Anda di halaman 1dari 7

Sintilator plastik

Sintilator plastic adalah dosimeter radioterapi yang relative masih


baru. Cahaya yang dipancarkan oleh sintilator selama iradiasi
diterima oleh kabel optic dan dihubungkan dengan PMT yang
diletakkan di luar ruangan. Sistem sintilasi ini memerlukan 2 set
kabel optic yang dihubungkan dengan PMT berlainan, satu untuk
mendeteksi radiasi latar Cerenkov yang nantinya digunakan untuk
subtraksi signal terukur. Tanggapan sintilator ini linier terhadap
dosis dalam jangkauan penggunaan klinis.

Densitas electron dan komposisi atomic sintilator plastic


mendekati sama dengan air, daya henti dan koefesien absorpsi
energy keduanya berbeda sekitar ± 2% untuk kualitas energy
dalam penggunaan klinis, termasuk sinar x kilovolt. Oleh
karenanya sintilator ini hampir independen terhadap energy dan
dapat digunakan langsung untuk dosimeter relative.

 Sintilator plastic dapat dibuat sangat kecil (1 mm 3 atau lebih


kecil), sehingga dapat digunakan bila pengukuran
memerlukan resolusi spasial tinggi (daerah build up, gradient
dosis tinggi, daerah interface, sumber brakhiterapi, dosis
lapangan kecil). Dosimeter ini ideal untuk dosimetri
brakhiterapi.
 Dosimeter plastic memiliki reprodusibilitas tinggi dan
stabilitas dalam waktu lama, tidak mudah rusak oleh radiasi
dosisi tinggi (sampai ~ 10 kGy)
 Dosimeter plastic independen terhadap laju dosis, dapat
digunakan dari 10 µGy/min sampai 10 Gy/min. Tambahan
lagi tanggapan tidak tergantung arah dating berkas radiasi
dan tidak perlu koreksi temperature dan tekanan udara.
Dosimetri Kimia

Dalam dosimetri kimia dosis ditentukan secara kuantitatif,


merupakan perubahan kimia dalam suatu medium, yang dapat
dalam bentuk cairan, padat, ataupun gas. Yang paling umum
digunakan medium dalam bentuk cair, khususnya Fricke dosimeter.
Bentuk cairan lebih relevan untuk pengukuran dosis dalam
jaringan atau material biologi lain.

Interaksi radiasi dengan cairan dosimeter dianggap seperti interaksi


dengan air, produksi kimia aktif dalam waktu sekitar 10 -10 s. Hasil
produksi termasuk radikal bebas H dan OH, dan produk molekular
H2 dan H2O2, terdistribusi secara heterogen sepanjang lintasan
partikel bermuatan. Sekitar 10-6 s setelah interaksi awal, produk
primer tersebut melalui proses difusi menjadi cenderung homogen,
dan secara simultan menginduksi terjadinya interaksi kimia dengan
berbagai molekul yang larut di dalamnya. Ketergantungan
dosimeter pada LET ditentukan oleh laju reaksi. Lintasan yang
rapat (LET tinggi) memungkinkan terjadi reaksi balik seperti
proses rekombinasi dalam gas, sehingga mengurangi hasil produksi
(yield) yang akan diukur.

Hasil pengukuran produk dinyatakan dengan nilai G, dan oleh


ICRU disebut sebagai radiation chemical yield G(X),yang
berhubungan dengan produk interaksi X. Nilai G merupakan nilai
produk (misalnya molekul) yang rusak atau berubah oleh
penyerapan energi radiasi sebesar 100 eV. G(X) dinyatakan dalam
moles/J yang dapat diperoleh dari nilai G dikalikan dengan 1.037 x
10-7.

Sebagai contoh suatu nilai G(X) dalam moles/J, bila dosis 1 Gy


diperlukan oleh N liter larutan dengan densitas (1.00 gr/cm 3), maka
larutan akan harus menyerap dosis integral N Joule. Jumlah produk
menjadi NG(X) moles atau G(X) moles/liter. Dengan demikian
G(X) adalah molar larutan produk radiasi, hasil deposit energi rata-
rata 1 Gy dalam larutan dengan ρ = 1g/cm3, yang tidak tergantung
pada volume. Karena dalam dosimeter larutan, G(X) umumnya
dalam orde 10-6– 10-7moles/J, maka dosis 10 Gy akan memerlukan
memerlukan larutan dosimeter sekitar 10-5 – 10-6 M.

Perubahan kimia dalam dosimeter larutan umumnya dievaluasi


dengan menggunakan spectrophotometer. Pengukuran didasarkan
pada kenyataan bahwa beberapa dosimeter kimia menunjukkan
perubahan warna bila terjadi transisi ion metal ke dalam kondisi
oksidasi.

Dosimeter kimia yang paling umum didasarkan pada reaksi Fe 2+


dalam ferrous sulphate yang berubah menjadi Fe3+ ferric sulphate
setelah menyerap energi radiasi. Konsentrasi Fe yang digunakan
umumnya sekitar 1 mM. Medium larutan adalah air yang
mengandung sulfuric acid sekitar 0.1 M, dan larutan dosimeter
demikian mendekati ekuivalen air/jaringan. Selanjutnya reaksi
dosimetri dapat disederhanakan sebagai berikut:

Fe2+ + OH + radiasi → Fe3+ + OH-


Nilai G untuk larutan Fricke dalam order 1.6 µmol/J yang sedikit
bervariasi dengan energi radiasi. Dalam dosimeter Fricke transisi
Fe dapat dideteksi dengan spectrophotometer dalam rentang
cahaya merah. Karena larutan Fricke tidak terlalu sensitif terhadap
radiasi, maka untuk meningkatkan sensitivitasnya dapat
ditambahkan larutan asam benzoat ataupun larutan organik lain
seperti.agarose. Dalam radioterapi, dosimeter Fricke digunakan
untuk dosimeter standard, dan dapat pula digunakan untuk inter
komparasi antar pusat radioterapi.

Gel Dosimetri

Perkembangan dosimetri Fricke adalah dengan memasukkan


dosimeter dalam matriks gel. Saat ini dikenal dosimeter gel Fricke
dan gel polimer. Pembacaan gel dosimeter dapat dilakukan dengan
spektroskopi NMR (nuclear magnetic resonance). Dua keadaan
ionik yang berbeda (Fe2+ dan Fe3+) memberikan pula perbedaan
dalam momen magnet, radius ionik, waktu relaksasi T 1 dan T2
(berkaitan dengan relaksasi proton dalam percobaan NMR). Bila
posisi spasial ion dosimeter Fricke dibuat tetap dengan
menanamkannya dalam matrik gel, maka efek radiasi dapat
digunakan untuk memperoleh citra 3-D distribusi dosis dalam gel
dengan menggunakan MRI. Dosimetri ini mempunyai 3
keuntungan:
 Sifat dasar fantom 3D and teknologi pencitraan MRI
 Detektor dan fantom identic dan ekuivalen jaringan untuk
radiasi pengion
 Fantom dapat dibuat dalam segala bentuk, dan berbagai
material berbeda (mis. tulang dan paru) yang dapat
ditanamkan didalamnya.
Meskipun dosimetri gel ini menjanjikan untuk perkembangan
dosimetri di masa depan, namun dengan penggunaan MRI
penggunaannya menjadi kompleks, perkembangan
implementasinya akan mengalami berbagai kendala antara lain:
 Harga mahal, dan perlu akses dengan MRI
 Reproducibility proses pembuatan gel, meskipun dengan
control ketat sulit memperoleh gel dengan sensitivitas
terhadap radiasi homogeny pada batch yang berbeda.
 Gel Fricke menunjukkan sifat oksidasi spontan, sehingga
disarankan untuk menyiapkan gel baru pada setiap seri
pengukuran
 Akibat ketidak homogenan medan magnet dan variasi tip
angle seluruh field of view dalam suatu jenis MRI
memungkinkan tanggapan dosis berbeda pada setiap bagian
fantom. Diperlukan informasi map analisis kuantitatif
tanggapan sebelum pengukuran.
 Pengukuran dengan dosimetri berdasarkan MRI memerlukan
waktu lama.
 Disfusi Fe3+ mengharuskan pengukuran secepatnya sesudah
irradiasi, karena difusi menyebabkan pengaburan citra dosis.
Evaluasi dosis dapat pula dilakukan dengan sistem optical. Metoda
optik ini didasarkan pada penggunaan dye, xylenol orange, yang
membentuk senyawa larutan Fe3+ dengan warna kompleks. Dapat
pula cross link polimer yang mengubah absorpsi optik digunakan
sebagai dasar evaluasi. Pada mulanya citra 2 dimensi slab
dosimeter yang dievaluasi, perkembangan memungkinkan untuk
evaluasi 3 dimensi dengan metoda sperti pada CT scan. Optical
evaluation relatif lebih murah, sehingga gel dosimetri 3D ini sudah
ada di beberapa pusat radioterapi. Dikembangkan pula metoda lain
untuk evaluasi dosimetri gel, seperti Raman spetroscopy.
Keuntungan spektroskopi ini adalah resolusi yang relatif lebih
tinggi.

Biological dosimetry

Dosimeter biologi didasarkan efek biologi radiasi. Dalam


radioterapi yang erat dengan pembunuhan klonogen sel tumor,
dosimetri biologi dapat digunakan untuk penilaian hasil
radioterapi. Namun dalam dosimetri ini tidak mudah dikuantisasi,
evaluasi harus sangat hati-hati karena bersifat kompleks seperti
sistem biologi.

Ada dua jenis dosimeteri biologi dalam radioterapi: assays


erythema dan aberasi kromosom. Effek biologi radiasi yang
diamati pada kulit adalah pemerahan seperti pada efek terbakar
sinar matahari. Efek ini dapat dihubungkan dengan kemungkinan
penyembuhan tumor yang sedang menjalani radioterapi. Oleh
karenanya bila kesulitan memperoleh peralatan dosimetri,
erythema merupakan dosis pertama yang dapat dikuantisasi dalam
radioterapi. Namun sensitivitas individual berpengaruh dalam
clinical judgement. Ada usaha untuk membuat tabel kuantisasi
hubungan antara kemerahan kulit dengan dosis. Kuantisasi
berdasarkan hasil pengukuran reflectance spectrophotometer.
Dalam teknik aberasi kromosom, sampel darah diambil dari
individu dan dengan menggunakan mikroskop jumlah aberasi
dapat dihitung. Dengan dosimetri ini dosis pada seluruh tubuh
mulai dari 0.1 Sv dapat diamati. Untuk radiasi dengan lapangan
terbatas seperti pada perlakuan radioterapi, dosis ambang menjadi
lebih tinggi. Ketelitian dosimetri ini rendah, karena untuk dosis
rendah kemungkinan dipengaruhi pula oleh aberasi spontan. Untuk
mengetahui pengaruh aberasi spontan pada individu, sampel darah
diambil kembali sekitar 4 minggu setelah eksposi. Pada umumnya
analis aberasi kromosom digunakan bila terjadi kecelakaan, dan
dosimetri ini dilakukan pada laboratorium khusus, seperti BATAN.

Anda mungkin juga menyukai