel TKP, tes keluarga biologis, diagnosis medis,
pemetaan dan sekuensing genom, dan industri bioteknologi.
2. Tahapan kloning yaitu Isolasi fragmen DNA, Penyisipan fragmen DNA ke
dalam vector, Transformasi DNA dan Seleksi hasil cloning.
3. Tiga tahapan utama PRC adalah denatirasi, annealing dan extension.
DAFTAR PUSTAKA

Albert, B., Johnson, A.,Lewis, J., Raff, M.,Robertz, K dan Walter, p. 2008. Molecular
Biology of The Cell, Fifth Edition. Garland science. New York.
Barnett J. US Italian Experts Plan to Clone Humans”.E-mail: http://daily news.
yahoo.com.
Byrne, J.A. & Gurdon, J.B. 2002. Commentary on human cloning. Differentiation.
69:154-157.
Desmond S. T. Nicholl. 2008. An Introduction to Genetic Engineering, Third Edition.
Cambridgee University Press. New York.
Ehtisham, Mohammad. 2016. Polymerase Chain Reaction (PCR): Back to Basics. Indian
Journal of Contemporary Dentistry. 4(2): 31-35.
Eibert, D.M. 1999. Human kloning, Myths. Medical Benefits and Constitutional Rights.U
& I Magazine.
Garibyan, Lilit dan Avashia, Nidhi. 2013. Research Techniques Made Simple: Polymerase
Chain Reaction (PCR). J Invest Dermatol. 133(3): e6.
Haras, D dan Amoros, J.P. 1993. Polymerase chain reaction, cold probes and clinical
diagnosis. Sante . 4(1):43-52.
Mullis KB. 1990. The unusual origin of the polymerase chain reaction. Scientific
American. 262(4):56–61. 64–5. 
Suhana, N. 2002. Perkembangan Biologi Sel dan Biologi Molekuler, Dahulu, Sekarang
dan di Masa Datang. Seminar Peningkatan Aplikasi Biologi Molekuler Dalam Ilmu
Kedokteran di Unika Atmajaya.
Sutarno, Cummins, J.M., Greeff, J., Lymbery, A.J. 2002. Mitochondrial DNA
polymorphisms and fertility in beef cattle. Theriogenology, an International
Journal of Animal Reproduction. 57: 1603-1610.
Sutarno. 2016. Rekayasa Genetik dan Perkembangan Biotenologi di Bidang Peternakan.
Proceeding Biology Education Conference. Vol 13(1) 2016: 23-27.
Ukwubile CA. Scientific concepts of polymerase chain reaction in forensic science and
molecular biology. Asian Journal of Research in Pharmaceutical Sciences and
Biotechnology. 1(2), 2013, 80 - 91.
Wilmut I, Schnieke,AE.McWhirJ, Kind AJ,Campbell KHS.1999. Viable offspring
derived from fetal and adult mammalian cells. Nature. 385:810-3.

Anda mungkin juga menyukai