Menurut R. Bandyopahyay dan S. Datta (1989), daerah tertinggal secara umum memiliki
karakteristik sebagai berikut (1) biasanya berada di kawasan perdesaan, dengan memiliki
keterbatasan fungsi dan fasilitas yang dimiliki kawasan perkotaan, serta produktifitas
hasil pertanian yang sangat rendah; (2) rendahnya sumber daya yang dimiliki (SDM dan
sumber daya alam); (3) memiliki struktur pasar yang kecil dan tidak efektif; (4)
rendahnya standar hidup; dan (5) sangat jauh dari pusat pembangunan wilayah/negara.
Menurut Firman (2004) pengertian daerah tertinggal s e b e n a r n y a m u l t i
i n t e r p r e t a t i f d a n a m a t l u a s . M e s k i d e mi ki an , ci ri u mu mn ya an ta ra l a in ,
ti n gka t ke mi ski n a n tinggi, kegia ta n ekonomi amat terbata s dan terfokus pada
su mb e r d aya a la m, min i mn ya sa ran a d an p ra sa ran a , da n kualitas SDM rendah.
Daerah tertinggal secara fisik kadang lokasinya amat terisolasi.
Me nu ru t Ke pmen PD T N o mo r 1 ta hun 2005 ten tan g Strategi Nasional
Pembangunan Daerah Tertinggal, daerah tertin gga l di de fin i si kan seb a ga i
d a er ah ka b up a te n y an g masyarakat serta wilayahnya relatif kurang berkembang
dibandingkan dengan daerah lain dalam skala nasional. Sesuai d e n g a n p e n g e r t i a n
t e r s e b u t m a k a p e n e t a p a n d a e r a h tertinggal merupakan hal sangat relat if
karena merupakan hasil perbandingan dengan daerah lainnya. Untuk itu dalam
penetapan daerah tertinggal digunakanlah data agregat pada tingkat kabupaten.
Daerah Tertinggal adalah daerah kabupaten yang wilayah serta masyarakatnya kurang
berkembang dibandingkan dengan daerah lain dalam skala nasional. Sedangkan Percepatan
Pembangunan Daerah Tertinggal adalah proses, upaya dan tindakan, keberpihakan dan
pemberdayaan yang dilakukan secara terencana, terkoordinasi, dan terpadu untuk
meningkatkan kualitas hidup masyarakat di daerah tertinggal (draft RUU Percepatan
Pembangunan Daerah tertinggal)
Daerah Tertinggal adalah daerah Kabupaten yang masyarakat serta wilayahnya relatif kurang
berkembang dibandingkan daerah lain dalam skala nasional. Penetapan daerah tertinggal
menggunakan pendekatan 6 (enam) kriteria dasar yaitu: perekonomian masyarakat,
sumberdaya manusia, prasarana (infrastruktur), kemampuan keuangan lokal (celah fiskal),
aksesibilitas, dan karakteristik daerah.(Stranas KDT 2009-2014)
1
Makalah yang disampaikan pada Acara Sosialisasi kementrian Daerah tertinggal di Provinsi Sulawesi Tengah, Palu, 14 Mei 2013 di Hotel
Grand Duta Palu
2
Staf Pengajar FISIP Untad, Ketua Pusat Studi Strategis, Kebijakan dan Perencanaan pembangunan FISIP Universitas Tadulako Palu, Tim Ahli
Gubernur Sulawesi Tengah Periode 2011-2015
2
SKEMA: 1
KUADRAN PERKEMBANGAN DAERAH TERTINGGAL
SKEMA-2:
KUADRAN POLA DAN STRUKTUR PERKEMBANGAN
EKONOMI DAERAH TERTINGGAL
II. PERAN PERGURUAN TINGGI DALAM MEMBANGUN BANGSA DAN DAERAH TERTINGGAL
A. Tinjauan dari Hakikat Pendidikan
Alex Inkeles dan David H. Smith (Arief Budiman,1995:34) berdasarkan hasil penelitiannya
mengemukakan bahwa faktor manusia merupakan komponen utama dalam menopang
pembangunan, karena persoalan pembangunan bukan sekedar perkara pemasokan modal
dan teknologi, tetapi dibutuhkan manusia yang dapat mengembangkan sarana material
tersebut supaya menjadi produktif. Untuk itu dibutuhkan sosok manusia modern 3.
Inkeles dan Smith menyimpulkan bahwa pendidikan merupakan faktor yang paling efektif
untuk mengubah manusia dan memiliki kekuatan tiga kali lipat dari upaya-upaya lain.
Pendapat senada juga diberikan oleh Anderson (Bintoro, 1984:29), yang berpendapat bahwa
modernisasi hanya dapat dicapai dengan memperbaharui dan meluaskan pendidikan.
Penelitian yang kami lakukan sendiri pada tahun 1994 melalui pengkajian data sekunder
keadaan dari 132 negara di dunia tentang faktor determinan tingkat pendapatan perkapita
negara-negara didunia, menunjukan bahwa variabel pendidikan berkorelasi positif dengan
komposisi tingkat pendidikan penduduk negara bersangkutan.
Pendapat di atas menunjukan bahwa lembaga pendidikan berperan dalam melahirkan
pembaharuan sikap dan pemikiran-pemikiran kreatif bagi kemajuan sosial dan kebudayaan
suatu masyarakat. Pendidikan adalah proses internalisasi budaya ke dalam diri seseorang
dan membuat orang jadi beradab. Pendidikan bukan merupakan sarana transfer ilmu
pengetahuan saja, tetapi lebih luas lagi yaitu sebagai sarana pembudayaan dan penyaluran
nilai (enkulturisasi dan sosialisasi). Peserta didik harus mendapatkan pendidikan yang
menyentuh dimensi dasar kemanusiaan. Dimensi kemanusiaan itu mencakup tiga hal paling
mendasar, yaitu:
1) Afektif yang tercermin pada kualitas keimanan, ketakwaan, akhlak mulia termasuk budi
pekerti luhur serta kepribadian unggul, dan kompetensi estetis;
2) Kognitif yang tercermin pada kapasitas pikir dan daya intelektualitas untuk menggali
dan mengembangkan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi; dan
3) Psikomotorik yang tercermin pada kemampuan mengembangkan keterampilan teknis,
kecakapan praktis, dan kompetensi kinestetis.
Fungsi pendidikan tidak berhenti pada individu, melainkan berpengaruh langsung terhadap
masyarakat. Prof. H.A.R Tilaar, M. Sc. Ed, melihat pendidikan merupakan sarana perubahan
sosial. Menurutnya, pendidikan adalah kunci dari semua aspek kehidupan sosial, budaya,
ekonomi, politik berkaitan dengan pendidikan. Perubahan sosial hanya bisa terjadi melalui
pendidikan, serta meningkatkan kapasitas manusia tidak dapat melalui kekuasaan, tetapi
pendidikan.4
3 Dalam bukunya Becoming Modern, mereka memberikan ciri-ciri manusia modern: Keterbukaan terhadap pengalaman dan ide baru,
berorientasi ke masa sekarang dan masa depan, punya kesanggupan merencananakan, percaya bahwa manusia bisa menguasai alam.
4
Tuti alfiani Resensi buku Manajemen Pendidikan Nasional karya Prof. Dr. H.A.R Tilaar, M. Sc. Ed http://cair-
resuman.blogspot.com/2010/06/resensi-buku-prof-tilaar.html
5
pendidikan sebagai salah satu sektor barang komoditas jasa, bukan lagi barang publik
yang menjadi tanggungjawab negara.
3. Inkonsisten Kebijakan dan Regulasi
Sejak diundangkannya UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, hingga sekarang belum
pernah dikeluarkan Peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan perguruan Tinggi yang
baru untuk menggantikan PP No. 60 tahun 1999 tentang pendidikan Tinggi, yang ada
hanya Undang-undang No. 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan, yang
kemudian oleh Mahkamah Konsitutusi (MK) melalui putusannya tanggal 3 Maret 2010,
mencabut Undang-undang No. 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan. MK
mencabut Undang-undang tersebut secara keseluruhan, bukan hanya pasal per pasalnya.
Karena dianggap bertentangan dengan UUD 1945 bukan sekedar pengaturan di dalamnya,
tetapi konsep badan hukum secara keseluruhan. Bahkan ketika diundangkan UU Nomor
12 Tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi, di mana membuka ruang untuk adanya
Perguruan Tinggi lebih Otonom, namun belum diimplementasikan telah digugat kembali
ke MK.
4. Ketimpangan Kualitas Sarana dan Prasarana dan Luaran Pendidikan antara wilayah
masih tinggi.
7. Masih kuatnya intervensi kepentingan baik dalam konteks politik, kelompok dan
paradigma keilmuan dalam mewarnai sistem dan tata kelola pendidikan tinggi di
Indonesia.
8. Kecenderungan abad-21 ditandai dengan adanya revolusi 4T, yaitu transportation, trade,
tourism, dan telecommunication. Adanya 4T tersebut membuat dunia menjadi sebuah
‘global village’.(Desa Dunia: Wilayah seakan mengecil) Revolusi 4T di atas menyebabkan
terjadinya aliran ‘5 Scapes’ (5 Gerakan Perpindahan/perputaran)8
TABEL-1 :
PERBANDINGAN JUMLAH DAERAH OTONOM, DISTRIBUSI DAERAH TERTINGGAL
DAN JUMLAH PERRGURUAN TINGGI PADA TINGKAT PROVINSI SE INDONESIA
(Sumber: diolah dari berbagai sumber antara distribusi Daerah Tertinggal dan Domisili Perguruan Tinggi secara Nasional) 9
1. Technoscape -- pergerakan teknologi (mekanikal, sistem tata kelola dan informasi) yang menembus batas-batas konvensional. Pemerintah/Daerah dan tidak terkecuali
Perguruan tinggi, semuanya dituntut harus mampu menyiapkan diri dalam proses pemberian layanan dan mutu produk luaran dari layanan yang harus sesuai dengan standar
yang semakin ketat.
2. Ethnoscape -- perpindahan ethnik-demografis yang terkait dengan migrasi, wisata, pengungsian, dan lain-lain. Dalam suatu wilayah akan dihuni dan terjadi pembauran yang
mengarah pada masyarakat yang multi etnik dan multikultural.
3. Finanscape -- perputaran uang yang pesat melalui mekanisme pasar uang, stock-exchange, dan spekulasi komoditas, investasi modal baik dari luar negeri ata sebaliknya serta
privatisasi dan epran swasta dalam pelayanan publik
4. Mediascape -- distribusi informasi dan citra yang pesat luar biasa, termasuk teknologi informasi, penggunaan fasiltas telpon seluler dan dunia internet yang semakin jauh
menyentuh semua aspek kehidupan dan wilayah (sampai ke perdesaan).
5. Ideoscape:- aliran ideologi antar bangsa yang sulit dibendung. Global Issue seperti HAM, Demokratisasi, Gender, Perubahan Iklim, termasuk pemaksaan konsep-konsep
kapitalis seperti Good Governance yang mengabaikan nilai-nilai kearifan dan kreativitas lokal (Sound Governance)
Revolusi 4T dengan aliran 5-Scape di atas tidak dapat ditolak dan dihindari dan dapat berdampak negatif maupun positif. Sehingga muncul pertanyaan mendasar, yaitu
siapkah Kita dan Sistem Pendidikan Tinggi Kita menghadapi deraan revolusi dengan gelombang informasi yang begitu deras dan luar biasa?
9
Nor Achmad, Reposisi Perguruan Tinggi dalam Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan, Makalah yang presentasikan pada Temu Nasional
Penanggulangan Kemiskinan 2012, 4 Desember 2012, Chairil Anwar, Potret Sinergi Lokal berporos Perguruan Tinggi: Apakah Perguruan
Tinggi dapat Menjadi Jembatan Hubungan Desa –Kota yang Setara dan Berkeadilan, Makalah yang Dipresentasikan pada Temu Nasional
Penanggulangan Kemiskinan 2012, 4 Desem ber 2012, UI Jakarta, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional,
Perspektif Perguruan Tinggi di Indonesia tahun 2009
8
Kecenderungan Para pihak yang terkait dan bertanggungjawab dalam pembangunan daerah
tertinggal baik di tingkat Pusat maupun di
daerah cenderung masih berjalan sendiri- SKEMA-3:
sendiri.
Dalam konteks kerjasama antara Perguruan Tinggi(PT) dengan Pemerintah, baik di pusat
maupun di daerah, kunci Keberhasilan tergantung adanya saling pengertian/memahami
antara mereka. Gagalanya kerjasama antara perguruan tinggi dengan pihak otoritas lokal
(Pemda), karena Pengelola PT kurang memahami apa permasalah pembangunan oleh
Pemda dan Pemda kurang memahami Misi Utama dan tantangan internal yang dihadapi
oleh PT.
Ketika saling ikatan mutualis saling pengertian dicapai akan membuka jalan dalam
membangun komitmen dan kesepahaman tersebut dalam tatanan dan pola kerjama dalam
mengatasi hambatan dalam kerjsama. Kerjsama yang baik dapat datang dari adanya
penghargaan terhadap prinsip umum kerjsama yang baik dan produktif dapat dilakukan
dalam melihat peran penting masing-masing pihak dalam pembangunan daerah.
10
BambangIsmawan, Perguruan Tinggi dan Peningkatan Keberdayaan Masyarakat Berkelanjutan, Makalah yang Dipresentasikan
pada Temu Nasional Penanggulangan Kemiskinan 2012, 4 Desember 2012, UI Jakarta
9
Jika dipadukan dengan prinsip utama fungsi Pendidikan tinggi di mana Perguruan Tinggi
pada umumnya berperan sebagai sebagai lembaga ilmiah yang mempunyai tugas
menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran di atas perguruan tingkat menengah, dan
yang memberikan pendidikan dan pengajaran berdasarkan kebudayaan kebangsaan
Indonesia dan dengan cara ilmiah dengan Tujuan :.
(1) membentuk manusia susila yang berjiwa Pancasila dan bertanggung jawab akan
terwujudnya masyarakat sosialis Indonesia yang adil dan makmur, materiil dan spiritual:
(2) menyiapkan tenaga yang cakap untuk memangku jabatan yang memerlukan pendidikan
tinggi dan yang cakap berdiri sendiri dalam memelihara dan memajukan ilmu
pengetahuan;
(3) melakukan penelitian dan usaha kemajuan dalam lapangan ilmu pengetahuan,
kebudayaan dan kehidupan kemasyarakatan.
(UU No. 22 Tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi, Psl:1 & 2):
Sedangkan dalam UU Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi ditekankan, Fungsi
Pendidikan mencakup:
1) mengembangkan kemampuan dan watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa;
2) mengembangkan sivitas akademika yang inovatif, responsif, kreatif, terampil dan
kooperatif melalui pelaksanaan Tridharma; dan
3) mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Di samping peran Historis Perguruan Tinggi dalam perjuangan dan pegerakan Kemerdekaan
Republik Indonesia, perguruan tinggi juga berperan sebagai:
1) Perguruan Tinggi sebagai Agen Perubahan Sosial, Keterlibatan dunia perguruan tinggi
pada setiap momen yang melibatkan masyarakat luas telah membuat pendidikan tinggi
di Indonesia semakin memiliki bentuk dan menjadi lebih dikenal oleh masyarakat.
Menyatunya perguruan tinggi dengan masyarakat kemudian dilembagakan dalam
bentuk Tridharma Perguruan Tinggi, yang mencakup Pendidikan, Penelitian, dan
Pengabdian kepada Masyarakat melalui Undang-undang No. 22 tahun 1961 tentang
10
Maka peran tersebut dalam turut memajukan Daerah/Daerah tertinggal dapat digambarkan
sebagai berikut:
and Students
3) Talent Attraction and
Retention
SKEMA-10:
MENDORONG DAN MEMPROMOSIKAN KEADILAN/KESEJAHTERAAN
SOSIAL DALAM MENGENTASKAN DAERAH TERTINGGAL
13
DAFTAR RUJUKAN
Aksi Sinergi Untuk Indonesia (AKSI UI), Kompilasi Kertas Kerja Temu Nasional Penanggulangan Kemiskinan
“Perguruan Tinggi dan Peran Strategisnya dalam Peningkatan Keberdayaan Masyarakat Berkelanjutan”,
Depok UI, Jakarta, 3-5 Desember 2012
Bambang Ismawan, Social Entrepreneurship The Bina Swadaya Way Suatu Catatan Diskusi, Yayasan AKSI UI,
Desember 2012
Bappenas, Direktorat pengembangan Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal, Analisis Ketertinggalan Daerah
tertinggal di Indoensia Tahun 2003
BPS, Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi, Edisi 35 April 2013, Jakarta, 2013
Budiman, Arief, Teori Pembangunan Dunia Ketiga, Penerbit Pustaka Gramedia, Jakarta, 1995
Chairil Anwar, Potret Sinergi Lokal berporos Perguruan Tinggi: Apakah Perguruan Tinggi dapat Menjadi Jembatan
Hubungan Desa –Kota yang Setara dan Berkeadilan, Makalah yang Dipresentasikan pada Temu
Nasional Penanggulangan Kemiskinan 2012, 4 Desem ber 2012, UI Jakarta
Djaelangkara, Rizali, & Suaib Djafar (editor) Perspektif Pembangunan Pemberdayaan Rakyat, Andi Offset,
Yogyakarta, 2001
Djaelangkara, Rizali, Penguatan lembaga dan Pengembangan Jaringan, Dirjen PMD, Depdagri, 2005
__________, Peran Perguruan Tinggi dalam Mencetak Kader-kader Bangsa yang Cerdas, Bermanfaat dan Cinta
Tanah Air, Materi yang disampaikan pada dialog Kebangsaan dalam rangka Rekonsiliasi Sosial daerah
rawan Konflik, yang dilaksanakan oleh Dirjen Kesatuan bangsa dan Politik Kemendagri, pada tanggal
14 Juli 2012, di Palu Golden Hotel
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional, Perspektif Perguruan Tinggi di Indonesia
tahun 2009
Edy, Lukman, HM, Pencapaian pembangunan Daerah tertinggal Lima tahun terakhir, Jakarta Jurnal Negawarawan,
Sekretariat Negara, Nomor 13 Tahun 2009
European Union Regional Policy, Connecting Universities to Regional Growth: A Practical Guide, September 2011
Fielden, John, Global Trend In University Governance, World Bank, 2008
Gardner, H. (1983). Frames of mind. New York: Basic Books
Horton, B.Paul.& Chester L.Hunt, Sosiologi, Edisi ke enam, Penerbit Erlangga, Jakarta 1999
Kementerian Komunikasi dan Informatika Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Program
Penanggulangan KemiskinanKabinet Indonesia Bersatu, Jakarta, 2011
Kementerian Pendidikan nasional R.I., Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Perspektif Pendidikan Indonesia
2009, Jakarta, 2009
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan R.I, Otonomi dan Tata Kelola Perguruan Tinggi, Jakarta, 2012
Mangkuprawira, Syafir, Pendekatan Pengentasan Kemiskinan Oleh Perguruan Tinggi, Makalah yang disampaikan
pada Lokakarya Pengalaman Empiris IPB dalam Upaya Pengentasan Kemiskinan, LPM IPB,
Bandung, 1993
Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal Republik Indonesia, Strategi Nasional Pembangunan Daerah
tertinggal 2009-2014
Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal Republik Indonesia, Kebijakan Percepatan Pembangunan Daerah
Tertinggal dalam Rangka Penanggulangan Kemiskinan, Jakarta, Januari 2008
Mimbar Pendidikan, Jurnal Pendidikan No.2 dan 3 Tahun XI Agustus 1992, IKIP Bandung 1992
Nor Achmad, Reposisi Perguruan Tinggi dalam Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan, Makalah yang
presentasikan pada Temu Nasional Penanggulangan Kemiskinan 2012, 4 Desember 2012
Suwandi, Endang, Kebijakan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal untuk Program Kewirausahaan
Masyarakat, Bandung, 2010
Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) Penanggulangan Kemiskinan: Situasi Terkini,
Target Pemerintah, dan Program Percepatan, Jakarta, 2010