Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN TRAUMATOLOGI

SISTEM MUSKULOSKELETAL

“FRAKTUR TERBUKA”

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 4 (VI C)

ARI HARTANTO 1511020106


RODIANA KURNIASIH 1611020113
ESA APRILIAN 1611020121
DYANA RATIH AYUNDA R 1611020123
NAZIZAH SARTONO P 1611020135
RUNI PRAMESTI PUTRI 1611020144
LUTFIANNISA FADHILLAH 1611020163
IMAN AJI YUDHO 1611020164

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN S1

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2019
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Fraktur terbuka merupakan suatu fraktur dimana terjadi hubungan dengan lingkunganluar
melalui kulit sehingga terjadi kontaminasi bakteri dan timbul komplikasi berupa infeksi.
Fraktur terbuka merupakan suatu kondisi keadaan darurat yang memerlukan penanganan
yang terstandar untuk mengurangi resiko infeksi.
B. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi
Tulang adalah jaringan yang kuat dan tangguh yang memberi bentuk pada tubuh.
Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan melindungi organ
lunak, terutama dalam tengkorak dan panggul. Tulang membentuk rangka penunjang dan
pelindung bagi tubuh dan tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakkan
kerangka tubuh. Tulang juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur
kalsium dan fosfat (Price dan Wilson, 2006).
Tulang rangka orang dewasa terdiri atas 206 tulang. Tulang adalah jaringan hidup
yang akan suplai syaraf dan darah. Tulang banyak mengandung bahan kristalin anorganik
terutama garam-garam kalsium yang membuat tulang keras dan kaku, tetapi sepertiga
dari bahan tersebut adalah fibrosa yang membuatna kuat dan elastis (Price dan Wilson,
2006). Tulang ektremitas bawah atau anggota gerak bawah dikaitkan pada batang tubuh
dengan perantara gelang panggul terdiri dari 31 pasang antara lain:
a. Tulang koksa (tulang pangkal paha) OS koksa turut mmebentuk gelang panggul,
letaknya di setiap sisi dan depan bersatu dengan simfisis pubis dan membentuk
sebagian besar tulang pelvis.
b. Tulang femur (tulang paha) merupakan tulang pipa dan terbesar didalam tulang
kerangka pada bagian pangkal yang berhubungan dengan asetabulum membentuk
kepala seni yang disebut kaput femuris, disebelah atas dan bawah dari kaput femoris
terdapat taju yang disebut trokanter mayor dan trokanter minor. Dibagian ujung
membentuk persendian lutut, terdapat dua tonjolan yang disebut kondilus lateralis dan
medialis.
c. Osteum tibialis dan fibularis (tulang kering dan tulang betis) merupakan tulang pipa
yang terbesar sesudah tulang paha yang membentuk persendian lutut dengan OS
femur, pada bagian ujungnya terdapat tonjolan yang disebut OS maleolus lateralis
atau mata kaki luar.
d. Tulang tarsalia (tulang pangkal kaki) dihubungkan dengan tungkai bawah oleh sendi
pergelangan kaki, terdiri dari tulang-tulang kecil yang banyaknya 5 yaitu sendi talus,
kalkaneus, navikular, osteum kuboidem dan kunaiformi.
e. Meta tarsalia (tulang telapak kaki) terdiri dari tulang-tulang pendek yang banyaknya 5
buah, yang masing-masing berhubungan dengan tarsus dan falangus dengan perantara
sendiri.
f. Falangus (ruas jari kaki) merupakan tulang-tulang pipa yang pendek yang masing-
masing terdiri dari 3 ruas kecuali ibu jari banyaknya 2 ruas, pada meta tarsalia bagian
ibu jari terdapat dua buah tulang bijian (osteum sesarnoid).
2. Fisiologi
Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel antara lain:
osteoblas dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang dengan mmebentuk kolagen tipe 1
dan proteoglikan sebagai matriks tulang dan jaringan osteoid melalui suatu proses yang
disebut osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid, osteoblas
mengsekresikan sejumlah besar fosfatase alkali, yang memegang peran penting dalam
menghadapkan kalsium dan fosfat kedalam matriks tulang, sebagian fosfatase alkali
memasuki aliran darah dengan demikian maka kadar fosfatase alkali di dalam darah dapat
menjadi indikator yang baik tentang pembentukan tulang setelah mengalami patah tulang
atau pada kasus metastasis kanker tulang.
Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk
pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat. Osteoklas adalah sel-sel besar berinti
banyak yang memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat di absorbsi. Tidak seperti
osteoblas dan osteosit, osteoklas mengikis tulang. Sel-sel ini menghasilkan enzim-enzim
prosteolitik yang memecahkan matriks dan beberapa asam yang melarutkan mineral
tulang sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke dalam aliran darah.
Secara umum fungsi tulang menurut Price dan Wilson (2006), antara lain:
a. Sebagai kerangka tubuh
b. Proteksi sistem muskuloskeletal melindungi organ-organ penting, misalnya otak
dilindungi oleh tulang-tulang tengkorak, jantung dan paru-paru terdapat pada rongga
dada (cavum thorax) yang dibentuk oleh tulang-tulang kostae (iga).
c. Ambulasi dan mobilisasi, adanya tulang dan otot memungkinkan terjadinya
pergerakan tubuh dan perpindahan tempat, tulang memberikan suatu sistem
pengungkit yang digerakkan oleh otot-otot yang melekat pada tulang tersebut:
sebagai suatu sistem pengungkit yang digerakkan oleh kerja otot-otot yang melekat
padanya.
d. Deposit mineral sebagai reservoir kalsium, fosfor, natrium dan elemen-elemen lain.
Tulang mengandung 99% kalsium dan 90% fosfor tubuh.
e. Hemopoesis berperan dalam bentuk sel darah pada red marrow. Untuk menghasilkan
sel-sel darah merah dan putih serta trombosit dalam sumsusm merah tulang tertentu.
C. Etiologi
Sachdeva membagi etiologi fraktur menjadi tiga, yaitu cedera traumatik, fraktur  patologik,
dan cedera spontan. Cedera traumatik pada tulang bisa disebabkan karena cederalangsung
atau pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah secara spontan, cedera tidak
langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan, dan fraktur
yangdisebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat. Fraktur patologik
keadaandimana terjadinya fraktur pada tulang akibat proses penyakit dimana trauma minor
dapat menyebabkan fraktur. Fraktur patologik terjadi apabila terdapat tumor tulang baik
jinak maupun ganas, terdapat infeksi pada tulang seperti pada osteomyelitis, dan pada
rakhitis.
Tingkat keparahan cedera fraktur terbuka berhubungan langsung dengan lokasi dan besarnya
gaya yang mengenai tubuh. 8kuran luka bias hanya beberapa millimeter hinggaterhitung
diameter. Tulang yang fraktur bias langsung terlihat atau tidak terlihat pada luka. Fraktur
terbuka lainnya dapat mengekspos banyak tulang dan otot, dapat merusak saraf
serta pembuluh darah sekitarnya. Penyebab lain fraktur terbuka selain trauma bias karena
kecelakaan kerja maupun luka tembak.
D. Manifestasi Klinis
Penderita fraktur terbuka biasanya datang dengan suatu trauma, baik trauma
hebatmaupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk menggunakan
anggotagerak. Riwayat trauma kecelakaan lalu lintas, jatuh dari tempat ketinggian, luka
tembak dengan kecepatan tinggi atau pukulan langsung oleh benda berat akan
mengakibatkan prognosis jelek dibanding trauma sederhana atau trauma olah raga. Faktor
trauma kecepatanrendah atau taruma kecepatan tinggi sangat penting dalam menentukan
klasifikasi fraktur terbuka karena akan berdampak pada kerusakan jaringan itu sendiri.
Penting adanya deskripsi yang jelas mengenai keluhan penderita, biomekanisme trauma,
lokasi dan derajatnyeri serta faktor umur dan kondisi penderita sebelum kejadian, seperti
adanya ri!ayathipertensi dan diabetes melitus merupakan faktor yang penting untuk
ditanyakan. Apabila trauma yang menyebabkan fraktur adalah trauma ringan perlu dicurigai
adanya lesi patologi.
Keluhan umum penderita adalah nyeri, memar, dan pembengkakan merupakan
gejalayang sering ditemukan, tetapi gejala itu tidak membedakan fraktur dari cedera jaringan
lunak,sehingga perlu diperhatikan ada tidaknya deformitas dan krepitasi karena lebih
mendukungterjadinya fraktur. Selain keluhan umum, pada anamnesis juga perlu ditanyakan
trauma yangterjadi merupakan trauma langsung atau trauma tidak langsung serta ada
tidaknya luka padadaerah trauma dan fraktur, penting juga menanyakan mengenai gejala-
gejala cedera yang berkaitan, seperti baal atau hilangnya gerakan, kulit yang pucat atau
sianosis, darah dalamurin, nyeri perut, hilangnya kesadaran untuk sementara, juga tentang
riwayat cederasebelumnya dan kemungkinan terjadinya fraktur di daerah lain.
E. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan
apabila tekanan eksternal lebih besar dari yang diserap tulang, maka terjadi trauma pada
tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang.
Fraktur dapat disebabkan oleh trauma langsung, trauma tidak langsung atau kondisi
patologis. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks,
marrow dan jaringan tulang yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena
kerusakan tersebut dan terbentuklh hematoma di medulla oblongata..
Akibat hematoma yang terjadi dapat menghambat suplai darah atau nutrisi ke jaringan
yang berdekatan, sehingga jaringan tulang mengalami nektosis dengan fasodilatasi, eksudasi
plasma dan infiltrasi sel darah putih. Tahap ini menunjukan tahap awal penyembuhan tulang.
Hematoma yang terjadi juga menyebabkan dilatasi kapiler otot, sehingga meningkatkan
tekanan kapiler, kemudian menstimulasi histamine pada ototyang iskemik dan menyebabkan
protein plasma hilang dan masuk ke interstisial, hal inimenyebabkan terjadinya edema.
Edema yang terbentuk akan menekan ujung saraf yang dapatmenyebabkan nyeri yang bila
berlangsung lama bisa menyebabkan sindroma kompartemen.
Fraktur yang hebat menyebabkan diskontunuitas tulang yang dapat merubah jaringan
sekitar seperti merusak integritas kulit atau terjadi laserasi kulit hal ini menyebabkan fraktur
terbuka. Fraktur juga menyebabkan terjadinya pergeseran fragmen tulang yang
dapatmempengaruhi mobilitas fisik sehingga terjadi gangguan pergerakan dan gangguan
perfusi jaringan jika terjadi penyumbatan pembuluh darah oleh emboli lemak dan trombosit
yangterjadi akibat reaksi stress dan memicu pelepasan katekolamin yang disbabkan oleh
peningkatan tekanan sumsum tulang disbanding tekanan kapiler. Faktor- faktor yang
mempengaruhi fraktur yaitu faktor ekstrinsik, adanya tekanan dari luar yang bereaksi
padatulang yang tergantung terhadap besar, !aktu, dan arah tekanan yang dapat
menyebabkanfraktur, dan faktor intrinsik, yang menentukan daya tahan untuk timbulnya
fraktur, sepertikapasitas absorbs dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau
kekeras
F. Pathway

Trauma langsung Trauma tidak langsung Kondisi patologis

FRAKTUR

Diskontinuitas tulang pergeseran frakmen tulang Nyeri

Perb jaringan sekitar kerusakan fralmen tulang

Pergeseran frak tlg laserasi kulit spasme otot tek sum2 tlg > tinggi dr kapiler

Deformitas Kerusakan
p putus vena/arteri peningkat tek kapiler reaksi stress klien
integritas
kulit

Gangguan fungsi perdarahan pelepasan histamin melepaskan katekolamin

Gangguan Kehilangan volume cairan edema memobilisasi asam lemak


mobilitas

Shock Penek pemb darah bergab dg trombosit


hipovolemik

Penek perfusi jar emboli

Gangg Menyum pemb darah


perfusi
jaringan

G. Klasifikasi
Fraktur terbuka (open compound), bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar karena adanya perlukaan di kulit, fraktur terbuka dibagi menjadi tiga derajat yaitu:
1. Derajat 1:
a. Luka kurang dari 1 cm
b. Kerusakan jaringan lunak sedikit tidak ada tanda luka remuk
c. Fraktur sederhana, tranversal, obliq atau kumulatif ringan
d. Kontaminasi ringan
2. Derajat 2:
a. Laserasi lebih dari 1 cm
b. Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, avulse
c. Fraktur komuniti sedang
3. Derajat 3:
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang meliputi struktur kulit, otot dan neurovaskuler
serta kontaminasi derajat tinggi
Klasifikasi fraktur terbuka berdasarkan Gustilo :
1. Tipe I : Fraktur terbuka dengan luka kulit kurang dari 1 cm dan bersih Kerusakan
jaringan minimal,biasanya dikarenakan tulang menembus kulit dari dalam. Konfigurasi
fraktur simple,transvers atau simple oblik.
2. Tipe II : Fraktur terbuka dengan luka lebih dari 1 cm, tanpa ada kerusakan jaringan
lunak, kontusio ataupun avulsi yang luas. konfigurasi fraktur berupa kominutif sedang
dengan kontaminasi sedang.
3. Tipe III : Fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak yang luas, kontaminasi berat,
biasanya disebabkan oleh trauma yang hebat, dengan konfigurasi fraktur kominutif.
Fraktur tipe III dibagi menjadi tiga yaitu :
a. Tipe IIIa : Fraktur segmental atau sangat kominutif penutupan tulang dengan
jaringan lunak cukup adekuat.
b. Tipe IIIb : trauma sangat berat atau kehilangan jaringan lunak yang cukup luas ,
terkelupasnya daerah periosteum dan tulang tampak terbuka , serta adanya
kontaminasi yang cukup berat.
c. Tipe IIIc : Fraktur terbuka yang disertai dengan kerusakan pembuluh darah tanpa
memperhatikan derajat kerusakan jaringan lunak
H. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik diagi menjadi 2 yakni pemeriksaan secara umum (general) meliputi
pengkajian Airway, Breathing, Circulation, Disability dan Exposure. Kemudian yang
kedua yakni pemeriksaan secara lokal :
1. Look (Inspeksi)
Pembengkakan, memar, dan deformitas, berupa penonjolan yang abnormal,
angulasi,rotasi, ataupun pemendekan, mungkin terlihat jelas, tetapi hal yang penting
adalahapakah kulit itu utuh atau tidak, kalau kulit robek dan luka memiliki hubungan
denganfraktur menunjukkan bahwa fraktur tersebut merupakan fraktur terbuka
(compound).
2. Feel (palpasi)
Palpasi dilakukan untuk memeriksa temperatur setempat, nyeri tekan, krepitasi,
pemeriksaan &askuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis,
arteridorsalis pedis, arteri tibialis posterior atau sesuai anggota gerak yang terkena,
refilling atau pengisisann arteri pada kuku, !arna kulit pada bagian distal daerah trauma,
serta pengukuran tungkai terutama pada tungkai ba!ah untuk mengetahui adanya
perbedaan panjang tungkai. Palpasi juga untuk memeriksa bagian distal dari fraktur
merasakan nadi dan untuk menguji sensasi. Trauma pembuluh darah adalah keadaan
darurat yang memerlukan pembedahan.
3. Movement (pergerakan)
Krepitus dan gerakan abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih pnting untuk menanyakan
apakah pasien dapat menggerakkan sendi-sendi di bagian distal cedera. Pergerakan
dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif dan pasif sendi paroksimal
dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Pemeriksaan pergerakan harus dilakukan
secara hati-hati karena pada penderita dengan fraktur setiap gerakan akan menyebabkan
nyeri hebat dan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf.
I. Pemeriksaan Penunjang
1. X-Ray
Dengan pemeriksaan klinis, biasanya sudah dapat mencurigai adanya fraktur.Halaupun
demikian, pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasiserta
ekstensi fraktur dengan mengingat rule of twos
a) Two views
minimal dua jenis proyeksi (anteroposterior) dan lateral harus diambil. 
b) Two joints
sendi yang berada di atas dan di ba!ah dari fraktur harus difoto.
1) Two limbs
X-ray pada sisi anggota gerak yang tidak cidera dibutuhkan sebagai pembanding.
2) Two in!uries
Trauma keras biasanya menyeabkan cidera lebih dari satu daerahtulang. Maka
dari itu, pada fraktur calcaneum atau femur, penting untuk memfoto X-ray pada
pelvis dan & vertebra.
3) Two occasions
Beberapa fraktur sulit kelihatan pada hasil foto X-ray pertama sehingga
pemeriksaan ulang X-ray dalam satu atau dua minggu kemudian dapat
menunjukkan lesi yang ada.
2. Pemeriksaan khusus
CT scan dan MRI memperlihatkan hasil yang lebih optimal pada cidera tulang
dan jaringan lunak, namun keduanya sering tidak diperlukan dalam manejemen awal dari
fraktur terbuka. CT scan melihat lebih detail bagian tulang sendi dengan membuat irisan
foto lapisdemi lapis. MRI digunakan untuk mengidentifikasi cidera pada tendon,
ligament, otot, tulang rawan, dan tulang.
J. Penatalaksanaan
Pasien dengan fraktur terbuka kemungkinan besar memiliki cidera multipel, maka dari itu
perlu dilakukan penatalaksanaan yang sesuai dengan prinsip penanganan trauma
yaitu penilaian awal (primary survey) yang bertujuan untuk menilai dan memberikan
pengobatansesuai dengan proritas berdasarkan trauma yang dialami. Penanganan pasien
terdiri dari evaluasi awal segera serta resusitasi fungsi vital, penanganan trauma, dan
identifikasi keadaan yang mengancam jiwa.
1. Airway
Penilaian terhadap patensi jalan napas. jika terdapat obstruksi jalan napas,maka harus
segera dibebaskan. Apabila dicurigai terdapat kelainan pada vertebra servikalis maka
dilakukan pemasangan collar neck.
2. Breathing 
perlu diperhatikan dan dilihat secara menyeluruh daerah toraks untuk menilai ventilasi
pasien. jalan napas yang bebas tidak menjadikan pasien memiliki&entilasi yang adekuat.
Jika terdapat gangguan kardiovaskuler, respirasi atau gangguan neurologis, harus
dilakukan bantuan ventilasi menggunakan alat pernapasan berupa bag valve mask yang
disambung pada reser&oir dan dialirkan oksigen.
3. Circulation
kontrol perdarahan meliputi dua hal, yaitu volume darah dan output  jantung perdarahan,
baik dari luar maupun dalam, dengan perdarahan luar yang harus diatasi dengan balut
tekan.
4. Disability
Evaluasi neurologis secara cepat setelah satu survey a!al denganmenilai tingkat kesadaran
menggunakan Glasglow koma Scale, besar dan reaksi pupil,serta refleks cahaya.
5. Exposure
untuk melakukan pemeriksaan secara teliti dan menyeluruh maka pakaian pasien perlu
dilepas, selain itu perlu dicegah terjadinya hipotermi.

Sebelum mengambil keputusan untuk melakukan pengobatan definitif terhadap


kasus fraktur, terdapat prinsip pengobatan 4R pada waktu menangani fraktur, yakni
sebagai berikut:
1. Rekognisi, menyangkut diagnosis fraktur pada tempat kejadinnya kecelakaan
dankemudian di rumah sakit. Riwayat kecelakaan, derajat keparahannya, jenis
kekuatanyang berperan, dan deskripsi tentang peristi!a yang terjadi oleh
penderita sendirimenentukan apakah ada kemungkinan fraktur, dan apakah
diperlukan permeriksaanspesifik untuk mencari adanya fraktur. Perkiraan
diagnosis fraktur pada tempat kejadian dapat dilakukan sehubungan dengan
adanya nyeri dan bengkak lokal,kelainan bentuk, dan ketidakstabilan.
2. Reduksi, adalah reposisi fragmen-fragmen fraktur sedekat mungkin dengan
letak normalnya. Biasanya reduksi fraktur dilakukan sesegera mungkin untuk
mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena
edema dan perdarahansebelum reduksi dan imobilisasi fraktur, pasien harus
dipersiapkan untuk menjalankan prosedur. Harus diperoleh izin untuk
melakukan prosedur, dan analgetik diberikanuntuk mengurangi nyeri selama
tindakan. Lebih baik mengerahkan semua tenaga pada percobaan pertama
yang biasanya dengan cepat akan mencapai reduksi yangmemuaskan daripada
melakukannya dengan perlahan-lahan tetapi merusak lebih banyak jaringan
kulit.
3. Retensi, menyatakan metode-metode yang dilaksanakan untuk
mempertahankanfragmen-fragmen tersebut selama penyembuhan. Setelah
fraktur direduksi, fragmentulang harus diimobilisasi atau dipertahankan dalam
posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat
dilakukan dengan fiksasi eksterna atauinterna. Sebagai aturan umum, maka
fiksasi eksterna yang dipasang untuk mempertahankan reduksi harus mele!ati
sendi di atas fraktur dan di ba!ah fraktur.
4. Rehabilitasi, direncanakan segera dan dilaksanakan bersamaan dengan
pengobatanfraktur untuk mengembalikan kekuatan otot, pergerakan sendi, dan
melatih pasienagar dapat kembali menjalankan aktivitas normal dalam
kesehariannya.

Ketika fraktur terbuka siap untuk ditangani, luka pertama kali diinspeksi
secaramenyeluruh, apabila terdapat perdarahan eksternal segera di stop dan jika
terkontaminasimaka segera dibersihkan. Kemudian, luka difoto untuk
dokumentasi cidera yang baru terjadi,lalu luka ditutup dengan dressing yang
dibasahi dengan normal saline. Pasien diberikan antibiotik yang biasanya co-
amociclav atau cefuroxime, tapi clindamycin dipakai jika pasien alergi terhadap
penicillin. juga diberikan profilaksis tetanus toxoid jika sebelumnya telah
diimunisasi atau antiserum jika belum diimunisasi. Bagian yang cidera lalu
dibidai sampai pembedahan siap dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif.2011.Buku Saku Gangguan Muskuloskeletal Aplikasi pada Praktik Klinik
Keperawatan.EGC:Jakarta

Rasjad ,C. 2007. Fraktur Epifisis. Pengantar Ilmu Bedah. 3 ed. Cetakan kelima. Jakarta: Yarsif.

Price, A. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Proses-Proses Penyakit, Edisi IV. Jakarta: EGC.

Price, Sylvia Anderson. 2009. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed.6.
Jakarta: EGC.

Sloane, E. 2003. Sistem Rangka Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Edisi Bahasa Indonesia.
Jakarta : EGC

Smeltzer, Bare.2009.Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Edisi 8. EGC: Jakarta.

Budiman ,Herlin. 2016. Dikutippada 30 Maret 2019 pada

https://www.academia.edu/22492202/FRAKTUR_TERBUKA

Anda mungkin juga menyukai