Anda di halaman 1dari 26

1

PERAN LEMBAGA PERGURUAN TINGGI


DALAM MEMAJUKAN DAERAH TERTINGGAL1
Oleh: Rizali Djaelangkara2

I. TINJAUAN SINGKAT TENTANG PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DI INDONESIA

A.KONSEP DAERAH TERTINGGAL

Menurut R. Bandyopahyay dan S. Datta (1989), daerah tertinggal secara umum memiliki
karakteristik sebagai berikut (1) biasanya berada di kawasan perdesaan, dengan memiliki
keterbatasan fungsi dan fasilitas yang dimiliki kawasan perkotaan, serta produktifitas
hasil pertanian yang sangat rendah; (2) rendahnya sumber daya yang dimiliki (SDM dan
sumber daya alam); (3) memiliki struktur pasar yang kecil dan tidak efektif; (4)
rendahnya standar hidup; dan (5) sangat jauh dari pusat pembangunan wilayah/negara.
Menurut Firman (2004) pengertian daerah tertinggal s e b e n a r n y a m u l t i
i n t e r p r e t a t i f d a n a m a t l u a s . M e s k i d e mi ki an , ci ri u mu mn ya an ta ra l a in ,
ti n gka t ke mi ski n a n tinggi, kegia ta n ekonomi amat terbata s dan terfokus pada
su mb e r d aya a la m, min i mn ya sa ran a d an p ra sa ran a , da n kualitas SDM rendah.
Daerah tertinggal secara fisik kadang lokasinya amat terisolasi.
Me nu ru t Ke pmen PD T N o mo r 1 ta hun 2005 ten tan g Strategi Nasional
Pembangunan Daerah Tertinggal, daerah tertin gga l di de fin i si kan seb a ga i
d a er ah ka b up a te n y an g masyarakat serta wilayahnya relatif kurang berkembang
dibandingkan dengan daerah lain dalam skala nasional. Sesuai d e n g a n p e n g e r t i a n
t e r s e b u t m a k a p e n e t a p a n d a e r a h tertinggal merupakan hal sangat relat if
karena merupakan hasil perbandingan dengan daerah lainnya. Untuk itu dalam
penetapan daerah tertinggal digunakanlah data agregat pada tingkat kabupaten.
Daerah Tertinggal adalah daerah kabupaten yang wilayah serta masyarakatnya kurang
berkembang dibandingkan dengan daerah lain dalam skala nasional. Sedangkan Percepatan
Pembangunan Daerah Tertinggal adalah proses, upaya dan tindakan, keberpihakan dan
pemberdayaan yang dilakukan secara terencana, terkoordinasi, dan terpadu untuk
meningkatkan kualitas hidup masyarakat di daerah tertinggal (draft RUU Percepatan
Pembangunan Daerah tertinggal)

Daerah Tertinggal adalah daerah Kabupaten yang masyarakat serta wilayahnya relatif kurang
berkembang dibandingkan daerah lain dalam skala nasional. Penetapan daerah tertinggal
menggunakan pendekatan 6 (enam) kriteria dasar yaitu: perekonomian masyarakat,
sumberdaya manusia, prasarana (infrastruktur), kemampuan keuangan lokal (celah fiskal),
aksesibilitas, dan karakteristik daerah.(Stranas KDT 2009-2014)

B. PERMASALAHAN PENANGANAN DAERAH TERTINGGAL


Ketertinggalan daerah, secara umum berkaitan dengan isu-isu utama rendahnya kinerja
perekonomian daerah dan rendahnya kesejahteraan masyarakat. Kondisi ini memiliki kaitan
dengan permasalahan:
1. belum optimalnya pengelolaan potensi sumber daya lokal dalam pengembangan
perekonomian daerah tertinggal, yang disebabkan;
2. rendahnya kualitas SDM dan tingkat kesejahteraan masyarakat daerah tertinggal;

1
Makalah yang disampaikan pada Acara Sosialisasi kementrian Daerah tertinggal di Provinsi Sulawesi Tengah, Palu, 14 Mei 2013 di Hotel
Grand Duta Palu
2
Staf Pengajar FISIP Untad, Ketua Pusat Studi Strategis, Kebijakan dan Perencanaan pembangunan FISIP Universitas Tadulako Palu, Tim Ahli
Gubernur Sulawesi Tengah Periode 2011-2015
2

3. lemahnya koordinasi antarpelaku pembangunan di daerah tertinggal dan belum


dimanfaatkannnya kerjasama antardaerah tertinggal pada aspek perencanaan,
penganggaran dan pelaksanaan pembangunan;
4. belum optimalnya tindakan afirmatif kepada daerah tertinggal, khususnya pada aspek
kebijakan perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, koordinasi, dan pengendalian
pembangunan;
5. rendahnya aksesibilitas daerah tertinggal terhadap pusat-pusat pertumbuhan wilayah,
khususnya terhadap sentra-sentra produksi dan pemasaran karena belum didukung oleh
sarana dan prasarana angkutan barang dan penumpang yang sesuai dengan kebutuhan dan
karakteristik daerah tertinggal;
6. terbatasnya sarana dan prasarana pendukung ekonomi lainnya, yang meliputi energi listrik,
telekomunikasi, irigasi dan air bersih (Stranas PDT 2009-2014).
Beragamnya dimensi permasalahan daerah tertinggal, menunjukkan tingginya kebutuhan
intervensi pemerintah melalui berbagai sektor pembangunan dan partisipasi stakeholdres non
pemerintah secara terencana, terpadu dan berkelanjutan.
Dari sisi dokumen perencanaan pembangunan RPJMN 2010-2014, pembangunan daerah
tertinggal telah menjadi prioritas nasional ke-10 dengan program aksi untuk pengutamaan dan
penjaminan pertumbuhan di daerah tertinggal, terdepan, terluar serta keberlangsungan
kehidupan damai di wilayah pascakonflik. Realisasi dari prioritas nasional tersebut ditargetkan
dapat mengentaskan sebanyak 50 kabupaten tertinggal menjadi daerah maju (non tertinggal)
pada tahun 2014, yang berarti dari 183 DT menjadi 153 DT.

C. DISPLAY DATA KONDISI DAERAH TERTINGGAL DI INDONESIA


TABEL-1 :

(Sumber Dok.Stranas PDT 2009-2014, hal: 30 )


3

SKEMA: 1
KUADRAN PERKEMBANGAN DAERAH TERTINGGAL

(Sumber Dok.Stranas PDT 2009-2014, hal: 30)

SKEMA-2:
KUADRAN POLA DAN STRUKTUR PERKEMBANGAN
EKONOMI DAERAH TERTINGGAL

(Sumber Dok.Stranas PDT 2009-2014, hal: 31)


4

II. PERAN PERGURUAN TINGGI DALAM MEMBANGUN BANGSA DAN DAERAH TERTINGGAL
A. Tinjauan dari Hakikat Pendidikan
Alex Inkeles dan David H. Smith (Arief Budiman,1995:34) berdasarkan hasil penelitiannya
mengemukakan bahwa faktor manusia merupakan komponen utama dalam menopang
pembangunan, karena persoalan pembangunan bukan sekedar perkara pemasokan modal
dan teknologi, tetapi dibutuhkan manusia yang dapat mengembangkan sarana material
tersebut supaya menjadi produktif. Untuk itu dibutuhkan sosok manusia modern 3.
Inkeles dan Smith menyimpulkan bahwa pendidikan merupakan faktor yang paling efektif
untuk mengubah manusia dan memiliki kekuatan tiga kali lipat dari upaya-upaya lain.
Pendapat senada juga diberikan oleh Anderson (Bintoro, 1984:29), yang berpendapat bahwa
modernisasi hanya dapat dicapai dengan memperbaharui dan meluaskan pendidikan.
Penelitian yang kami lakukan sendiri pada tahun 1994 melalui pengkajian data sekunder
keadaan dari 132 negara di dunia tentang faktor determinan tingkat pendapatan perkapita
negara-negara didunia, menunjukan bahwa variabel pendidikan berkorelasi positif dengan
komposisi tingkat pendidikan penduduk negara bersangkutan.
Pendapat di atas menunjukan bahwa lembaga pendidikan berperan dalam melahirkan
pembaharuan sikap dan pemikiran-pemikiran kreatif bagi kemajuan sosial dan kebudayaan
suatu masyarakat. Pendidikan adalah proses internalisasi budaya ke dalam diri seseorang
dan membuat orang jadi beradab. Pendidikan bukan merupakan sarana transfer ilmu
pengetahuan saja, tetapi lebih luas lagi yaitu sebagai sarana pembudayaan dan penyaluran
nilai (enkulturisasi dan sosialisasi). Peserta didik harus mendapatkan pendidikan yang
menyentuh dimensi dasar kemanusiaan. Dimensi kemanusiaan itu mencakup tiga hal paling
mendasar, yaitu:
1) Afektif yang tercermin pada kualitas keimanan, ketakwaan, akhlak mulia termasuk budi
pekerti luhur serta kepribadian unggul, dan kompetensi estetis;
2) Kognitif yang tercermin pada kapasitas pikir dan daya intelektualitas untuk menggali
dan mengembangkan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi; dan
3) Psikomotorik yang tercermin pada kemampuan mengembangkan keterampilan teknis,
kecakapan praktis, dan kompetensi kinestetis.
Fungsi pendidikan tidak berhenti pada individu, melainkan berpengaruh langsung terhadap
masyarakat. Prof. H.A.R Tilaar, M. Sc. Ed, melihat pendidikan merupakan sarana perubahan
sosial. Menurutnya, pendidikan adalah kunci dari semua aspek kehidupan sosial, budaya,
ekonomi, politik berkaitan dengan pendidikan. Perubahan sosial hanya bisa terjadi melalui
pendidikan, serta meningkatkan kapasitas manusia tidak dapat melalui kekuasaan, tetapi
pendidikan.4

B. Dilihat Konteks Historis


Dunia Perguruan Tinggi merupakan pilar pembangun sejarah kebangsaan nasional, bahkan
sejak nama Indonesia belum dikenal. STOVIA (School tot Opleiding van Indische Artsen -
Sekolah Pendidikan Dokter Bumiputera) menjadi kawah candradimuka tokoh pergerakan
generasi awal: Dr. Tjipto Mangungkusumo, Dr.Wahidin Soedirohusodo, dan Dr.Sutomo. Hari
Kebangkitan Nasional, pada dasarnya, adalah hari lahir Pergerakan Nasional Indonesia, dan
sebagai rahimnya adalah Perguruan Tinggi yang peka pada kondisi sejarah. Kekuatan ini
berlanjut hingga era selanjutnya, ketika warga bangsa yang mengalami pendidikan modern,
membangun kalangan melek huruf yang sadar kemerdekaan, menciptakan basis-basis

3 Dalam bukunya Becoming Modern, mereka memberikan ciri-ciri manusia modern: Keterbukaan terhadap pengalaman dan ide baru,
berorientasi ke masa sekarang dan masa depan, punya kesanggupan merencananakan, percaya bahwa manusia bisa menguasai alam.
4
Tuti alfiani Resensi buku Manajemen Pendidikan Nasional karya Prof. Dr. H.A.R Tilaar, M. Sc. Ed http://cair-
resuman.blogspot.com/2010/06/resensi-buku-prof-tilaar.html
5

pendidikan di berbagai sudut negeri.


Ketika bangsa diterpa krisis, seperti yang terjadi di periode 1966 atau 1998, kalangan
Perguruan Tinggi mampu mengarahkan visi berbagai elemen bangsa, sehingga menjadi
sandaran orientasi masyarakat luas. Karenanya dapat dimengerti bila selanjutnya kehadiran
para ilmuwan berbasis perguruan tinggi menjadi bagian penting dari komposisi kabinet di
Indonesia selama beberapa dekade.
Bahkan dalam rangka membangun kapasitas Putra-Putri bangsa dalam mengelola
pemerintahan yang baru lepas dari penjajahan, perhatian terhadap pentingnya eksistensi
lembaga pendidikan tinggi adalah ditandai dengan dibentuknya Universitas Gadjah Mada
sebagai Institusi Penendidikan yang diajdikan tonggak kebangkitan, harga diri serta institusi
yang diberikan tanggungjawab dalam menggodok dan menghasil para putra putri bangsa yang
kelak dalam mengelola pemerintahan dan pembangunan di tanah air agar bangsa Indoensia
dapat bangkit, mengejar ketertinggalan serta dapat sejajar dengan bangsa-bangsa lain di
dunia.

C. TANTANGAN PENDIDIKAN TINGGI DI INDONESIA


1. Pendidikan Tinggi Masih Sulit diakses
Pendidikan tinggi masih menjadi barang mewah di Indonesia. Hal tersebut terlihat dari
rendahnya angka partisipasi kasar pendidikan tinggi di Indonesia. Pada tahun 2010 Angka
Partisipasi Kasar Perguruan Tinggi sebesar 16.35, dan Angka Parsisipasi Murni Perguruan
Tinggi adalah 11.01.5 Pada tahun 2011, jumlah mahasiswa Indonesia baru mencapai 4,8
juta orang. Bila dihitung terhadap populasi penduduk berusia 19-24 tahun, maka angka
partisipasi kasarnya baru 18,4 persen. Jumlah ini masih tertinggal dibandingkan negara-
negara lain, terutama negara maju.6 Rendahnya angka partisipasi tersebut menunjukkan
rendahnya aksesibilitas untuk mendapatkan pendidikan tinggi, terutama aksesibilitas
ekonomi. Hal tersebut dikarenakan biaya pendidikan tinggi di Indonesia masih sangat
mahal akibat telah diprivatisasinya pendidikan tinggi. Sebagaimana dikemukakan di Bab I,
hak atas pendidikan merupakan salah satu dari Hak-Hak Ekonomi Sosial dan Budaya.
Dalam pemenuhannya, berdasarkan Komentar Umum Hak-Hak Ekonomi Sosial dan
Budaya terdapat 4 indikator, yaitu Ketersediaan, Keterjangkauan, Keberterimaan, dan
Kebersesuaian. Untuk indikator keterjangkauan, salah satunya adalah keterjangkauan
ekonomi (aksesibilitas ekonomi).
2. Tanggungjawab Negera Setengah hati
Pengalihan tanggungjawab negara ke pihak swasta dan masyarakat. Privatisasi PTN
sebenarnya berawal dari krisis ekonomi yang mendera bangsa Indonesia sejak
pertengahan tahun 1997. Krisis ekonomi memaksa bansa Indonesia bekerja sama dengan
lembaga keuangan internasional (IMF). IMF bersedia member pinjaman dengan syarat
adanya berbagai macam kenaikan harga, seperti tarif listrik, bahan bakar minyak, yang
lalu diikuti melambungnya berbagai macam kebutuhan harian masyarakat. Bagi dunia
pendidikan, paling nyata adalah privatisasi PTN. Privatisasi PTN dituangkan dalam PP
61/1999 dan PP 153/2000 yang Mengubah status PTN menjadi Badan Hukum Milik
Negara (BHMN). Privatisasi berarti pencabutan subsidi pendidikan secara bertahap lima
tahun terhitung semenjak 1999. Sejak itu perguruan tinggi dituntut mencari dana secara
mandiri untuk membiayai pendidikannya. Di dalam perkembangannya persoalan ini
kemudian menjadi pangkal atas persoalan komersialisasi dunia pendidikan dan
menjadikan dunia pendidikan semakin mahal untuk diakses warga ekonomi kelas rendah.7
(Terlebih dikeluarkannya Pepres Nomor 77 Tahun 2007 yang menjadikan Sektor

5http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=28&notab=1 diunduh pada 3 Februari 2012


6 http://edukasi.kompas.com/read/2011/03/26/13202052/Mahasiswa.di.Indonesia.Cuma.4.8.Juta diunduh pada 3 Februari 2012
7 Muhammad Rifa’I, Sejarah Pendidikan Nasional, Cet. I. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011. Hal, 265
6

pendidikan sebagai salah satu sektor barang komoditas jasa, bukan lagi barang publik
yang menjadi tanggungjawab negara.
3. Inkonsisten Kebijakan dan Regulasi
Sejak diundangkannya UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, hingga sekarang belum
pernah dikeluarkan Peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan perguruan Tinggi yang
baru untuk menggantikan PP No. 60 tahun 1999 tentang pendidikan Tinggi, yang ada
hanya Undang-undang No. 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan, yang
kemudian oleh Mahkamah Konsitutusi (MK) melalui putusannya tanggal 3 Maret 2010,
mencabut Undang-undang No. 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan. MK
mencabut Undang-undang tersebut secara keseluruhan, bukan hanya pasal per pasalnya.
Karena dianggap bertentangan dengan UUD 1945 bukan sekedar pengaturan di dalamnya,
tetapi konsep badan hukum secara keseluruhan. Bahkan ketika diundangkan UU Nomor
12 Tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi, di mana membuka ruang untuk adanya
Perguruan Tinggi lebih Otonom, namun belum diimplementasikan telah digugat kembali
ke MK.
4. Ketimpangan Kualitas Sarana dan Prasarana dan Luaran Pendidikan antara wilayah
masih tinggi.

5.Pendidikan dan kondisi global, Kehidupan di abad XXI menghendaki dilakukannya


perubahan pendidikan tinggi yang bersifat mendasar. Bentuk perubahan-perubahan
tersebut adalah: (i) perubahan dari pandangan kehidupan masyarakat lokal ke masyarakat
dunia (global), (ii) perubahan dari kohesi sosial menjadi partisipasi demokratis (utamanya
dalam pendidikan dan praktek berkewarganegaraan), dan (iii) perubahan dari
pertumbuhan ekonomi ke perkembangan kemanusiaan. UNESCO (1998) menjelaskan
bahwa untuk melaksanakan empat perubahan besar di pendidikan tinggi tersebut, dipakai
dua basis landasan, berupa : Empat pilar pendidikan: (i) learning to know, (ii) learning to
do yang bermakna pada penguasaan kompetensi dari pada penguasaan ketrampilan
menurut klasifikasi ISCE (International Standard Classification of Education) dan ISCO
(International Standard Classification of Occupation), dematerialisasi pekerjaan dan
kemampuan berperan untuk menanggapi bangkitnya sektor layanan jasa, dan bekerja di
kegiatan ekonomi informal, (iii) learning to live together (with others), dan (iv) learning to
be, serta; belajar sepanjang hayat (learning throughout life). Perubahan-perubahan
mendasar pendidikan tinggi yang berlangsung di abad XXI, akan meletakkan kedudukan
pendidikan tinggi sebagai: (i) lembaga pembelajaran dan sumber pengetahuan, (ii) pelaku,
sarana dan wahana interaksi antara pendidikan tinggi dengan perubahan pasaran kerja,
(iii) lembaga pendidikan tinggi sebagai tempat pengembangan budaya dan pembelajaran
terbuka untuk masyarakat, dan (iv) pelaku, sarana dan wahana kerjasama internasional.
6. Adanya perubahan orientasi pendidikan tinggi yang tidak lagi hanya menghasilkan
manusia cerdas berilmu tetapi juga yang mampu menerapkan keilmuannya dalam
kehidupan di Masyarakatnya (kompeten dan relevan), yang lebih berbudaya; dan (c) Juga
adanya perubahan kebutuhan di dunia kerja yang terwujud dalam perubahan persyaratan
dalam menerima tenaga kerja, yaitu adanya persyaratan softskills yang dominan
disamping hardskillsnya. Sehingga kurikulum yang dikonsepkan lebih didasarkan pada
rumusan kompetensi yang harus dicapai/ dimiliki oleh lulusan perguruan tinggi yang
sesuai atau mendekati kompetensi yang dibutuhkan oleh masyarakat pemangku
kepentingan/ stakeholders (competence based curriculum). Disamping itu perubahan ini
juga didorong adanya perubahan otonomi perguruan tinggi yang dijamin dalam Undang-
undang Sistem Pendidikan Nasional, yang memberi kelonggaran terhadap perguruan
tinggi untuk menentukan dan mengembangkan kurikulumnya sendiri.
7

7. Masih kuatnya intervensi kepentingan baik dalam konteks politik, kelompok dan
paradigma keilmuan dalam mewarnai sistem dan tata kelola pendidikan tinggi di
Indonesia.
8. Kecenderungan abad-21 ditandai dengan adanya revolusi 4T, yaitu transportation, trade,
tourism, dan telecommunication. Adanya 4T tersebut membuat dunia menjadi sebuah
‘global village’.(Desa Dunia: Wilayah seakan mengecil) Revolusi 4T di atas menyebabkan
terjadinya aliran ‘5 Scapes’ (5 Gerakan Perpindahan/perputaran)8

TABEL-1 :
PERBANDINGAN JUMLAH DAERAH OTONOM, DISTRIBUSI DAERAH TERTINGGAL
DAN JUMLAH PERRGURUAN TINGGI PADA TINGKAT PROVINSI SE INDONESIA

(Sumber: diolah dari berbagai sumber antara distribusi Daerah Tertinggal dan Domisili Perguruan Tinggi secara Nasional) 9

1. Technoscape -- pergerakan teknologi (mekanikal, sistem tata kelola dan informasi) yang menembus batas-batas konvensional. Pemerintah/Daerah dan tidak terkecuali
Perguruan tinggi, semuanya dituntut harus mampu menyiapkan diri dalam proses pemberian layanan dan mutu produk luaran dari layanan yang harus sesuai dengan standar
yang semakin ketat.
2. Ethnoscape -- perpindahan ethnik-demografis yang terkait dengan migrasi, wisata, pengungsian, dan lain-lain. Dalam suatu wilayah akan dihuni dan terjadi pembauran yang
mengarah pada masyarakat yang multi etnik dan multikultural.
3. Finanscape -- perputaran uang yang pesat melalui mekanisme pasar uang, stock-exchange, dan spekulasi komoditas, investasi modal baik dari luar negeri ata sebaliknya serta
privatisasi dan epran swasta dalam pelayanan publik
4. Mediascape -- distribusi informasi dan citra yang pesat luar biasa, termasuk teknologi informasi, penggunaan fasiltas telpon seluler dan dunia internet yang semakin jauh
menyentuh semua aspek kehidupan dan wilayah (sampai ke perdesaan).
5. Ideoscape:- aliran ideologi antar bangsa yang sulit dibendung. Global Issue seperti HAM, Demokratisasi, Gender, Perubahan Iklim, termasuk pemaksaan konsep-konsep
kapitalis seperti Good Governance yang mengabaikan nilai-nilai kearifan dan kreativitas lokal (Sound Governance)
Revolusi 4T dengan aliran 5-Scape di atas tidak dapat ditolak dan dihindari dan dapat berdampak negatif maupun positif. Sehingga muncul pertanyaan mendasar, yaitu
siapkah Kita dan Sistem Pendidikan Tinggi Kita menghadapi deraan revolusi dengan gelombang informasi yang begitu deras dan luar biasa?

9
Nor Achmad, Reposisi Perguruan Tinggi dalam Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan, Makalah yang presentasikan pada Temu Nasional
Penanggulangan Kemiskinan 2012, 4 Desember 2012, Chairil Anwar, Potret Sinergi Lokal berporos Perguruan Tinggi: Apakah Perguruan
Tinggi dapat Menjadi Jembatan Hubungan Desa –Kota yang Setara dan Berkeadilan, Makalah yang Dipresentasikan pada Temu Nasional
Penanggulangan Kemiskinan 2012, 4 Desem ber 2012, UI Jakarta, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional,
Perspektif Perguruan Tinggi di Indonesia tahun 2009
8

D. PERANAN PERGURUAN TINGGI DALAM MEMAJUKAN DAERAH TERTINGGAL

Kecenderungan Para pihak yang terkait dan bertanggungjawab dalam pembangunan daerah
tertinggal baik di tingkat Pusat maupun di
daerah cenderung masih berjalan sendiri- SKEMA-3:
sendiri.

Seharusnya semua pemangku kepentingan


harus bersynergis dan mutualis, segala
potensi sumberdaya yang dimiliki dapat
diintegrasikan dan diarahkan untuk
mempercepat pengentasan daerah
tertinggal.
SKEMA-4:
(dikembangkan dari Model Bambang Ismawan)10
Untuk itu diperlukan keperdulian dan
komitmen bersama dari ragam lembaga yang
ada, baik bersifat lembaga pengembangan
swadaya masyarakat, lembaga yang berbasis
komunitas, lembaga sektor private/bisnis serta
lembaga pelayanan publik di mana institusi
pemerintah merupakan salah satu kompenen
penting di dalamnya.

Dalam konteks kerjasama antara Perguruan Tinggi(PT) dengan Pemerintah, baik di pusat
maupun di daerah, kunci Keberhasilan tergantung adanya saling pengertian/memahami
antara mereka. Gagalanya kerjasama antara perguruan tinggi dengan pihak otoritas lokal
(Pemda), karena Pengelola PT kurang memahami apa permasalah pembangunan oleh
Pemda dan Pemda kurang memahami Misi Utama dan tantangan internal yang dihadapi
oleh PT.

Ketika saling ikatan mutualis saling pengertian dicapai akan membuka jalan dalam
membangun komitmen dan kesepahaman tersebut dalam tatanan dan pola kerjama dalam
mengatasi hambatan dalam kerjsama. Kerjsama yang baik dapat datang dari adanya
penghargaan terhadap prinsip umum kerjsama yang baik dan produktif dapat dilakukan
dalam melihat peran penting masing-masing pihak dalam pembangunan daerah.

10
BambangIsmawan, Perguruan Tinggi dan Peningkatan Keberdayaan Masyarakat Berkelanjutan, Makalah yang Dipresentasikan
pada Temu Nasional Penanggulangan Kemiskinan 2012, 4 Desember 2012, UI Jakarta
9

Mengapa Perguruan Tinggi Sangat penting Perananannya dalam pembangunan Daerah ?


Pada tingkat dasar (pasif)
SKEMA-5:
eksistensi perguruan tinggi
berperan sebagai Institusi
unjung tombak dalam
pembangunan ekonomi
lokal/sekitarnya paling tidak
adanya PT akan membuka
kebutuhan lapangan kerja,
membutuhkan dam
memebrikan sejumlah pelayan
publik dan barang jasa lainnya,
berkontribusi terhadap
pembangunan kebudayaan dan
perdaban sekitarnya.
Pada tingkat lebih aktif (Pro
Aktif) , PT, paling tidak dapat
berperan pada empat
komponen utama, yaitu: 1)
Bussiness Inovation, 2) Human
Capital development, 3)
Community Development, dan 4) Institustional Capacity of Regional.

Jika dipadukan dengan prinsip utama fungsi Pendidikan tinggi di mana Perguruan Tinggi
pada umumnya berperan sebagai sebagai lembaga ilmiah yang mempunyai tugas
menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran di atas perguruan tingkat menengah, dan
yang memberikan pendidikan dan pengajaran berdasarkan kebudayaan kebangsaan
Indonesia dan dengan cara ilmiah dengan Tujuan :.
(1) membentuk manusia susila yang berjiwa Pancasila dan bertanggung jawab akan
terwujudnya masyarakat sosialis Indonesia yang adil dan makmur, materiil dan spiritual:
(2) menyiapkan tenaga yang cakap untuk memangku jabatan yang memerlukan pendidikan
tinggi dan yang cakap berdiri sendiri dalam memelihara dan memajukan ilmu
pengetahuan;
(3) melakukan penelitian dan usaha kemajuan dalam lapangan ilmu pengetahuan,
kebudayaan dan kehidupan kemasyarakatan.
(UU No. 22 Tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi, Psl:1 & 2):
Sedangkan dalam UU Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi ditekankan, Fungsi
Pendidikan mencakup:
1) mengembangkan kemampuan dan watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa;
2) mengembangkan sivitas akademika yang inovatif, responsif, kreatif, terampil dan
kooperatif melalui pelaksanaan Tridharma; dan
3) mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Di samping peran Historis Perguruan Tinggi dalam perjuangan dan pegerakan Kemerdekaan
Republik Indonesia, perguruan tinggi juga berperan sebagai:
1) Perguruan Tinggi sebagai Agen Perubahan Sosial, Keterlibatan dunia perguruan tinggi
pada setiap momen yang melibatkan masyarakat luas telah membuat pendidikan tinggi
di Indonesia semakin memiliki bentuk dan menjadi lebih dikenal oleh masyarakat.
Menyatunya perguruan tinggi dengan masyarakat kemudian dilembagakan dalam
bentuk Tridharma Perguruan Tinggi, yang mencakup Pendidikan, Penelitian, dan
Pengabdian kepada Masyarakat melalui Undang-undang No. 22 tahun 1961 tentang
10

Perguruan Tinggi. Pelembagaan keterlibatan perguruan terhadap dinamika masyarakat


diperkuat dengan jargon bahwa perguruan tinggi adalah agen perubahan. Berkaca pada
perjalanan sejarah lembaga tersebut, setiap perubahan besar di Indonesia sekurang-
kurangnya melibatkan civitas academica, terutama sejak pendidikan tinggi mulai eksis.
Maka tidak mengherankan jika goncangan politik yang terjadi pada pertengahan tahun
1960-an juga melibatkan perguruan tinggi.
2) Perguruan Tinggi Sebagai Sumber Perkembangan Peradaban, Ilmu Pengetahuan,
Teknology dan seni (Sciences Center).
3) Perguruan Tinggi sebagai sumber perkembangan, praktik/tauladan dan promosi
demokrasi, penegakan Ham, Multikultural, pembangunan berkelanjutan dan anti KKN.
4) Perguruan Tinggi sebagai salah kekuatan moral bagi kontrol Sosial.
5) Perguruan tinggi sebagai poros utama dan solidarity maker yang dapat menjadi
penghubung dan fasilitator dari ragam pihak dalam bersatu padu dalam percepatan
pembangunan di daerah termasuk dalam percepatan pembangunan daerah tertinggal.

Maka peran tersebut dalam turut memajukan Daerah/Daerah tertinggal dapat digambarkan
sebagai berikut:

SKEMA-6: HUBUNGAN TRIDHARMA PT DENGAN 4 KOMPONENE PERAN PT


DALAM MEMBANGUN DAERAH TERTINGGAL
11

Dalam Implementasinya keempat komopnen tersebut dapat diwujudkan melalui :

a. PENELITIAN,TEKNOLOGI, INOVASI YANG DIBUTUHKAN MENGENTASKAN DAERAH


Didalamnya mencakup komponen:
1) Concultancy Service
SKEMA-7:
2) Inovation Voucher SUMBANGAN PENELITIAN,TEKNOLOGI, INOVASI YANG
DIBUTUHKAN MENGENTASKAN DAERAH TERTINGGAL
3) Knowledge Transfer
Partnership
4) Sciences Park
5) Reserach and
technology Center

b. SUMBANGAN/KERJASAMA PENGEMBANGAN WIRAUSAHA BISNIS DAN WIRAUSAHA


SOSIAL
Didalamnya mencakup komponen SKEMA-8:
SUMBANGAN/KERJASAMA PENGEMBANGAN WIRAUSAHA BISNIS DAN
WIRAUSAHA SOSIAL DALAM MENGENTASKAN DAERAH TERTINGGAL
1) Graduate enterprise
2) University Staff Spin
Outs
3) Network and Cluster
development
4) Encourage Intelectual
Property Development
5) Pengembangan
Jaringan
12

c. SUMBANGAN TERHADAP PENGEMBANGAN SUMBER DAYA DAERAH


Didalamnya mencakup komponen
SKEMA-9:
1) Work Force Development SUMBANGAN TERHADAP PENGEMBANGAN SDM DAERAH
2) Increasing Mobility of Staff DALAM MENGENTASKAN DAERAH TERTINGGAL

and Students
3) Talent Attraction and
Retention

d. MENDORONG DAN MEMPROMOSIKAN KEADILAN/KESEJAHTERAAN SOSIAL


Didalamnya mencakup komponen
1) Student Volunteering and Community Work
2) Widening Student Participation
3) Cultural development and Place Making

SKEMA-10:
MENDORONG DAN MEMPROMOSIKAN KEADILAN/KESEJAHTERAAN
SOSIAL DALAM MENGENTASKAN DAERAH TERTINGGAL
13

DAFTAR RUJUKAN

Aksi Sinergi Untuk Indonesia (AKSI UI), Kompilasi Kertas Kerja Temu Nasional Penanggulangan Kemiskinan
“Perguruan Tinggi dan Peran Strategisnya dalam Peningkatan Keberdayaan Masyarakat Berkelanjutan”,
Depok UI, Jakarta, 3-5 Desember 2012
Bambang Ismawan, Social Entrepreneurship The Bina Swadaya Way Suatu Catatan Diskusi, Yayasan AKSI UI,
Desember 2012
Bappenas, Direktorat pengembangan Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal, Analisis Ketertinggalan Daerah
tertinggal di Indoensia Tahun 2003
BPS, Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi, Edisi 35 April 2013, Jakarta, 2013
Budiman, Arief, Teori Pembangunan Dunia Ketiga, Penerbit Pustaka Gramedia, Jakarta, 1995
Chairil Anwar, Potret Sinergi Lokal berporos Perguruan Tinggi: Apakah Perguruan Tinggi dapat Menjadi Jembatan
Hubungan Desa –Kota yang Setara dan Berkeadilan, Makalah yang Dipresentasikan pada Temu
Nasional Penanggulangan Kemiskinan 2012, 4 Desem ber 2012, UI Jakarta
Djaelangkara, Rizali, & Suaib Djafar (editor) Perspektif Pembangunan Pemberdayaan Rakyat, Andi Offset,
Yogyakarta, 2001
Djaelangkara, Rizali, Penguatan lembaga dan Pengembangan Jaringan, Dirjen PMD, Depdagri, 2005
__________, Peran Perguruan Tinggi dalam Mencetak Kader-kader Bangsa yang Cerdas, Bermanfaat dan Cinta
Tanah Air, Materi yang disampaikan pada dialog Kebangsaan dalam rangka Rekonsiliasi Sosial daerah
rawan Konflik, yang dilaksanakan oleh Dirjen Kesatuan bangsa dan Politik Kemendagri, pada tanggal
14 Juli 2012, di Palu Golden Hotel
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional, Perspektif Perguruan Tinggi di Indonesia
tahun 2009
Edy, Lukman, HM, Pencapaian pembangunan Daerah tertinggal Lima tahun terakhir, Jakarta Jurnal Negawarawan,
Sekretariat Negara, Nomor 13 Tahun 2009
European Union Regional Policy, Connecting Universities to Regional Growth: A Practical Guide, September 2011
Fielden, John, Global Trend In University Governance, World Bank, 2008
Gardner, H. (1983). Frames of mind. New York: Basic Books
Horton, B.Paul.& Chester L.Hunt, Sosiologi, Edisi ke enam, Penerbit Erlangga, Jakarta 1999
Kementerian Komunikasi dan Informatika Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Program
Penanggulangan KemiskinanKabinet Indonesia Bersatu, Jakarta, 2011
Kementerian Pendidikan nasional R.I., Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Perspektif Pendidikan Indonesia
2009, Jakarta, 2009
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan R.I, Otonomi dan Tata Kelola Perguruan Tinggi, Jakarta, 2012
Mangkuprawira, Syafir, Pendekatan Pengentasan Kemiskinan Oleh Perguruan Tinggi, Makalah yang disampaikan
pada Lokakarya Pengalaman Empiris IPB dalam Upaya Pengentasan Kemiskinan, LPM IPB,
Bandung, 1993
Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal Republik Indonesia, Strategi Nasional Pembangunan Daerah
tertinggal 2009-2014
Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal Republik Indonesia, Kebijakan Percepatan Pembangunan Daerah
Tertinggal dalam Rangka Penanggulangan Kemiskinan, Jakarta, Januari 2008
Mimbar Pendidikan, Jurnal Pendidikan No.2 dan 3 Tahun XI Agustus 1992, IKIP Bandung 1992
Nor Achmad, Reposisi Perguruan Tinggi dalam Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan, Makalah yang
presentasikan pada Temu Nasional Penanggulangan Kemiskinan 2012, 4 Desember 2012
Suwandi, Endang, Kebijakan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal untuk Program Kewirausahaan
Masyarakat, Bandung, 2010
Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) Penanggulangan Kemiskinan: Situasi Terkini,
Target Pemerintah, dan Program Percepatan, Jakarta, 2010

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENDIDIKAN TINGGI


KEPUTUSAN MENTERI PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL NOMOR : 335/KEP/M-PDT/XII/2012
PENETAPAN BANTUAN SOSIAL BIDANG PENGEMBANGAN SUMBERDDAYA DAERAH
TERTINGGAL DI LINGKUNGAN KEMENTRIAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL
TAHUN ANGGARAN 2013
KEPUTUSAN MENTERI PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL NOMOR : 336/KEP/M-PDT/XII/2012
PENETAPAN BANTUAN SOSIAL BIDANG PENINGKATAN INFRASTRUKTUR DAERAH
TERTINGGAL DI LINGKUNGAN KEMENTRIAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL
TAHUN ANGGARAN 2013
KEPUTUSAN MENTERI PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL NOMOR : 338/KEP/M-PDT/XII/2012
PENETAPAN BANTUAN SOSIAL BIDANG PEMBINAAN LEMBAGA SOSIAL DAN BUDAYA
DAERAH TERTINGGAL DI LINGKUNGAN KEMENTRIAN PEMBANGUNAN DAERAH
TERTINGGAL TAHUN ANGGARAN 2013
14

KEPUTUSAN MENTERI PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL NOMOR : 339/KEP/M-PDT/XII/2012


PENETAPAN BANTUAN SOSIAL BIDANG PENGEMBANGAN DAERAH TERTINGGAL
TAHUN ANGGARAN 2013
KEPUTUSAN MENTERI NEGARA PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 001/KEP/M-PDT/I/2005 TENTANG STRATEGI NASIONAL PEMBANGUNAN
DAERAH TERTINGGAL
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26

Anda mungkin juga menyukai