PENDAHULUAN
2.1 Cairan
Hampir sebagian besar tubuh manusia berupa cairan. Jumlah cairan
dalam tubuh ini berbeda-beda, tergantung dari umur, massa tubuh, dan lemak
tubuh. 4
2.1.1 Kompartemen Cairan
Cairan dalam tubuh tersekat dalam beberapa kompartemen yaitu
cairan intraseluler dan ekstraseluler. Cairan ekstraseluler dibagi lagi
menjadi kompartemen intravaskuler dan interstisial. 45
1. Cairan intraseluler (intracellular fluid, ICF). Pada kompartemen ini,
cairan tersekat di dalam sel. Cairan dalam kompartemen ini meliputi 2/3
volume keseluruhan cairan tubuh.
2. Cairan ekstraseluler (extracellular fluid, ECF). Cairan di kompartemen
ini merupakan cairan yang terdapat di luar sel. Terdapat 2 subkompartemen
cairan ekstraseluler, yaitu plasma darah dan cairan interstisial, misalnya
cairan sendi, cairan serebrospinalis, cairan pleura, dan lain-lain.
3. Cairan interstisial. Pada kondisi normal cairan ini dalam bentuk cairan
bebas jumlahnya sangat sedikit. Kebanyakan cairan interstisial terikat
degan proteoglikan ekstraseluler membentuk suatu gel. Kompartemen
interstisial merupakan reservoir untuk penumpukan cairan kompartemen
intervaskuler seperti pada keadaan edema jaringan.
4. Cairan intravascular. atau dikenal dengan plasma, dibatasi oleh endotel
vascular. Kebanyakan elektrolit dapat lewat secara bebas antara plasma dan
interstisium sehingga komposisi elektrolit hampir identik.
Pergerakan acak molekul-molekul akibat adanya energi kinetic
disebut difusi. Difusi berperan dalam sebagian besar pertukaran cairan dan
zat terlarut antara kompartemen. Laju difusi suatu substansi melewati suatu
membrane bergantung pada permeabilitas substansi itu melalui membrane,
perbedaan konsentrasi substansi tersebut antara dua sisi, perbadaan tekanan
antara dua sisi dan potensial elektrik melewati membrane untuk substansi
bermuatan. 456
2.2 Trauma
2.2.1 Koagulopati Pada Trauma
Koagulopati yang tidak dikontrol mungkin memiliki banyak efek
samping lainnya, termasuk syok hipovolemik persisten, peningkatan risiko
disfungsi organ, keadaan inflamasi persisten, meningkatkan risiko sepsis,
dan kegagalan manajemen nonoperatif, yang mengarah ke peningkatan
morbiditas pasca operasi. Gangguan koagulasi pada trauma memiliki
patofisiologi yang kompleks termasuk aktivasi atau disfungsi generasi
fibrin atau keduanya, disfungsi trombosit dan endotelium, penghambatan
relatif pembentukan gumpalan yang stabil oleh jalur antikoagulan dan
fibrinolitik serta konsumsi atau penghambatan protease koagulasi.
Pergeseran cairan yang terkait dengan kehilangan darah, infus kristaloid,
dan transfusi sel darah merah (RBC) berkontribusi terhadap koagulopati
dilusional. Hipotermia dan asidosis juga berkontribusi terhadap
koagulopati dan kehilangan darah yang berlanjut. Syok setelah kehilangan
darah akut atau RBC tampaknya menjadi faktor paling penting dalam
pengembangan koagulopati. 48
3. Hipotensi Permisif
4. Pemanfaatan Darah
6. Goal-Directed Resuscitation
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
8. Svensen CH. Fluid Therapy For Surgical Patient. U.S.A : CRC Press ; (2018)